Surabaya, Timurpos.co.id – Putusan ringan terhadap terdakwa Hariono, residivis narkoba yang divonis 2 tahun 6 bulan penjara oleh Ketua Majelis Hakim Abu Achamad Sidqi Amsya, menjadi sorotan publik. Tidak hanya karena vonisnya yang dianggap lunak, namun juga karena adanya dugaan kejanggalan dalam proses penanganan perkara sejak di tingkat penyidikan oleh Polsek Tenggilis Mejoyo, Surabaya. Jumat (20/06/2025).
Berdasarkan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hasanudin Tandilolo dari Kejaksaan Negeri Surabaya, Hariono ditangkap pada 3 Desember 2024 pukul 23.00 WIB di rumahnya yang beralamat di Jl. Ngagel Upa Jiwa 3 Pengairan No. 4, Surabaya. Penangkapan dilakukan setelah aparat Polsek Tenggilis Mejoyo mendapat informasi masyarakat terkait pesta sabu yang sedang berlangsung di lokasi tersebut.
Saat digerebek, Hariono tidak sendiri. Ia tengah berpesta sabu bersama tiga rekannya: Junaidi, Muhammad Syahrul Ferdiansyah, dan Hendrik Susanto. Dari lokasi kejadian, polisi menyita alat hisap sabu, sisa sabu seberat 0,075 gram, plastik klip kosong, korek api, serta sedotan yang digunakan sebagai sekrop.
Menurut dakwaan JPU, sabu tersebut dibeli secara patungan oleh keempatnya seharga Rp400 ribu, masing-masing memberikan Rp100 ribu. Pembelian dilakukan melalui perantara bernama Ahmad Arif yang berdomisili di Kalibokor, Surabaya.
Namun dari proses hukum yang berjalan, hanya Hariono yang akhirnya diseret ke meja hijau. Nama ketiga rekannya tidak tercantum dalam berkas perkara terpisah, bahkan nasib Ahmad Arif, sang kurir, juga tidak jelas. Kejanggalan ini memunculkan kecurigaan publik terhadap adanya permainan dalam penanganan perkara narkoba di tingkat penyidikan.
“Ini aneh, yang ditangkap empat orang, tapi hanya satu yang diadili. Padahal sabu dibeli patungan, ini kasus penyalahgunaan secara bersama-sama,” ujar salah satu sumber internal yang enggan disebut namanya kepada Timurpos.co.id.
Sumber tersebut menduga Hariono sengaja “dikorbankan” lantaran statusnya sebagai residivis narkoba. Sedangkan ketiga rekannya diduga dilepas oleh penyidik, bahkan menyebut adanya peran seorang penyidik berinisial Z yang disebut-sebut “menata” jalannya berkas perkara.
Hingga berita ini diturunkan, mantan Kanit Reskrim Polsek Tenggilis Mejoyo, Ipda Oyong Abdillah, yang saat itu menjabat saat penangkapan, belum memberikan keterangan resmi meski telah dihubungi oleh Timurpos.co.id.
Publik kini menanti penjelasan dari pihak kepolisian dan kejaksaan terkait penanganan kasus ini. Jika benar ada intervensi atau praktik “pilih kasih” dalam penegakan hukum kasus narkoba, maka hal ini menjadi preseden buruk dan harus segera diusut secara tuntas. M12/TOK