Sidang KDRT Vinna Natalia Digelar Terbuka, Kuasa Hukum Sebut Sebagai Kemenangan Kecil

Surabaya, Timurpos.co.id – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya memutuskan untuk membuka sidang perkara dugaan kekerasan psikis dalam rumah tangga (KDRT) dengan terdakwa selebgram Vinna Natalia Wimpie Widjoyo, S.E., untuk umum. Keputusan tersebut mendapat apresiasi dari tim kuasa hukum terdakwa.

“Kami melihat ini sebagai salah satu kemenangan kecil bagi kami. Dengan dibukanya persidangan untuk umum, maka majelis hakim telah menjunjung tinggi prinsip due process of law sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2021,” ujar tim advokat Vinna dalam keterangannya, Rabu (10/9/2025).

Menurut tim kuasa hukum, keterbukaan persidangan menjadi bentuk penegakan asas peradilan yang transparan. Mereka menegaskan, andai asas tersebut tidak dijalankan, putusan pengadilan berpotensi batal demi hukum.

Sidang kali ini beragendakan jawaban Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi yang sebelumnya diajukan pihak terdakwa. “Untuk substansi yang disampaikan JPU, silakan ditanyakan langsung. Kami menunggu agenda sidang berikutnya dengan putusan sela. Harapan kami, majelis hakim menolak dakwaan JPU sehingga perkara ini dinyatakan gugur atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima,” lanjut kuasa hukum.

Sebagaimana diketahui, Vinna Natalia didakwa melanggar Pasal 45 ayat (1) atau Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) atas dugaan melakukan kekerasan psikis terhadap suaminya, Sena Sanjaya Tanata Kusuma.TOK

Terdakwa Harap Vonis Ringan dan Minta Dikembalikan Asetnya

Surabaya, Timurpos.co.id – Kasus dugaan penggelapan dana perusahaan dengan terdakwa Monica Ratna Pujiastuti kembali disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Perkara ini teregister dengan nomor 1456/Pid.B/2025/PN Sby.

Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim SIH Yuliarti, S.H., dengan anggota Sutrisno, S.H., M.H. dan Silvi Yanti Zulfia, S.H., M.H.. Jaksa Penuntut Umum adalah Estik Dilla Rahmawati, S.H., M.H., sementara tim kuasa hukum terdakwa berasal dari Maharaja Law Firm, yakni Samsul Arifin, S.H., M.H. (Banyuwangi), Samian, S.H., dan Ely Elfrida Rahmatullaili, S.H., Alfan Syah, S.H.

Dalam sidang, jaksa menuntut Monica dengan pidana penjara 3 tahun 6 bulan atas dugaan penggelapan dana perusahaan PT Bina Penerus Bangsa.

Pleidoi: Permintaan Keringanan dan Pengembalian Aset

Kuasa hukum Monica menyampaikan nota pembelaan (pledoi) yang meminta majelis hakim menerima pembelaan secara keseluruhan. Mereka memohon agar majelis hakim membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging) serta memerintahkan perusahaan mengembalikan aset milik Monica kepada dirinya maupun keluarga.

“Apabila majelis hakim memiliki pendapat lain, kami berharap agar menjatuhkan putusan hukuman yang seringan-ringannya,” ujar penasihat hukum Monica, Selasa (9/9).

Monica juga menegaskan pentingnya pengembalian aset yang disita perusahaan. “Aset itu sangat saya butuhkan untuk biaya pengobatan dan membesarkan anak,” katanya di hadapan majelis hakim.

Menurut kuasa hukum, aset yang diambil perusahaan meliputi rumah, mobil, perhiasan, dan uang tunai dengan estimasi mencapai Rp 1–2 miliar.

Dugaan Penggelapan Rp 4,225 Miliar

Berdasarkan dakwaan, Monica yang menjabat sebagai Supervisor Accounting dan Keuangan PT Bina Penerus Bangsa sejak 2012 memiliki kewenangan penuh mengelola rekening perusahaan.

Antara tahun 2019 hingga 2022, ia diduga:

Mentrasfer dana perusahaan ke rekening pribadinya sebanyak 17 kali dengan total Rp 1,925 miliar.

Menggunakan slip penarikan kosong yang ditandatangani direktur perusahaan, Soedomo Mergonoto, untuk mencairkan Rp 295 juta melalui pihak ketiga, Zainal Abidin.

Membuat dokumen fiktif berupa Bukti Bank Keluar (BKK) untuk menarik tambahan Rp 2,005 miliar.

Total kerugian yang dialami PT Bina Penerus Bangsa mencapai Rp 4,225 miliar. Jaksa menegaskan dana tersebut digunakan untuk kebutuhan pribadi serta investasi trading tanpa seizin manajemen.

Pasal yang Dikenakan

Atas perbuatannya, Monica dijerat dengan Pasal 374 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang penggelapan dalam jabatan. Secara alternatif, ia juga dapat dijerat Pasal 372 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang penggelapan. TOK

Ibu Rumah Tangga Korban KDRT Dipidanakan Suaminya, Ajukan Keberatan di PN Surabaya

Foto: Tim kuasa hukum Vinna yang dipimpin Bangkit Mahanantiyo

Surabaya, Timurpos.co.id – Vinna Natalia Wimpie Widjojo, seorang ibu rumah tangga yang dilaporkan suaminya, menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas dakwaan melakukan kekerasan psikis. Ia didakwa melanggar Pasal 45 ayat (1) atau Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).

Dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim S Pujiono digelar tertutup dengan agenda pembacaan eksepsi di ruang Kartika.

Tim kuasa hukum Vinna yang dipimpin Bangkit Mahanantiyo mengajukan eksepsi (keberatan) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mosleh Rahman dari Kejaksaan Negeri Surabaya Menurutnya, dakwaan yang disusun JPU tidak bisa diterima, atau setidaknya batal demi hukum.

Ada tiga poin utama yang disampaikan, yaitu:

1. Cacat Formil dan Materil
Surat dakwaan dianggap tidak jelas menentukan waktu kejadian (tempus delicti) karena terdapat perbedaan antara 15 Desember 2023 dengan 18 September 2024.
2. Dakwaan Kabur (Obscuur Libel)
Bahwa dalam saksi Sena Sanjaya Tanata Kusuma telah memenuhi akta perdamaian dengan membayar uang sejumlah Rp.2 juta dan Rp.75 juta, namun Terdakwa tetap mengajukan cerai, hal demikian menimbulkan kecemasan dan seolah-olah Terdakwa telah melakukan kekerasan psikis terhadap Sena. Dengan diajukannya perkara ini ke ranah pidana, menunjukkan adanya kesesatan berpikir, mengapa? Tidak terpenuhinya prestasi para pihak telah diatur dalam Pasal 4 Akta Perdamaian.

Perkara seharusnya masuk ranah perdata, bukan pidana, karena terkait akta perdamaian yang telah disepakati di Polrestabes Surabaya. Selain itu, dakwaan dinilai tidak lengkap dan tidak menggambarkan fakta sebenarnya.

3.Daluwarsa Penuntutan
Laporan baru dibuat pada 21 November 2024, padahal menurut KUHP pengaduan hanya bisa dilakukan maksimal 6 bulan setelah peristiwa diketahui.

“Dengan adanya cacat formil, dakwaan kabur, hingga daluwarsa penuntutan, maka cukup beralasan hukum bila dakwaan JPU ditolak,” tegas Bangkit.

Selain mengajukan eksepsi, pihak Vinna juga meminta kepada Ketua Majelis Hakim, S. Pujiono agar sidang digelar terbuka untuk umum. Alasannya, dakwaan yang disangkakan bukan kekerasan seksual, sehingga tidak ada dasar hukum untuk dilakukan secara tertutup.

“Berdasarkan SEMA No. 5 Tahun 2021 hanya mengatur sidang tertutup untuk perkara KDRT yang mengandung unsur kekerasan seksual dan Dalam kasus ini, korban maupun pelaku bukan anak, sehingga tidak ada alasan hukum untuk menutup sidang. Dasar akhirnya: apa yang tidak dilarang hukum, boleh dilakukan (nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali).” Tegasnya.

Dalam surat dakwaan JPU, perkara ini bermula adanya konflik rumah tangga pasangan ini bermula sejak pernikahan pada 12 Februari 2012 di Gereja Katolik Santo Yohanes Pemandi, Surabaya. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai tiga anak. Namun, hubungan keduanya kerap diwarnai pertengkaran hingga memuncak pada Desember 2023, ketika Vinna meninggalkan rumah dan menolak kembali meski telah diminta oleh suaminya.

Bahkan, Vinna melaporkan Sena ke polisi atas dugaan KDRT serta mengajukan gugatan cerai ke PN Surabaya. Dalam upaya mempertahankan rumah tangga, Sena memberikan kompensasi berupa uang Rp2 miliar, biaya bulanan Rp75 juta, serta sebuah rumah senilai Rp5 miliar, dengan syarat laporan polisi dan gugatan cerai dicabut. Namun setelah menerima uang dan aset, Vinna tetap tidak kembali dan kembali mengajukan gugatan cerai baru pada 31 Oktober 2024.

Konflik berkepanjangan itu membuat Sena mengalami tekanan batin. Hasil pemeriksaan psikiatri RS Bhayangkara Surabaya pada 22 Februari 2025 menyebutkan bahwa Sena mengalami gangguan campuran cemas dan depresi akibat persoalan rumah tangga tersebut.TOK

Admin CV. VAPOR PRO Didakwa Gelapkan Rp132 Juta

Surabaya, Timurpos.co.id – Yudha Nanggala Putra, admin CV. VAPOR PRO, kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas kasus penggelapan dengan jabatan yang merugikan perusahaan sebesar Rp132.401.000. Sidang yang digelar secara online pada Senin (1/9/2025) dipimpin Ketua Majelis Hakim Rudito Suritomo dengan agenda pemeriksaan terdakwa.

Dalam keterangannya, Yudha mengakui telah menggelapkan uang perusahaan dengan cara mengalihkan pembayaran pelanggan ke rekening pribadinya. Ia juga membuat invoice fiktif untuk menyesuaikan stok barang. “Saya akui, uang hasil penjualan masuk ke rekening pribadi saya. Digunakan untuk judi online dan pinjaman online,” ungkap Yudha melalui sambungan video call.

Ketika ditanya majelis hakim, Yudha mengaku saat ini juga tengah menjalani hukuman kasus judi online dengan vonis 1 tahun 2 bulan penjara.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Siska Chististina dari Kejaksaan Negeri Surabaya menjelaskan, perbuatan terdakwa dilakukan antara Desember 2023 hingga Juli 2024, saat ia menjabat sebagai Kepala Admin Online di CV. VAPOR PRO, sebuah perusahaan penjualan rokok elektrik di Jalan Klampis Jaya, Surabaya.

Tugas terdakwa sejatinya meliputi menerima pesanan online, mengecek stok, memastikan pembayaran masuk ke rekening perusahaan, hingga membuat invoice penjualan. Namun, dalam praktiknya, Yudha membuat 411 invoice fiktif dan menyalurkan pembayaran pelanggan ke rekening pribadinya, yakni di Bank BCA atas nama Yudha Nanggala Putra.

“Sejak Desember 2023 sampai Juli 2024, terdakwa menjual vapor melalui Facebook dengan sistem COD. Pembayaran masuk ke rekening pribadi terdakwa, tapi tidak disetorkan ke rekening perusahaan,” ujar JPU.

Kecurangan Yudha terbongkar setelah pemilik perusahaan, Arnold Pratama Halim, bersama supervisor Kwantoro Wijaya melakukan audit internal pada Juli 2024. Hasilnya, ditemukan selisih dana sebesar Rp132.401.000 dari 411 unit barang yang telah keluar dari gudang.

Akibat perbuatannya, CV. VAPOR PRO mengalami kerugian signifikan. Tindakan terdakwa dijerat Pasal 374 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan, dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun.

Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. TOK

Nurherwanto Tebukti Cabuli Tiga Anak Asuh Divonis 19 Tahun Penjara

Foto: Terdakwa Nurherwanto Kamaril saat mendengarkan amar putusan di PN Surabaya

Surabaya, Timurpos.co.id – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan vonis 19 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Nurherwanto Kamaril bin Heru Kamaldi (alm). Ia terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencabulan terhadap tiga anak asuhnya.

Putusan dibacakan Ketua Majelis Hakim Dr. Nurnaningsih Amriani dalam sidang yang digelar di ruang Sari 2 PN Surabaya, Selasa (26/8). Hakim menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan persetubuhan terhadap anak di bawah umur dengan kekerasan dan ancaman kekerasan yang dilakukan berulang kali terhadap lebih dari satu korban.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Nurherwanto Kamaril dengan pidana penjara selama 19 tahun dan denda Rp500 juta, apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan 6 bulan,” tegas Hakim Nurnaningsih.

Putusan ini sejalan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Saaradinah Salsabila Putri Nuwianza dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak. Meski demikian, pihak terdakwa melalui penasihat hukumnya menyatakan masih pikir-pikir atas putusan tersebut.

Dalam dakwaan JPU, terungkap bahwa Nurherwanto, pemilik rumah penampungan anak asuh yang dulunya dikenal sebagai Panti Asuhan Budi Kencana di Jalan Baratajaya 12 Surabaya, melakukan kekerasan seksual terhadap tiga anak asuhnya berinisial IF (13), AB (15), dan BF (19). Perbuatan itu terjadi berulang sejak tahun 2022 hingga 2025.

“Modus pelaku adalah membangunkan korban di malam hari, mengajak ke kamar kosong, lalu melakukan persetubuhan dengan ancaman kekerasan. Saat korban melawan, pelaku melarang mereka melapor dengan intimidasi, ‘Jangan bilang siapa-siapa! Kalau lapor, panti siapa yang ngurus?’” ujar jaksa Saaradinah di persidangan.

Majelis hakim juga menetapkan agar barang bukti yang terkait dengan kejahatan tersebut dimusnahkan, serta membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp2.000.

Dengan vonis tersebut, Nurherwanto harus mempertanggungjawabkan perbuatannya yang telah merusak masa depan anak-anak asuhnya dan mencoreng dunia pendidikan serta perlindungan anak di Surabaya. TOK

Korupsi 3,5 Miliar Komisaris PT DJA, Ditahan Kejari Tanjung Perak

Surabaya, Timurpos.co.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak terus mengembangkan penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian fasilitas pembiayaan oleh salah satu Bank BUMN kepada perusahaan milik tersangka MK, yang menjabat sebagai Komisaris PT DJA.

Dalam perkembangan terbaru pada Jumat (22/8/2025), Kepala Seksi Intelijen Kejari Tanjung Perak, I Made Agus Mahendra Iswara, S.H., M.H., mengonfirmasi bahwa penyidik resmi menahan tersangka MK untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.

Sebelumnya, penyidik telah mengamankan sejumlah uang yang diserahkan oleh tersangka. Pada Selasa (19/8/2025), tim penyidik menyita uang tunai sebesar Rp1,5 miliar. Selanjutnya, pada Jumat (22/8/2025), penyidik kembali menerima uang titipan dari MK sebesar Rp2 miliar.

“Seluruh uang titipan tersebut akan diperhitungkan sebagai uang pengganti dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pembiayaan oleh Bank BUMN kepada perusahaan milik tersangka MK,” jelas I Made Agus Mahendra Iswara. Jumat (22/08/25)

Sebagai bagian dari upaya penyelamatan aset negara, total dana sebesar Rp3,5 miliar tersebut telah ditempatkan di Rekening Penampungan Lainnya (RPL) Kejaksaan Negeri Tanjung Perak di Bank Syariah Indonesia, sesuai Petunjuk Teknis Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus Nomor 1 Tahun 2023.

Kejari Tanjung Perak menegaskan bahwa proses hukum akan terus berlanjut dan pihaknya berkomitmen penuh mengusut tuntas kasus dugaan korupsi yang melibatkan fasilitas pembiayaan Bank BUMN tersebut.TOK

Berdandan Menor, Terdakwa Diana Akui Copot Ban dan Peleng Mobil

Foto: Terdakwa Handy Soenaryo dan Jan Hwan Diana

Surabaya, Timurpos.co.id – Sidang lanjutan kasus dugaan pengerusakan dua mobil yang menjerat pasangan suami istri (pasutri) Handy Soenaryo dan Jan Hwan Diana kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Agenda persidangan kali ini adalah pemeriksaan terdakwa, yang berlangsung cukup menarik karena Diana hadir dengan dandanan menor. Senin (25/8/2025).

Dalam keterangannya di hadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muzakki, Diana menjelaskan bahwa kasus bermula ketika saksi Paul dan Yanto datang ke rumahnya untuk mengambil barang. Namun, upaya itu ia halangi hingga memicu cekcok. Diana mengaku, suaminya Handy bahkan sempat membawa gerinda untuk menakut-nakuti.

“Barang yang mau diambil itu tabung oksigen dan satu kotak peralatan,” kata Diana di persidangan, Senin (25/8/2025).

Menjawab pertanyaan JPU soal alasan dirinya mencopot ban dan peleng mobil sedan serta pick-up, Diana menyebut hal itu dilakukan agar mobil tidak bisa dibawa pergi.

“Saya minta mereka telepon Polsek Dukuh Pakis, tapi mereka menolak. Akhirnya ban dan peleng saya lepas supaya tidak kabur. Ban dan peleng itu saya bawa ke rumah, dan mobilnya tetap di tempat. Setelah itu saya derek dengan memasang kembali ban,” jelas Diana.

Ketika ditanya apakah dirinya menyesali perbuatan tersebut, Diana membantah telah melakukan perusakan.

“Saya tidak merasa merusak, saya hanya menahan. Tapi saya menyesal karena tidak tahu aturan hukumnya,” ucapnya.

Ketua Majelis Hakim kemudian menyinggung soal upaya perdamaian dengan korban. Diana menegaskan bahwa dirinya sebenarnya sudah mencoba sejak tahap kepolisian, namun tidak ada kesepakatan karena permintaan korban dianggap berlebihan.

Penasehat hukum terdakwa, Elok Kadja, menambahkan bahwa pihaknya bersedia mengganti kerusakan mobil dengan membawanya ke bengkel resmi. Namun, menurutnya, korban Hironimus Tuqu (Nimus) meminta tambahan perbaikan berupa pengecatan ulang mobil.

Menariknya, Nimus yang hadir di ruang sidang diberi kesempatan menyampaikan keterangan langsung.

“Dari awal saya menuntut Rp150 juta. Tapi sekarang saya hanya minta ganti rugi Rp50 juta,” ujarnya di ruang sidang Sari 2 PN Surabaya.

Usai persidangan, awak media sempat menanyakan soal dandanan menor Diana. Namun, ia enggan menjawab pertanyaan tersebut.

Berdasarkan dakwaan jaksa, kasus ini berawal dari pembatalan proyek kanopi motorized retractable roof yang dipesan Handy kepada saksi Paul Stephanus pada 8 Agustus 2023. Saat progres pengerjaan mencapai 75 persen, proyek dibatalkan sepihak oleh Handy pada 29 Oktober 2024.

Handy kemudian menuntut pengembalian uang muka Rp205.975.000. Karena tidak ada kesepakatan, keributan pun pecah pada 23 November 2024 di Perumahan Pradah Permai, Dukuh Pakis, Surabaya, hingga berujung pada perusakan dua mobil: pick-up Daihatsu Grandmax W-8414-NC milik Hironimus Tuqu dan sedan Mazda W-1349-WO milik Yanto.

Jaksa menyebut, atas perintah Diana, Handy menggunakan dongkrak, kunci roda, hingga gerinda untuk merusak ban dan roda kendaraan. Akibatnya, kedua mobil mengalami kerusakan berat dan tidak bisa digunakan.

Jaksa mendakwa pasutri ini melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP tentang pengerusakan secara bersama-sama. TOK

Permohonan PKPU Dahlan Iskan Ditolak, PT Jawa Pos Terbukti Tidak Punya Utang

Surabaya, Timurpos.co.id – Pengadilan Niaga Surabaya menolak permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh Dahlan Iskan terhadap PT Jawa Pos. Putusan dengan nomor perkara 32/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Sby itu dibacakan pada 12 Agustus 2025 melalui sistem e-court.

Majelis hakim yang diketuai Ega Shaktiana menegaskan, seluruh dalil permohonan Dahlan Iskan tidak memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Dalam amar putusannya, pengadilan menolak permohonan tersebut sekaligus menghukum pemohon membayar biaya perkara sebesar Rp3,38 juta.

Salah satu dalil yang diajukan Dahlan adalah tuduhan adanya utang dividen PT Jawa Pos sejak 2003 hingga 2016 senilai Rp54,5 miliar, serta kewajiban kepada beberapa kreditor lain. Namun, majelis hakim menyatakan klaim tersebut tidak terbukti.

“Terungkap fakta hukum bahwa termohon PKPU (PT Jawa Pos) tidak sedang memiliki utang maupun fasilitas kredit dalam bentuk apapun kepada PT Bank Permata Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT Akcaya Press, maupun PT Strategi Madani Utama,” ungkap majelis hakim dalam pertimbangannya.

Majelis juga menegaskan bahwa PT Jawa Pos tidak memiliki kewajiban membayar dividen kepada Dahlan Iskan. Dividen yang dimaksud telah dibayarkan melalui mekanisme RUPS yang sah. “Pemohon PKPU (Dahlan Iskan) telah menerima seluruh dividen berikut bunganya secara langsung ke rekening yang bersangkutan,” lanjut majelis.

Dugaan Iktikad Tidak Baik

Majelis hakim juga menyoroti bukti laporan keuangan PT Jawa Pos yang diajukan tim kuasa hukum Dahlan Iskan. Bukti tersebut dinilai malprosedur karena dibubuhi tanda sans prejudice sehingga bersifat rahasia dan tidak dapat diajukan di persidangan. Hakim bahkan menyebut terdapat indikasi pelanggaran etika profesi advokat dalam pengajuan bukti itu.

Menanggapi putusan tersebut, kuasa hukum PT Jawa Pos, E.L. Sajogo, menyayangkan langkah hukum yang ditempuh Dahlan Iskan. Menurutnya, permohonan PKPU tersebut tidak mengedepankan solusi mediatif, melainkan justru represif dan berpotensi merugikan perseroan.

“Dalil-dalil yang diajukan terbukti keliru dan menyesatkan, bahkan berpotensi mencemarkan nama baik PT Jawa Pos. Tindakan ini dapat menimbulkan kerugian akibat perbuatan melawan hukum,” ujar Sajogo, Kamis (21/8).

Meski demikian, Sajogo menegaskan Jawa Pos tetap menghargai jasa seluruh mantan direksi, komisaris, maupun pemegang saham, termasuk Dahlan Iskan. Namun, perusahaan tidak dapat memberikan toleransi terhadap tindakan yang dianggap dilandasi iktikad tidak baik.

“Selain itu, kami juga akan mengambil sikap tegas dan mempertimbangkan untuk melakukan upaya-upaya hukum yang dipandang perlu,” tegasnya. TOK

Kejari Tanjung Perak Tahan Komisaris PT. DJA

Surabaya, Timurpos.co.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak resmi menetapkan MK, Komisaris PT. DJA, sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pembiayaan modal kerja oleh salah satu Bank BUMN. Setelah menjalani pemeriksaan kesehatan, MK langsung ditahan di Cabang Rumah Tahanan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Selasa (19/8/2025).

Kepala Seksi Intelijen Kejari Tanjung Perak, I Made Agus Mahendra Iswara, S.H., M.H., menyampaikan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik memeriksa 13 saksi dan mengantongi bukti yang cukup sebagaimana diatur Pasal 184 ayat (1) KUHAP.

Kasus bermula pada 19 Desember 2011, saat MK melalui CV. DJ mengajukan pembiayaan modal kerja sebesar Rp30 miliar dengan jaminan enam aset tanah dan bangunan, empat piutang usaha fiktif senilai Rp21 miliar, serta dua jaminan pribadi. Proses itu difasilitasi oleh AF, Account Officer Bank BUMN, yang diduga membuat laporan keuangan dan analisis fiktif.

Atas arahan AF, MK kemudian mendirikan PT. DJA agar dapat memperoleh fasilitas pembiayaan korporasi. Pada 30 Maret 2012, Bank BUMN menyetujui akad pembiayaan senilai Rp27,5 miliar. Namun, dana yang dicairkan melalui kontrak dan invoice fiktif tersebut justru dipakai untuk melunasi utang pribadi MK, bukan untuk perdagangan batu bara sebagaimana tujuan awal.

Saat jatuh tempo, MK berulang kali mengajukan penundaan dengan dukungan analisis fiktif dari AF. Hingga akhirnya, pada 4 Januari 2014, PT. DJA dinyatakan berstatus kolektibilitas 5 (macet) dan dilakukan hapus buku (write-off). Meski agunan berupa enam aset telah dilikuidasi, hasilnya tidak menutup pinjaman yang diterima.

Akibat perbuatan MK bersama AF, Bank BUMN mengalami kerugian sekitar Rp7,9 miliar. Atas perbuatannya, MK dijerat Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai bagian dari penyidikan, tersangka MK telah menitipkan uang sebesar Rp1,5 miliar yang disita berdasarkan Pasal 39 KUHAP sebagai alat bukti di persidangan. Dana tersebut ditempatkan dalam Rekening Penampungan Lainnya (RPL) Kejari Tanjung Perak di Bank Syariah Indonesia, sesuai Petunjuk Teknis Jampidsus Nomor 1 Tahun 2023.

“Kejari Tanjung Perak berkomitmen mengusut tuntas perkara ini demi kepastian hukum dan penyelamatan keuangan negara,” tegas Made Agus Mahendra Iswara. TOK

Uang Ganti Rugi Underpass Bundaran Bulog Rp57 Miliar Mengendap di PN Surabaya

Surabaya, Timurpos.co.id – Dana sebesar Rp57 miliar diperuntukkan untuk pembebasan lahan yang akan digunakan pembangunan underpass Bundaran Bulog di pemukiman Jemur Gayungan I, kini tersimpan di Pengadilan Negeri Surabaya. Belum jelas siapa yang berhak mencairkannya. Pemerintah Kota Surabaya menitipkan uang tersebut melalui proses konsinyasi.

Titipan uang ganti rugi itu diproyeksikan untuk membayar 16 bidang tanah dengan luas total sekitar 2.317 meter persegi. Luas tiap persil bervariasi, mulai dari 42 meter persegi hingga 927 meter persegi. Seluruh lahan sudah puluhan tahun berdiri bangunan, tetapi belakangan status kepemilikan tanahnya sedang dalam sengketa.

Sengketa muncul karena ada warga setempat yang mengajukan gugatan atas lahan tersebut, sementara penghuni yang menempati persil merasa kepemilikannya sah. Beberapa pemilik mengaku mendapat dari warisan, sementara yang lain mengaku dari proses jual beli sejak dari puluhan tahun yang lalu. Saat ini, perkara tersebut masih menunggu hasil putusan kasasi dari Mahkamah Agung.

Menurut data Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, proses penitipan uang ganti rugi terjadi pada Jumat (15/8), tepat setelah Hakim Safruddin mengabulkan permohonan konsinyasi terkait lahan underpass Bundaran Bulog. Sejak saat itu, panitera secara resmi diminta menyimpan dana di rekening pengadilan. Prosesnya bisa berlangsung cepat karena Pemkot Surabaya sudah menyetorkan dana tersebut pada 26 Juni lalu, saat sidang permohonan konsinyasi masih berjalan.

Kepala Bidang Pengadaan Tanah dan Penyelenggaraan Prasarana Sarana Utilitas Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan Surabaya, Farhan Sanjaya menjelaskan, konsinyasi dipilih untuk memastikan pembayaran benar-benar diterima kepada pihak yang berhak. Sebab ada gugatan hukum terkait kepemilikan lahan antarwarga. Bahkan ada beberapa dokumen yang belum lengkap, sehingga itu menjadi dasar mengajukan konsinyasi.

“Apabila permasalahan sudah selesai maka dapat diambil oleh pihak yang berhak. Setelah penetapan maka akan kami lanjutkan permohonan eksekusi lahannya,” terangnya.

Konsinyasi ini dilakukan untuk memastikan agar ke depan tidak ada masalah. Sebab, beberapa bidang tanah yang masuk ganti rugi statusnya merupakan warisan. Namun, dokumen kepemilikan atau bukti ahli waris untuk sebagian tanah tersebut belum lengkap.

“Untuk menghindari kemungkinan munculnya gugatan waris di kemudian hari, kami meminta agar kepemilikan dan ahli waris tersebut diklarifikasi atau disahkan terlebih dahulu, misalnya melalui putusan Pengadilan Agama (PA),” jelasnya. TOK