Devy PNS Kelurahan Diadili Terkiat Perkara Investasi Fiktif Rp 273 Miliar

Surabaya, Timurpos.co.id – Devy Indriyani, pegawai negeri sipil (PNS) di Pemerintah Kota Jakarta Selatan, menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas dugaan investasi fiktif dengan omset mencapai Rp273 miliar. Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi dari perwakilan Bank BCA digelar, Rabu (22/10/2025).

Dalam kesaksiannya, saksi dari pihak BCA menyebut hanya mengetahui bahwa terdakwa merupakan nasabah dengan dua rekening aktif. Namun, saldo terakhir kedua rekening tersebut hanya tersisa sekitar Rp1 juta dan Rp998 ribu.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Damang Anubowo dalam surat dakwaannya menjelaskan, bahwa kasus ini bermula pada April 2019, ketika korban Galih Kusumawati mengenal Devy melalui seorang teman bernama Andre. Saat itu, Devy menjabat sebagai Kasubbag Keuangan di Kantor Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Keduanya kemudian bertemu di kediaman Galih di kawasan Surabaya Barat. Dalam pertemuan itu, Devy menawarkan kerja sama investasi untuk proyek penunjukan langsung di sejumlah kelurahan. Ia menjanjikan keuntungan antara 4 hingga 7 persen dari dana yang diinvestasikan, dengan pengembalian modal dalam waktu 1–2 bulan setelah proyek cair.

“Saksi Galih akan diberikan keuntungan atau kelebihan dari uang yang ditransfer kepada terdakwa apabila dana terhadap pengadaan proyek-proyek telah dicairkan,” ujar JPU Damang dalam persidangan.

Proyek-proyek yang disebut Devy meliputi pengadaan katering dan konsumsi untuk rapat-rapat kelurahan di 10 kecamatan dan 33 kelurahan di wilayah Jakarta Selatan. Galih mulai mentransfer dana kepada Devy sejak 13 Agustus 2019 hingga 29 Februari 2024 dengan total Rp273,4 miliar.

Namun, pada Mei 2024, Galih mulai mencurigai kejanggalan karena keuntungan dan pengembalian modal tidak lagi diterima setelah ia berhenti menyetor dana tambahan.

“Ketika uang saya habis, saya tidak lagi transfer. Barulah terlihat kalau pekerjaan ini semuanya fiktif,” kata Galih di persidangan. Akibatnya, ia mengaku mengalami kerugian hingga Rp7,7 miliar.

Sementara itu, Budiyana, kuasa hukum terdakwa, membantah tuduhan bahwa kliennya yang menawarkan proyek tersebut. Menurutnya, justru Galih yang lebih dulu menawarkan kerja sama investasi.

“Dia (Galih) yang menanyakan apakah klien kami memiliki proyek, karena dia punya dana yang ingin diputar,” ujar Budiyana.

Budiyana juga membantah masih adanya sisa modal yang belum dikembalikan. Menurutnya, semua dana pokok telah dikembalikan dan yang tersisa hanyalah perselisihan terkait pembagian keuntungan. Ia menegaskan bahwa kliennya masih berstatus PNS aktif, kini bertugas di Kelurahan Cipedak, Jakarta Selatan. Tok

Pengendara Motor Ugal-Ugalan Divonis 11 Bulan Penjara Usai Tewaskan Satu Korban di Surabaya

Surabaya, Timurpos.co.id – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang diketuai Ega Shaktina menjatuhkan hukuman 11 bulan penjara terhadap terdakwa Daffa Izzauddin Al Akbar Bin Pujianto. Ia dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah karena mengemudikan kendaraan bermotor secara lalai hingga menyebabkan orang lain meninggal dunia.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 11 bulan,” ujar Hakim Ega saat membacakan putusan,” Selasa (14/10) lalu.

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzakki, yang sebelumnya menuntut Daffa dengan pidana penjara selama 1 tahun.

Dalam dakwaannya, JPU menyatakan terdakwa melanggar Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Peristiwa kecelakaan itu terjadi pada Senin malam, 14 April 2025 sekitar pukul 20.40 WIB. Daffa yang mengendarai Honda Beat bernopol S-3590-VN melaju dari arah Karangrejo menuju Ngagel seorang diri.
“Saat tiba di persimpangan, lampu lalu lintas masih merah. Namun, bukannya berhenti, Daffa justru langsung belok kanan,” ungkap JPU dalam sidang.

Aksi ugal-ugalan tersebut berujung tragis. Motor yang dikendarai Daffa menabrak tiga pengendara lain yaitu Putri Devi Lestari, Nizar Alfiananta, dan Dharma Ardyasa Widynanda.

“Akibatnya, korban Putri Devi Lestari mengalami luka lecet, Nizar Alfiananta selamat tanpa luka, sedangkan Dharma Ardyasa Widynanda mengalami luka berat dan akhirnya meninggal dunia pada 16 April 2025 di RS Bhayangkara,” jelas Jaksa Ahmad Muzakki.

Berdasarkan hasil visum et repertum, Dharma mengalami luka memar dan lecet akibat benturan keras. Waktu kematian diperkirakan antara malam 15 April hingga dini hari 16 April 2025.

Atas perbuatannya, Daffa dijerat Pasal 310 ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan karena kelalaiannya yang menyebabkan kematian seseorang akibat kecelakaan lalu lintas. Tok

Mengaku Bisa Berkomunikasi dengan Dewa, Arfita Didakwa Tipu Rekan Kerja hingga Rp6,3 Miliar

Surabaya, Timurpos.co.id – Arfita, Direktur CV Sentoso Abadi Steel diseret di Pengadilan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hajita Cahyo Nugroho dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak terkait perkara penipuan dan penggelapan secara berlanjut yang merugikan Alfian Lexi bosnya (Direktur Utama) sebesar Rp 6,3 miliar.

Menurut JPU, terdakwa Arfita yang bekerja sebagai Direktur sekaligus bagian keuangan di CV. Sentosa Abadi Steel telah memperdaya saksi Alfian Lexi, Direktur Utama perusahaan tersebut, dengan mengaku memiliki indera keenam dan bisa berkomunikasi dengan sejumlah “dewa”, di antaranya Dewa Ko Iwan (kehidupan), Dewa Ko Jo (jodoh), Dewa Ko Bram (kekayaan), dan Dewa Ko Billy (pengetahuan).

“Dengan rangkaian kebohongan, terdakwa meyakinkan saksi bahwa dirinya adalah perantara dewa dan bisa menyalurkan doa serta derma agar saksi mendapat kelancaran usaha dan kesehatan,” ujar JPU dalam pembacaan surat dakwaan.

Empat Ponsel untuk “Dewa”

Untuk memperkuat tipu muslihatnya, Arfita meminta empat unit ponsel yang diklaim digunakan untuk “berkomunikasi” dengan masing-masing dewa. Setiap ponsel digunakan dengan nomor berbeda, dan dari sanalah terdakwa mengirim pesan WhatsApp kepada Alfian Lexi seolah-olah berasal dari para dewa yang meminta “derma” atau “sedekah” untuk panti asuhan, panti sakit, hingga pembelian hewan kurban.

Karena percaya penuh, Alfian mentransfer sejumlah uang secara rutin atas nama sedekah, bahkan menaikkan nilai “derma” dari 10% pendapatan usaha hingga 25% sejak 2021. Uang itu dikirim ke rekening atas nama Arfita di berbagai bank, seperti BCA dan BNI.

Uang Dipakai untuk Kebutuhan Pribadi

Dari hasil pemeriksaan rekening, JPU menyebut uang yang dikirim Alfian total mencapai Rp6.318.656.908. Namun, dana tersebut tidak disalurkan sebagaimana mestinya.
“Sebagian besar uang hasil transfer digunakan terdakwa untuk keperluan pribadi, termasuk pembelian perhiasan, pembayaran cicilan mobil, hiburan, serta kebutuhan harian,” terang JPU Hajita Cahyo Nugroho.

Dari catatan rekening BCA dan BNI milik terdakwa, pada tahun 2022–2024 tercatat miliaran rupiah masuk dan hampir seluruhnya ditarik tunai atau dipindahkan ke rekening pribadi lain.

Hanya sebagian kecil yang benar-benar disumbangkan, seperti:

Rp500 ribu ke Panti Asuhan Bhakti Luhur (Sidoarjo),

Sumbangan barang senilai maksimal Rp1 juta ke Panti Asuhan Yatim Piatu Sumber Kasih (Surabaya),

Rp500 ribu ke Perhimpunan “Ora Et Labora” (2025).

Bahkan, terdakwa sempat meminta pengurus panti menandatangani ucapan terima kasih seolah telah menyumbang sejak tahun-tahun sebelumnya.

Korban Sadar Setelah Dapat Pencerahan

Pada Januari 2025, saksi Alfian Lexi baru menyadari telah ditipu setelah bercerita kepada temannya, Benny, di Bali. Benny menjelaskan bahwa tidak mungkin dewa berkomunikasi lewat pesan WhatsApp dan menegaskan jika benar ada donasi, seharusnya ada tanda terima resmi dari pihak penerima.

Setelah sadar, Alfian bersama keluarganya dan rekan bisnis mendatangi rumah terdakwa di Surabaya untuk meminta pertanggungjawaban. Namun, Arfita tidak bisa menunjukkan bukti penggunaan dana yang sesuai dengan pernyataannya selama ini.

Atas perbuatannya, JPU menilai terdakwa Arfita telah melanggar Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan.

“Perbuatan terdakwa dilakukan dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan,” tegas JPU dalam dakwaannya.

Atas dakwaan tersebut terdakwa melalui kuasa hukumnya mengajukan eksepsi, dikarenakan baru Terima surat dakwaan.

“Kami ajukan eksepsi yang mulia, ” Kata kuasa hukumnya. Tok

Kejari Tanjung Perak Geledah Kantor PT Pelindo Regional 3 Surabaya, Usut Dugaan Korupsi Pemeliharaan Kolam Pelabuhan

Surabaya, Timurpos.co.id – Tim penyidik dari Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya melakukan penggeledahan di Kantor PT Pelindo Regional 3 Surabaya, Kamis (9/10/2025) sekitar pukul 09.30 WIB. Penggeledahan dilakukan terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam kegiatan pemeliharaan dan pengusahaan kolam Pelabuhan Tanjung Perak tahun 2023–2024.

Kegiatan tersebut dilakukan berdasarkan Penetapan Pengadilan Tipikor Surabaya Nomor 22/PenPid.Sus-TPK-GLD/2025/PN Sby, tertanggal 7 Oktober 2025. Selain itu, penggeledahan juga dilakukan di Kantor PT Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS), berdasarkan Penetapan Nomor 21/PenPid.Sus-TPK-GLD/2025/PN Sby.

Kepala Kejari Tanjung Perak melalui Kasi Pidsus, Hendi Sinatria, S.H., M.H., menjelaskan bahwa kegiatan tersebut merupakan bagian dari upaya pengumpulan bukti tambahan atas dugaan korupsi yang melibatkan dua perusahaan pelat merah tersebut.

“Penggeledahan ini dilakukan dalam rangka penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan pemeliharaan dan pengusahaan kolam Pelabuhan Tanjung Perak tahun 2023–2024, dengan nilai kegiatan sekitar Rp196 miliar,” ujar Hendi kepada wartawan.

Menurut Hendi, kegiatan tersebut melibatkan 21 personel gabungan, terdiri dari:

  • 10 jaksa penyidik Kejari Tanjung Perak,
  • 5 personel AMC Kejati Jatim, dan
  • 6 personel pengamanan dari TNI.

Dalam penggeledahan di dua lokasi itu, penyidik juga melakukan penyitaan sejumlah barang bukti, di antaranya dokumen kontrak kegiatan, laptop, serta dokumen administrasi lain yang berkaitan dengan proyek pemeliharaan dan pengerukan kolam pelabuhan.

Kasi Pidsus Hendi menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari komitmen Kejari Tanjung Perak dalam menegakkan hukum dan memberantas praktik korupsi di wilayah hukumnya.

Berdasarkan pantauan, di bawah kepemimpinan Hendi Sinatria, Seksi Pidsus Kejari Tanjung Perak menunjukkan kinerja signifikan. Dalam tiga bulan terakhir sejak ia menjabat, tercatat tiga perkara korupsi telah naik ke tahap penyidikan.

Bravo Kejaksaan RI, khususnya Kejari Tanjung Perak, yang terus menunjukkan komitmennya dalam mengusut kasus-kasus korupsi di sektor strategis. M12

Rayakan Ultah, Andreas Babak Belur Dihajar Jemy Peno di Resto Maem’uk

Surabaya, Timurpos.co.id – Pesta ulang tahun yang seharusnya berlangsung meriah berubah menjadi ajang adu jotos. Seorang pria bernama Jemy Peno, anak dari Martin Peno, kini harus duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya lantaran diduga menganiaya Andreas Tanuseputra di sebuah restoran kawasan elite Kota Surabaya.

Insiden tersebut terjadi saat pesta ulang tahun Andreas di Restoran Maem’uk, Plaza Graha Loop, Jalan Mayjend Yono Soewoyo, Surabaya, pada 17 Juni 2025 dini hari.

Dalam sidang yang digelar di ruang Sari 3 PN Surabaya, Rabu (8/10), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hasanudin Tandilolo dari Kejaksaan Negeri Surabaya menghadirkan saksi Yuyun Dwi Prihandini, yang turut hadir saat peristiwa pemukulan terjadi.

“Saat itu kami lagi minum bir. Tiba-tiba terjadi pemukulan, tapi saya tidak tahu siapa yang mulai dulu karena kejadian sudah lama,” ujar Yuyun di hadapan majelis hakim.

Ia menambahkan, suasana awalnya berlangsung santai hingga Andreas menegur Jemy karena menggoda dirinya. “Andreas sempat bilang, ‘jangan resek’, saat Jemy bercanda dengan saya. Setelah itu langsung terjadi pemukulan, sangat cepat,” ungkapnya.

Ia menambah, bahwa mendengar sudah ada perdamaian.

Dalam rekaman CCTV yang diputar di persidangan, tampak suasana gaduh sesaat sebelum Jemy melayangkan pukulan ke arah wajah Andreas.

Atas keterangan saksi Terdakwa tidak membantahnya.

Lanjut pemeriksaan terdakwa, bahwa pada intinya telah mengakui kesalahan dan merasa menyesal. “Akibat kejadian ini kehidupannya terasa terganggu, dikarnakan anak-anak sudah besar dan bersekolah, ” Kata Jemy di hadapan majelis hakim di ruang Sari 3 PN Surabaya. Rabu (8/10).

Berdasarkan surat dakwaan JPU, peristiwa bermula pada Senin malam (16/6/2025) ketika Andreas bersama beberapa rekannya, termasuk Yuyun, merayakan ulang tahun di restoran tersebut. Sekitar pukul 00.30 WIB, Jemy datang bersama tiga temannya dan bergabung di meja Andreas.

Dalam suasana santai itu, Jemy sempat menggoda Yuyun dengan mencubit dan menjentikkan jarinya hingga membuat Yuyun marah. Andreas kemudian menegur Jemy agar bersikap sopan, namun teguran itu justru memicu emosi.

“Terdakwa langsung berdiri dan memukul wajah korban bertubi-tubi. Akibatnya, korban mengalami memar dan bengkak di bagian dahi,” ungkap JPU dalam dakwaannya.

Hasil visum dari dr. Fakhrurizal Amin di RS Mayapada Surabaya menunjukkan adanya tiga memar akibat kekerasan tumpul di bagian dahi korban. Meski luka tersebut tidak menyebabkan cacat berat, korban sempat merasakan sakit kepala dan nyeri selama beberapa hari.

Atas perbuatannya, Jemy Peno didakwa melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan, dengan ancaman hukuman maksimal dua tahun delapan bulan penjara. Tok

Kuasa Hukum PT Lintas Cindo Soroti Dugaan Kecurangan Lelang Aset oleh Bank BNI

Surabaya, Timurpos.co.id – Sidang perkara gugatan perdata yang melibatkan PT Lintas Cindo Bersama kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Pada persidangan kali ini, penggugat melalui kuasa hukumnya, Yafeti Waruwu, menghadirkan dua orang saksi fakta yakni Ni Putu Shanti selaku Kepala Gudang serta Mashudi yang bertugas sebagai security.

Gudang yang menjadi objek sengketa tersebut berlokasi di Kompleks Pergudangan Suri Mulia, Jalan Raya Margomulyo No. 44 Blok C 3, Desa/Kelurahan Tambak Sarioso, Kecamatan Asemrowo, Surabaya, Jawa Timur.

Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim, Shanti yang telah bekerja sejak tahun 2010 di PT Lintas Cindo Teknik Bersama perusahaan yang bergerak di bidang produksi korek gas merek Fighter menyatakan bahwa gudang tersebut merupakan milik Thio John Herryanto Sutekno kakak-beradik dan masih aktif digunakan untuk kegiatan usaha.

“Gudang ini masih berjalan dan aktivitas produksi tetap ada,” terang Shanti di persidangan.

Shanti juga menambahkan bahwa pernah ada pihak yang menawar gudang tersebut dengan harga mencapai Rp 21 miliar, bahkan belakangan ia mendengar kabar nilai objek dua kapling gudang ditaksir sekitar Rp 27 miliar.

Lebih lanjut, Shanti menyebutkan dirinya pernah mengetahui ada pihak dari Bank BNI yang datang ke lokasi. Namun, pertemuan itu hanya sebatas melihat-lihat, mengambil foto, serta menanyakan fasilitas PLN dan air dan tidak pernah melihat instansi dari KJPP Lafief, Hanif dan Rekan yang menilai obyek tersebut.

“Kalau terkait lebih jauh soal kredit dari BNI, saya tidak tahu. Yang saya tahu hanya sebatas ada kunjungan itu,” ujarnya.

Saksi Shanti tegaskan bahwa pada 1 Maret 2024, ia hanya melihat pihak BNI yang datang, sedangkan pihak lain tidak ada. Ia juga menambahkan bahwa hari itu saya sedang cuti, jadi tidak tahu ada kegiatan apa tapi sesuai laporan sekuriti dalam catatan tamu datang hanya karyawan Bank BNI.

Usai sidang kuasa hukum penggugat, Yafeti Waruwu, memaparkan adanya indikasi kecurangan dalam proses lelang yang dilakukan oleh pihak Bank BNI.

Menurut Yafeti, aset jaminan yang dilelang justru dijual jauh di bawah harga pasar. Hal itu diungkapkan dalam keterangan saksi fakta pada persidangan yang berlangsung, Selasa (07/10/2025).

“Saksi security tadi menyatakan bahwa hanya pihak Bank BNI yang hadir, tidak ada pihak lain. Artinya ada dugaan data pemalsuan mengenai kehadiran dalam proses tersebut,” jelas Yafeti saat diwawancarai awak media.

Dalam bukti apraisal yang ditunjukkan di pengadilan, Bank BNI pada 1 Maret 2024 menetapkan nilai likuidasi aset sebesar Rp15 miliar. Padahal menurut penilaian pasar, harga sebenarnya mencapai Rp27 miliar.

“Kerugian klien kami jelas sangat besar. Bahkan saksi juga menyatakan ada pihak yang serius ingin membeli aset tersebut seharga Rp21 miliar. Namun, Bank BNI menolak dan justru tetap melepasnya dengan harga Rp15 miliar,” tegasnya.

Kuasa hukum penggugat juga menyinggung penilaian sebelumnya pada tahun 2020. Saat itu, apraisal dari seorang ahli atas permohonan Bank BNI, KJPP Iwan Bahrun, menetapkan harga pasar aset sebesar Rp25 miliar nilai likuidasi 20 miliar.

“Kalau tahun 2020 saja nilainya Rp25 miliar, mengapa di tahun 2024 justru diturunkan menjadi Rp15 miliar? Jelas ada kejanggalan. Harga seharusnya naik, bukan malah turun drastis,” ungkap Yafeti.

Dalam pernyataannya, Yafeti berharap agar majelis hakim benar-benar menilai fungsi dan dasar hukum dari proses lelang, bukan sekadar prosedur formalitas.

“Kami meminta hakim mempertimbangkan nilai dasar aset. Jangan sampai ada pihak lain yang juga menjadi korban praktik kecurangan dalam pelelangan aset seperti ini,” pungkasnya.

Sementara itu Septyan Eka Putra kuasa hukum Wahyudi Prasetyo menyoroti keterangan saksi bernama Santi yang menyebutkan bahwa objek perkara berada di Pergudangan Suri Mulya Blok C3. Menurut Septyan, keterangan tersebut berbeda dengan apa yang tertuang dalam posita maupun petitum gugatan yang diajukan oleh pihak penggugat.

Selain itu, Septyan juga menegaskan bahwa terdapat kekeliruan dalam penyebutan pemenang lelang. “Saksi menyatakan bahwa pemenang lelang adalah Aldo. Padahal yang benar adalah Wahyudi Prasetyo,” ujarnya di hadapan majelis hakim.

Kuasa hukum tergugat menekankan, sejak awal persidangan dimulai mulai dari pembacaan gugatan hingga agenda saksi, pihak penggugat belum pernah melakukan renvoi atau perbaikan gugatan terkait adanya perbedaan objek perkara.

“Apabila penggugat berencana mengajukan renvoi, maka kami selaku kuasa hukum dari Wahyudi Prasetyo selaku turut tergugat II akan menyatakan keberatan. Karena berdasarkan aturan hukum, renvoi atau perbaikan gugatan hanya dapat diajukan sebelum pihak tergugat maupun turut tergugat menyampaikan jawaban atas gugatan,” tegas Septyan.. Tok

Kitty WNA Asal Belanda Terancam Hukuman Seumur Hidup Penjara 

Surabaya, Timurpos.co.id – Warga Negara Asing (WNA) asal Belanda Kitty Van Reimsdijk diseret di pengadilan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suparman dari Kejaksaan Negeri Surabaya terkiat perkara kepemilikan narkotika jenis kokain 4,699 gram dan serbuk cokelat jenis Dismethyltryptamine (DMT) seberat 0,863 gram. Kini Kitty diadili di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan agenda keterangan saksi penangkap. Senin (6/10).

Dua saksi dari Polrestabes Surabaya, yakni Rico Pramana Kusuma dan Hari Santoso, dihadirkan dalam persidangan yang dipimpin oleh Majelis Hakim Ferdinan Marcus Leader.

Dalam keterangannya, saksi mengungkapkan bahwa hari Jumat, 20 Juni 2025, sekitar pukul 12.30 WIB, mendapatkan informasi masyarakat terkait dugaan kepemilikan narkotika oleh seorang WNA di kawasan Mulyorejo, Surabaya. Kemudian kita tindaklanjuti dengan penangkapan terhadap terdakwa berawal dari informasi masyarakat terkait dugaan kepemilikan narkotika oleh seorang WNA di kawasan Mulyorejo, Surabaya. Polisi kemudian melakukan penyelidikan dan menangkap terdakwa di Lobi Apartemen Educity H Building, Kalisari, Mulyorejo, Kota Surabaya.

“Barang bukti yang ditemukan antara lain lima bungkus kertas putih berisi serbuk kokain dengan berat 4,699 gram, plastik berisi serbuk cokelat jenis Dismethyltryptamine (DMT) seberat 0,863 gram, serta bungkus plastik paket dan sebuah iPhone 14 warna hitam,” ujar saksi di hadapan majelis hakim.

Saksi menambahkan, dari hasil interogasi, terdakwa mengaku membeli kokain tersebut dari seorang bepenangkapa ACE (DPO) warga negara Belanda, seharga 5 euro. Namun, terdakwa menegaskan bahwa narkotika itu digunakan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk diperjualbelikan.“

“Terdakwa mengaku digunakan sendiri untuk pengobatan dan tidak untuk diedarkan,” jelas saksi.” Kata.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Samsoel Arifin, mempertanyakan kondisi kliennya saat ditangkap. “Apakah dalam keadaan sakau?” tanya Samsoel.

Saksi kemudian menjawab tegas, “Tidak, waktu kami tangkap terdakwa berada di lobi apartemen dalam kondisi sadar.”

Majelis hakim turut menanyakan kemungkinan terdakwa terlibat jaringan peredaran narkotika internasional. Namun, saksi menyatakan bahwa hingga kini tidak ditemukan bukti yang mengarah ke dugaan tersebut.

“Tidak ada barang bukti lain, Yang Mulia, sesuai dengan surat dakwaan,” tegas saksi di persidangan.

Untuk diketahui berdasarkan surat dakwaan JPU menyebutkan bahwa, selain ditemukan serbuk kokain dengan berat 4,699 gram, plastik berisi serbuk cokelat jenis Dismethyltryptamine (DMT) seberat 0,863 gram, serta bungkus plastik paket dan sebuah iPhone 14 warna hitam, petugas juga 20 (dua puluh) bungkus plastik berisi serbuk putih (ketamin) dengan berat total netto ± 19,333 gram

Bahwa Terdakwa KITTY VAN RIEMSDIJK, pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut di atas, telah memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar serta persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

menyatakan bahwa barang tersebut mengandung bahan aktif ketamin, yaitu obat keras dengan efek anestesi (obat bius), bukan termasuk narkotika atau psikotropika, namun tergolong dalam daftar obat keras.

Atas perbuatan terdakwa Kitty, JPU mendakwa Pasal berlapis (primer, subsidair, lebih subsidair) sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Tok

Profesionalisme Penyelenggaraan Kejurprov Wushu 2025 Patut Dipertanyakan

Surabaya, Timurpos.co.id – Kejuaraan Provinsi (Kejurprov) Wushu Jawa Timur 2025 yang berlangsung di Kenjeran, Surabaya pada 25–28 September ternodai dengan kabar duka. Seorang atlet muda, M. Akbar Maulana asal Sidoarjo, meninggal dunia usai bertanding di nomor sanda (fight). Sabtu (4/10).

Kabar tragis ini memunculkan tanda tanya besar mengenai profesionalisme penyelenggara dalam mengatur jalannya pertandingan. Pasalnya, selain dugaan masalah medis, berhembus isu adanya pertandingan yang tidak seimbang karena perbedaan usia antar peserta.

Timurpos mencoba menggali informasi ke Polsek Kenjeran, Surabaya. Kapolsek Kenjeran, Kompol Yuyus Andriastanto, menegaskan pihaknya sama sekali belum menerima laporan resmi terkait peristiwa tersebut.

“Tidak ada mas yang datang ke Polsek untuk melapor,” ujarnya singkat.

Ditanya mengenai apakah pihak penyelenggara Kejurprov Wushu Jatim sudah berkoordinasi atau meminta izin resmi, Kompol Yuyus belum memberikan penjelasan detail.

Sementara itu, Nita, pelatih Wushu Sidoarjo, menceritakan kronologi kejadian. Menurutnya, Akbar tumbang saat ronde kedua berlangsung.

“Awalnya setelah melakukan bantingan, Akbar terlihat normal. Tapi tiba-tiba limbung, jatuh, dan tidak sadarkan diri. Panitia segera mengevakuasi ke RS Ubaya Surabaya. Sayangnya, pada Senin (29/9) sore sekitar pukul 17.00 WIB, Akbar dinyatakan meninggal dunia,” jelas Nita, Selasa (30/9).

Dugaan sementara, Akbar meninggal akibat pecahnya pembuluh darah di bagian vital tubuhnya. Kabar yang beredar di Sidoarjo menyebut penyebab kematian diduga karena gegar otak (GO).

“Isu perbedaan usia peserta juga ramai dibicarakan,” tambah seorang narasumber.

Nita menyebut peristiwa ini sebagai kejadian pertama di dunia wushu Indonesia, khususnya dalam ajang resmi.

Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jawa Timur pun didesak untuk segera melakukan investigasi dan evaluasi agar tragedi serupa tidak terulang di masa depan. Tok

Gunadhi Sugiono Beli Sabu 7 Gram lebih dan Satu Pil Ekstasi Diadili di PN Surabaya

Surabaya, Timurpos.co.id – Kasus peredaran narkoba kembali disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Seorang terdakwa bernama Gunadhi Sugiono diseret oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suparlan dari Kejaksaan Negeri Surabaya terkait perkara jual-beli narkotika golongan I. Sidang digelar secara daring karena kondisi kesehatan terdakwa yang disebut sedang sakit, meski tetap berada di rumah tahanan.

Dalam persidangan, Akhmad Syuhady, SH dan Oki Ari Saputra, anggota Polrestabes Surabaya yang menangkap terdakwa, memberikan kesaksian. Mereka menjelaskan bahwa Gunadhi ditangkap pada Senin, 16 Juni 2025 di rumahnya di Manyar Jaya VIII, Surabaya. Dari hasil penggeledahan, polisi menemukan lima poket sabu seberat total 7,889 gram, satu butir pil ekstasi, timbangan elektronik, dan plastik klip kosong.

“Informasinya barang dibeli dari seseorang bernama Herianto. Dari pengakuan terdakwa, narkoba tersebut dipakai sendiri. Saat dites urine, hasilnya juga positif,” ujar saksi dalam persidangan.

Atas keterangan saksi, terdakwa tidak membantah. Ia mengaku mengenal Herianto tahun ini dan membeli narkoba untuk dipakai sendiri. Namun, pernyataan tersebut dipertanyakan oleh JPU Suparlan.

“Kalau sabu sebanyak itu beratnya melebihi 5 gram, apa mungkin untuk dipakai sendiri? Dan ini ada timbangan, untuk apa digunakan?” tanya JPU.

Menanggapi hal itu, Gunadhi berkelit. “Timbangan itu saya pakai untuk menimbang sabu yang dibeli. Dulu saya pernah ditipu, beratnya tidak sama. Sabu itu memang untuk saya pakai sendiri,” jawabnya.

Terpisah terkait tidak dihadirkan Terdakwa dimuka sidang,” Bahwa Terdakwa lagi sakit dan posisi sekarang tetap di dalam rutan,” Jelas JPU Suparlan

Atas perbuatannya, terdakwa dijerat Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Tok

Pegawai Kelurahan Sidotopo Wetan Surabaya, Palsukan Keterangan Waris

Surabaya, Timurpos.co.id – Potret buram Pelayanan Administrasi di Kelurahan Sidotopo Wetan Surabaya, terkait penerbitan urat keterangan waris, aksi culas terungkap saat sidang perkara pemalsuan dan menggunakan surat palsu yang membelit kedua Terdakwa Hosairiyah dan Irwansyah di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Dalam sidang kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Estik Dilla Rahmawati dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak menghadirikan saksi yakni Faridah dan Nor Hotimah Ahli Waris Sah, Feryanto pegawai Kelurahan Sidotopo Wetan Surabaya dan Misturi Anto, Ketua RT.001/RW.008, Sidotopo Wetan.

Farida menjelaskan, bahwa saat itu melaporkan Hosairiyah ke Polisi terkait dugaan pemalsuan surat keterangan waris, yang mana dari surat tersebut Hosairiyah sebagai pewaris tunggal pada rumah di Bulak Banteng Langgar II Nomor 2C, Kelurahan Sidotopo Wetan, Kecamatan Kenjeran, Surabaya.

Kemudian rumah tersebut dijual kepada Irwansyah dengan seharga Rp. 350 juta oleh Hosairiyah, “Namun saya tidak tahu proses jual belinya dan tidak menerima uang pemebelian rumah.” Ucap Faridah. Selasa (30/9).

Nor Hotimah, membenarkan keterangan dari Faridah dan ia tidak menerima uang penjualan rumah.

Sementara Feryanto menjelaskan saat itu melihat Irwansyah mengurus surat keterangan waris di Kelurahan dan masuk ruangan Hasan Bisri (alm) kemudian oleh Hasan Bisri saya membuat draft Surat Keterangan Ahli Waris Tunggal.

“Ada dokumen foto sidang penetapan waris di rumahnya Irwansyah dan saat itu Hosairiyah juga hadir dan menandatangani surat tersebut. “Kata Feryanto.

Sontak Majelis Hakim, saat itu siapa pemohon surat keterangan waris dan harusnya ahlinya sendiri yang hadir, lalu sidang dirumah apa diperbolehkan? Feryanto mengatakan bahwa saat itu cuma Irwansyah yang datang ke kantor dan saya cuma disuruh Pak Hasan Bisri, karena saat itu lagi sakit dan sidangnya di rumah Irwansyah, ” Dalihnya.

Dan anehnya Misturi Anto, Ketua RT tempat tinggal terdakwa menjelaskan Dimintai tanda tangan dan stempel oleh Irwansyah untuk melengkapi syarat administrasi. Dengan alasan rumah yang ditempati sudah dibelinya.

Saat disinggung apakah saksi mengetahui jual beli rumah itu, kok berani memberi surat dan tanda tangan. Misturi mengaku tidak tahu dan berkelit saat itu ada saksi dari warganya yang bernama Yudi juga ikut tanda tangan.

“Saya tidak jual beli dan surat dibuat apa oleh Irwansyah, ” Kelit pak RT

Lanjut Faridah menyampaikan bahwa sudah ada perdamaian terhadap Terdakwa yang pada intinya terdakwa Irwansyah mau keluar dari rumah tersebut.

Hal ini dikuatkan oleh penasehat hukum Hosairiyah yang menyebutkan bahwa surat Petok D dan uang pembayaran rumah sebesar Rp. 159 juta sudah diberikan kepada pelapor (Faridah) oleh Terdakwa. “Iya benar dan kami sudah sepakat berdamai, ” Saut Faridah.

Atas keterangan para saksi, kedua Terdakwa tidak membantahnya.

Untuk diketahui perkara ini bermula setelah kedua orang tua terdakwa, Alm. Soepari al Supari bin Alm. Niman dan Almh. Rochimah al Rohimah binti Alm. Pai, meninggal dunia pada 2016. Dari pernikahan tersebut, mereka meninggalkan harta berupa sebidang rumah di Bulak Banteng Langgar II Nomor 2C, Kelurahan Sidotopo Wetan, Kecamatan Kenjeran, Surabaya. Rumah tersebut semula dikuasai oleh terdakwa, yang kemudian menyewakannya kepada Irwansyah.

Belakangan, Hosairiyah menawarkan rumah itu untuk dijual kepada Irwansyah dengan harga Rp350 juta. Namun, rencana penjualan dilakukan tanpa sepengetahuan kakak kandungnya yang juga ahli waris, yaitu Faridah dan Nor Hotimah.

Dalam prosesnya, terdakwa dan Irwansyah sepakat mengurus dokumen warisan. Alih-alih mengurus sesuai prosedur, keduanya justru diduga melakukan pemalsuan dokumen dengan menerbitkan Surat Keterangan Ahli Waris Tunggal atas nama Hosairiyah. Dokumen itu diterbitkan setelah pengurusan di tingkat RT/RW, lurah, hingga camat yang diduga tidak sesuai ketentuan, bahkan menggunakan alamat yang bukan domisili sebenarnya.

Lebih jauh, dalam sidang waris yang dilaksanakan di rumah warisan tersebut, terdakwa menyatakan dirinya sebagai ahli waris tunggal. Padahal, kenyataannya ia memiliki dua saudara kandung yang sah sebagai ahli waris. Atas dasar Surat Keterangan Ahli Waris palsu tersebut, rencana Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) rumah pun disiapkan, meski akhirnya penjualan tidak terealisasi.

Akibat perbuatan itu, Faridah dan Nor Hotimah mengalami kerugian yang ditaksir mencapai Rp350 juta, setara dengan nilai rumah yang dijual.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa para Terdakwa telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta Pasal 266 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 jo Pasal 65 ayat (1). Tok