Surabaya, Timurpos.co.id – Dua terdakwa perkara peredaran uang palsu, Guntur Herianto Ridwan dan Njo Joni Andrean, kembali menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan agenda pemeriksaan saksi, Rabu (17/12/2025). Sidang dipimpin majelis hakim dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Galih Riana dari Kejaksaan Negeri Surabaya.
Dalam persidangan, JPU menghadirkan saksi Moh Soleh, istrinya, serta Muzakir, anggota Polsek Wonokromo. Dari keterangan saksi terungkap awal mula terbongkarnya kasus peredaran uang palsu tersebut.
Saksi Moh Soleh menerangkan, kejadian bermula saat terdakwa Njo Joni Andrean membeli rokok dan korek api di tokonya dengan menggunakan uang pecahan Rp100 ribu. Ia mengaku curiga karena fisik uang tersebut terasa janggal.
“Saya tanyakan ke Joni, uang itu dapat dari mana. Dia menjawab dari Cina, katanya waktu parkir di daerah Gembong,” ujar Soleh di hadapan majelis hakim.
Soleh menambahkan, setelah transaksi itu Joni sempat mengirimkan lokasi (share location). Tak lama kemudian, Joni menelepon seseorang yang mengaku sebagai ayahnya. Namun hingga pukul 02.00 WIB, orang tersebut tidak kunjung datang ke toko, sementara kondisi sekitar sudah ramai karena aktivitas warga menuju pasar.
Istri Moh Soleh kemudian menghubungi ketua RT setempat yang dilanjutkan dengan laporan ke Polsek Wonokromo. Petugas kepolisian pun segera datang ke lokasi.
Saksi Muzakir dari Polsek Wonokromo membenarkan peristiwa tersebut. Ia menjelaskan, pihaknya mengamankan Njo Joni Andrean untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dari hasil pengembangan, polisi kemudian mendatangi sebuah rumah di Jl. Jagir No. 356 Surabaya dan mengamankan terdakwa Guntur Herianto Ridwan.
“Awalnya Guntur mengaku tidak tahu menahu. Namun setelah dilakukan penggeledahan, kami menemukan barang bukti berupa laptop, printer, dan handphone,” kata Muzakir.
Menurutnya, laptop tersebut digunakan untuk mendesain uang palsu, sedangkan printer dipakai untuk mencetak. Dari hasil penyidikan, peran Guntur adalah sebagai pembuat dan pencetak uang palsu, sementara Joni berperan sebagai pengedar. Bahkan, Guntur juga menjual uang palsu melalui media sosial dengan perbandingan transaksi 1 banding 4.
“Pemilik rumah atas nama David Prasetyo hingga saat ini masih berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO),” tambah Muzakir.
Dalam surat dakwaan, JPU Galih menyebutkan bahwa terdakwa Guntur Herianto Ridwan alias Bin Totok Herianto bersama David Prasetyo (DPO) dan Njo Joni Andrean diduga secara bersama-sama mengedarkan dan membelanjakan uang rupiah yang diketahui merupakan uang palsu.
Perbuatan tersebut dilakukan pada Senin, 8 September 2025 sekitar pukul 21.00 WIB di Toko Nur, Jalan Satelita Utara, Kecamatan Sukomanunggal, Surabaya, serta di beberapa lokasi lain yang masih masuk wilayah hukum PN Surabaya.
Dalam pengungkapan perkara ini, polisi menyita puluhan hingga ratusan lembar uang palsu berbagai pecahan, alat cetak, stempel logo uang, printer, laptop, cat semprot, hingga handphone yang digunakan untuk menjalankan aktivitas ilegal tersebut.
Berdasarkan hasil uji laboratorium Bank Indonesia, uang pecahan Rp100 ribu yang diperiksa dinyatakan tidak asli.
Atas perbuatannya, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 36 Ayat (3) atau Ayat (2) jo Pasal 26 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, serta Pasal 244 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Tok
























