Jaksa Tolak Eksepsi, Kasus Penggelapan Rp 4,2 Miliar oleh Monica Ratna Lanjut ke Pokok Perkara

Surabaya, Timurpos.co.id — Sidang perkara dugaan penggelapan dana perusahaan senilai Rp 4,2 miliar dengan terdakwa Monica Ratna Pujiastuti kembali digelar di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Estik Dilla Rahmawati dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak secara tegas menolak eksepsi atau keberatan yang diajukan tim penasihat hukum terdakwa. Kamis (24/7/2025).

“Menolak eksepsi dari Penasehat Hukum Terdakwa,” ujar JPU Dilla di hadapan majelis hakim, menandai permintaan agar proses sidang dilanjutkan ke pokok perkara.

Berdasarkan surat dakwaan, Monica Ratna Pujiastuti diduga melakukan penggelapan dana perusahaan PT. Bina Penerus Bangsa tempat ia bekerja sejak tahun 2012 sebagai supervisor accounting. Dalam posisinya tersebut, ia memiliki kewenangan penuh atas pengelolaan beberapa rekening perusahaan.

Jaksa menguraikan bahwa antara tahun 2019 hingga 2022, terdakwa secara sistematis melakukan transfer dana dari rekening perusahaan ke rekening pribadinya sebanyak 17 kali dengan total nilai mencapai Rp 1.925.000.000. Selain itu, Monica juga menggunakan slip penarikan kosong yang telah ditandatangani oleh direktur perusahaan, Soedomo Mergonoto, untuk mencairkan dana melalui pihak ketiga, Zainal Abidin, dengan jumlah mencapai Rp 295.000.000.

Tak berhenti di situ, terdakwa juga membuat dokumen fiktif berupa bukti bank keluar (BKK) untuk mengelabui pimpinan perusahaan. Modus ini memungkinkannya menarik dana tambahan sebesar Rp 2.005.000.000 dari rekening lain milik perusahaan.

Seluruh dana yang berhasil dikuasai oleh Monica diketahui tidak digunakan untuk operasional perusahaan, melainkan untuk kepentingan pribadi dan investasi trading tanpa seizin pihak manajemen.

Atas seluruh tindakannya, perusahaan mengalami kerugian total sebesar Rp 4.225.000.000. Terdakwa pun dijerat dengan Pasal 374 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang penggelapan dalam jabatan atau, secara alternatif, Pasal 372 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang penggelapan.

Sidang akan kembali dilanjutkan dengan agenda pembuktian dalam waktu dekat. Pihak Kejaksaan menegaskan komitmennya untuk mengungkap seluruh rangkaian perbuatan terdakwa di hadapan majelis hakim. TOK

Cabuli Tiga Anak Panti Asuhan Nurhewanto Dituntut 19 Tahun Penjara

Surabaya, Timurpos.co.id – Pemilik Panti Asuhan Budi Kencana, Nurhewanto Kamaril (60), yang beralamat di Jalan Baratajaya XII, Surabaya, menjalani sidang kasus pelecehan seksual dengan agenda pembacaan tuntutan, Rabu (23/7).

Nurhewanto didakwa bersalah dalam perkara pelecehan seksual. Tiga korbannya adalah IF (15), AP (14), dan BF (15), yang merupakan anak asuh di pantinya sendiri.

Jaksa menuntut Nurhewanto dengan hukuman berat, yaitu penjara selama 19 tahun. Tuntutan itu merujuk pada Pasal 76D Undang-Undang Perlindungan Anak, yang dihubungkan dengan Pasal 81 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

Jaksa Saaradinah Salsabila menyebut sejumlah hal yang memberatkan dalam tuntutannya. Perbuatan Nurhewanto dilakukan tidak hanya sekali. Aksinya berlangsung berulang kali selama tiga tahun, dengan korban lebih dari satu. Semuanya adalah anak di bawah umur yang tinggal di panti asuhan milik terdakwa sendiri.

Dalam dakwaannya, jaksa juga menyoroti posisi Nurhewanto sebagai pengasuh. Ia punya kuasa penuh atas kehidupan anak-anak di panti. Kondisi itu dimanfaatkan untuk melancarkan tindakan pelecehan dan kekerasan seksual, ketika para korban dalam posisi tidak berdaya.

Selama proses hukum berjalan, sikap terdakwa juga dianggap tidak kooperatif. Setiap kali diminta keterangan, Nurhewanto memberikan jawaban yang berbelit-belit, sehingga menyulitkan jalannya pemeriksaan. Sebelumnya, sidang bahkan sampai digelar di TKP dengan agenda Pemeriksaan Setempat (PS) karena Nurhewanto tidak mengakui apa yang dituduhkan jaksa.

Tis’at Afriyandi, pengacara korban, mengapresiasi tuntutan tersebut. Tuntutan itu dinilai cukup berat dan sudah semestinya. Ia menyebut dasar pasalnya 15 tahun. Karena latar belakang terdakwa sebagai pengasuh, maka dari itu jaksa menambah sepertiga sehingga tuntutan menjadi 19 tahun.

“Tuntutan ini sudah selayaknya menjadi pembelajaran agar tidak ada kekerasan terhadap anak, apalagi sampai persetubuhan. Ini juga bertepatan dengan Hari Anak Nasional pada 23 Juli. Kami berharap perlindungan anak menjadi konsen negara, supaya tidak ada kejadian serupa,” ungkapnya.

Tis’at berharap pada saat sidang putusan majelis hakim juga memberikan vonis berat. Sebab menurutnya dalam sidang sudah terungkap korban terdakwa lebih dari satu.
Bahkan ada korban yang dilecehkan sampai tiga tahun.

Sementara itu, kabarnya terdakwa tidak menerima begitu saja tuntutan yang dijatuhkan jaksa. Informasinya, dalam sidang berikutnya, ia akan mengajukan nota pembelaan. Persidangan hingga kini masih digelar secara tertutup karena menyangkut korban anak. Pihak pengadilan berencana membuka ruang sidang untuk umum pada saat agenda pembacaan vonis. TOK

Dua Tewas dalam Kecelakaan Maut Usai Pesta Miras di Club Black Owl

Surabaya, Timurpos.co.id – Anthony Adiputra Sugianto, pengemudi mobil BMW dengan nomor polisi B-6695, kini menghadapi proses hukum di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas dugaan kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan dua orang tewas dan dua lainnya luka-luka. Sidang yang digelar pada Rabu (23/7/2025) itu menghadirkan saksi korban, Muhammad Tulus, seorang pengemudi ojek online.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Galih Diana Putra dari Kejaksaan Negeri Surabaya mendakwa Anthony telah mengemudikan kendaraan dalam kondisi mabuk dan membahayakan nyawa orang lain. Dalam persidangan, Tulus menceritakan bahwa kecelakaan terjadi pada Minggu dini hari, 13 April 2025 sekitar pukul 03.00 WIB di Jalan Mayjend Sungkono, tepat di depan Taman Makam Pahlawan (TMP) Surabaya.

“Kejadiannya sangat cepat. Motor saya terpental. Saya melihat Pak Sukirman tergeletak di trotoar dan Aditya berada di depan mobil BMW,” ujar Tulus di hadapan majelis hakim ruang Tirta. Tulus juga menyebut mencium bau alkohol dari terdakwa setelah kejadian.

Tulus menambahkan, dirinya telah berdamai dengan terdakwa dan mendapatkan ganti rugi sekitar Rp3 juta untuk kerusakan motor. Sementara Anthony membenarkan seluruh kesaksian tersebut di muka sidang, “Benar Yang Mulia,” ucapnya singkat.

Berdasarkan dakwaan JPU, diketahui bahwa Anthony sejak Sabtu malam (12/4) telah mengkonsumsi berbagai jenis minuman beralkohol bersama teman-temannya di beberapa tempat hiburan di Surabaya, termasuk UNION Café di Pakuwon Mall dan Club Black Owl. Meski sempat ditawari temannya untuk tidak menyetir karena terlihat mabuk, Anthony tetap nekat mengemudikan mobil BMW miliknya.

Sekitar pukul 03.00 WIB, saat melaju di kawasan Mayjend Sungkono, Anthony kehilangan kendali dan menabrak tiga sepeda motor. Dua pengendara, yaitu Aditya Febriansyah Nur Fauzi dan Sukirman Irma, meninggal dunia di tempat. Dua lainnya, termasuk Tulus dan seorang warga negara asing bernama Romain, mengalami luka-luka.

Hasil visum dari RS Bhayangkara Surabaya mengungkap adanya luka berat akibat benturan keras pada kedua jenazah. Dalam insiden tersebut, mobil BMW juga sempat menabrak beberapa pohon di bahu jalan setelah terdakwa membanting stir ke kiri.

Anthony kini dijerat dengan Pasal 311 ayat (5) jo Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ancaman pidana dalam pasal tersebut bisa mencapai 6 tahun penjara jika terbukti menyebabkan kematian akibat mengemudi secara ugal-ugalan atau dalam pengaruh alkohol. TOK

Terdakwa Herry Sunaryo Dituntut 3 Bulan Penjara Terkait Perkara Penganiayaan

Surabaya, Timurpos.co.id – Sidang lanjutan perkara dugaan pemukulan yang melibatkan Herry Sunaryo, manajer pemasaran dan pengembangan PT Memorandum, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (23/07/2025).

Dalam persidangan kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzaki menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama tiga bulan.

Herry Sunaryo didakwa telah melakukan tindak pidana pemukulan terhadap Sujatmiko, yang diketahui menjabat sebagai Pimpinan Redaksi PT Memorandum. Peristiwa ini terjadi di lingkungan kerja dan menimbulkan perhatian publik, khususnya insan media.

Jaksa Penuntut Umum, Ahmad Muzaki menyampaikan tuntutannya secara tegas di ruang sidang Sari 3 PN Surabaya. Ia menyebut bahwa berdasarkan fakta-fakta persidangan, Herry Sunaryo dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan ringan.

“Menuntut terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 3 bulan,” ujar JPU Ahmad Muzaki saat membacakan surat tuntutan di hadapan Majelis Hakim.

Mendengar tuntutan tersebut, Herry Sunaryo tampak tenang namun menyesal. Ia mengakui perbuatannya dan menyampaikan permohonan maaf serta meminta keringanan hukuman kepada Majelis Hakim.

“Saya mengakui dan minta keringanan yang mulia,” ucap Herry di hadapan Ketua Majelis Hakim, menyiratkan penyesalan dan harapan agar hukuman dapat diringankan.

Pesan Narkoba Lewat TIKI, Dua Pria Diseret ke PN Surabaya

Surabaya, Timurpos.co.id – Dua terdakwa, Boby Tiar Ramon alias Ciko dan Mohammad Amjad alias Ali, kini menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (22/07/2025), atas dugaan pemesanan dan kepemilikan narkotika jenis sabu dan 30 butir ekstasi yang dikirim melalui jasa ekspedisi TIKI.

Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim di ruang Cakra, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Diah Ratri Hapsari menghadirkan dua saksi penangkap, yakni Wahyu Hafizh SH dan Hutomo SE, yang merupakan anggota kepolisian. Keduanya menceritakan kronologi penangkapan terhadap para terdakwa.

Menurut saksi, pada Kamis, 6 Februari 2025 sekitar pukul 15.30 WIB, sebuah paket yang berisi sabu dan ekstasi tiba di alamat tujuan: Villa Bukit Indah AAL, Jalan Pakuwon Indah No 45, Kelurahan Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri, Surabaya. Paket diterima langsung oleh terdakwa Boby. Sesaat kemudian, petugas yang menyamar bersama kurir TIKI langsung melakukan penangkapan terhadap Boby, dan tak lama menyusul penangkapan Amjad yang berada di lantai dua rumah tersebut.

“Dari pengakuan Boby, sabu dipesan untuk dirinya. Sementara ekstasi adalah pesanan Amjad,” ungkap saksi di hadapan majelis hakim.

Dalam keterangannya, Boby mengakui telah memesan paket narkotika tersebut. Namun ia menyatakan tidak tinggal di rumah tersebut secara permanen. Sementara Amjad membantah semua tuduhan dan mengatakan tidak pernah memesan narkotika jenis apapun. “Saya tidak pernah pesan paket tersebut, baik sabu maupun pil ekstasi,” ujarnya membela diri.

Dalam dakwaan JPU, disebutkan bahwa Boby dan Amjad melakukan permufakatan jahat untuk memesan sabu seberat sekitar 0,9 gram dan 30 butir ekstasi seharga total Rp 9,7 juta. Transaksi dilakukan oleh Boby melalui transfer ke rekening atas nama Muhammad Ari Mulyono (DPO), yang kini masih buron.

Petugas kepolisian yang menggeledah lokasi penangkapan menemukan sejumlah barang bukti, termasuk sabu seberat 0,874 gram, 31 butir ekstasi dengan berat 12,359 gram, alat hisap sabu, serta telepon genggam yang digunakan untuk komunikasi pemesanan.

Hasil laboratorium forensik menunjukkan bahwa kristal putih tersebut positif mengandung metamfetamina, sementara pil ekstasi mengandung mefedron dan ketamin—zat yang tergolong dalam narkotika Golongan I dan obat keras.

Kedua terdakwa didakwa melanggar Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) dan Pasal 112 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang ancamannya maksimal pidana penjara seumur hidup atau pidana mati. TOK

Pegawai Toko Emas Novita Didakwa Gelapkan Emas Senilai Rp 948 Juta

Surabaya, Timurpos.co.id – Hermin, pegawai sekaligus Kepala Toko Emas Novita di Pasar Setro, Surabaya, kini harus duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Ia didakwa melakukan penipuan dan penggelapan emas yang menyebabkan kerugian hingga Rp 948.177.000. Sidang perdana yang dipimpin Hakim Ketua Rudito Surotomo digelar dengan agenda pembacaan dakwaan dan pemeriksaan saksi.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Estik Dilla Rahmawati dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak dalam dakwaannya menjelaskan, Hermin memanfaatkan posisinya sebagai Kepala Toko untuk menguasai emas-emas yang masuk ke toko, baik melalui penjualan, pencucian, gadai, maupun titip jual. Terdakwa diduga melakukan manipulasi pencatatan dan menjual emas pelanggan tanpa sepengetahuan pemilik toko.

“Kerugian toko mencapai lebih dari Rp 948 juta. Emas yang diambil mencapai berat total 1.424,66 gram atau sekitar 1,4 kilogram,” ujar JPU Estik dalam ruang sidang Sari 3, Rabu (16/7/2025).

Puspita Titi Lestari, pemilik Toko Emas Novita sekaligus atasan terdakwa, dalam kesaksiannya mengungkap bahwa kecurigaan bermula saat stok emas berkurang drastis pada 20 Februari 2025. Salah satu yang mencolok adalah jumlah gelang emas yang awalnya 20 buah, tinggal tersisa 3.

“Saya tanya ke Hermin, katanya sudah ada yang DP, tapi uangnya belum masuk. Setelah saya minta tanggung jawab, dia justru kabur pada 28 Februari,” ungkap Puspita.

Saksi lainnya, Suprihatin dan Asiyah, juga mengaku telah dirugikan karena menyerahkan emas untuk dicuci, digadaikan, dan dijual, namun tidak menerima hasil maupun surat tanda terima. Asiyah bahkan sempat diberi janji akan dikembalikan pada bulan September, namun Hermin telah melarikan diri lebih dulu.

“Saya minta terdakwa dihukum seberat-beratnya,” kata Asiyah dalam persidangan.

Dalam penelusuran lebih lanjut, JPU mengungkapkan bahwa emas hasil penggelapan digadaikan oleh terdakwa ke UPC Cabang Suramadu. Dari situ, Hermin memperoleh dana sebesar Rp 29.556.761. Perhiasan tersebut terdiri dari berbagai jenis, mulai dari kalung, gelang, cincin hingga giwang dengan berbagai kadar, mulai dari 8K hingga 24K.

Total kerugian yang diderita tidak hanya menimpa pemilik toko, tapi juga pelanggan seperti Asia dan Suprihatin, dengan kerugian terperinci sebagai berikut:

Emas 8K sebanyak 779,75 gram senilai Rp 339.191.250. Emas 16K sebanyak 644,91 gram senilai Rp 435.314.250.

Emas pelanggan dalam berbagai bentuk dengan total senilai puluhan juta rupiah.
Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dengan Pasal 374 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 378 jo Pasal 63 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan dan penipuan. TOK

Edbert Christianto Divonis 1 Tahun 9 Bulan Penjara

Surabaya, Timurpos.co.id – Pengusaha asal Ambulu, Jember, Edbert Christianto, akhirnya divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas kasus penipuan yang dilakukan secara berlanjut terhadap mantan kekasihnya. Dalam sidang yang digelar di ruang Cakra, Ketua Majelis Hakim Sih Yuliarti menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penipuan berulang.

“Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 9 bulan,” tegas Hakim Sih Yuliarti saat membacakan amar putusan, Senin (15/7). Atas vonis tersebut, Edbert menyatakan masih pikir-pikir. “Saya pikir-pikir dulu, Yang Mulia,” ucapnya singkat.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Estik Dilla Rahmawati, disebutkan bahwa aksi penipuan terjadi sejak September 2019 hingga Desember 2022. Selama periode tersebut, Edbert memanfaatkan hubungan asmara dengan korban, Lydia Soeryadjaya, untuk meminjam uang dengan berbagai alasan fiktif.

Modus Edbert di antaranya berpura-pura butuh dana untuk kuliah, melunasi pinjaman online, hingga menebus temannya yang ditahan polisi. Bahkan, ia mengirimkan foto-foto palsu yang seolah memperlihatkan dirinya berurusan dengan polisi demi meyakinkan korban. Tidak hanya itu, Edbert juga memalsukan bukti transfer dan mengatasnamakan orang lain, seperti Bella Idayanti, seolah ia harus segera membayar utang.

Pada masa pandemi COVID-19, Edbert mengaku mendapat proyek pengadaan alat kesehatan dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya melalui PT. Excellent Quality Yarn. Pada tahun 2022, ia kembali memanipulasi Lydia dengan menyebut sedang menjalankan bisnis bersama seseorang bernama Arif Fathoni (nama palsu) dari Partai Golkar dalam proyek bernama Aura Air, dan mengaku tidak memiliki modal.

Semua narasi tersebut terbukti tidak benar. Dalam kurun waktu beberapa tahun itu, Lydia tergerak menyerahkan uang kepada Edbert dengan dalih sebagai pinjaman yang akan segera dikembalikan. Total uang yang berhasil digelapkan Edbert mencapai Rp1.293.750.000.

Karena tak kunjung dikembalikan, Lydia mengirimkan dua kali somasi masing-masing pada 23 Juni dan 3 Juli 2023, namun tidak digubris oleh terdakwa.

Atas seluruh perbuatannya, Edbert didakwa dengan Pasal 372 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 378 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang tindak pidana penipuan yang dilakukan secara berlanjut. Kini, ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan menjalani hukuman di balik jeruji besi. TOK

Erwin Kurir Sabu Antarprovinsi Bawa Lebih dari 2 Kg Sabu dan Ekstasi

Foto: Terdakwa Moch. Erwin Fanani saat memberikan kesaksian

Surabaya, Timurpos.co.id – Moch. Erwin Fanani, seorang kurir sabu antarprovinsi, kembali duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Ia diadili atas kepemilikan dan peredaran narkotika jenis sabu seberat lebih dari 2 kilogram serta ekstasi. Penangkapan Erwin dilakukan oleh aparat kepolisian pada 10 Februari 2025 di kawasan Apartemen Eastcoast Residence, Surabaya. Kamis (10/7/2025).

Dalam sidang yang dipimpin oleh majelis hakim, Erwin mengungkapkan bahwa sabu seberat 2 kilogram lebih tersebut merupakan milik seorang bandar bernama Baron, yang saat ini berstatus DPO (Daftar Pencarian Orang). Barang haram itu diambil Erwin di kawasan Slipi, Jakarta, dan dibawa ke Surabaya melalui jalur darat. Ia mengenal Baron melalui seorang teman saat sama-sama mendekam di Lapas Probolinggo.

“Atas perintah Baron, sabu dipecah-pecah. Sebagian saya kirim ke Budi sebagai tester,” kata Erwin saat memberikan keterangan di hadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Estik Dilla Rahmawati dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak.

Saat disinggung soal upah, Erwin mengaku hanya menerima uang operasional sebesar Rp25 juta dan dijanjikan bayaran Rp20 juta per kilogram, namun hingga kini belum terealisasi. Ia juga mengakui bahwa dirinya pernah dipidana dalam kasus penyalahgunaan narkotika sebelumnya.

Kronologi kasus ini bermula sejak Oktober 2024, saat Baron menghubungi Erwin untuk membantu distribusi narkotika ke wilayah Surabaya. Awalnya ragu karena tidak memiliki jaringan pembeli, Erwin akhirnya menerima tawaran tersebut. Pada pertengahan Januari 2025, ia berangkat dari Surabaya ke Jakarta menggunakan bus, lalu menerima mobil Toyota Avanza hitam dan tas berisi sabu serta ekstasi dari jaringan Baron.

Setibanya di Surabaya, Erwin menjalankan instruksi untuk memecah sabu menjadi paket-paket kecil 100 gram dan mendistribusikannya. Ia juga mengonsumsi sebagian barang tersebut bersama ekstasi. Salah satu paket sabu seberat 10 gram diserahkan kepada seseorang bernama Budi di kawasan Kenjeran Baru.

Namun, upaya Erwin terhenti saat Baron memberi tahu bahwa jaringan mereka di Jakarta mulai terendus aparat. Saat hendak berpindah tempat untuk bersembunyi, polisi lebih dulu menangkap Erwin di parkiran Apartemen Eastcoast.

Dari hasil penggeledahan, polisi menyita sejumlah barang bukti mencengangkan, antara lain:

14 kemasan sabu seberat total 2.078,586 gram, 7 butir ekstasi seberat 2,007 gram, timbangan elektrik, 2 bungkus teh hijau China sebagai kemasan sabu, 2 botol aceton, 4 pak plastik klip bertuliskan “Karyawan Tuhan”, 2 handphone dan 2 kartu ATM atas nama terdakwa, serta perlengkapan lain untuk pengemasan dan konsumsi narkotika.

Uji laboratorium memastikan bahwa sabu mengandung Metamfetamina dan ekstasi mengandung MDMA, keduanya termasuk Narkotika Golongan I menurut UU No. 35 Tahun 2009.

Atas perbuatannya, Moch. Erwin Fanani dijerat dengan Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang mengancam pelaku dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau paling singkat enam tahun dan paling lama dua puluh tahun, serta denda hingga Rp10 miliar. Sidang akan dilanjutkan dengan agenda tuntutan dari jaksa. TOK

Bermodus Cek Meteran PDAM, Anton dkk Gasak Emas Rp1,5 Miliar di Surabaya

Foto: Terdakwa Arham Djaelani, dan Arifin Daeng Nassa

Surabaya, Timurpos.co.id – Tiga terdakwa (Residivis) kasus pencurian dengan modus berpura-pura menjadi petugas PDAM kini menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (7/7/2025). Mereka adalah Anton Saputra, Arham Djaelani, dan Arifin Daeng Nassa. Ketiganya didakwa mencuri perhiasan emas milik Hamidah Anwar senilai lebih dari Rp1,5 miliar dari kediamannya di Jalan Ahmad Jaiz No. 37, Kecamatan Genteng, Surabaya.

Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim, Anton Saputra diperiksa melalui sambungan video call karena mengalami stroke, sementara dua rekannya, Arham dan Arifin, hadir langsung di ruang sidang Sari 2 PN Surabaya.

Menurut keterangan terdakwa Anton, ia mengakui bahwa ide melakukan pencurian tersebut berasal darinya. Ia juga menjelaskan bahwa hasil penjualan emas digunakan untuk renovasi rumah, membeli tanah atas nama neneknya senilai Rp480 juta, membeli sabu Rp65 juta, serta untuk bersenang-senang.

“Sisanya sekitar Rp200 juta saya serahkan ke Ahmad Fauzi alias Ozi, yang kini masih buron,” ujar Anton dalam keterangannya via video call.

Sementara itu, terdakwa Arham mengungkapkan bahwa Anton adalah pelaku yang masuk ke dalam rumah dan mengambil emas. “Saya hanya dapat bagian Rp120 juta, Arifin dapat Rp80 juta,” kata Arham saat memberikan kesaksian.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Damang Anubowo dalam sidang juga menanyakan riwayat hukum ketiganya. Arham, Anton, dan Arifin mengakui bahwa mereka pernah menjalani hukuman penjara atas kasus serupa sebelumnya.

Dalam dakwaan jaksa disebutkan bahwa pada 22 Januari 2025 sekitar pukul 09.45 WIB, komplotan ini mendatangi rumah korban dengan berpura-pura menjadi petugas PDAM yang akan mengecek meteran air. Saat korban yang sudah lansia, Hamidah Anwar, membuka pagar dan diajak berinteraksi oleh Arham dan Arifin, Anton menyelinap masuk ke rumah dan membongkar lemari tempat penyimpanan emas.

Anton berhasil menggondol sejumlah besar perhiasan dan emas batangan, termasuk 8 batang emas LM Antam @100 gram dan berbagai perhiasan bermata berlian. Aksi itu dilakukan secara rapi tanpa diketahui korban hingga mereka meninggalkan lokasi.

Setelah pencurian, mereka membawa hasil rampasan ke tempat kos Ahmad Fauzi alias Ozi di Sedati, Sidoarjo, untuk dijual. Ozi kini masih masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke-5 KUHP tentang pencurian yang dilakukan secara bersekutu dan dengan cara merusak atau menggunakan kunci palsu. TOK

Bupati dan Kadis PUPR Situbondo Terima uang Pelicin dari Proyek Infrastruktur

Foto: Terdakwa Karna Suswandi Bupati Situbondo periode 2021–2024 dan Kadis PUPR dan Eko Priongggo Jati

Surabaya, Timurpos.co.id – Fakta mengejutkan terungkap dalam sidang kasus korupsi proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Situbondo yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya. Jumat (04/07/2025).

Dalam kesaksiannya, Andre, Kepala Seksi Perencanaan Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Situbondo, membeberkan praktik pengaturan lelang proyek yang diduga melibatkan Bupati Situbondo Karna Suswandi serta sejumlah pejabat struktural lainnya.

Menurut Andre, sejak menjabat pada 2019 hingga 2022, pengadaan proyek dilakukan melalui tender dan penunjukan langsung (PL). Namun, sejak 2023 hingga 2024 metode pengadaan berubah menggunakan sistem e-Katalog, terutama untuk proyek di atas Rp200 juta.

Andre juga menjelaskan bahwa dirinya memiliki tugas tambahan sebagai tim pembantu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), khususnya dalam menyiapkan dokumen sebelum proses lelang. Ia mengakui bahwa penyedia jasa sering datang menemuinya untuk mengurus proyek, namun semuanya atas sepengetahuan Eko Priongggo Jati, Kabid Bina Marga yang juga Plt Kepala Dinas PUPP Situbondo.

“HPS (Harga Perkiraan Sendiri) yang sudah fix saya serahkan ke Pak Eko. Untuk lelang melalui e-Katalog, nanti ada penyedia tertentu yang datang menemui saya, dan ujung-ujungnya sudah diarahkan jadi pemenang,” ungkap Andre dalam sidang.

Ia menyebut Eko memiliki data perusahaan yang akan dimenangkan, dan semua kegiatan itu dilakukan atas dasar koordinasi dengan Bupati Situbondo. Bahkan, Eko disebut telah lebih dulu berkomunikasi dan mendapatkan persetujuan dari bupati untuk pengaturan pemenang lelang.

Andre juga mengaku menerima username dan password untuk mengakses sistem dari Eko. Berdasarkan arahan lisan Eko, penyedia jasa yang dimenangkan umumnya dipilih dengan penawaran 90-94 persen dari nilai HPS. Mereka yang datang menemui Andre disebut sebagai “orangnya Eko”, sering kali membawa uang dan makanan.

“Dalam satu hari, bisa 2-3 orang datang. Mereka biasanya pemilik perusahaan atau perwakilan. Tahun 2023 saya hitung ada 36 perusahaan, tapi setelah dicek ternyata ada 72 perusahaan,” jelas Andre.

Saksi lain, Zainul, juga membenarkan bahwa terjadi pengondisian pemenang lelang, di mana mereka hanya mengirim data kepada panitia. Rekan-rekannya disebut mengambil HPS atas perintah Eko dan seorang lainnya bernama Teguh.

Andre juga mengaku menerima uang dari Eko dan dari Agus Yanto, yang disebut berasal dari para penyedia. Uang itu diterimanya secara rutin setiap minggu senilai Rp1-2 juta sejak Agustus hingga November 2023, saat Eko menjabat Plt Kadis. “Saya tidak konfirmasi ke Eko karena beliau pernah bilang, ‘teman-teman dibagi’,” imbuhnya.

Dalam perkara ini, Terdakwa Karna Suswandi selaku Bupati Situbondo periode 2021–2024 didakwa bersama Gatot Siswoyo (almarhum) selaku Kadis PUPR dan Eko Priongggo Jati melakukan praktik korupsi dengan menerima uang sebesar Rp4,55 miliar dari berbagai pihak yang ingin memenangkan proyek pengadaan infrastruktur di Kabupaten Situbondo.

Perbuatan tersebut diduga dilakukan di berbagai tempat di wilayah hukum Jawa Timur, termasuk Pendopo Bupati, Kantor Dinas PUPR, hingga sejumlah hotel dan rumah pribadi. Sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa dan saksi lainnya.

Kasus ini menambah daftar panjang dugaan korupsi berjemaah di lingkungan pemerintah daerah, khususnya dalam pengaturan proyek yang semestinya dilakukan secara transparan dan akuntabel. TOK