DPD Kongres Advokat Indonesia Jawa Timur Berikan Penyuluhan Dan Konsultasi Hukum Secara Gratis Kepada Ratusan Tahanan Di Medaeng

Sidoarjo, Timurpos.co.id – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kongres Advokat Indonesia (KAI) Jawa Timur menyelenggarakan kegiatan Penyuluhan Hukum dan Konsultasi Hukum Gratis di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Surabaya, Selasa 1 Juli 2025.

Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-17 KAI serta Hari Anti Narkotika Internasional (HANI).

Kegiatan ini mengusung tema “Stop Narkotika Mulai dari Sekarang” dan bertujuan memberikan edukasi hukum sekaligus meningkatkan kesadaran warga binaan terhadap bahaya penyalahgunaan narkotika.

Acara dibuka secara resmi dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Sambutan disampaikan oleh Kepala Rutan Kelas I Surabaya, Bapak Tomi Elyus, Amd.I.P., S.Sos., SH., M.Si., yang dalam kesempatan ini diwakili oleh Kepala Seksi Pelayanan Tahanan, Bapak Muhammad Ridla Gorjie Amd.IP., S.H.

“Kegiatan seperti ini sangat berdampak bagi warga binaan kami, karena selain memberikan edukasi hukum, mereka juga merasa diperhatikan secara manusiawi. Ini sangat berharga bagi proses pembinaan mereka,” ujar Gorjie dalam sambutannya.

Sambutan juga disampaikan oleh Presidium Dewan Pimpinan Pusat (DPP) KAI, Dr. Rizal Haliman, SH., MH., yang menegaskan pentingnya peran advokat dalam pengabdian kepada masyarakat, khususnya kelompok rentan seperti warga binaan serta yang memberikan dukungan penuh terhadap penyelenggaraan kegiatan ini sebagai wujud nyata komitmen organisasi advokat dalam membangun kesadaran hukum.

Sebagai simbol sinergitas antara KAI dan Rutan, dilakukan penyerahan vandel dari DPD KAI Jawa Timur kepada pihak Rutan Kelas I Surabaya, dilanjutkan dengan sesi foto bersama.

Sesi penyuluhan hukum disampaikan langsung oleh Adv. Dr. Fajar Rachmad Dwi Miarsa, SH., MH. dan Adv. Moch Cholik Al Muchlis, SHI., yang menjelaskan secara rinci mengenai dampak hukum dan sosial dari penyalahgunaan narkotika, serta pentingnya peran hukum dalam proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial.

Kegiatan dilanjutkan dengan konsultasi hukum gratis oleh tim advokat DPD KAI Jawa Timur. Para warga binaan diberikan kesempatan untuk berkonsultasi langsung terkait permasalahan hukum yang dihadapi, dengan pendekatan personal dan humanis.

Kegiatan ditutup dengan pembacaan doa oleh Adv. Abdul Rahman Misbakhun Nafi’, SH., serta harapan bersama agar kegiatan serupa dapat terus dilakukan secara berkelanjutan.

Melalui kegiatan ini, Kongres Advokat Indonesia kembali menegaskan komitmennya sebagai organisasi profesi yang tidak hanya aktif di ruang sidang, tetapi juga hadir di tengah masyarakat sebagai mitra dalam mencerdaskan kehidupan hukum bangsa. M12

Buntut Kecelakan Maut Keluarga Korban Tuntut Tanggung Jawab dari Perusahaan Outsourcing PT Wings Surya

Surabaya, Timurpos.co.id – Kecelakaan lalu lintas tragis terjadi di Jalan Raya Demak, Surabaya, pada Selasa pagi, 7 Mei 2025, sekitar pukul 08.00 WIB. Insiden melibatkan sepeda motor (R2) yang dikendarai oleh NA (19), warga asal Bangkalan, dan sebuah mobil box bermuatan milik PT Surya Indo Mandiri, perusahaan outsourcing yang bekerjasama dengan PT Wings Surya.

Akibat kejadian tersebut, NA mengalami luka berat dan dinyatakan meninggal dunia di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya pada dini hari, sekitar pukul 12.30 WIB.

Ironisnya, hingga berita ini diturunkan, keluarga korban mengaku belum mendapatkan kejelasan maupun bentuk pertanggungjawaban dari pihak pengemudi maupun perusahaan. Hal ini disampaikan langsung oleh kakak korban, Moh Zainuri, kepada awak media 27 Juni 2025 lalu.

“Sudah hampir dua bulan berlalu, tapi belum ada kepastian dari pihak perusahaan. Driver memang sempat tawarkan santunan lima juta rupiah, tapi kami anggap itu tidak pantas dibandingkan dengan kehilangan nyawa saudara kami,” ungkap Zainuri dengan nada sedih.

Menurutnya, kondisi mobil box hanya mengalami kerusakan ringan, sementara keluarganya harus kehilangan orang tercinta. Ia pun mempertanyakan tanggung jawab moral dari perusahaan atas peristiwa tersebut.

Pihak PT Surya Indo Mandiri, saat dikonfirmasi, membenarkan adanya tawaran santunan dari sopir, namun menegaskan bahwa perusahaan tidak ikut campur dalam urusan kecelakaan kerja karena ada klausul risiko dalam perjanjian kerja dengan karyawan.

“Kami bukan tidak mau tanggung jawab. Tapi memang itu (Rp 5 juta) yang disanggupi driver. Kalau soal perusahaan, itu bukan ranah kami, tapi akan kami coba ajukan lagi ke atasan,” ujar salah satu perwakilan perusahaan yang enggan disebut namanya.

Di sisi lain, menurut salah satu narasumber hukum, perusahaan tetap berkewajiban memberikan santunan kepada keluarga korban, mengacu pada Pasal 1367 KUH Perdata yang menyatakan bahwa atasan bertanggung jawab atas perbuatan bawahan selama dalam jam kerja. Hal ini diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang menyebutkan bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab moril dalam kasus kecelakaan yang melibatkan karyawannya saat bekerja.

Sementara itu, pihak Satlantas Polrestabes Surabaya, saat dikonfirmasi pada 29 Juni 2025, menyatakan bahwa mereka akan segera melakukan mediasi antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan ini secara adil dan bermartabat.

“Kasus ini masih kami tangani, dan dalam waktu dekat akan dilakukan mediasi antara pihak keluarga korban dengan pihak perusahaan,” ujar petugas Satlantas.

Keluarga korban berharap keadilan dapat ditegakkan dan perusahaan menunjukkan empati serta tanggung jawab atas musibah yang terjadi. TOK

Menyikapi Revisi UU Narkotika: Jangan Ulangi Kegagalan, Saatnya Letakkan Pendekatan Kesehatan di Pusat Kebijakan

Jakarta, Timurpos.co.id – Di tengah peringatan Hari Narkotika Internasional yang jatuh pada 26 Juni 2025, Indonesia masih terjebak dalam pendekatan usang dan punitif seperti “perang terhadap narkotika”. Celakanya, Indonesia tak pernah belajar terkait dampak negatif dari pendekatan itu.

Padahal, data dan berbagai pengalaman global telah berulang kali menunjukkan bahwa pendekatan itu bukan hanya gagal, tapi juga berkontribusi signifikan pada pelanggaran HAM, kelebihan kapasitas di Rumah Tahanan (Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia, dan meminggirkan hak-hak pengguna narkotika serta kelompok rentan lainnya.

Bukan hanya itu, alih-alih mengedepankan pendekatan kesehatan, Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) yang berlaku saat ini juga masih menempatkan pengguna narkotika sebagai pelaku kriminal. Itu ditandai dari masih gencarnya pendekatan penjara yang digunakan negara kepada pengguna narkotika.

Mengutip data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) per Desember 2024, total penghuni rutan/lapas yakni sebanyak 264.131 orang, sementara kapasitasnya hanya berkisar untuk 136.444 orang. Ini artinya telah terjadi overcrowding Rutan/Lapas sebesar 93,57%. Sementara per Juni 2025, terdapat 268.718 orang menjadi penghuni Rutan/Lapas, padahal kapasitasnya hanya untuk 138.128 orang. Hal tersebut menunjukkan adanya overcrowding Rutan/Lapas sebesar 94,56%.

Selain itu, hampir 52% penghuni Rutan/Lapas merupakan tahanan kasus narkotika. Data Laporan Kinerja Pemasyarakatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Tahun 2024 menunjukkan, setidaknya terdapat 140.474 orang yang terindikasi sebagai pengguna narkotika.

Hal ini menandakan bahwa pengguna narkotika tidak diintervensi berbasis pendekatan kesehatan, melainkan dikriminalisasi melalui penghukuman. Padahal paradigma penghukuman dapat memperburuk kondisi mereka. Mereka tidak mendapatkan dukungan yang dibutuhkan, mengikuti rehabilitasi secara sukarela, bahkan kehilangan harapan terkait kehidupan yang lebih baik. Kriminalisasi adalah kebijakan yang gagal, dan sudah saatnya dihentikan.

Dalam momentum Hari Narkotika Internasional tahun 2025 ini, Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN) meminta kepada pemerintah Indonesia untuk segera mengedepankan pendekatan kesehatan dalam proses penyusunan kebijakan narkotika, termasuk dalam revisi UU Narkotika yang sedang bergulir di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), dengan memperhatikan poin-poin sebagai berikut:

*Pertama*, ubah paradigma UU Narkotika dari penghukuman ke kesehatan. Sebab, selama lebih dari dua dekade, Indonesia telah menjalankan kebijakan narkotika yang keras namun tidak efektif. Pengguna tetap membludak, penjara penuh sesak, dan program rehabilitasi berjalan tanpa arah yang jelas. Ribuan orang, bahkan remaja, dijatuhi pidana penjara hanya karena memiliki atau mengonsumsi narkotika dalam jumlah kecil, di mana mereka seringkali tidak dipisahkan dari pengedar atau pelaku kriminal lainnya.

Kondisi ini menciptakan siklus penderitaan yang tidak menyelesaikan akar masalah soal ketergantungan. Ketika seorang pengguna dipenjara tanpa dukungan, ia bukan hanya kehilangan kebebasannya, tapi juga kehilangan peluang untuk pulih. Ketika ia keluar, stigma masyarakat dan minimnya dukungan membuat risiko kekambuhan (relapse) semakin tinggi. Revisi UU Narkotika saat yang sedang bergulir harus bisa menjawab permasalahan ini.

Mengingat UU Narkotika saat ini kembali masuk dalam agenda legislasi nasional tahun 2025, Pemerintah dan DPR juga harus memiliki kemauan politik (political will) yang besar dan komitmen penuh untuk berubah secara fundamental dalam menyusun aturan yang berdampak besar terhadap ribuan pengguna tersebut.

*Kedua*, Pemerintah dan DPR harus memasukan aspek dekriminalisasi bagi pengguna narkotika dalam pembahasan revisi UU Narkotika. Dekriminalisasi bukan berarti melegalkan narkotika secara bebas, melainkan menghentikan pemidanaan terhadap individu yang memiliki dan menggunakan narkotika untuk konsumsi pribadi, dan mengalihkan pendekatannya ke ranah kesehatan dan sosial. Hal ini dapat diwujudkan melalui skema kesehatan dan perbaikan ketentuan pidana dalam revisi UU Narkotika.

Langkah konkret berbasis bukti ini telah diterapkan di berbagai negara seperti Portugal dan Swiss, bahkan Malaysia yang kini berani mengambil pendekatan non-penal berbasis komunitas. Kebijakan ini dapat menurunkan angka overdosis, angka HIV terkait penggunaan jarum suntik, dan berkurangnya beban penjara, serta meningkatkan partisipasi dalam program rehabilitasi sukarela.

*Ketiga*, revisi UU Narkotika harus memberikan kesempatan agar narkotika digunakan untuk kepentingan kesehatan. Proses revisi UU Narkotika yang kini dibahas di DPR semestinya tidak lagi memposisikan narkotika hanya dalam kerangka pidana, tetapi juga dalam kerangka hak atas kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Jika Indonesia benar-benar serius menciptakan sistem kesehatan yang adil dan berbasis bukti ilmiah, maka revisi UU Narkotika harus mengakomodir pemanfaatan narkotika untuk riset dan pengobatan, dengan menekankan pada prinsip kehati-hatian dan regulasi yang ketat, bukan justru melakukan pelarangan secara menyeluruh.

*Keempat*, revisi UU Narkotika juga harus memperbaiki permasalahan mendasar tentang akuntabilitas pelaksanaan kebijakan narkotika utamanya sering terjadi kasus penjebakan kepemilikan narkotika, hal ini dikarenakan hukum acara mengenai kewenangan untuk melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung (undercover buying) dan penyerahan di bawah pengawasan (control delivery), dan tes urine tidak diatur dengan batasan yang jelas.

*Kelima*, Pemerintah harus membuka ruang-ruang alternatif bagi pengguna narkotika untuk meningkatkan kualitas hidup mereka selain menggunakan pemidanaan dan rehabilitasi. Konsep rehabilitasi sebagai alternatif pemidanaan yang selama ini digaungkan dan digunakan oleh Pemerintah masih berfokus pada pemutusan ketergantungan narkotika, sehingga menghasilkan rehabilitasi yang lebih mengarah pada rawat inap dan bukan peningkatan kualitas hidup bagi pengguna narkotika.

Pada beberapa kasus, kami menemukan banyak tempat-tempat rehabilitasi yang memanfaatkan celah alternatif pemenjaraan menjadi sarana eksploitasi ekonomi untuk memeras pengguna narkotika. Revisi UU Narkotika perlu menitikberatkan perspektif pengurangan dampak buruk (harm reduction) di mana ukuran efektivitas program dilihat bukan semata dari berhentinya seseorang menggunakan narkotika, tetapi juga melihat berkurangnya dampak sosial, kesehatan, dan ekonomi yang negatif atas penggunaan narkotika.

*Keenam*, penting untuk membuka ruang bagi masyarakat sipil dan akademisi dalam pelibatan bermakna dalam pembahasan perubahan dan penentuan arah kebijakan narkotika. Pemerintah dan DPR harus membuka ruang seluas-luasnya dan menciptakan dialog-dialog bermakna dengan melibatkan masyarakat sipil, sehingga kebijakan narkotika yang lahir dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta berlandaskan pada basis bukti ilmiah yang akuntabel.

*Ketujuh*, melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 106/PUU-XVIII/2020, yang mengamanatkan pemerintah agar dilakukan riset ilmiah terhadap ganja medis untuk perlindungan hak atas kesehatan warga negara. Pelaksanaan riset ganja medis ini bukan sekadar pilihan kebijakan, melainkan perintah konstitusional yang bersifat final dan mengikat.

Dalam menghadapi kebingungan regulatif terkait langkah awal penelitian ganja medis, Pemerintah Pusat dapat mempertimbangkan Provinsi Aceh sebagai lokasi percontohan (pilot project) untuk penelitian ganja medis. Pilihan ini bukan tanpa dasar, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk melakukan penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi yang dapat menunjang pembangunan nasional, termasuk di bidang kesehatan serta mendukung pelestarian warisan budaya Aceh.

Pada tahun 2023, bersamaan dengan dilakukannya Focus Group Discussion (FGD) Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi, Pemerintah Provinsi Aceh melalui Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah menunjukkan langkah progresif melalui Surat Keputusan DPRA No. 24 Tahun 2023, yang menetapkan usulan Rancangan Qanun tentang Legalisasi Ganja Medis sebagai bagian dari Program Legislasi Daerah (Prolegda) Tambahan Aceh Tahun 2024.

DPR RI dan Pemerintah dalam menyusun Revisi UU narkotika dapat berkoordinasi dengan DPRA Provinsi Aceh untuk membahas regulasi dan legalisasi ganja medis sebagai urgensi perintah konstitusional (in casu ganja) mengenai penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan ganja medis.***

Notaris Wahyudi Suyanto Disebut Melakukan PMH

Foto: Tjioe Sin Nang Menunjukan Berkas

Surabaya, Timurpos.co.id — Kekecewaan mendalam dirasakan Tjioe Sin Nang bersama dua saudarinya, Tjioe Lai Fung dan Tjieo Lay Tjin, usai mendapati Akta Keterangan Hak Mewaris yang semestinya menjadi dasar hukum pengurusan warisan justru tidak dapat digunakan karena dibuat tanpa minuta akta, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum otentik. Perbuatan itu dinilai melanggar ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang menyebutkan bahwa notaris hanya berwenang membuat akta otentik. Selasa (24/06/2025).

Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 1010/Pdt.G/2023/PN.Sby tanggal 23 Juli 2024, yang dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor: 67/PDT/2024/PT.SBY tanggal 8 Oktober 2024, Majelis Hakim telah menyatakan bahwa Tergugat I Wahyudi Suyanto, S.H. (mantan Notaris) dan Tergugat II Maria Lucia Lindhajany, S.H. (Notaris Protokol) telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PHM).

Permasalahan bermula ketika TJIOE SIN NANG dan kedua saudaranya menghadap notaris Wahyudi Suyanto, S.H. untuk membuat Akta Keterangan Hak Mewaris Nomor: 11/KHW/VI/2010 tertanggal 30 Juni 2010. Namun, setelah bertahun-tahun berlalu dan akta tersebut hendak digunakan untuk mengurus balik nama sertifikat waris atas nama orang tua mereka, akta tersebut ternyata tidak dapat dipakai karena terdapat kesalahan penulisan bulan dan tidak dibuat dalam bentuk minuta akta.

Ketiadaan minuta membuat Notaris Protokol, Maria Lucia Lindhajany, S.H., tidak dapat membuat salinan atau revisi terhadap akta tersebut. Dalam jawaban resminya di persidangan, pihak tergugat menyatakan bahwa akta tersebut memang tidak dibuat dalam bentuk minuta, sehingga tidak menjadi bagian dari protokol notaris.

Putusan PN Surabaya pada halaman 60 secara tegas menyatakan:

“Perbuatan Tergugat I yang membuat Akta tanpa disertai Minuta Akta adalah Perbuatan Melanggar Hukum sebagaimana Pasal 1365 KUHPer. Hal tersebut juga bertentangan dengan Pasal 15 ayat (1) UU Jabatan Notaris yang mengatur kewenangan notaris untuk membuat akta otentik.”

Merasa dirugikan secara materil dan immateril, TJIOE SIN NANG tidak tinggal diam. Ia pun menempuh upaya hukum lanjutan melalui jalur pidana dengan melaporkan Wahyudi Suyanto, S.H. ke Polrestabes Surabaya atas dugaan pemalsuan surat dan/atau penipuan, sesuai Laporan Polisi Nomor: LP/B/770/VIII/2024/SPKT/Polrestabes Surabaya/Polda Jatim tertanggal 12 Agustus 2024.

Meski telah dinyatakan bersalah oleh dua tingkat peradilan, Wahyudi Suyanto dan Maria Lucia Lindhajany tetap mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI. Namun, hal itu tidak menggoyahkan semangat TJIOE SIN NANG. Saat ditemui di Pengadilan Negeri Surabaya, ia menyatakan akan tetap memperjuangkan keadilan sampai tuntas.

“Saya hanya ingin ini menjadi yang terakhir. Biarlah saya dan keluarga saya yang menjadi korban, jangan sampai masyarakat pencari keadilan lainnya mengalami hal serupa. Kita harus lebih selektif dan berhati-hati dalam memilih notaris,” ujarnya.

Untuk diketahui dalam amar putusannya, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memutuskan bahwa, Menyatakan gugatan dikabulkan sebagian. Menyatakan alat bukti para penggugat sah dan mengikat. Menyatakan Tergugat I dan II melakukan perbuatan melawan hukum. Menghukum Para Tergugat membayar biaya perkara secara tanggung renteng sebesar Rp1.690.000. Putusan dikuatkan oleh Putusan Banding Pengadilan Tinggi Surabaya dengan tambahan biaya perkara tingkat banding sebesar Rp150.000.

Kini, Tjioe Sin Nang, menanti hasil kasasi di Mahkamah Agung dengan harapan keadilan hukum tetap ditegakkan dan semua pihak yang lalai dalam menjalankan kewajiban jabatannya bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya. TOK

Oknum Polisi Surabaya Diduga Peras Mahasiswi dan Teman Rp 7 Juta

Sidoarjo, Timurpos.co.id – Citra Kepolisian kembali tercoreng jelang peringatan Hari Bhayangkara ke-79. Seorang oknum polisi aktif yang berdinas di wilayah Surabaya diduga melakukan aksi pemerasan terhadap sepasang anak muda di Sidoarjo dengan dalih tengah menjalankan operasi gabungan.

Korban dalam kasus ini adalah Kirana Vanessya (23), seorang mahasiswi tingkat akhir asal Tambak Sumur, Sidoarjo, dan temannya Rayhan (23). Keduanya mengalami tindakan tidak menyenangkan dari pria berseragam polisi pada Kamis (19/6) malam sekitar pukul 22.00 WIB, usai menghadiri sebuah kondangan di Krian.

Menurut penuturan ayah korban, Djumadi (60), kejadian bermula saat Vanessya dan Rayhan keluar dari pintu tol Tambak Sumur dan bersenggolan kecil dengan seorang pengendara motor wanita. “Sudah saling minta maaf, tidak ada luka, dan masalah selesai,” ungkap Djumadi.

Namun saat Vanessya dan Rayhan berhenti di bawah tol untuk memeriksa kondisi mobil, datang dua orang pria dengan motor. Satu mengenakan seragam polisi, satu berpakaian sipil. Mereka mengaku tengah melaksanakan operasi gabungan TNI, Polri, Satpol PP, dan wartawan.

Tanpa alasan jelas, keduanya menuduh Vanessya dan Rayhan melakukan tindakan tidak senonoh di dalam mobil. Oknum berseragam polisi kemudian mengambil alih kemudi mobil dan menyuruh Rayhan duduk di kursi penumpang, sedangkan Vanessya dipindahkan ke jok belakang.

Alih-alih dibawa ke kantor polisi, keduanya justru diajak berputar-putar di kawasan Surabaya, disertai dengan permintaan uang. “Dia bilang butuh Rp 7 sampai Rp 10 juta agar perkara ini ‘diselesaikan di tempat’. Tapi anak saya tidak punya uang sebanyak itu,” terang Djumadi.

Akhirnya, korban yang hanya memiliki uang tunai Rp 650 ribu diminta tarik tunai dari ATM di Indomaret Drive Thru dekat Excelso Jalan A. Yani. Oknum itu bahkan mengambil kartu ATM milik Rayhan dan meminta sisa uang disiapkan keesokan harinya pukul 17.00 WIB.

Lebih parah lagi, si oknum menyarankan korban untuk mencari pinjaman online demi memenuhi permintaannya. “Ini sudah bukan penegak hukum, tapi pemalak berseragam,” kata Djumadi geram.

Untungnya, Vanessya sempat diam-diam memotret wajah dan seragam si polisi saat duduk di kursi belakang. Bukti tersebut kemudian dikirimkan ke orang tuanya. Dari sanalah identitas pelaku berhasil dilacak dalam waktu kurang dari 24 jam.

Berdasarkan informasi dari jaringan pribadi ayah korban, terungkap bahwa oknum tersebut adalah Bripka H, yang masih aktif berdinas di wilayah Surabaya.

“Kami sudah melaporkan peristiwa ini ke Propam. Kami minta oknum tersebut diproses hukum karena perbuatannya mencoreng institusi Polri,” tegas Djumadi.

Pihak keluarga berharap kejadian ini bisa menjadi pelajaran bagi institusi kepolisian untuk melakukan evaluasi dan menindak tegas oknum yang menyalahgunakan wewenang, agar kepercayaan masyarakat terhadap Polri tidak semakin tergerus. M12

Pengrajin Bambu Mojokerto Nyatakan Dukungan terhadap Kebijakan Pemerintah dan Stabilitas Kamtibmas

Mojokerto, Timurpos.co.id – Dalam rangka menjaga situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) serta mendukung kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur, Ketua Paguyuban Pengrajin Bambu Pilang Mandiri Mojokerto, Samiaji, menggelar kegiatan pernyataan sikap bersama para anggotanya pada Senin, (23/06/2025).

Kegiatan yang berlangsung di Desa Mojopilang, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto, dimulai pukul 09.00 hingga 10.30 WIB, dihadiri oleh sekitar 40 orang anggota paguyuban.

Dalam sambutannya, Samiaji menegaskan pentingnya menjaga stabilitas kamtibmas sebagai fondasi utama dalam membangun pertumbuhan ekonomi daerah. Ia juga menyampaikan apresiasinya terhadap program-program pemerintah, khususnya Asta Cita, yang dinilai sangat berpihak pada pelaku ekonomi kreatif, termasuk pengrajin bambu.

“Melalui program Asta Cita, pemerintah secara tegas menunjukkan komitmennya dalam mendorong kewirausahaan dan industri kreatif. Kerajinan bambu menjadi bagian penting dari sektor ini,” ungkap Samiaji.

Ia juga menyoroti maraknya penyebaran berita hoaks dan narasi provokatif yang berpotensi memecah belah masyarakat. Samiaji mengimbau seluruh anggota paguyuban dan masyarakat luas untuk bijak dalam menyikapi informasi di media sosial serta tetap menjaga kekompakan dan persatuan.

Puncak kegiatan ditandai dengan pembacaan pernyataan sikap oleh Samiaji yang menegaskan dukungan penuh terhadap seluruh kebijakan pemerintah yang bertujuan menjaga stabilitas dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Kami percaya dan mendukung sepenuhnya bahwa semua program, kebijakan, dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan serta menjaga stabilitas kamtibmas. Oleh karena itu, marilah kita semua menjaga persatuan dan tidak mudah terpecah belah oleh berita hoaks.”

Acara ditutup dengan sesi foto bersama sebagai simbol solidaritas dan komitmen paguyuban dalam menjaga kondusifitas wilayah.

Sebagai catatan, Paguyuban Pengrajin Bambu Pilang Mandiri Mojokerto merupakan wadah para pengrajin dan pelaku UMKM berbasis bambu di wilayah Jawa Timur. Dengan jumlah anggota yang cukup besar dan aktif, diharapkan organisasi ini dapat menjadi motor penggerak partisipasi masyarakat dalam mendukung kebijakan pemerintah dan menjaga stabilitas sosial.

Pihak penyelenggara berharap kegiatan serupa dapat terus dilaksanakan secara berkesinambungan sebagai bagian dari upaya bersama untuk menciptakan iklim ekonomi yang sehat dan stabil di Jawa Timur. TOK

Baru Lunasi Utang Rp15 Juta, Hasibah Malah Dianiaya Tetangga: Diseret, Dilempar, dan Diancam

Foto: Hasibah Menujukan bukti Laporan ke Polsek Genteng Surabaya

Surabaya, Timurpos.co.id — Alih-alih merasa lega setelah melunasi utang sebesar Rp15 juta, Hasibah, warga Keputran Kejambon Gang II, justru mengalami kejadian traumatis. Ia mengaku dianiaya oleh suami dan anak dari tetangganya, RK, usai menyelesaikan pembayaran utang yang telah tertunggak hampir satu tahun. Ironisnya, ia juga mendapat ancaman pembunuhan saat itu.

Peristiwa ini terjadi pada Minggu, 16 Juni 2025. Saat itu, Hasibah datang ke rumah RK yang berjarak sekitar 100 meter dari rumahnya dengan berjalan kaki, ditemani oleh kakak dari RK. Di sana, ia menyerahkan uang pelunasan utangnya.

“Setelah bayar, saya pamit pulang. Tapi tiba-tiba suami RK, ST, menuding saya menyebarkan gosip tentang keluarganya. Saya kaget,” ujar Hasibah kepada awak media. Minggu (22/06/2025).

Hasibah menyebut ST tiba-tiba marah dan mengurungkan niatnya untuk pulang. Ia mencoba tetap tenang dan mendengarkan, namun situasi berubah drastis.

“Saya dilempar handphone, ditendang, lalu ST nyuruh anaknya FN ambil pisau. Karena sudah bawa senjata, saya langsung lari. Sekarang separuh badan saya masih sakit semua,” kata Hasibah yang merupakan ibu dua anak.

Hasibah telah melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Genteng. Ia mengakui pernah menyebarkan gosip tentang keluarga ST, namun menegaskan bahwa masalah itu terjadi puluhan tahun lalu dan sudah dianggap selesai.

“Selama ini saya sering ke rumah mereka, gak pernah ada masalah. Memang sempat debat kecil saat bayar soal bunga, karena beberapa kali saya telat. Tapi sudah selesai saat itu,” jelasnya.

Di sisi lain, RK membenarkan bahwa, Hasibah adalah anggota keluarga jauh. Menurutnya, insiden tersebut berawal dari teguran suaminya yang meminta Hasibah untuk tidak menyebarkan cerita lama di lingkungan keluarga.

“Suami saya emosi, karena Hasibah waktu ditegur justru mendelik. Anaknya (FN) juga minta dia keluar rumah karena khawatir terjadi ribut. Mungkin pas digeret keluar ada yang gak sengaja kesentuh atau ketendang,” ujar RK.

Kasus ini masih dalam penanganan pihak kepolisian. Hasibah berharap ada keadilan atas apa yang dialaminya, terlebih setelah ia beritikad baik menyelesaikan kewajiban finansialnya. TOK

Penyidik Polresta Sidoarjo Diduga Gelapkan Barang Bukti Kasus Pencurian Kabel Telkom

Sidoarjo, Timurpos.co.id — Penanganan kasus pencurian kabel milik PT. Telkom Indonesia yang terjadi di Desa Keper, Kecamatan Krembung, Kabupaten Sidoarjo, kini disorot publik. Pasalnya, terdapat dugaan bahwa penyidik Polresta Sidoarjo menghilangkan salah satu barang bukti penting berupa alat loketer yang digunakan dalam aksi pencurian tersebut. Selasa (17/06/2025).

Kasus ini menyeret tiga terdakwa: Zeth Bara, Hendy Priyatama, dan Abd Muntholib. Ketiganya telah divonis bersalah melakukan tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan oleh Ketua Majelis Hakim Yuli Efendi di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo. Dalam amar putusan, mereka dijatuhi pidana penjara masing-masing selama 8 bulan—lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Marsandi yang menuntut hukuman 1 tahun 3 bulan.

Namun, di balik putusan tersebut, muncul kejanggalan. Berdasarkan informasi dari narasumber media ini, selain tuntutan dan vonis yang dinilai terlalu ringan, ada indikasi permainan terhadap barang bukti yang semestinya turut diserahkan dalam berkas perkara ke kejaksaan.

Narasumber menyebut bahwa saat penangkapan, polisi mengamankan alat bernama loketer yang digunakan untuk mendeteksi kabel bawah tanah. Anehnya, dalam dokumen resmi perkara, termasuk dalam sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Sidoarjo, alat tersebut tidak tercantum sebagai barang bukti yang dilimpahkan ke kejaksaan ataupun dihadirkan dalam persidangan.

Saat dikonfirmasi, seorang penyidik yang menangani kasus ini, bernama Anton, membenarkan keberadaan alat tersebut. “Barangnya masih ada, Mas. Masih di kantor,” ujarnya singkat kepada awak media. Pernyataan ini memunculkan dugaan bahwa telah terjadi kelalaian atau bahkan kesengajaan dalam tidak menyerahkan barang bukti tersebut ke penuntut umum.

Jika dugaan ini benar, maka perbuatan tersebut bisa melanggar Pasal 230 KUHP yang mengatur ancaman pidana bagi pihak yang dengan sengaja menghilangkan, merusak, atau membuat barang bukti tidak dapat digunakan di pengadilan. Hal ini dapat mencederai kepercayaan publik terhadap integritas proses penegakan hukum.

Modus Pencurian Berkedok Proyek Telkom

Berdasarkan surat dakwaan JPU Marsandi, kasus ini bermula saat terdakwa Zeth Bara meminta bantuan Hendy Priyatama—pengawas lapangan dari anak perusahaan PT. Telkom—untuk membuat Surat Perintah Kerja dan Nota Dinas palsu. Dokumen palsu ini dijadikan dasar seolah-olah ada proyek resmi pengangkatan kabel di wilayah STO Gedangan, Gempol, dan Beji.

Selanjutnya, Zeth Bara menggandeng Abd Muntholib dan sejumlah pekerja lainnya untuk melakukan penggalian dan pencurian kabel. Meski menyadari dokumen tersebut palsu, Abd Muntholib tetap terlibat. Aksi pencurian dilakukan pada 9 dan 14 Mei 2024 dengan mengerahkan dua unit mobil Mitsubishi L-300 dan 12 orang pekerja.

Kabel-kabel yang berhasil dicuri dijual ke pihak ketiga senilai Rp120 juta. Hasil penjualan dibagi-bagi di antara para pelaku, dengan Zeth Bara menerima Rp36,25 juta, Hendy Priyatama Rp35 juta, Abd Muntholib Rp11,87 juta, dan Machfud Johan Efendi Rp5,75 juta.

Dalam putusan pengadilan, sejumlah barang bukti seperti dua unit mobil L-300, potongan kabel, alat-alat galian, serta dokumen palsu telah disita. Namun, keberadaan alat loketer tidak tercantum secara resmi.

Desakan Evaluasi Kinerja Penyidik

Kinerja penyidik Polresta Sidoarjo kini menuai sorotan. Praktisi hukum dan pemerhati peradilan mendesak agar pihak berwenang, termasuk pengawas internal Polri dan Kejaksaan, melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penanganan kasus ini. Jika terbukti adanya unsur kesengajaan dalam tidak melimpahkan barang bukti, maka harus ada proses hukum lanjutan terhadap oknum penyidik yang terlibat.

“Barang bukti adalah kunci dalam pembuktian di Pengadilan. Jika ada yang sengaja disembunyikan atau dihilangkan, ini pelanggaran serius terhadap prinsip keadilan,” ujar seorang praktisi hukum yang enggan disebut namanya.

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum, serta bahwa pengawasan terhadap aparat penegak hukum harus berjalan ketat agar tidak mencederai kepercayaan masyarakat. M12

Selamat dan Sukses Launcing Media Online Jejaring Pos

Surabaya, Timurpos.co.id – Setelah 22 Tahun Kerja di Media, John Fery Saragih resmi meluncurkan media Jejaring pos kepublik, peluncuran Syukuran Launcing berlangsung lancar penuh hikmad dan meriah yang dihadiri para undangan dari pihak perwakilan dari pemerintah Provinsi Jawa Timur para pemimpin redaksi dari beberapa media lokal Surabaya dan juga para wartawan turut hadir dalam acara tersebut.

Dinas Kominfo Jatim memberikan apresiasi kepada management Jejaring pos ditengah perjuangan jerih payahnya sehingga bisa terealisasi melahirkan media yang profesional.

Direktur PT.Mijois Jejaringpos Mediainti Group, John Fery Saragih mendapat apresiasi yang besar dari pihak Dinas Kominfo Propinsi Jatim, karena berhasil mendirikan media online sendiri setelah bergelut di media berbeda selama 22 tahun.

Apresiasi itu disampaikan Putut Darmawan, pejabat pada Dinas Kominfo Jatim mewakili Gubernur Jatim, Khofifah Indarparawansah ketika memberikan kata sambutannya pada acara Launching dan Syukuran media online Jejaringpos.com di Mall Gunawangsa Tidar, Surabaya, Jumat sore (13/6/2025).

Dikisahkan Putut, perjuangan John Fery Saragih identik perjuangan dirinya ketika sebelum bergabung di instansi Dinas Kominfo Jatim sebagai Wartawan di beberapa media.

“Kami sangat apresiasi kepada pak John Fery Saragih yang berhasil mewujudkan media online sendiri hingga diadakan Launching dan Syukuran hari ini, dan dengan perjuangannya tanpa kenal lelah”, kata Putut.

Kehadiran media online Jejaringpos.com seiring dengan pertumbuhan media online yang lagi marak saat ini, namun media online memang dibutuhkan masyarakat karena kecepatan beritanya sampai bisa menyingkirkan media cetak harian.

“Kejadian siang atau sore hari media online langsung beritakan saat itu juga, tapi harian besok pagi. Sebagian besar masyarakat sekarang sudah beralih baca berita di media online. Maka tak heran media cetak pun, Tv dan radio membuat media online juga, bahkan lama-lama nanti media cetak akan tertinggal oleh media online”, papar Putut.

Putut dalam kesempatan ini mengajak Jejaringpos.com dan media lainnya untuk berkolaborasi dan menjaring informasi-informasi positif. “Mari kita bangun kerjasama yang positif dan menyiarkan berita-berita yang bersifat membangun”, ucapnya.

Ia juga menyampaikan salam hormat, selamat dan sukses dari Gubernur Jatim kepada pimpinan Jejaringpos.com dan mohon maaf karena tidak sempat hadir di tengah-tengah para hadirin. “Gubernur mungkin dalam beberapa hari lagi akan kembali di Tanah Air, semoga selamat dalam perjalanan”, pinta Putut diamini sejumlah hadirin.

John F.Saragih dalam sambutannya mengatakan, bahwa mendirikan media online Jejaringpos.com ini melalui jalan panjang dan penuh perjuangan. “Saya menjadi Wartawan sejak 2003, dan bergabung dengan beberapa media. Berkat dukungan dan kerjasama dengan beberapa relasi, syukur media Jejaringos.com bisa eksis sejak tahun 2022”, jelas John yang meliput berita di PN Surabaya itu.

Dia mengapresiasi kerja Deklan Saragih sebagai ketua panitia sehingga acara Launching dan Syukuran tersebut berjalan dengan baik dan lancar meskipun sederhana. “Terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kelancaran acara launching dan syukuran Jejaringos.com hari ini”, ucap John.

Selain sambutan Putut Darmawan, Deklan Saragih dan John F. Saragih, ketua LAN (Lembaga Anti Narkotika) Jatim Rizal Renata mengatakan, pihaknya terus meningkatkan kerjasama di bidang pemberitaan kasus-kasus narkotika. “Kita saling sharing informasi dengan media Jejaringpos dan media lain untuk sama-sama memerangi peredaran narkotika”, tuturnya singkat. TOK/*

Ayah yang Dilaporkan Penelantaran Anak Diduga Enggan Mengikuti Proses Hukum

Foto: Johan Widjaja kuasa hukum pelapor

Surabaya, Timurpos.co.id – Gadis 18 tahun, IV, melaporkan ayahnya, MO, ke Polda Jawa Timur karena dugaan penelantaran anak. Laporan ini bermula dari rasa sakit hati IV setelah ayahnya memblokir nomor teleponnya saat ia meminta uang nafkah.

Sejak kecil, IV merasakan kurangnya perhatian dari ayahnya. Ayahnya jarang pulang. Setiap pulang ayah dan mamanya kerap bertengkar. Situasi memuncak ibunya memutuskan membawa IV dan adiknya tinggal di rumah orang tua ibunya.

Beranjak remaja IV mulai memahami orang tuanya telah bercerai. Mamanya tak kuat menghadapi ayahnya yang malas bekerja.

Setelah cerai, ternyata ayahnya semakin mengabaikannya. Ayahnya yang mengaku bekerja sebagai sopir di Magelang, Jawa Tengah, jarang memberi nafkah. Saat IV meminta uang sekolah, ayahnya kerap memarahinya dan bahkan memblokir nomor teleponnya.

“Sebelum melaporkan ayah ke polisi, mama sudah mencoba mengingatkan ayah lewat budhe. Namun,  malah dipersilahkan gugat ke pengadilan,” ungkap IV. Karena inilah IV membulatkan niatnya membuat laporan.

IV mengungkap bahwa sebenarnya ayahnya mengetahui dirinya membuat laporan. Keluarga ayahnya membujuk IV untuk mencabut laporannya. “Waktu bulan Ramadhan, budhe ke rumah marah-marah minta agar saya mencabut laporan, tapi ayah tidak pernah berusaha datang ke saya,” keluh IV.

Atas laporan tersebut, Timurpos.co.id mencoba menghubungi pelapor berinisal (FN), namun belum ada penjelasan dan terkesan cuek.

Pengacara IV, Johan Widjaja, mengatakan bahwa laporan tersebut masih bergulir di Polda Jatim. Penyidik berusaha untuk mengagendakan mediasi, tetapi ayahnya tidak kooperatif.

“Informasi yang saya dapat, terlapor ini dihubungi berkali-kali hanya satu kali memberi respon. Dan belum dapat memenuhi undangan klarifikasi,” ujarnya. Jika mediasi tidak tercapai, penyidik akan melakukan gelar perkara untuk memutuskan perkara laporan tersebut. TOK