Surabaya, Timurpos.co.id – Sidang lanjutan perkara penggelapan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang melibatakan 17 orang terdakwa yang merupakan karyasan PT. Bahana Line dan PT. Meratus Line, dengan agenda pemeriksan terdakwa yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Sutrisno di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
17 oknum karyawan PT Bahana Line dan PT Meratus Line yang menjadi terdakwa dalam perkara penggelapan BBM mengakui bersalah dan meminta maaf pada perusahaan tempat mereka bekerja sebelumnya.
Seperti diungkapkan oleh 5 orang terdakwa dari oknum karyawan PT Bahana Line, Dody Teguh Perkasa, David Ellis Sinaga, Sukardi, Dwi Handoko Lelono, dan Muhamad Halik.
Kelima orang terdakwa itu sepakat mengakui bersalah telah menjadi bagian dalam kasus penggelapan BBM PT Bahana Line dan PT Meratus Line.
Meski, dalam perkara itu kelimanya mengakui, hanya membantu oknum karyawan PT Meratus Line untuk menjualkan BBM sisa atau juga disebut poket.
Seperti diungkapkan terdakwa David Ellis Sinaga, ia mengaku menyesal lantaran terlibat dalam perkara yang telah menjerumuskannya ke masalah hukum. Selain itu, tindakannya yang hanya membantu menjualkan sisa BBM milik oknum karyawan PT Meratus, juga telah membuat rugi perusahaan tempatnya bekerja, yakni PT Bahana Line.
“Pada intinya kita menyesal, karena kita turut membangun perusahaan dari yang awalnya PT Bahana punya 4 kapal sampai sekarang punya banyak kapal, hancur gara-gara tindakan kami. Saya secara pribadi mohon maaf pada perusahaan, dan pada rekan kerja yang selama ini turut dirugikan,” pungkasnya. Kemarin, Jumat, (03/03/2023) malam.
Hal senada disampaikan oleh terdakwa Dody Teguh Perkasa. Ia mengaku, persoalan yang melilitnya ini telah membuat rugi banyak pihak. Baik perusahaan tempatnya bekerja maupun karyawan yang tidak terlibat jadi ikut terkena akibatnya.
“Dengan kasus ini kami menyesal, niat kami membantu untuk menjualkan poket karyawan Meratus, tapi kejadiannya malah seperti ini, secara pribadi kami mohon maaf pada perusahaan yang telah dirugikan karena kasus ini,” tegasnya.
Sementara itu, terdakwa Dwi Handoko juga menyatakan penyesalannya atas kasus tersebut. Ia juga mengaku bersalah dan menjadikan perusahaan tempatnya bekerja, yakni PT Bahana Line jadi merugi.
“Kami menyesal, berawal dari keputusan saya yang salah, pihak Meratus dan Bahana jadi merugi. Untuk itu kami mohon maaf dan mohon mendapatkan keringanan hukuman,” katanya.
Penyesalan yang sama juga diungkapkan oleh Sukardi dan Muhamad Halik. Kedua menyatakan, jika niat awalnya hanya membantu menjualkan BBM yang digelapkan oleh oknum karyawan Meratus. Naum, niat tersebut kini berbuah penyesalan, lantaran harus ditebusnya di balik jeruji besi.
“Kita cuma bantu saja, makanya sekarang kami menyesal. Kami mohon maaf pada perusahaan PT Bahana Line karena telah membuat masalah seperti ini. Untuk itu, kami mohon keringanan hukuman pada yang mulia majelis hakim,” pungkasnya.
Sejumlah permintaan maaf lainnya juga disampaikan oleh 12 karyawan oknum PT Meratus Line. Mereka mengakui bersalah telah melakukan penggelapan BBM dan meminta keringanan hukuman pada majelis hakim.
Selain pengakuan bersalah, ahli pidana Unair Prof Bambang Suheryadi yang dihadirkan oleh jaksa juga memberikan keterangannya di pengadilan. Dalam perkara tersebut, keterangan Prof Bambang juga makin menguatkan keterangan ahli hukum pidana sebelumnya dari Universitas Bhayangkara (Ubhara), M Sholehuddin terkait dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Dalam keterangannya, Prof Bambang juga mensyaratkan bahwa untuk dapat memenuhi TPPU, harus terjadi tiga syarat yang dilalui secara utuh, yakni placement atau penempatan, layering atau transfer, dan terakhir adalah tahapan integration atau penggunaan harta kekayaan.
“Layering, placement, dan integration harus terpenuhi. TPPU kan tujuannya untuk menyamarkan. Konsep menyamarkan dengan cara seperti itu, jadi ajang pembuktian itu apakah pelaku menyamarkan atau menggunakan,” tegasnya.
Oleh karenanya, ia menegaskan, sulit kiranya perkara penggelapan BBM tersebut jika diitkan dengan TPPU, lantaran memiliki syarat khusus. Sehingga, ia pun membedakan antara TPPU dengan menikmati hasil kejahatan.
“TPPU dengan menikmati hasil kejahatan itu dua hal yang berbeda,” tegasnya.
Sebelumnya, Ahli hukum pidana dari Universitas Bhayangkara (Ubhara) M Sholehuddin saat menjadi Ahli di Pengadilan Negeri Surabaya menerangkan, sebuah tindak pidana TPPU dapat dikatakan selesai apabila telah memenuhi 3 tahapan proses perbuatannya. Ketiga tahapan yang dimaksud antara lain, placement atau penempatan, layering atau transfer, dan terakhir adalah tahapan integration atau penggunaan harta kekayaan.
“Dikatakan sebagai tahapan karena ketiga tahap perbuatan itu harus dilalui semua agar dapat disebut sebagai telah terjadi tindak pidana pencucian uang atau delik selesai,” ujarnya.
Ia lantas menerangkan, jika pencucian uang adalah proses menyamarkan kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana kriminal dalam rangka menyembunyikan asal yang ilegal dari kekayaan tersebut. Namun, agar tindak pidana itu dapat dikatakan sempurna harus melalui tiga tahapan yang telah dijelaskannya tersebut.
“Tindak pidana pencucian uang yang disandingkan dengan tindak pidana penggelapan atau tindak pidana penipuan artinya kejahatan asal yang dimaksud yaitu tindak pidana penggelapan atau tindak pidana penipuan kemudian terjadi kejahatan lanjutan yaitu berupa menyamarkan kekayaan hasil dari tindak pidana penggelapan atau tindak pidana penipuan dengan cara memenuhi 3 tahapan tersebut,” pungkasnya.
Dijelaskan Sholeh, TPPU tergolong baru dan banyak yang belum paham serta tidak bisa membedakannya. Sehingga, hasil kejahatan penggelapan yang digunakan atau dibelikan sesuatu bukan langsung masuk TPPU tetapi harus ada penyamaran dengan tiga syarat yang sifatnya komulatif dan double criminality sebagaimana proses tahapan yang dijelaskannya.
Sementara itu, kuasa hukum lima terdakwa yang akrab disapa GPS menyatakan perbuatan oknum kedua perusahaan mengakibatkan kerugian pada kedua perusahaan baik Bahana maupun Meratus dan karyawannya yang lainnya juga jadi korban.
“Semoga dengan permintaan maaf dan menyesali perbuatan, mereka bisa diringankan hukuman karena selain dihukum mereka juga kehilangan pekerjaan. Klien kami terjebak iming iming membantu menjualkan pocket yang dikelola oknum karyawan Meratus, namun akibat ulah mereka malah PT Bahana tempatnya bekerja juga mengalami kerugian yang besar bahkan kini tidak bisa beroperasi,” kata GPS. Ti0