Surabaya, Timurpos.co.id – Pemilik Panti Asuhan Budi Kencana, Nurhewanto Kamaril (60), yang beralamat di Jalan Baratajaya XII, Surabaya, menjalani sidang kasus pelecehan seksual dengan agenda pembacaan tuntutan, Rabu (23/7).
Nurhewanto didakwa bersalah dalam perkara pelecehan seksual. Tiga korbannya adalah IF (15), AP (14), dan BF (15), yang merupakan anak asuh di pantinya sendiri.
Jaksa menuntut Nurhewanto dengan hukuman berat, yaitu penjara selama 19 tahun. Tuntutan itu merujuk pada Pasal 76D Undang-Undang Perlindungan Anak, yang dihubungkan dengan Pasal 81 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Jaksa Saaradinah Salsabila menyebut sejumlah hal yang memberatkan dalam tuntutannya. Perbuatan Nurhewanto dilakukan tidak hanya sekali. Aksinya berlangsung berulang kali selama tiga tahun, dengan korban lebih dari satu. Semuanya adalah anak di bawah umur yang tinggal di panti asuhan milik terdakwa sendiri.
Dalam dakwaannya, jaksa juga menyoroti posisi Nurhewanto sebagai pengasuh. Ia punya kuasa penuh atas kehidupan anak-anak di panti. Kondisi itu dimanfaatkan untuk melancarkan tindakan pelecehan dan kekerasan seksual, ketika para korban dalam posisi tidak berdaya.
Selama proses hukum berjalan, sikap terdakwa juga dianggap tidak kooperatif. Setiap kali diminta keterangan, Nurhewanto memberikan jawaban yang berbelit-belit, sehingga menyulitkan jalannya pemeriksaan. Sebelumnya, sidang bahkan sampai digelar di TKP dengan agenda Pemeriksaan Setempat (PS) karena Nurhewanto tidak mengakui apa yang dituduhkan jaksa.
Tis’at Afriyandi, pengacara korban, mengapresiasi tuntutan tersebut. Tuntutan itu dinilai cukup berat dan sudah semestinya. Ia menyebut dasar pasalnya 15 tahun. Karena latar belakang terdakwa sebagai pengasuh, maka dari itu jaksa menambah sepertiga sehingga tuntutan menjadi 19 tahun.
“Tuntutan ini sudah selayaknya menjadi pembelajaran agar tidak ada kekerasan terhadap anak, apalagi sampai persetubuhan. Ini juga bertepatan dengan Hari Anak Nasional pada 23 Juli. Kami berharap perlindungan anak menjadi konsen negara, supaya tidak ada kejadian serupa,” ungkapnya.
Tis’at berharap pada saat sidang putusan majelis hakim juga memberikan vonis berat. Sebab menurutnya dalam sidang sudah terungkap korban terdakwa lebih dari satu.
Bahkan ada korban yang dilecehkan sampai tiga tahun.
Sementara itu, kabarnya terdakwa tidak menerima begitu saja tuntutan yang dijatuhkan jaksa. Informasinya, dalam sidang berikutnya, ia akan mengajukan nota pembelaan. Persidangan hingga kini masih digelar secara tertutup karena menyangkut korban anak. Pihak pengadilan berencana membuka ruang sidang untuk umum pada saat agenda pembacaan vonis. TOK