Foto: Tampang Ketiga debt collector di adili di PN Surabaya bersama Kuasa Hukumnya
Surabaya, Timurpos.co.id — Kasus dugaan penganiayaan terhadap pengacara Tjetep Mohammad Yasien yang dilakukan oleh sejumlah debt collector kini mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam sidang yang berlangsung Rabu (4/6), Ketua Majelis Hakim Johoras Siringo Ringgo memutuskan akan memanggil penyidik dari Polrestabes Surabaya untuk memberikan keterangan terkait penyusunan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Pemanggilan penyidik tersebut dilakukan karena adanya dugaan kejanggalan dalam proses BAP. Hal itu terungkap saat Nikson Brilllyan Maskikit, salah satu terdakwa dalam kasus ini, memberikan kesaksian di persidangan. Nikson mengklaim dirinya tidak diberi kesempatan membaca BAP sebelum diminta untuk menandatangani.
“Waktu saya disuruh tanda tangan saya bilang mau baca dulu. Tapi dilarang karena harus segera ke Medaeng,” ujar Nikson di hadapan Majelis Hakim.
Nikson hadir sebagai saksi bagi tiga terdakwa lain yang merupakan karyawannya di PT Perkasa Abadi Perdana, yakni Amo Ateng Juliando Oratmangun, Rionaldo Dannelo Korway, dan Ade Ardianto. Sementara Nikson sendiri juga berstatus terdakwa namun perkaranya disidangkan secara terpisah.
Menurut kesaksian Nikson, awal mula persoalan terjadi ketika PT Perkasa Abadi Perdana ditunjuk oleh Bank BNI Jalan Pemuda Surabaya sebagai pihak ketiga untuk menagih utang kartu kredit dari debitur bernama Abdul Proko Santoso. Karena proses penagihan yang berlarut-larut, Nikson mengaku menerima video dari stafnya yang menunjukkan ada seorang pria mengancam akan membunuhnya.
Bermaksud mengklarifikasi ancaman tersebut, Nikson mengaku mendatangi rumah Abdul di kawasan Griya Kebraon, Surabaya, bersama sejumlah stafnya. Ia menegaskan kedatangannya bukan untuk menagih, melainkan untuk mencari tahu siapa pria dalam video tersebut. Belakangan diketahui pria itu adalah Tjetep Mohammad Yasien, atau akrab disapa Gus Yasien.
“Saya tidak tahu sebelumnya bahwa orang dalam video itu adalah Pak Tjetep,” kata Nikson.
Nikson juga membantah bahwa dirinya dan stafnya melakukan penganiayaan. Menurutnya, mereka hanya meminta Tjetep duduk untuk menjelaskan video tersebut. Namun, kata dia, Tjetep justru mendorong dan mencekiknya lebih dulu, sehingga memancing emosi anak buahnya.
Namun, majelis hakim menilai keterangan Nikson di persidangan berbeda dengan isi BAP. Dalam dakwaan, peran masing-masing terdakwa sudah dijabarkan secara rinci, termasuk tindakan mendorong dan melempar kursi terhadap korban. Selain itu, hasil visum menunjukkan bahwa Tjetep mengalami luka-luka.
“Karena itu, majelis akan menggelar sidang dengan agenda saksi verbal lisan pada 11 Juni. Penyidik akan kami hadirkan untuk menjelaskan proses penyusunan BAP,” kata Hakim Johoras.
Untuk diketahui dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa tiga orang terdakwa, yakni Amo Ateng Juliando Oratmangun, Rionaldo Dannelo Korway, dan Ade Ardianto, atas dugaan tindak kekerasan secara bersama-sama terhadap pengacara Tjetep Mohammad Yasien alias Gus Yasien. Dakwaan dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya terkait insiden yang terjadi pada 13 Januari 2025 di depot nasi goreng kawasan Griya Kebraon, Surabaya.
JPU menyebut para terdakwa tidak bertindak sendirian. Mereka diduga melakukan kekerasan bersama-sama dengan Nikson Brilllyan Maskikit (yang diadili dalam berkas terpisah), serta dua orang lainnya berstatus buron, yaitu Satria Masrikat dan Beni Limbong.
Berawal dari Penagihan Utang
Peristiwa bermula dari upaya penagihan utang kartu kredit milik Abdoel Proko Santoso, dengan nilai mencapai Rp.287 juta, yang ditangani oleh perusahaan jasa penagihan eksternal milik Nikson. Abdoel disebut menunjuk Gus Yasien dan anaknya, Ahmad Fahmi Ardiansyah, sebagai kuasa hukum.
Pada hari kejadian, Gus Yasien hendak membeli makanan berbuka di depot milik Abdoel. Namun, setibanya di lokasi, ia diteriaki oleh seorang perempuan dari dalam mobil yang berteriak, “itu pengacaranya!” secara berulang kali.
“Setelah teriakan itu, Gus Yasien langsung dipersekusi oleh sejumlah orang tidak dikenal. Ia didorong, ditendang, dicekik dari belakang dan dipaksa duduk,” ujar JPU.
Kericuhan semakin memanas setelah terdengar lagi teriakan dari perempuan bernama Revina, yang memprovokasi dengan kata-kata seperti “bawa!”, “seret!”, hingga “pukul!”. Massa yang diduga adalah kelompok debt collector langsung mengeroyok Gus Yasien.
Disebutkan dalam dakwaan, para terdakwa memiliki peran masing-masing:
Amo Ateng mendorong dada dan menarik tangan korban, Rionaldo menendang kaki dan pantat korban, Ade Ardianto menahan dada korban agar tidak menjauh dari kerumunan. Sementara itu, Nikson disebut mendorong dan menarik bagian tubuh korban, Satria Masrikat turut mendorong dan menarik tangan korban, serta Beni Limbong merusak kursi plastik depot dan menyeret korban.
Berdasarkan hasil visum RS PHC Surabaya, korban mengalami, Memar di kepala belakang, pipi kanan dan kiri, Memar di leher belakang, punggung, dan lengan kiri.
Luka-luka tersebut dinyatakan akibat kekerasan tumpul dan menyebabkan hambatan sementara bagi korban dalam beraktivitas. Selain luka fisik, peristiwa itu juga mengakibatkan kerusakan pada properti rumah makan dengan kerugian sekitar Rp500 ribu.
Atas tindakan tersebut, para terdakwa dijerat dengan Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP, yaitu melakukan kekerasan secara bersama-sama yang menyebabkan korban mengalami luka-luka. TOK