KH Muhibbin Zuhri ‘ Jangan sampai RHU Menjadi Sarang Kemaksiatan

Timurposjatim.com – kasus Penyegelan terhadap Rumah Hiburan Umum (RHU) Rasa Sayang Blue Fish Tegalsari Surabaya yang diwarnai dengan pemukulan Anggota BPB Linmas kota Surabaya menjadi perhatian publik dan Tokoh Agama Kota Surabaya.

RHU Blue Fish Tegalsari Surabaya telah melakukan pelanggaran melebihi jam operasional sesuai aturan pada masa Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 1 di kota Surabaya pada hari Senin,13 Desember 2021 lalu sekitar Pukul 02.30 WIB.

Setelah pemilk kafe Heri Koncoro mendatangi Lokasi yang disambut oleh Plt. Kasubid. Kewaspadaan Nasional pada Bakesbangpol Kota Surabaya Ir.Harry Asjtanto,MM dan Kasubid Pencegahan BPB Linmas Kota Surabaya Mudita Dhirawidaksa untuk meminta segara dibuka pintu gerbang.

Saat dibuka terjadi kericuhan yang mengakibatkan Hamid Anggota BPB Linmas Kota Surabaya luka-luka hingga dirujuk ke Rumah Sakit Muhammad Soewardi di Jalan Tambak Rejo Surabaya.

Atas insiden tersebut Kepala BPB Linmas Kota Surabaya Irvan Widyanto didampingi Kabib Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPB Linmas Kota Surabaya dilakukan Penyegelan terhadap Kafe Rasa Sayang Blue Fish Tegalsari Surabaya dan Melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Tegalsari Polrestabes Surabaya.

Terkait adanya kejadian peristiwa tersebut KH Muhibbin Zuhri, ketua PCNU kota Surabaya mengatakan,Bahwa Pemerintah harus memperketat pemberian ijin terhadap Rumah Hiburan Umum (RHU).Kami berharap untuk pengawasan terhadap RHU lebih ditingkatkan.

“Dan jangan sampai RHU menjadi sarang Kemaksiatan,”Tegas KH.Muhibbin Zuhri kepada Timurposjatim.com.Rabu (15/12/2021).

Untuk diketahui untuk terkait peristiwa tersebut Polisi berhasil mengamankan satu pelaku berinisial FJ (26), warga Buduran, Sidoarjo dengan barang bukti yang diamankan oleh petugas berupa satu botol minum berakhol dan vidio rekaman CCTV.(Tio) 

Ajudan Bupati Nganjuk Pernah Rubah BAP

Timurposjatim.com – Sejumlah fakta lain terungkap dalam persidangan kasus dugaan suap dengan terdakwa Bupati nonaktif Nganjuk Novi Rahman. Dalam sidang lanjutan kali ini, jaksa penuntut umum menghadirkan tiga orang penyidik dari Bareskrim Mabes Polri.

Tiga penyidik yang dihadirkan oleh JPU itu antara lain, AKP Sarjono, Kompol Is Indarto, dan Ipda Deni Sukmana. AKP Sarjono diketahui merupakan penyidik yang melakukan pemeriksaan terhadap Ajudan Bupati, Izza Muhtadin. Sedangkan Kompol Is Indarto dan Ipda Deni Sukmana merupakan penyidik dari Bupati Novi saat sebagai saksi dan tersangka.

Dalam perkara ini, awalnya penyidik AKP Sarjono ditanya oleh JPU apakah ia merupakan penyidik dari terdakwa Izza, ia pun membenarkannya. Ia lalu menerangkan, jika dirinya merupakan penyidik dari BAP (berita acara pemeriksaan) Izza yang kedua.

“Pemeriksaan Izza sebagai saksi dua kali. Dan saya yang kedua. BAP yang kedua ada perubahan keterangan dari Izza,” ujarnya, Senin (13/12/2021).

Ia lalu menerangkan, jika pada keterangan pada BAP pertama, Izza menjelaskan jika ia menggunakan uang (suap) itu untuk dirinya sendiri. Uang itu digunakan untuk hiburan dan membeli handphone.

Namun, pada keterangan BAP kedua, Izza  diakuinya merubah keterangannya tersebut, menjadi uang itu diserahkan pada Bupati Novi.

“(BAP) pertama itu digunakan untuk sendiri, untuk hiburan maupun beli hape. Tapi di BAP dia rubah menjadi uang itu diserahkan pada Bupati,” tambahnya.

Ia lalu menjelaskan, saat diperiksa, Izza dalam kondisi sehat dan dalam ruangan yang cukup luas, yakni ruangan meeting atau ruang rapat Dit Tipikor Bareskrim Mabes Polri.

Pernyataan ini pun memicu pertanyaan dari kuasa hukum Izza, Petrus Bala Pattyona. Ia mempertanyakan, apakah lazim jika seseorang diperiksa di ruangan meeting apalagi tidak terdapat kamera CCTV? Hal ini pun dijawab tidak masalah oleh AKP Sarjono.

Meski diperiksa tidak diruang pemeriksaan, namun ia memastikan jika Izza tidak dalam tekanan.

“Tidak masalah, selama itu juga diketahui oleh anggota yang lain. Selain itu ruangan disana juga luas,” kilahnya.

Terkait dengan keterangan Izza yang dirubah hingga dua kali, pengacara Izza pun kembali mempertanyakan apakah pernah melakukan konfrontir terhadap saksi yang lain seperti Bupati Novi? AKP Sarjono mengakui tidak pernah mengkronfontirnya. Ia beralasan taidak melakukan itu karena ia sudah mempercayai BAP yang dibuat oleh penyidik lain yang memeriksa Novi.

“Tidak (mengkonfrontir). Karena sudah diperiksa oleh tim yang lain,” tandasnya.

Sementara itu, kuasa hukum Bupati Novi Tis’at Afriyandi mempertanyakan soal proses penangkapan Bupati Novi dkk. Ia menyebut, apakah penyidik tahu kapan Bupati dan para camat itu ditangkap, para penyidik itu pun mengangguk tahu meski mengaku lupa tanggal penangkapannya.

Saat disebutkan tanggal sesuai surat penangkapan, ketiga penyidik itu pun menganggukkan kepala tanda setuju.

“Apakah betul Bupati Novi ditangkap (sesuai surat yang ditunjukkan) pada tanggal 10 (Mei) dan ditahan pada 11 (Mei),” tanya Tis’at.

Di’sat pun memastukan, jika secara keadministrasian, hal itu tidak lah betul. Sebab, Bupati Novi ditangkap pada 9 Mei dan ditahan mulai 10 Mei.

“Bupati ditangkap pada pada 9 Mei. Kenapa suratnya tertulis (tanggal) 10,” ujarnya ditemui usai sidang.

Ia menambahkan, keganjilan ini tentu menguakkan fakta persidangan lainnya. Ia menyebut, keterangan Izza yang dirubah hingga dua kali itu menandaskan kecurigaannya jika ada penekanan terhadap saksi waktu itu.

Apalagi, Izza tidak diperiksa dalam ruangan yang tidak terdapat kamera CCTV nya.
“Kalau seperti itu gimana pembuktian tidak ada tekanan. Kan susah juga, apalagi keterangan-keterangan Izza yang menyudutkan klien kami tidak pernah dikonfrontir,?,” tegasnya.

Ia menegaskan, sesuai dengan keterangan para penyidik yang dihadirkan sebagai saksi itu semakin menegaskan, jika para terdakwa yang sebelumnya masih berstatus sebagai saksi itu, tidak pernah dikonfrontir keterangannya dengan saksi lainnya.

“Keterangan para saksi waktu itu adalah berdiri sendiri. Tidak pernah dikonfrontir. Sehingga, jika ada keterangan yang mencatut nama bupati, tentu merugikan klien kami,” tandasnya.

Diketahui, sejumlah terdakwa yakni para camat dan ajudan bupati yang menjadi saksi untuk Bupati Novi, mencabut dan meralat keterangan yang disampaikannya dalam BAP. Seperti disampaikan oleh Izza, jika uang suap yang diterimanya dari para camat selama ini, merupakan inisiatif dan digunakan untuk kepentingannya sendiri.

Atas pencabutan ini lah, JPU menghadirkan para penyidik Mabes Polri sebagai saksi verbalism.(Tio) 

3 Polisi Nyabu Terbukti Bersalah Menguasai Dan Menyimpan Narkotika

Timurposjatim.com – 3 polisi nyabu terbukti bersalah Iptu Eko Julianto Mantan Kanit III Satreskoba Polrestabes Surabaya Bersama Anggotanya Aipda Agung Pratidina dan Brigadir Sudidik dituntut bersalah melanggar Pasal 112 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rakhmad Hari Basuki dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.Dalam Pantauan Paminal Mabes Polri.Kamis (09/12/2021).

Sebelum membacakan sidang JPU Rakhmad Hari Basuki meminta kepada Majelis Hakim Untuk menyambungkan zoom buat Panimal Mabes Polri guna mengikuti Persidangan.

“Iya boleh, Cuma mengikuti persidangan (melihat) tidak bisa berkomentar,”kata Majelis Hakim Martin Ginting.

JPU Rakhmad Hari Basuki, Mengatakan ,Bahwa ketiga terdakwa terbukti bersalah sesuai Pasal 112 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Sebelum membacakan tuntutan untuk pertimbangan hal yang meringankan dan yang memberatkan.”Untuk hal yang memberatkan terdakwa adalah karena sebagai aparat penegak hukum yang semestinya menjadi teladan masyarakat justru pesta narkoba.

Perbuatan mereka telah meresahkan masyarakat dan Hal yang meringankan ketiga terdakwa belum pernah dihukum dan merupakan polisi yang berprestasi dalam mengungkap kasus Narkotika saat bertugas di Surabaya,”Katanya dihadapan Majelis Hakim di ruang Candra PN Surabaya.

Tuntutan terhadap terdakwa Brigadir Sudidik terbukti bersalah melangar Pasal 112 ayat 1 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan Pidana Penjara selama 5 Tahun dan denda Rp.1 milaar subsider 6 bulan dengan Barang Bukti (BB) 3 plastik terdiri dari Sabu dan Inek dengan berat totalnya kurang dari 5 gram.

Untuk Terdakwa Aipda Agung Pratidina terbukti bersalah melangar Pasal 112 ayat 2 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan Pidana Penjara selama 8 tahun serta denda Rp.3 milaar subsider 6 bulan dengan Barang Bukti (BB) 3 poket Sabu berat kotornya 26,68 gram melebihi 5 gram.

Dan untuk terdakwa Iptu Eko Julianto terbukti bersalah melangar Pasal 112 ayat 3 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan Pidana Penjara selama 11 Tahun dan denda Rp.4 milaar subsider 6 bulan dengan Barang Bukti (BB) 18 poket sabu-sabu, 7 poket ekstasi dan 118 pil Happy Five,Barang Bukti (BB) melebihi 5 gram.

Terkait tuntutan tersebut ke tiga terdakwa mengatakan ke,Kami serahkan ke Penasehat hukum,”saut terdakwa melalui sambungan Telecomfrem.

Terpisah Pengacara para terdakwa, Edo Prasetyo keberatan dengan tuntutan jaksa. Menurut dia, tuntutan tersebut tidak sesuai dengan fakta persidangan.

“Di persidangan saksi-saksi mengungkapkan terdakwa punya berita acara penyitaan. Harusnya diringankan karena barang bukti itu bukan milik terdakwa. Itu barang sitaan dari tersangka yang kabur,” kata Edo selepas sidang.(Tio)

Bernadya Dan M.Yunus Penjual Plasma Darah Konvalesen Dituntut 2 Tahun Penjara

Timurposjatim.com– Bernadya Anisah Krismaningtyas dan M. Yunus Efendi dituntut pidana dua tahun penjara. Keduanya oleh jaksa penuntut umum dinyatakan terbukti memperjualbelikan plasma darah konvalesen secara ilegal.

Para terdakwa dianggap melanggar Pasal 195 Undang-undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

“Menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja memperjualbelikan darah dengan dalih apapun,” ujar jaksa Rakhmad Hari Basuki saat membacakan surat tuntutan dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.Kamis (09/12/2021).

Kedua terdakwa juga dituntut membayar denda Rp 100 juta. Jika tidak sanggup membayar maka diganti dengan pidana tiga bulan kurungan. Perbuatan mereka dianggap telah merugikan orang lain.

Selain itu, mereka memanfaatkan banyak orang yang membutuhkan donor plasma darah konvalesen saat pandemi untuk meraup keuntungan pribadi.

Bernadya dan Yunus yang tidak didampingi pengacara meminta waktu sepekan untuk menyampaikan pembelaannya. Mereka akan menyiapkannya terlebih dahulu.

“Mohon waktu seminggu untuk pembelaan, Yang Mulia,” kata Bernadya dalam sidang telekonferensi.

Bernadya yang bekerja sebagai petugas jaga Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit swasta bekerjasama dengan Yogi Agung Prima Wardana yang bekerja sebagai petugas Unit Donor Darah (UDD) Palang Merah Indonesia (PMI) Surabaya untuk memperjualbelikan darah.

Bernadya berperan mencari pasien calon penerima donor.

Setelah mendapat calon penerima donor, perempuan ini menghubungi Yogi untuk menyiapkan calon pendonor.

Bernadya juga mengunggah informasi di media sosial seolah-olah sebagai keluarga pasien calon penerima donor untuk mendapatkan pendonor.

Sedangkan Yunus berperan membantu Yogi mengarahkan calon pendonor darah di PMI.

Sementara itu, Yogi juga menjadi terdakwa dalam perkara ini. Dia yang disidang secara terpisah baru akan dituntut pekan depan. Pengacara memohon waktu untuk mendatangkan saksi ahli. (Tio)

Perkara Stefanus Sulayman Disikapi Praktisi Hukum, Abdul Malik Ujungnya Pasti Onslag

Timurposjatim.com – Stefanus Sulayman diseret di Pengadilan terkait pekara Penipuan dan Surat Palsu oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hary Basuki dengan Agenda Keterangan saksi Hendra Theimailattudi Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.Selasa (07/12/2021).

Hendra Theimailattu mengatakan,Bahwa saat itu Notaris Bororoh ngobrol bersama cuma sebentar kemudian melakukan pembayaran ke Stefanus Sulayman untuk pembelian 3 aset dari Harto Wijoyo (Pelapor) Sebesar Rp.5.250.000.000.Sehingga total keseluruhan Rp.8,5 miliar dengan Hutang Stefanus Sulayman.

“Setelah melakukan pembayaran tidak ada konfirmasi ke pemilik dikarenakan tidak diberikan kontak oleh terdakwa (Stefanus Sulayman). Terkait Revo aset tidak tahu hanya melihat dari media pada tahun 2019 ada gugutan perdata.

Masih kata Hendra Theimailattu sempat ada upaya menjual aset tersebut dan saat mendengar aset itu bermasalah maka mengembalikan uang pembeli dengan menunggu masalah selesai.

Saat disinggung oleh JPU terkait pemberian fee sebesar 10%,”ya setuju karena aset yang ditawarkan murah dengan memberikan fee 10 %,”saut Hendra Theimailattu.
Ia menambahkan terkait apakah Harto Wijoyo sudah dibayar apa belum,Saya tidak tahu.

Saat di Notaris Maria Bororoh sebelum penandatanganan ada Harto Wijoyo dan ada beberapa Sertifikat juga di meja saat itu dan adanya laporan terhadap Harto Wijoyo terkait awalnya Pengelapan dan memberikan keterangan Palsu.
“Ini aneh padahal pembayaran sudah lunas tapi kok ada masalah,” tambahnya.

Untuk diketahui dari Keterangan Hendra Theimailattu.Harto Wijoyo pernah dipenjara pada 2019 dengan Hukum pidana selama 8 bulan terkait penipuan jual beli tanah.Yang mana untuk asetnya kebanyakan ada di Surabaya dan pemainnya juga orang Surabaya.

Hendra juga mengungkapkan, dalam gelar perkara saya hadir di Mabes Polri dan ada konfrontir dari Notaris Maria Bororoh dengan Harto Wijoyo kemudian diketahui perkara di SP3 karena bukan perkara pidana.

Setahu saya, Maria Bororoh gelar perkara di Mabes Polri terkait, tanda tangan Harto Wijoyo guna di uji forensik karena menurut
Notaris Maria Bororoh tanda tangan identik dengan Harto Wijoyo maka kasus ditutup.

Masih menurutnya, dalam konfrontir keterangan Haryo Wijoyo tanda tangan di blangko kosong. Hal ini membuat saya bingung. Sedangkan, dalam gugatan perdata yang diajukan Harto Wijoyo pada medio 2019 dan dalam putusan diketahuinya, gugatan belum sempurna lantaran, Harto Wijoyo belum membayar kewajibannya.

Sementara Praktisi Hukum, Abdul Malik, saat ditemui mengatakan, melalui pantauannya, perkara ini beruntun.

” Terpidana pernah ajukan gugatan dan Pelapor pernah jalani pidana penjara atas sangkaan penipuan,”ucapnya.

Perkara ini menjadi hal yang aneh sampai naik ke meja hijau. Seharusnya bila ada perkara perdata perkara pidananya gugur.

” perkara ini arahnya di paksakan dan saya meyakini nanti akan Onslag,” jelasnya.
Pihaknya, meminta rekan-rekan penegak hukum seperti, Kepolisian, Kejaksaan ada Penasehat Hukum dan Hakim.

Saya berharap, Pengadilan ini jangan dibuat sebagai tempat sampah. Habis perkara di Kepolisian P21 bisa dilanjutkan tahap 2 hingga ke meja hijau ujung-ujungnya, Onslag.(Tio).

Bupati Nonaktif Nganjuk Jelaskan Asal Uang Dalam Brankas yang Disita Petugas

Bupati nonaktif Nganjuk, Novi Rahman Hidayat menjelaskan soal asal muasal uang Rp647 juta di dalam brankas yang disita oleh petugas. Ia memastikan, jika uang ratusan juta di dalam brankas itu bukanlah uang suap sebagaimana barang bukti yang dituduhkan.Senin (06/12/2021).

Dalam sidang dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa, Novi menjelaskan asal muasal bagaimana uang ratusan juta itu ada di dalam brankas. Ia menyebut, jika uang itu sebenarnya berjumlah total Rp1 miliar.

Uang tersebut merupakan hasil deviden usahanya, yang diambil dari bagian keuangan perusahaan. Soal uang Rp1 miliar itu pun, sempat dibenarkan oleh salah satu saksi bernama Riana.

“Sumber uangnya dari deviden usaha SPBU yang mulia. Jadi uangnya saya taruh di brankas. Setiap tahun kan ada deviden,” tegasnya.

Ia menambahkan, dari uang Rp1 miliar itu, sebagian telah digunakannya untuk kebutuhan lebaran. Ia pun menjelaskan, uang itu dibelanjakan untuk membeli parsel, beras zakat, baju, maupun tunjangan hari raya untuk para pegawai pribadinya.

“Awalnya saya gunakan Rp210 juta, lalu ada pengeluaran lagi sebesar Rp143 juta. Sisanya ya itu yang ada di dalam brankas,” tukasnya.

Ia menjelaskan, meski uang dalam brankas itu bersifat uang pribadi akan tetapi brankas itu diakuinya ada di dalam rumah dinas bupati. Hal itu, baginya tidak ada persoalan mengingat sebelumnya di rumah dinas memang tidak ada brankas.

“Jadi itu (brankas) ada di gudang. Lalu saya pakai. Di kantor tidak ada, di rumah dinas ini akhirnya saya pakai,” tambahnya.

Saat giliran jaksa penuntut umum (JPU) bertanya, salah satu jaksa menanyakan soal uang Rp1miliar yang disimpan dalam brankas itu apakah sudah dilaporkan ke Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)? Novi dengan tegas memastikan jika hal itu sudah tercatat dalam LHKPN nya.

Ia menyebut, dalqm LHKPN nya ada harta yang berasal dari deviden semua jenis usahanya. “Sudah saya laporkan ke LHKPN, termasuk uang Rp1 miliar itu,” tandasnya.

Disinggung soal usaha apa saja yang dimilikinya, ia pun menyebut memiliki usaha koperasi simpan pinjam, belasan SPBU, serta sejumlah kebun sawit.

“Saya tidak hafal jumlahnya. Tapi yang jelas ada koperasi simpan pinjam, SPBU dan kebun sawit. Rata-rata Rp5 miliar sampai Rp6 miliar deviden setiap tahunnya,” imbuhnya.

Terkait dengan kasus ini, ia pun memastikan tak pernah menerima maupun meminta upeti atau suap dalam jual beli jabatan. Sehingga, ia pun menolak semua tuduhan seperti dalam dakwaan jaksa.

“Saya hanya ingin menegaskan, jika saya tidak pernah menerima upeti maupun terlibat dalam jual beli jabatan,” tandasnya.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Adi Dharma Mariyanto menyatakan, keterangan terdakwa ini hanya ingin menegaskan, bahwa uang Rp647 juta yang disita petugas dalam brankas itu adalah uang pribadi yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan kedudukan maupun jabatannya sebagai bupati.

“Jadi uang yang disita itu bukan uang jual beli jabatan. Akan tetapi uang itu adalah hasil laba dari usaha SPBU dia. Dan itu pun sudah ada dalam LHKPN nya. Jadi semakin jelas saja jika dalam permasalahan ini nama bupati dicatut saja oleh Izza (ajudan bupati). Dia memanfaatkan pekerjaannya sebagai ajudan untuk meminta uang,” ungkapnya.(Tio)

Paket Sabu Dari Afrika Ada Keterlibatan Oknum Polisi

Timurposjatim.com – Komplotan Jaringan Sabu Luar Negri, Desi Oktaviani,Riski M Haris,Sutikno,Fikri Ardiansyah dan Fikri di seret di Pengadilan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ubaydilla, SH, MH dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur terkait Pekara peredaran Narkoba dari Afrika seberat 10 kg sabu yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Martin Ginting di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.Senin (06/12/2021).

Dalam sidang kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi Pegawai Putu Bea Cukai dan Tri Baskoro Bintang Jaya Anggota Polsek Cengkareng.

Putu Pegawai Bea Cukai mengatakan, Bahwa Paket tersebut merupakan pengiriman yang melalui pesawat bukan bawaan dari Penumpang.Dan saat itu Desi yang mau menerima paket tersebut.

“Untuk Terdakwa yang lainnya tidak tau,Hanya taunya Desi,”Kata Putu.

Lanjut Keterangan dari Tri Baskoro Bintang Jaya mengatakan, Bahwa kenal dengan terdakwa Sutikno merupakan Mantan Anggota Polsek Cengkareng dan terkait pekara tersebut tidak surat perintah untuk Sutikno dan semuanya Penyidik harus ada perintah dari Perwira dan tidak dibenarkan melakukan sendiri-sediri.

“Terkait barang kiriman dari Afrika.belum ada perintah penyelidikan dan belam ada informasi apa pun,”Kata Tri Baskoro Bintang Jaya yang merupakan atasan Sutikno di Polsek Cengkareng.

Terkait Keterangan saksi terdakwa membanarkan.” Bahwa saya hanya disuruh ambil paket di bandara,”kelit Desi dihadapan Majelis Hakim.

Sementara Sutikno mengatakan, Bahwa saat itu saya mendapat informasi lalu melaporkan ke Pimpinan (Tri Baskoro Bintang Jaya) akan tetapi keburu di amankan dari Polda Jatim.

“Saya diamakan oleh Polda Jatim,”Saut Sutikno yang merupakan Anggota Polsek Cengkareng.

Untuk diketahui berdasarkan surat dakawaan,Bahwa berawal pada tanggal 17 Juni 2021 petugas kepolisian dari Ditresnarkoba Polda Jatim sebelum melakukan penangkapan para terdakwa mendapat informasi berkaitan dengan adanya tindak pidana penyalahgunaan Narkotika yang merupakan pengembangan dari jaringan Jakarta – Jawa Timur yang telah diungkap sebelumnya, dan selanjutnya diterima informasi bahwa akan ada pengiriman Narkotika jenis sabu dari Timur Tengah ke Bandara Juanda.

Bahwa atas dasar informasi tersebut petugas dari Ditresnarkoba Polda Jatim melakukan koordinasi dengan petugas Bea Cukai Bandara Juanda,bahwa ada paket dari Afrika Selatan yang ditujukan kepada MEGAN ROSE alamat Jl. Cikoko Timur 1 Gang II No. 54 RT 003 RW 002 Cikoko Pancoran.

Bahwa kemudian petugas dari Bea Cukai Sukarno Hatta bersama dengan petugas dari Ditresnarkoba Polda Jatim dan petugas dari Bea Cukai Bandara juanda membuka paket tersebut berupa 2 (dua) koper warna merah maron yang telah dimodifikasi dan dilakukan X-Tray ternyata berisi jenis sabu.

Bahwa pada hari Minggu tanggal 3 Juli 2021 2 (dua) koper warna merah maron yang berisi narkotika jenis sabu tersebut oleh petugas dari Bea Cukai Bandara Suakarno Hatta diserahkan kepada petugas dari Ditresnarkoba Polda Jatim selanjutnya melakukan control delivery untuk menyerahkan kepada pemilik paket tersebut dengan cara menghubungi nomer telephon yang tertera dalam paket tersebut dan meminta agar diserahkan di Rest Area Km 14 Karang Tengah Jl. Tol Jakarta – Tangerang Kota Tangerang.

Mereka disuruh seorang bandar yang dikenal sebagai Juragan alias Eman. Bandar ini hingga kini masih belum tertangkap. Para terdakwa ini diberi uang makan Rp 700 ribu untuk mengambil paket di rest area. Uang itu ditransfer ke rekening Desi.

Bahwa pada tanggal 6 Juli 2021 sekitar pukul 15.00 wib pada saat petugas dari Ditresnarkoba Polda Jatim berada di Rest Area Km 14 Karang Tengah Jl. Tol Jakarta – Tangerang Kota Tangerang didatangi mobil Datsun warna hitam Nopol AB 333 LT kemudian Riski mengambil paket yang dibawa oleh petugas dari Ditresnarkoba Polda Jatim lalu dipindahkan ke mobil yang ditumpanginya yaitu Datsun warna hitam Nopol AB 333 LT dan ternyata di dalam mobil sudah ada terdakwa Desi,Sutikno dan Fikri kemudian mereka terdakwa ditangkap Ditresnarkoba Polda Jatim.

Saat dilakukan Pengeledahan ditemukan barang bukti berupa 2 koper warna merah maron di dalamnya berisi 2 bungkus plastik sabu sabu .5,210 gram dan  5,600 gram. Dengan total keseluruhan 10,81gram, digunakan untuk pembuktian perkara ini dipersidangan.

Atas Perbuatannya JPU mendakwa terdakwa dengan Pasal 114 ayat (2) Jo pasal 132 ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.(Tio)

Indrayani Istri Brimob Tipu Teman Leting Suami

Timurposjatim.com – Indrayani didakwa menipu Wantoko, anggota Sat Brimob Polda Jatim. Jaksa penuntut umum Nugroho Priyo Susetyo dalam dakwaannya menyatakan, perempuan 40 tahun ini awalnya menawari investasi bisnis properti di Yogyakarta.

Indrayani yang tinggal di asrama Brimob Nginden ini menjanjikan keuntungan 12 persen dari modal yang diserahkan.

Wantoko yang tertarik dengan tawaran itu menyetor Rp 315 juta selama enam bulan pada 2018. Modal itu sudah kembali beserta keuntungan Rp 28,3 juta. Wantoko menjadi percaya kepada istri temannya tersebut.

Indrayani kembali menawari bisnis. Kali ini perempuan asal Ponorogo ini menawari Wantoko sebagai pendana dana talangan untuk percepatan pencairan kredit di bank. Bisnis ini kembali sukses. Modal Rp 700 juta yang disetor Wantoko telah dikembalikan beserta keuntungan Rp 35 juta.

Indrayani kemudian kembali menawari Wantoko sebagai pendana dana talangan.

Tiga kali transaksi berikutnya terbilang sukses. Indrayani mengembalikan modal yang disetor beserta keuntungannya. Di antaranya, Rp 950 juta yang disetor Wantoko dikembalikan beserta keuntungan Rp 47,5 juta. Modal Rp 1,25 miliar kembali beserta keuntungan Rp 100 juta dan setoran Rp 275 juta juga sudah kembali beserta keuntungan Rp 8,25 juta.

Hanya, setoran Rp 215 juta pada 28 Oktober 2018 mulai macet. Modal beserta keuntungan lima persen belum diterima Wantoko. “Pada waktu yang telah ditentukan, terdakwa tidak dapat mengembalikan dana dari Wantoko berikut keuntungannya dengan alasan dananya belum cair dari bank,” ujar jaksa Nugroho saat membacakan surat dakwaa dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya,(06/12/2021).

Meski dana sebelumnya belum cair, Indrayani kembali minta dana talangan lagi Rp 1,5 miliar ke Wantoko. Janjinya sama, modal akam dikembalikan beserta keuntungan lima persen.

Wantoko menyetor Rp 800 juta. Kali ini Indrayani minta jaminan satu sertifikat tanah di Gresik seluas 188 meter persegi.

Indrayani setelah itu kembali meminta Rp 300 juta ke Wantoko. Alasannya, untuk mengurus pencairan dana Wantoko Rp 215 juta dan Rp 800 juta yang sebelumnya macet supaya segera cair.

Wantoko lalu mentransfer Rp 297 juta secara bertahap. “Ternyata pada saat yang ditentukan terdakwa tidak menyerahkan dana berikut keuntungan sebagaimana yang telah dijanjikan terdakwa,” katanya.
Wantoko merugi Rp 1,3 miliar.

Setelah ditelusuri, Indrayani sebenarnya tidak punya bisnis properti maupun dana talangan bank. Uang yang disetor Wantoko itu digunakannya untuk membayar utang terdakwa ke pihak lain. “Dengan istilah gali lubang tutup lubang,” ujarnya.

Wantoko saat dikonfirmasi menyatakan, Indrayani merupakan istri temannya sesama anggota Sat Brimob Polda Jatim. Dia mengaku percaya karena terdakwa masih keluarga temannya yang juga sesama anggota polisi. “Iya, Brimob Nginden. Suaminya leting saya,” kata Wantoko seusai persidangan di PN Surabaya.

Sementara itu, pengacara Indrayaniz Rommel Sihole menyatakan, perkara ini sebenarnya pinjam meminjam uang bukan investasi bisnis. Menurut dia, semestinya perkara perdata, bukan pidana.

Indrayani juga disebut tidak berbohong ke Wantoko. Menurut dia, Wantoko tertarik menyerahkan uang karena sebelumnya mendapat keuntungan.

Namun, Rommel masih belum mau mengomentari kemana uang Rp 1,3 miliar yang belum dikembalikan.

“Kami belum melihat fakta hukum di persidangan. Nanti kami lihat pada persidangan selanjutnya,” katanya.(Tio).

Tuntutan JPU Sulfikar Jadi Buah Bibir

Timurposjatim.com – Sidang Pekara Pengeroyokan yang mengakibatkan meninggal dunianya Muhammad Fito dengan terdakwa Akbar Wahyu Saputra, M.Arif Hidayatullah dan Mukhamad Zulfar Waliuddin alias Su’ud (berkas terpisah) menjadi Buah Bibir dimana tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sulfikar dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak  ada perlakuan berbeda terhadap para terdakwa.Senin (06/12/2021).

Soetomo selaku Penasehat hukum Akbar dan Arif menjelaskan,Bahwa sangat heran dan keberatan dengan Penuntutan yang dilakukan oleh JPU Sulfikar yang mana terlalu tinggi beda dengan terdakwa Su’ud splitan (Berkas Terpisah) dan Pasal yang dipergunakan padahal dalam pekara yang sama.

“Untuk Akbar dan Arif dikenakan Pasal 170 ayat 2 dan 3 KUHPidana dan menuntut para terdakwa dengan Pidana Penjara selama 9 tahun sedangkan terhadap Su’ud dikenakan Pasal 80 ayat 1 Jo Pasal 76 E Undang-Udang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan anak dengan menuntut terdakwa dengan Pidana Penjara selama 1 tahun dan 6 bulan serta denda Rp.15 juta subsider 3 bulan kurungan.
Ia menambahkan yang mana Akbar dan Afif tidak ada niat pelaku pembunuhan dimana ia (Akbar saat itu berusaha memisahkan dan mengamankan  korban dari pengeroyokan Bayu Cs dan Tio kakak dari Su’ud.

“Akbar hanya memukul dengan mengunakan sandal jepit dan Arif sendiri hanya menampar saja.Kami berharap kepada Majelis Hakim untuk lebih memberikan putusan yang seadil-adilnya mengingat terdakwa usia masih muda dan saat kejadian tersebut masih berstatus pelajar,”Keluh Soetomo kepada Awak media.

Sementara terpisah JPU Sulfikar dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak disinggung terkait adanya tututan berbeda.

JPU Sulfikar mengatakan,Bahwa untuk kedua terdakwa (Akbar dan Arif) terbukti melakukan pemukulan terhadap Fito dan untuk terdakwa Mukhamad Zulfar Waliuddin alias Su’ud tidak satupun saksi dan melihat melakukan pemukulan terhadap Fito sekalipun para terdakwa, hanya saja Su’ud melakukan pemukulan terhadap Alwin.

“Terhadap terdakwa Su’ud dikenakan Pasal tentang perlindungan anak dan hanya,Kalau sidangnya tetap secara dewasa ,”Tegas JPU Sulfikar.

Untuk diketahui berdasarkan surat dakawaan pada tanggal 21 Mei 2021 sekitar pukul 01.30 WIB.Akbar ,Arif dan Su’ud (berkas terpisah) dengan teman-temannya  membawa Alwin disamping Perumahan RSI.Saat itu Su’ud menanyai keberadaan Fito sembari memukuli.

Kemudian para terdakwa mendatangi kos dari Muhammad Fito Zakariya di daerah Siwalankerto Timur Surabaya.Alwin dan Fito tiba di depan Starbucks kedua Terdakwa (Akbar dan Arif) bersama temannya melakukan pemukulan terhadap Fito menggunakan tangan dan kaki,Kemudian tidak berselang lama datang petugas security membubarkan terdakwa bersama dengan teman-temannya.

Kemudian meraka (Terdakwa dan Temannya) pindah di Samping perumahan RSI Jemur Sari meraka melakukan pemukulan terhadap Fito yang sudah dalam keadaan lemas.Kemudian Alwin membawa Fito ke Kosnya.

Korban meninggal akibat kekerasan tumpul pada kepala yang menyebabkan pendarahan dibawah selaput tebal otak dan selaput tebal otak sehingga terjadi gangguan pada pusat nafas, yang mengakibatkan kekurangan oksigen.

Atas Perbuatan para terdakwa Akbar dan Arif yang mengakibatkan korban Muhammad Fito Zakariya mengalami luka yang mengakibatkan korban meninggal dunia dan didakwa dengan Pasal Pasal 338 Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.(Tio) 

Bandar Ganja Dan Dobel L Sambikerep Diadili

Timurposjatim.com – Agus Setiawan bersama-sama Gatot Suseno didakwa mengedarkan narkotika jenis ganja beratnya 100 gram serta pil dobel L. Para terdakwa dijerat pasal 114 ayat (1) dan pasal 111 (1) Jo Pasal 132 Ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Awalnya pada Agus Setiawan menghubungi Kohbun (DPO). Tujuannya memesan paket ganja sebanyak 100 gram seharga Rp 900 ribu. Lalu Agus mentransfer uang pembelian ganja menggunakan kartu ATM.
Selanjutnya, terdakwa pemilik nama alias Bondet itu menghubungi Gatot Suseno. Maksudnya untuk menyuruh mengambil paket ganja dan pil jenis dobel L dengan cara diranjau oleh Khobun. Gatot diberi upah Rp 100 ribu oleh Agus.
“Gatot lalu menuju Jalan Gedangan Sidoarjo mengambil paket ganja 100 gram. Setelah mendapatkan paket ganja itu Gatot menuju kos Agus yang terletak di Jalan Sambikerep Surabaya untuk menyerahkan paketan ganja,” tutur Jaksa Penuntut Umum (JPU) Siska Christina saat membacakan surat dakwaannya di PN Surabaya, Kamis (2/12).
Usai berhasil mendapatkan paketan ganja, Agus membagi ganja dalam 2 paket masing-masing seberat 50 gram untuk dijual. 1 paket dibeli oleh Dimas (DPO) seharga Rp 500 ribu dengan cara pembayaran melalui transfer.
“Setelah menerima uang pembayaran, sekira pukul 20.00 Agus menghubungi Gatot untuk mengirim paketan ganja 50 gram ke Dimas di daerah Mojokerto. Saat mengantar, Gatot mengajak istrinya saksi Windy Putri Hafsyahri mengendarai sepeda motor Yamaha Mio,” jelas Siska.
Kemudian, kata Siska, sesampainya ditempat tujuan Gatot meletakkan paket ganja tersebut di depan Indomaret sekitar terminal Mojokerto.”Lalu Gatot dan saksi Windy Putri Hafsyahri menuju kos Agus,” ujar JPU.
Aksi Agus akhirnya tercium oleh pihak kepolisian Polrestabes Surabaya. Pada pukul 22.00, empat petugas mendatangi tempat kos Agus untuk melakukan penangkapan. Saat itu, terdakwa yang berprofesi sebagai sopir itu bersama saksi Risda Wati Meita Ayu Ningsih.
“Saat dilakukan penggeledahan ditemukan barang bukti berupa satu HP, 1 buah kardus bekas yang didalamnya berisi satu bungkus plastij klip berisi 1.000 pil dobel L, satu bungkus plastik klip berisi daun dan biji ganja lebih kurang 45 gram, satu timbangan elektrik, satu buah alat hisap (Bong), dan satu buah pipet kaca bekas pakai dan 10 tablet pil jenis Trihexyphenidyl yang tergeletak disamping kasur,” ungkap Siska.
Terhadap dakwaan JPU Siska, saat diminta tanggapannya oleh ketua majelis hakim Dewanto, kedua terdakwa tidak keberatan.”Benar Pak Hakim,” ujar para terdakwa.(Tio)