Saksi Fajar Ruki Firmansyah petugas jaga tahanan Polres Tanjung Perak, Aris Uspiato kepala poliknik dan Alan perawat di poliknik Polres Tanjung Perak, saat memberikan keterangan di PN Surabaya
Surabaya, Timurpos.co.id – Sidang lanjutan perkara tewasnya Abudul Kadir tahanan kasus Narkotika di sel tahanan Polres Pelabuhan Tanjung Perak dengan agenda keterangan saksi yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim IGN Ngurah Atmaja, di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Dalam Kasus tersebut ada 13 terdakwa diantaranya Bayu Aji Pangestu, Rizal Satria Arifuandi, Moch Rifai, Mansur, Agung Pribadi, Fahmi Kurnia Efendi (Alm) Dery Triawan Putra, Muhammad Rafi Subahtiar, Soni Reporwarno, M, Sobirin, A Farid, Novan Wijaya Hartanto.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nanik Prihandini dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, menghadirkan saksi Fajar Ruki Firmansyah petugas jaga tahanan Polres Tanjung Perak, Aris Uspiato kepala poliknik dan Alan perawat di poliknik Polres Tanjung Perak.
Di hadapan saksi Fajar, Majelis Hakim mengkritik terkait tata cara pengamanan tahanan yang ada di Polres pelabuhan tersebut, meski untuk pengamanan ruang tahanan sudah terpasang CCTV.
“Kami melihat di CCTV kenapa Antok disitu hanya melihat dan bukan melerai. Kami menyampaikan ini berdasarkan CCTV bukan dari keterangan orang lain,” kata Hakim anggota 1 Sutrisno kepada saksi Fajar, Jumat, kemarin (08/09/2023).
Pekerjaan saudara disana itu apa? Dugaan penganiayaan terhadap Abdul Kadir kan sudah berhari-hari dilakukan para tahanan lain, sejak tanggal 20,21,23,24 dan seterusnya. Kejadiannya bukan satu hari, tapi sudah beberapa hari sebelumnnya sudah ada gejala-gejala.
“Apabila saudara bertugas menjaga, seharusnya saudara menjadi garda terdepan mengetahui keadaan seluk beluk ruang tahanan disana.Terus apa fungsi CCTV itu,!” tandas Ketua Majelis Hakim IGN Putra Atmaja.
Sementara Hakim anggota 2 Tonny Wijaya Hilly menilai ada kejanggalan yang diberikan Polres Tanjung Perak dalam menjatuhkan sangsi bagi anggotanya yang terlibat dalam kasus penganiayaan itu.
Itu terjadi setelah saksi Fajar menyebut, buntut dari kejadian tersebut ada 4 petugas yang waktu itu melakukan penjagaan terkena sangsi mutasi dan penahanan selama 21 hari. Mereka kata saksi Fajar adalah Ipda Guruh Prabowo, Ipda Antok, Ipda Slamet dan Ipda Suheriyanto.
Apakah anda juga terkena sangsi,? Tanya Hakim Tonny kepada saksi Fajar.
“Tidak yang mulia, soalnya saya dinilai sudah melakukan perbantuan, juga telah menolong korban demi menjaga hak-hak asasinya,” jawab saksi Fajar.
Atas kejadian itu perwira jaga harusnya bertanggung Jawab. Slamet yang waktu itu tidak masuk karena sakit terkena sangsi, sementara anda yang nyata-nyata ada di tengah kejadian malah tidak terkena sangsi. Ini kan aneh,” ucap Hakim Tonny.
Bukan Itu saja, Hakim Tonny juga mempermasalahkan tentang tanggung jawab poliklink Polres Tanjung Perak atas perkara ini.
“Yang bertanggung jawab kok malah tenaga kontrak, tapi dokternya tidak. Ini menyangkut nyawa kok bicaranya tidak jujur. Saya pernah lihat orang mati pada saat kecelakaan, sampai sekarang masih terbayang-bayang. Tapi kamu apa,? Didepanmu ada yang mau mati, seharusnya kamu memberikan memberikan pertolongan pertama, tapi nyatanya tidak,” tandas Hakim Tonny pada saksi Aris Uspiato dan Alan.
Untuk diketahui berdasarkan surat dakwaan JPU Nanik Prihandini dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menyebutkan bahwa, Saat itu, Kadir dalam kondisi sehat ketika pertama kali masuk ke Rutan Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Bahkan, dipastikan tak ada luka sedikitpun di luar dan dalam tubuhnya.
“Pada tanggal 20 April 2023 (sebulan pasca ditahan) pada saat apel malam sekitar pukul 19.00 WIB, Kadir masih dalam kondisi sehat dan bisa beraktivitas normal,” kata Nanik dalam dakwaannya.
Namun, setelah apel malam sekitar pukul 21.47 WIB, Kadir digiring oleh 3 tahanan lain, yakni Bayu Aji Pengestu, Ryzal Satria Arifiadi, dan Muhammad Rafi Subahtiar ke dalam ruang jemuran. Di sana, ketiganya menutupi CCTV dengan kain oleh tahan lain, yakni Dery Triawan Putra.
Di dalam ruang jemuran itu lah, Kadir dianiaya Bayu Aji Pengestu, Ryzal Satria Arifiadi, dan Muhammad Rafi Subahtiar menggunakan tangan kosong secara bersama-sama dengan tangan kosong. Lalu, datang tahanan lain, Ahmad Farid dan langsung memukul kepala korban Kadir.
“Terdakwa Ahmad Farid memukul menggunakan ikat pinggang dimana gesper terbuat dari besi sehingga kepala korban Abdul Kadir berdarah,” ujarnya.
Bukannya menghentikan aksinya, para tahanan justru terus menganiaya Kadir. Selain dipukul, Kadir juga ditendang oleh para tahanan lainnya berkali-kali.
Akibat ulah para tahanan itu, Kadir tak sadarkan diri. Pada saat apel pagi keesokan harinya, pada 21 April 2023 sekitar pukul 07.15 WIB, kondisi Kadir kian menurun.
“Korban Abdul Kadir berjalan pincang dan mengenakan songkok warna putih dengan tujuan agar luka korban di kepala tidak diketahui oleh petugas jaga,” paparnya.
Pukul 09.47, tahanan bernama Novan Wijaya Hartanto turut menganiaya Kadir. Ia menginjak dan menendang kaki Kadir berkali-kali. Lalu, diikuti tahanan lainnya, yakni Moch. Rifai, A. Farid, dan Sulaiman.
Penganiayaan itu dilakukan berulang kali. Baik di ruang tahanan, hingga ke area jemuran.
“Korban Abdul Kadir dipaksa oleh tahanan lain untuk mandi namun korban Abdul Kadir tidak mau. Sehingga korban Abdul Kadir diangkat paksa ke ruang jemuran,” ujarnya.
Pada 28 April 2023 pukul 05.51 WIB, Kadir dievakuasi petugas kesehatan dari dalam ruang tahanan ke RS PHC Surabaya. Nahas, dalam perjalanan nyawa Kadir tak tertolong.
Berdasarkan hasil pemeriksaan jenazah tanggal 8 Mei 2023, ditemukan resapan darah pada kulit kepala, kulit dada ditemukan darah diatas selaput tebal otak, hingga patah tulang tempurung kepala atas kanan akibat kekerasan tumpul pada jenazah Abdul Kadir. Lalu, ditemukan kebiruan pada ujung ujung jari tangan dan selaput lendir bibir yang lazim ditemukan pada mati lemas atau Asfiksia.
“Sebab kematian akibat penyumbatan pembuluh darah batang Otak yang terjadi karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah dan pengerasan pembuluh darah (athresclerosis) yang menimbulkan gangguan nafas sehingga mati lemas,” jelasnya.
Sementara, 13 terdakwa membenarkan aksi penganiayaan itu. Seluruhnya menjawab secara bergiliran saat sidang secara daring.
Akibat ulahnya itu, 13 terdakwa sebagaimana diancam pidana dalam Pasal 351 ayat (1), (3) KUHP juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP terkait penganiayaan berat. Tok