Apakah Hukum Masih Bisa Diperjual-Belikan?

Surabaya, Timurpos.co.id – Terkait ramainya pemberitaan tentang tuntutan dari Jaksa Kejari Surabaya dan vonis dari Majelis Hakim PN Surabaya terhadap pelaku penjambretan yang dinilai ringan oleh masyarakat, salah satu praktisi hukum atau pengamat hukum asal Kota Surabaya, Danny Wijaya, S.H., M.H., angkat bicara, Kamis (31/07/2025).

Seperti diketahui bersama, Mochamad Basori bersama Moch. Zainul Arifin yang melakukan tindak pidana penjambretan di wilayah Klampis Surabaya pada akhir tahun 2024, dituntut 2 Tahun 6 Bulan oleh Jaksa Fathol Rasyid, S.H., dan divonis 1 Tahun 10 Bulan oleh Majelis Hakim PN Surabaya.

Menurutnya, jika merujuk pada Pasal 365 ayat 2 yang ditetapkan oleh pihak kepolisian, tentunya ancaman hukumannya bisa maksimal 12 tahun penjara.

Dimana dalam Pasal 365 ayat (2) KUHP, mengatur tentang tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan dengan keadaan memberatkan, dan ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 12 tahun

“Jika Pasal itu benar – benar bisa diterapkan oleh pihak Jaksa dan juga Majelas hakim, saya kira tuntutan dan vonis tersebut tidak akan segitu. Tapi, kita juga tidak tahu apa yang menjadi pertimbangan pihak Jaksa dan juga Majelis Hakim,” ujarnya.

Perlu diketahui juga, untuk pelaku jambret bernama Mochamad Basori juga memiliki riwayat pernah ditahan atau seorang residivis dalam perkara narkoba pada tahun 2017 lalu dengan vonis 5 tahun penjara.

Selain itu, Mochamad Basori ini juga masih akan menjalani sidang dalam perkara yang sama tetapi dengan Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan korban yang berbeda.

“Sah – Sah saja Jaksa melakukan penuntutan berapapun. Dan majelis hakim juga sah – sah saja memvonis berapa. Tapi, dalam perkara ini, pelaku ini memiliki riwayat pernah ditahan dan juga masih ada 1 kejahatan lagi yang belum disidangkan. Seharusnya itu juga menjadi bahan pertimbangan untuk memberatkan pelaku,” lanjut Danny Wijaya.

“Saya rasa, ini yang membuat masyarakat akhirnya masih berpikir bahwa hukum di negara ini masih bisa dibeli atau tajam kebawah dan tumpul keatas. Jadi, jangan salahkan masyarakat jika tidak percaya atau memudarnya kepercayaan terhadap hukum di negeri ini, terutama terhadap kejaksaan dan juga pengadilan. Dan ini dapat menurunkan kredibilitas Kejari dan PN Surabaya dimata masyarakat,” pungkasnya. M12

Pemasangan Tiang FO Diduga Tanpa Izin Picu Kemarahan Warga Desa Glatik

Glatik, Timurpos.co.id – Pemasangan tiang penyangga fiber optik (FO) oleh provider internet MyRepublic menuai protes keras dari warga Desa Glatik, terutama karena dilakukan tanpa izin atau pemberitahuan kepada pemilik lahan dan masyarakat setempat. Salah satu titik pemasangan yang memicu emosi warga adalah area bersejarah Sumur Ombe, lokasi yang selama ini disakralkan oleh warga desa sebagai peninggalan leluhur.

Kegeraman warga direspons tegas oleh Lubabul Hadi, mantan Ketua GP Ansor Desa Glatik. Ia menilai pihak provider bertindak lancang dan melanggar etika sosial karena memasang tiang tanpa kajian atau sosialisasi.

“Pemasangan tiang wifi ini asal ditancapkan di atas tanah warga dan tempat yang punya nilai sejarah, tanpa izin atau koordinasi terlebih dahulu,” ujar Lubab, Senin (28/8/2025).

Lubab juga menyesalkan kerusakan estetika lingkungan akibat pemasangan tiang FO tersebut. Ia menyoroti bahwa salah satu tiang didirikan tepat di depan Sumur Ombe, yang dulunya telah dipugar secara apik oleh pemerintahan desa sebelumnya. Menurutnya, tindakan tersebut merusak nilai historis yang selama ini dijaga masyarakat.

“Yang membangkitkan emosi kami adalah karena lokasi tiang itu berdiri di depan Sumur Ombe, tempat yang memiliki nilai sejarah dan sakral. Tempat itu hasil perjuangan kami agar diruwat dan ditata dengan arsitektur yang menarik,” tambahnya.

Sumur Ombe, yang kini berdampingan dengan SD Glatik, merupakan sumber air minum masyarakat di masa lampau. Keberadaannya sangat dihormati sebagai warisan budaya dan spiritual masyarakat.

Dukungan atas penolakan ini juga datang dari kalangan praktisi hukum. Moch. Shidiqin, atau akrab disapa Cak Qin, menyebut bahwa pemasangan tiang tersebut menyalahi banyak aspek, mulai dari legalitas hingga norma sosial.

“Bukan hanya soal izin, tapi juga etika sosial. Mengapa dilakukan pemasangan sebelum kajian, sebelum sosialisasi? Ada apa ini dilakukan terburu-buru?” tegas Cak Qin.

Ia juga mengungkap bahwa rumah saudaranya terdampak langsung akibat tiang yang didirikan tanpa pemberitahuan. Saat ini, dirinya telah menyusun nota keberatan kepada pihak MyRepublic atas tindakan sepihak tersebut.

Nota keberatannya sudah saya siapkan, minggu ini akan saya layangkan,” pungkasnya.

Sebagai informasi, MyRepublic, brand dari PT Eka Mas Republik, memang kerap mendapat sorotan dalam beberapa kasus pemasangan tiang FO yang dilakukan tanpa koordinasi di sejumlah daerah, termasuk Jombang dan beberapa kawasan lain di Jawa Timur.

Warga Desa Glatik berharap kejadian ini menjadi pelajaran bagi semua penyedia layanan agar tidak semena-mena masuk ke wilayah pemukiman tanpa proses perizinan dan komunikasi yang baik dengan masyarakat. KIN

Kuasa Hukum Ahli Waris Pertanyakan Pemblokiran SHM oleh BPN Surabaya: “Kami Dirugikan Hampir 13 Tahun Tanah Tidak bisa Manfaatkan

Surabaya, Timurpos.co.id — Sengketa tanah kembali mencuat di Surabaya. Kali ini, kuasa hukum ahli waris Heny Widiastuti mempertanyakan kebijakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) 1 Surabaya yang memblokir Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 05059 atas nama almarhumah Heny Widiastuti yang berlokasi di Babatan RT 04 RW 01 dan Babatan 5 C/10, Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, Surabaya.

Pemblokiran tersebut diketahui diajukan oleh Misdi, kuasa dari Tika Cs, pada 21 Juni 2011, dengan dalih berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 583 K/Pid/2011, serta Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 98/Pid.B/2010/PN.Sby tertanggal 5 Agustus 2010. Selain itu, pemblokiran turut mengacu pada hasil rapat keluarga almarhum Tinemu B. Miska pada 23 September 2008.

Namun, menurut Mulyono, kuasa hukum ahli waris (Widjiati) dasar pemblokiran tersebut tidak relevan lagi secara hukum. “Kami telah mengajukan surat resmi kepada BPN 1 Surabaya agar blokir SHM dicabut. Status hukum perkara ini telah inkracht berdasarkan surat Pengadilan Negeri Surabaya tertanggal 17 September 2024,” ujarnya saat ditemui awak media.

Mulyono juga menyampaikan keberatan karena alasan pemblokiran justru dikaitkan dengan perkara pidana, bukan gugatan perdata. “Ini bukan perkara keperdataan, tetapi pidana, dan vonisnya sudah inkracht. Hak kami sebagai warga negara sangat dirugikan. Pemblokiran ini harus segera dicabut demi kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan,” tegasnya. Senin (28/7/2025).

Ia pun menyayangkan ketidakjelasan yang sudah berlangsung selama hampir 13 tahun, bahkan mendapat informasi bahwa lahan bersertifikat tersebut kini telah digunakan pihak lain sebagai area parkir. “Kami menuntut keadilan. Masa hampir 13 tahun tidak ada kejelasan, tapi tanah kami sudah dijadikan parkiran oleh orang lain,” lanjutnya.

Sebagai informasi, awal mula kasus ini terjadi ketika almarhumah Heny Widiastuti memasang batas di atas tanahnya yang bersertifikat resmi. Namun, batas tersebut dicabut oleh Suliyo dan kawan-kawan, yang kemudian dilaporkan ke pihak berwajib dan diproses hingga ke pengadilan.

Dalam proses hukumnya, para terdakwa memang dinyatakan bersalah, namun tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dalam amar putusan yang menyebutkan “onslag van alle rechtsvervolging” (lepas dari segala tuntutan hukum pidana).

Kini, pihak ahli waris berharap BPN 1 Surabaya bertindak adil dan profesional untuk mencabut pemblokiran, agar hak-hak mereka sebagai pemilik sah SHM. Kita minta keadilan dan BPN harus menjalankan aturan sesuai SOP yang berlaku. TOK

Proyek Gorong-Gorong di Simo Katrungan Diduga Langgar SOP

Surabaya, Timurpos.co.id -Proyek pemasangan gorong-gorong di Jalan Raya Simo Katrungan yang dikerjakan oleh CV. Wahyu Konstruksi Kreasindo tengah menjadi sorotan publik.

Proyek bernomor kontrak 000.3.2/075/06.2.01.0012.EPC/436.7.3/2025 tersebut diduga kuat tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Rencana Kerja dan Syarat (RKS) yang telah ditetapkan.

Pantauan di lapangan pada Rabu malam (23/7), sekitar pukul 22.00 WIB, menemukan berbagai kejanggalan dalam pelaksanaan pekerjaan. Sejumlah poin penting yang menjadi temuan antara lain tidak diterapkannya spesifikasi teknis gorong-gorong sesuai dokumen kontrak, termasuk jenis material, dimensi, dan standar kekuatan konstruksi.

Selain itu, tidak ditemukan papan nama proyek di lokasi kegiatan, yang seharusnya menjadi kewajiban untuk transparansi publik dan pengawasan masyarakat. Keselamatan kerja pun tampak diabaikan, dengan tidak digunakannya Alat Pelindung Diri (APD) oleh para pekerja serta tidak adanya pengawasan terhadap penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Tak hanya itu, lokasi proyek juga tidak dilengkapi dengan kantor lapangan maupun gudang penyimpanan alat dan bahan. Sistem dewatering yang semestinya diterapkan untuk mengendalikan air di area galian juga tidak tampak diterapkan, yang berpotensi merusak kualitas pekerjaan.

Saat dikonfirmasi oleh awak media, Firman, yang disebut sebagai pelaksana proyek, memberikan jawaban mencengangkan. Ia menyatakan tidak mengetahui adanya pelanggaran teknis maupun administratif yang terjadi. Jawaban serupa juga disampaikan saat warga sekitar mempertanyakan ketidakhadiran papan proyek, peralatan keselamatan, dan sistem penanganan air.

Regi, salah satu tokoh pemuda setempat, menyampaikan keprihatinannya atas situasi ini. “Kalau pelaksananya saja tidak tahu apa-apa, lalu siapa yang bertanggung jawab? Ini menyangkut keamanan dan kualitas infrastruktur di lingkungan kami,” tegasnya.

Seorang pelaksana seharusnya memahami secara menyeluruh teknik pelaksanaan serta kewajiban administratif dalam suatu proyek. Ketidaktahuan yang ditunjukkan justru memperkuat dugaan bahwa pengawasan internal maupun eksternal terhadap proyek ini sangat lemah.

Warga berharap Dinas terkait dan aparat pengawas segera turun tangan untuk melakukan evaluasi dan pemeriksaan terhadap proyek yang tengah berjalan tersebut. Masyarakat menuntut adanya akuntabilitas dan profesionalisme dalam pelaksanaan proyek infrastruktur demi menjamin mutu pekerjaan dan keselamatan publik. TOK/*

Ketua DPC Hariyanto: Harus Bisa Memberikan Bantuan Hukum Cuma-Cuma

Surabaya, Timurpos.co.id – Total 426 orang pengacara baru dari Peradi di Sumpah di Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya Jalan Sumatera No 42, Organisasi Advokat Surabaya DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Surabaya pimpinan Hariyanto.SH,M.Hum resmi bertambah anggota setelah Ketua PT H.Charis Mardiyanto,SH,MH melakukan penyumpahan hari ini. Selasa (22/7/2025).

Ketua DPC Peradi Kota Surabaya Advokat senior Hariyanto,SH,M.Hum mengatakan kepada wartawan, usai acara penyumpahan di Aula PT Jalan Sumatera No 42 Surabaya.

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat siang dan salam sejahtera, pertama-tama kita mengucapkan syukur pada hari ini Peradi di Jawa Timur mengajukan permohonan sumpah dan hari ini dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi, sekaligus menyumpah sejumlah 426 Advokat baru yang disumpah disidang terbuka di Pengadilan Tinggi Surabaya,” kata Hariyanto ketua peradi surabaya. Selasa (22/7).

Dijelaskan lebih lanjut, bahwa sumpah ini adalah kelanjutan Peradi yang dari kemarin mengadakan pelantikan Advokat baru, Kemarin yang dilantik oleh ketua umum kita Profesor Dr Otto Hasibuan itu sejumlah 437 Advokat.

“Namun hari ini dari 437 itu kenapa hanya 426 yang disumpah, yang 11 ini sudah advokat namun kembali ke Peradi minta menjadi anggota Peradi prosedurnya kalau menjadi anggota peradi kita adalah Pertama, PKPA Pendidikan Khusus Profesi Advokat harus ikut di Peradi, Kedua, Ujian juga harus lulus di Peradi ketika dua syarat ini terpenuhi mereka baru bisa menjadi anggota peradi mereka sudah melalui itu semua,” tandasnya.

Diinformasikan, setelah terpenuhi mereka dilantik oleh DPN Peradi bersama-sama yang 426 hari ini di sumpah, kalau yang 426 hari ini disumpah murni dari Advokat memenuhi syarat ada sertipikatnya, ujian telah lulus dan berumur 25 tahun serta magang selama 2 tahun dan tidak pernah dihukum dengan ancaman 5 tahun keatas, syarat itu yang harus dipenuhi Advokat baru hari ini.

“Rangkaian-rangkaian itu hari ini adalah resmi mereka itu telah disumpah adalah rekan saya panggilannya rekan sejawat dalam penyumpahan hari ini bapak Ka PT (Ketua PT) tadi menyampaikan jangan sampai ada melanggar masalah Kode Etik dan Contempt of Court karena efeknya bisa fatal bisa ditangguhkan atau dibekukan Berita Acara Sumpahnya (BAS), itu pesan yang mendasar oleh Bapak Ka PT,” sambungnya.

Pengacara sekaligus profesi Kurator dan Pengurus PKPU dan Kepailitan juga menerangkan.

“Kalau kami berpesan kepada advokat adalah pertama terus menerus meningkatkan kualitas profesi, kedua pahami betul masalah masalah etika profesi yang tercantum dalam kode etik profesi peradi, Ketiga juga harus bisa memberikan bantuan hukum cuma-cuma kepada masyarakat pencari keadilan tanpa memandang agama, suku, ras dan golongan enggak boleh memilih-milah, Undang undang advokat terutama pasal 22 menyarankan bahwa peradi anggota anggota nya wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada yang kurang mampu,” pungkas ketua peradi.

“Selanjutnya saya kira ya harus juga menjaga perilaku etika profesi kepada sesama aparat penegak hukum karena kedudukan Advokat sekarang setara walaupun tidak sama dengan aparat penegak hukum yang lain dalam hal ini Hakim,Jaksa, dan Polisi karena Advokat mempunyai kedudukan yang sama penting ya, ‘Officum Nobile’ sebutan yang terhormat,” tutupnya dengan menyampaikan beberapa pesan.

Terpisah, Humas PT Bambang Kustopo yang merupakan juga sebagai Hakim Tinggi memberikan tanggapan atas penyumpahan advokat.

“Bukan 437 orang ttp 426 orang.
Komentar saya dengan disumpahnya advokat tersebut bukan merupakan akhir tugas dari para advokat yg disumpah tapi awal tugas dan kembangkan karier untuk ikut menegakan hukum bagi para penegak hukum, shg masyarakat pencari keadilan dapat terlayani kebutuhan jasa bantuan dari para advokat baik kualitas maupun kuantitas nya,” pesannya terhadap advokat yang baru saja disumpah.***

Komisi III DPR RI Gelar RDPU Bahas RUU KUHAP

Jakarta, Timurpos.co.id – Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama sejumlah organisasi advokat dari seluruh Indonesia serta Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Agenda utama dalam pertemuan ini adalah pembahasan lanjutan terhadap Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), sebagai bagian dari upaya pembaruan sistem hukum pidana nasional. Senin (21/7/2025).

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburrahman, sebelumnya pada Minggu (20/7) telah menyampaikan bahwa pihaknya membuka ruang partisipasi publik dan organisasi masyarakat hukum untuk memberikan masukan terhadap RUU KUHAP. Ia menegaskan bahwa setiap elemen masyarakat memiliki hak untuk mengajukan permohonan RDPU demi menyempurnakan regulasi penting tersebut.

Anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Kahalid, menekankan bahwa revisi KUHAP adalah momentum penting dalam memperbaiki sistem peradilan pidana di Indonesia. Ia menambahkan bahwa arah pembaruan KUHAP seharusnya mengedepankan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi substantif.

Dalam RDPU hari ini, salah satu peserta dari organisasi ADVOKAI, Adv. Doni Eko Wahyudin, S.H., menyampaikan sejumlah pandangan strategis. Ia menyoroti pentingnya penguatan hak imunitas advokat yang bertindak atas iktikad baik dalam menjalankan tugas profesionalnya. Menurutnya, advokat juga merupakan bagian dari Aparat Penegak Hukum (APH) dan layak mendapatkan perlakuan serta perlindungan hukum yang setara.

Doni juga menyuarakan kegelisahan terkait minimnya waktu untuk menyiapkan dan menyampaikan masukan yang komprehensif. Ia mengingatkan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru akan berlaku pada tahun 2026, namun hingga kini RUU KUHAP belum rampung dibahas. Jika KUHP diberlakukan tanpa KUHAP yang selaras, maka implementasinya dikhawatirkan akan menjadi mandul karena prosedur hukum acara belum disesuaikan.

Organisasi-organisasi advokat yang hadir, termasuk perwakilan dari ADVOKAI Jawa Timur yang juga membidangi Hukum dan HAM, mengusulkan agar Komisi III memberikan tambahan waktu serta kesempatan lanjutan untuk RDPU. Tujuannya agar masukan dari profesi advokat, yang kelak akan bersinggungan langsung dengan implementasi KUHP dan KUHAP, dapat diberikan secara maksimal.

Pada akhir RDPU, seluruh organisasi peserta menyerahkan dokumen pandangan dan usulan resmi kepada Komisi III sebagai bahan pertimbangan dalam proses legislasi.

“Waktu pembahasan terlalu sempit. Kami berharap ada RDPU lanjutan agar suara profesi advokat benar-benar didengar dan diakomodasi,” tutup Doni Eko. TOK/*

Didasari Second Opinion, Irawan Santoso Dituntut Lepas di PN Surabaya

Surabaya, Timurpos.co.id – Untuk pertama kalinya, Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya mengajukan tuntutan lepas terhadap seorang terdakwa kasus narkotika. Terdakwa atas nama Irawan Santoso dituntut lepas dari segala tuntutan hukum oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hajita Cahyo Nugroho, dengan dasar pertimbangan medis yang menyatakan bahwa terdakwa mengalami gangguan jiwa berat.

Tuntutan itu dibacakan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, berdasarkan dua Visum et Repertum Psychiatrum dari dua ahli psikiatri berbeda. Dokumen pertama berasal dari dr. Henny Riana, Sp.KJ (K), yang menyatakan bahwa Irawan menderita Gangguan Skizotipal, ditandai dengan depresi kronis, halusinasi, serta riwayat trauma kepala berat. Sementara hasil second opinion yang dilakukan dr. Efendi Rimba, Sp.KJ dari RSJ Menur menyimpulkan bahwa Irawan mengalami Gangguan Psikotik yang memengaruhi penilaian realita serta kontrol tindakan secara signifikan.

“Terdakwa memang memiliki kemampuan intelektual rata-rata, bisa melakukan transaksi, menggunakan ATM, bahkan memesan barang secara online. Namun, gangguan jiwa dan kecerdasan adalah dua hal yang berbeda. Orang gila tidak selalu bodoh, dan orang cerdas bukan berarti sehat jiwanya,” tegas JPU Hajita merespons keraguan terkait kecakapan terdakwa saat melakukan transaksi narkotika.

Kronologi Perkara

Irawan ditangkap pada 31 Agustus 2024 di Apartemen Anderson Tower, Pakuwon Mall, Surabaya, setelah menerima paket berisi serbuk merah seberat ±420 gram yang belakangan diketahui mengandung Dimetiltriptamina (DMT), narkotika golongan I. Paket tersebut dipesan terdakwa secara daring melalui situs luar negeri mimosaroot.com dari Belanda dan dikirim dari Jerman.

Sebelumnya, terdakwa yang tidak memiliki latar belakang pendidikan atau pekerjaan di bidang farmasi atau kimia, menonton video di YouTube tentang eksperimen menggunakan “cordyceps extract”. Dari sana, ia tertarik mencoba eksperimen serupa untuk “mencapai ketenangan dan kesadaran lebih tinggi”, dengan bahan utama berupa DMT. Proses pembelian dilakukan secara online, pembayaran dilakukan dengan kartu kredit, dan Irawan bahkan sempat membayar bea cukai barang tersebut.

Setelah barang diterima dan diamankan petugas, polisi menyita sejumlah barang bukti lain dari unit apartemen terdakwa, termasuk bahan-bahan kimia yang diduga digunakan untuk eksperimen pribadi, serta perangkat pendukung seperti saringan dan botol larutan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium kriminalistik dan berita acara pemusnahan, serbuk merah tersebut positif mengandung Dimetiltriptamina, yang masuk dalam narkotika golongan I berdasarkan Permenkes RI No. 30 Tahun 2023.

Pertimbangan Medis dan Hukum

Menurut kedua ahli psikiatri, gangguan yang dialami Irawan bersifat kronis dan tidak bisa disembuhkan sepenuhnya, hanya dapat distabilkan dengan pengobatan intensif. Dr. Efendi Rimba menyatakan bahwa tindakan pidana yang dilakukan terdakwa kemungkinan besar dipicu oleh keyakinan waham, yakni suatu delusi kuat bahwa substansi tersebut akan memberikan efek positif terhadap hidupnya.

Dengan kondisi tersebut, JPU Hajita menyimpulkan bahwa terdakwa tidak dapat mempertanggungjawabkan secara hukum perbuatannya dan layak untuk dituntut lepas sesuai Pasal 44 KUHP, yakni orang yang melakukan tindak pidana dalam keadaan gangguan jiwa.

JPU juga menyarankan agar Irawan ditempatkan di Rumah Sakit Jiwa untuk menjalani terapi intensif, pengawasan, serta mendapat dukungan keluarga dan lingkungan. Sidang akan dilanjutakan dengan agenda putusan dari Majelis Hakim. TOK

Kafe 136 Surabaya Tuai Protes, Dekat Sekolah dan Mushola Sediakan Karaoke dan Minhol

Surabaya, Timurpos.co.id – Keberadaan Kafe 136 di Jalan Kusuma Bangsa, Surabaya, menuai protes keras dari warga sekitar. Kafe tersebut diketahui menyediakan fasilitas karaoke, menjual minuman berakhol (Minhol), dan memperkerjakan waitress dengan pakaian yang dinilai tidak pantas. Yang menjadi sorotan utama, lokasi kafe itu sangat berdekatan dengan SDN Kapasari 8 dan Langgar Sabilul Muttaqin, tempat ibadah umat Muslim.

Abdul, salah satu tokoh masyarakat setempat, mengatakan bahwa kafe tersebut telah lama beroperasi dan beberapa kali disegel oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surabaya. Namun, Kafe 136 tetap kembali beroperasi, tanpa mengindahkan keberatan warga.

“Selain menjual minuman berakhol dan mempekerjakan pelayan dengan pakaian seronok, letaknya sangat dekat dengan sekolah dasar dan mushola. Ini sangat tidak pantas dan mengganggu kenyamanan serta moral lingkungan,” ujar Abdul, Senin (21/7/2025).

Senada dengan itu, Tarmuji, tokoh masyarakat lainnya, mendesak agar aparat penegak hukum segera mengambil langkah tegas. Ia menyarankan agar operasional kafe ditutup secara permanen guna menjaga ketertiban dan nilai-nilai sosial di lingkungan tersebut.

Ironisnya, Rumah Hiburan Umum (RHU) Kafe 136 Surabaya diduga belum mengantongi izin resmi untuk beroperasi. Kafe ini terindikasi melanggar berbagai ketentuan, di antaranya:

Perda No. 23 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan,
Perda No. 7 Tahun 2009 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB),
Perda No. 1 Tahun 2010 tentang Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP),
serta Perda No. 1 Tahun 2023 tentang Perdagangan dan Perindustrian.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pemilik Kafe 136, Andika, maupun dari pihak Satpol PP dan instansi terkait lainnya.

Warga berharap pemerintah dan penegak hukum dapat segera menindaklanjuti persoalan ini agar tidak menimbulkan keresahan yang lebih luas dan demi menjaga moral generasi muda di lingkungan pendidikan dan keagamaan. M12

Batas Gramasi Kepemilikan Narkotika Sebagai Penyalah Guna Dalam SEMA 04/2010 Diuji

Jakarta, Timurpos.co.id — Seorang pemuda asal Bali, Agung, secara resmi mengajukan permohonan uji materiil terhadap Surat Edaran Mahkamah Agung [SEMA] Nomor 04 Tahun 2010, yang selama ini menjadi rujukan kuantitatif dalam perkara narkotika. Pemohon menggugat legalitas angka batas gramasi narkotika, bagi penyalah guna khususnya ganja lima gram, yang dijadikan penentu apakah seseorang berhak direhabilitasi atau justru dipidana penjara. Rabu (16/7/2025).

Permohonan ini diajukan ke Mahkamah Agung secara probono oleh tim advokat dari SITOMGUM Law Firm, dengan argumentasi bahwa SEMA 04/2010 telah melampaui kewenangan hukum, dan bertentangan dengan Pasal 4 huruf d UURI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang secara eksplisit menjamin rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika.

“Saat seseorang ditangkap dengan 5,94 gram ganja, ia langsung dikualifikasikan seolah sebagai pengedar, tanpa mempertimbangkan hasil asesmen ketergantungan,” ujar Singgih Tomi Gumilang, kuasa hukum pemohon. “Padahal hasil Tim Asesmen Terpadu Provinsi Bali menyatakan klien kami adalah pecandu aktif, dan UU Narkotika secara tegas mengamanatkan rehabilitasi, bukan pemenjaraan.”

SEMA 04/2010 dinilai menetapkan “norma terselubung” tanpa dasar ilmiah dan kewenangan legislasi, yang secara de facto telah membatasi kewenangan hakim dan hak konstitusional tersangka / terddakwa narkotika.

Rudhy Wedhasmara, advokat lainnya, menambahkan, “Surat edaran ini telah menjadi proxy law yang digunakan secara rigid, melumpuhkan prinsip rehabilitative justice. Ini berbahaya bagi siapa pun yang membutuhkan perawatan, bukan hukuman.”

Anang Iskandar ahli hukun narkotika yang juga mantan mantan Kepala BNN, menilai penggunaan pendekatan gramasi adalah paradigma represif. “Hukum narkotika itu menggunakan pendekatan kesehatan dan pidana khusus dengan semangat membangun kesehatan publik. Rehabilitasi adalah bentuk pidana juga, tetapi berbasis penyelamatan. Tidak semua dikurung,” tegasnya.

Permohonan ini diharapkan dapat menjadi momentum korektif terhadap pendekatan hukum yang tidak lagi sejalan dengan prinsip hak asasi manusia dan perlindungan terhadap korban ketergantungan narkotika. M12

Dugaan Penggelapan Barang Bukti oleh Oknum Penyidik Polresta Sidoarjo, KPK Nusantara Tempuh Jalur Propam dan Siapkan Aksi

Sidoarjo, Timurpos.co.id – Pengaduan masyarakat (Dumas) yang dilayangkan oleh Suhaili, Sekretaris DPC Surabaya KPK Nusantara, terhadap oknum penyidik pidana umum (Pidum) Satreskrim Polresta Sidoarjo, kini memasuki babak baru. Dugaan penyalahgunaan wewenang, jabatan, hingga potensi penggelapan barang bukti yang dilakukan oleh oknum berinisial AT itu mulai diproses oleh Seksi Propam Polresta Sidoarjo.

Suhaili yang menjadi pelapor dalam perkara ini mengaku telah dimintai keterangan secara resmi oleh Propam pada Senin, 14 Juli 2025. Ditemui di depan Mapolresta Sidoarjo, ia menyatakan telah menyerahkan bukti dugaan pelanggaran etik dan penyimpangan prosedur yang dilakukan penyidik terkait barang bukti berupa kabel curian.

“Sejak pengaduan kami tanggal 27 Juni 2025, alhamdulillah hari ini sudah ada progres. Tapi kami tidak akan hanya diam. Hari ini juga kami akan mengantar surat tembusan dumas ini ke Polda Jatim agar mendapatkan atensi dan penanganan sesuai hukum,” ujar Suhaili.

Suhaili menegaskan bahwa jika dalam satu minggu ke depan tidak ada perkembangan signifikan dari penanganan perkara ini, maka pihaknya bersama sejumlah aliansi akan menggelar aksi demonstrasi.

“Kami dari KPK Nusantara, bersama Aliansi Gagak Hitam, KP3 Polri, Joyosemowo Komuniti, dan Jawara Bersatu siap menggelar aksi di Mapolresta Sidoarjo dan Mapolda Jatim untuk menuntut keadilan,” tegasnya.

Sementara itu, Amir, perwakilan dari Aliansi Gagak Hitam, menyampaikan komitmen pihaknya untuk terus mengawal proses ini hingga tuntas.

“Kami percaya institusi Polri memiliki banyak anggota baik. Maka kami minta Kapolda Jatim Irjen Pol Nanang Avianto dan Kapolresta Sidoarjo Kombes Pol Christian Tobing segera mengambil sikap tegas terhadap penyidik AT jika terbukti bersalah,” katanya.

Lebih lanjut, Amir mengungkap bahwa hasil investigasi ke Kejaksaan menunjukkan adanya ketidaksesuaian data terkait jumlah barang bukti yang disita.

“Menurut informasi dari Kasipidum Kejari Sidoarjo, kabel curian yang diserahkan hanya beberapa potong dan langsung dimusnahkan. Tapi dalam rilis Polresta disebutkan jumlahnya puluhan potong dengan ukuran besar. Jika ditaksir, nilainya mencapai 80 sampai 90 juta rupiah. Seharusnya itu dilelang dan masuk kas negara,” ungkap Amir.

Sementara itu, Kasi Propam Polresta Sidoarjo, Iptu A. Gusairi saat dimintai konfirmasi belum memberikan keterangan rinci. Ia hanya menyampaikan bahwa laporan tersebut sedang diproses.

“Masih proses, mas. Nanti akan kami kabari hasilnya,” singkat Gusairi.

Hingga berita ini diturunkan, tim media masih berusaha menghubungi pihak-pihak terkait guna mendapatkan konfirmasi lebih lanjut. M12