Timur Pos

109 Orang Ditangkap dalam Aksi Demonstrasi Surabaya, Tim Advokasi Nilai Polisi Tutup Akses Hukum

Surabaya, Timurpos.co.id – Tim Advokasi Surabaya yang terdiri dari LBH Surabaya, WALHI Jawa Timur, AJI Surabaya, LBH FSPMI, Surabaya Children Crisis Center (SCCC), WCC Savy Amira, LBHAP PDM Surabaya, hingga PUSHAM Surabaya mencatat sedikitnya 109 orang ditangkap dalam rentetan aksi demonstrasi pada 29–30 Agustus 2025 di Surabaya.

Sejak aksi berlangsung, Tim Advokasi mengaku kesulitan melacak status para demonstran yang diamankan. Hal ini disebut akibat minimnya keterbukaan informasi dari pihak kepolisian.

Dari total penangkapan tersebut, 80 orang ditahan di Polrestabes Surabaya. Sekitar 55 orang sudah dibebaskan, satu orang menjalani pemeriksaan lanjutan, dan 26 orang belum terkonfirmasi keberadaannya. Sementara itu, di Polda Jatim tercatat 29 orang ditahan, dengan 28 orang telah dibebaskan dan satu orang masih diperiksa lebih lanjut.

Secara keseluruhan, hingga 31 Agustus 2025, 81 orang telah dibebaskan, 2 orang masih diperiksa, dan 26 orang belum diketahui keberadaannya.

Ada Anak di Bawah Umur yang Ditangkap

Berdasarkan observasi Tim Advokasi, setidaknya terdapat 8 orang berusia di bawah 17 tahun yang ikut ditangkap dan diperiksa di Polrestabes Surabaya. Namun, seluruh anak tersebut sudah dipulangkan oleh Unit PPA Polrestabes Surabaya.

Akses Bantuan Hukum Tertutup

Tim Advokasi juga menyoroti sulitnya memberikan pendampingan hukum. Mereka sempat tertahan di pos penjagaan sebelum diperbolehkan masuk. Hingga sore hari akses terhadap data resmi ditutup, dan baru pada malam hari sebagian besar orang dibebaskan.

Kondisi ini membuat banyak warga yang diperiksa tanpa didampingi penasihat hukum. Menurut Tim Advokasi, hal tersebut melanggar KUHAP Pasal 54–60 yang menjamin hak tersangka untuk didampingi pengacara sejak awal pemeriksaan.

Selain itu, praktik penutupan akses bantuan hukum ini juga dinilai melanggar UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, hingga Perkap No. 8 Tahun 2009 yang melarang polisi menghalangi penasihat hukum.

Diduga Melanggar HAM

Direktur LBH Surabaya, Habibus Shalihin, menegaskan bahwa tindakan aparat kepolisian tersebut tidak hanya melanggar aturan hukum nasional, tetapi juga prinsip internasional, seperti ICCPR (Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik) yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005.

“Pihak kepolisian berpotensi merusak prinsip dasar negara hukum dengan menutup akses keadilan terhadap warga negara. Aparat wajib tunduk pada hukum, bukan sewenang-wenang menutupinya,” tegas Habibus. Kamis (4/9/2025).

Tim Advokasi Surabaya mendesak kepolisian agar membuka informasi secara penuh terkait status seluruh warga yang ditangkap, memberikan akses bantuan hukum seluas-luasnya, serta memastikan setiap warga diperlakukan sesuai prosedur tanpa intimidasi maupun kekerasan. TOK

Ibu Rumah Tangga Korban KDRT Dipidanakan Suaminya, Ajukan Keberatan di PN Surabaya

Foto: Tim kuasa hukum Vinna yang dipimpin Bangkit Mahanantiyo

Surabaya, Timurpos.co.id – Vinna Natalia Wimpie Widjojo, seorang ibu rumah tangga yang dilaporkan suaminya, menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas dakwaan melakukan kekerasan psikis. Ia didakwa melanggar Pasal 45 ayat (1) atau Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).

Dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim S Pujiono digelar tertutup dengan agenda pembacaan eksepsi di ruang Kartika.

Tim kuasa hukum Vinna yang dipimpin Bangkit Mahanantiyo mengajukan eksepsi (keberatan) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mosleh Rahman dari Kejaksaan Negeri Surabaya Menurutnya, dakwaan yang disusun JPU tidak bisa diterima, atau setidaknya batal demi hukum.

Ada tiga poin utama yang disampaikan, yaitu:

1. Cacat Formil dan Materil
Surat dakwaan dianggap tidak jelas menentukan waktu kejadian (tempus delicti) karena terdapat perbedaan antara 15 Desember 2023 dengan 18 September 2024.
2. Dakwaan Kabur (Obscuur Libel)
Bahwa dalam saksi Sena Sanjaya Tanata Kusuma telah memenuhi akta perdamaian dengan membayar uang sejumlah Rp.2 juta dan Rp.75 juta, namun Terdakwa tetap mengajukan cerai, hal demikian menimbulkan kecemasan dan seolah-olah Terdakwa telah melakukan kekerasan psikis terhadap Sena. Dengan diajukannya perkara ini ke ranah pidana, menunjukkan adanya kesesatan berpikir, mengapa? Tidak terpenuhinya prestasi para pihak telah diatur dalam Pasal 4 Akta Perdamaian.

Perkara seharusnya masuk ranah perdata, bukan pidana, karena terkait akta perdamaian yang telah disepakati di Polrestabes Surabaya. Selain itu, dakwaan dinilai tidak lengkap dan tidak menggambarkan fakta sebenarnya.

3.Daluwarsa Penuntutan
Laporan baru dibuat pada 21 November 2024, padahal menurut KUHP pengaduan hanya bisa dilakukan maksimal 6 bulan setelah peristiwa diketahui.

“Dengan adanya cacat formil, dakwaan kabur, hingga daluwarsa penuntutan, maka cukup beralasan hukum bila dakwaan JPU ditolak,” tegas Bangkit.

Selain mengajukan eksepsi, pihak Vinna juga meminta kepada Ketua Majelis Hakim, S. Pujiono agar sidang digelar terbuka untuk umum. Alasannya, dakwaan yang disangkakan bukan kekerasan seksual, sehingga tidak ada dasar hukum untuk dilakukan secara tertutup.

“Berdasarkan SEMA No. 5 Tahun 2021 hanya mengatur sidang tertutup untuk perkara KDRT yang mengandung unsur kekerasan seksual dan Dalam kasus ini, korban maupun pelaku bukan anak, sehingga tidak ada alasan hukum untuk menutup sidang. Dasar akhirnya: apa yang tidak dilarang hukum, boleh dilakukan (nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali).” Tegasnya.

Dalam surat dakwaan JPU, perkara ini bermula adanya konflik rumah tangga pasangan ini bermula sejak pernikahan pada 12 Februari 2012 di Gereja Katolik Santo Yohanes Pemandi, Surabaya. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai tiga anak. Namun, hubungan keduanya kerap diwarnai pertengkaran hingga memuncak pada Desember 2023, ketika Vinna meninggalkan rumah dan menolak kembali meski telah diminta oleh suaminya.

Bahkan, Vinna melaporkan Sena ke polisi atas dugaan KDRT serta mengajukan gugatan cerai ke PN Surabaya. Dalam upaya mempertahankan rumah tangga, Sena memberikan kompensasi berupa uang Rp2 miliar, biaya bulanan Rp75 juta, serta sebuah rumah senilai Rp5 miliar, dengan syarat laporan polisi dan gugatan cerai dicabut. Namun setelah menerima uang dan aset, Vinna tetap tidak kembali dan kembali mengajukan gugatan cerai baru pada 31 Oktober 2024.

Konflik berkepanjangan itu membuat Sena mengalami tekanan batin. Hasil pemeriksaan psikiatri RS Bhayangkara Surabaya pada 22 Februari 2025 menyebutkan bahwa Sena mengalami gangguan campuran cemas dan depresi akibat persoalan rumah tangga tersebut.TOK

Kades Kludan Pastikan Penertiban dan Lengkapi Kios Desa dengan Kamera Pengawas

Sidoarjo, Timurpos.co.id – Kasus dugaan pencabulan yang melibatkan korban anak di bawah umur berinisial AE (14) warga Sidoarjo, terus menuai perhatian publik. Hingga kini sudah ada empat laporan polisi yang dilayangkan terkait kasus ini dengan nomor laporan:

STTLP/B/193/VII/2025/SPKT/POLRESTA SIDOARJO/POLDA JATIM. STTP/B/195/VII/2025/POLRESTA SIDOARJO/POLDA JATIM. STTP/B/194/VII/2025/SPKT/POLRESTA SIDOARJO/POLDA JATIM dan STTP/B/196/VII/2025/SPKT/POLRESTA SIDOARJO/POLDA JATIM.

Peristiwa memilukan ini disebut sudah berlangsung berulangkali sejak Juni 2024 hingga Januari 2025. Para terduga pelaku berjumlah lima orang, berusia antara 30 hingga 50 tahun. Salah satu terduga, berinisial MS, sempat diamankan pihak keluarga korban dengan bantuan Polsek Tanggulangin, lalu diserahkan ke Polresta Sidoarjo pada Jumat (22/8/2025). Namun, belakangan berkembang informasi bahwa MS telah dilepaskan, sehingga memicu keresahan masyarakat.

Lokasi dugaan tindak pencabulan berada di kios komplek Permata Blok K2/No.33, Desa Kludan, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Belakangan terungkap bahwa kios tersebut berdiri di atas tanah kas desa milik Desa Kludan.

Menanggapi hal itu, Kepala Desa Kludan, H. Imam Zainuddin Zuhri, S.Sos, memastikan pihaknya akan mengambil langkah tegas untuk mencegah kejadian serupa di kemudian hari.

“Saya mengikuti peristiwa itu. Karena lokasi kejadian berada di wilayah kami, tentu pemdes harus cepat tanggap. Kami lakukan penertiban, pendataan, serta pemeriksaan berkala terhadap para penghuni kios. Bahkan dalam waktu dekat akan kami lengkapi dengan kamera pengawas (CCTV), karena lokasi tersebut termasuk blankspot atau jarang dilalui orang,” ujar Imam saat ditemui awak media, Selasa (2/9/2025).

Imam juga menambahkan bahwa upaya mediasi antara pihak terkait kabarnya sedang diupayakan. “Yang jelas, apapun penyelesaiannya kami selaku pemerintah desa berharap yang terbaik bagi korban dan keluarganya,” tutupnya.

Terpisah Kuasa Hukum Korban, , R. Fauzi Zuhri Wahyu Pradika menyebutkan terkait adanya isu pencabutan kuasa oleh keluarga korban korban tidak benar. Ada upaya dari sekolompok masyarakat (LSM) yang menungangi perkara ini.

“Sampai dengan saat ini belum ada bukti pencabutan, jadi masih saya biarkan saya itu LSM yang menunggangi, namun terbukti tidak bisa masuk ke pihak penyidik maupun Kanit, bahkan tadi ke UPTD saja tidak berani menemani. Kami tetap bertangung jawab dan profesionlal dalam mendampingi korban sampai dengan saat ini,”kata Dika kepada Timurpos.co.id. Selasa (3/9/2025) malam.

Kasus ini kini dalam perhatian serius, bahkan Wakil Bupati Sidoarjo dikabarkan ikut mengawal proses hukum dan penyelesaian perkara tersebut. CARLO

Anggota Gagak Hitam Terseret Aksi Anarkis di Surabaya, Ada yang Jadi Korban dan Pelaku

Foto: Abdul Rohim

Surabaya, Timurpos.co.id – Aksi demonstrasi ricuh yang berujung pembakaran sejumlah fasilitas publik di Kota Surabaya menyeret nama kelompok Gagak Hitam. Salah satu anggotanya, Denny firmansyah Titiahy ditangkap polisi usai diduga terlibat dalam aksi anarkis serta pembakaran pos polisi di kawasan Kertajaya, Surabaya.

Ketua Gagak Hitam, Sidiq, angkat bicara terkait kabar tersebut. Ia membenarkan Denny merupakan bagian dari kelompok Gagak Hitam, namun menegaskan yang bersangkutan sudah lama tidak aktif.

“Denny memang tercatat sebagai anggota, tapi sudah tidak aktif sejak berpisah dengan istrinya sekitar tahun 2023. Dia juga tercatat sebagai mahasiswa Universitas Terbuka Surabaya, Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik,” jelas Sidiq, Senin (1/9/2025).

Meski begitu, Sidiq menegaskan pihaknya tidak akan membela tindakan anarkis tersebut. “Kami tegas, perbuatan Denny tidak bisa dibenarkan. Intinya kami mendukung Polri untuk mengusut tuntas aksi ini dan mencari siapa aktor intelektualnya,” tegasnya.


Foto: Denny saat diamankan Petugas

Di sisi lain, Sidiq juga menyebut ada anggota Gagak Hitam lain bernama Rohim memceritakan bahwa, ia yang justru menjadi korban dalam kericuhan. Rohim ikut menjaga keamanan pedagang di sekitar Viaduk dan Grand City dari potensi penjarahan massa.

“Saya (rohim) sendiri sempat baku hantam dengan massa. Selain dihajar, handphone dan tas saya juga raib,” ungkap Sidiq.

Sementara Abdul Rohim mejelaskan bahwa, saat itu sekitar pukul 01.30 WIB ada ratusan massa datang di viaduk mendatangi warung dan meminta es, makanan, nanun saat hendak ditagih terkesan mbulet, sehingga saya tegur.

“Kemudian terjadi cek-cok dan saya diteriki intel-intel sehingga saya dikroyok massa,” katanya.

Ricuh Demo di Surabaya

Kericuhan ini bermula saat ratusan massa, sebagian menggunakan jaket ojek online, berunjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi pada Jumat (29/8/2025). Mereka memprotes tewasnya pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, yang dilindas kendaraan taktis Brimob.

Aksi protes berubah ricuh setelah massa melempari polisi dengan batu, kayu, petasan, hingga bom molotov. Bahkan, sejumlah kendaraan di dalam Grahadi dibakar. Polisi membalas dengan gas air mata dan water canon untuk memukul mundur massa.

Kerusuhan berlanjut dengan pembakaran pos polisi di beberapa titik, termasuk Polsek Tegalsari. Warga sekitar menyebut malam itu Surabaya benar-benar mencekam.

“Saya lihat sendiri massa sampai menghadang mobil pemadam kebakaran di Simpang Dukuh, bahkan ada yang naik ke atas truk agar tidak bisa melakukan evakuasi,” tutur Luqman, salah satu saksi mata.

Polisi saat ini masih melakukan pengejaran terhadap pelaku-pelaku anarkis lain, termasuk kemungkinan adanya aktor intelektual di balik kerusuhan tersebut. M12

Polisi Kejar Dalang Pembakaran Grahadi

Foto: Diduga Pelaku (Intr)

Surabaya, Timurpos.co.id – Kebakaran yang melanda sisi barat Gedung Negara Grahadi, Surabaya, menyisakan banyak pertanyaan. Aparat kepolisian kini memburu dalang di balik aksi anarkis yang terjadi pada Sabtu (30/8) malam tersebut.

Sejak Minggu (31/8), tim Satreskrim Polrestabes Surabaya melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Setiap sudut diperiksa untuk mencari bukti yang bisa mengarah pada identitas pelaku.

Kasatreskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Edy Herwiyanto, menegaskan bahwa peristiwa ini merupakan tindak pidana serius. “Sabtu tanggal 30 Agustus telah terjadi tindakan anarkis yang dilakukan oleh sekelompok orang tidak bertanggung jawab. Saat itu, mereka melempar bom molotov ke Grahadi bagian barat,” ujarnya.

Untuk kepentingan penyidikan, polisi menetapkan status quo pada area yang terbakar. Hal ini dimaksudkan agar setiap detail proses pengungkapan berjalan maksimal. Edy menambahkan, penyidik sudah mengantongi ciri-ciri para pelaku dan sebagian identitasnya telah diketahui.

“Alhamdulillah, ada beberapa pelaku yang melakukan pembakaran di beberapa tempat dan berhasil kita amankan. Saat ini sedang dalam proses penyidikan,” ungkapnya.

Di sisi lain, media sosial diramaikan dengan beredarnya foto seorang pria yang diduga menjadi provokator. Sosok tersebut tampak mengenakan jaket ojek online dengan wajah tertutup masker, helm, dan kacamata. Ia juga memakai celana taktikal serta sepatu outdoor bermerek. Meski demikian, kepolisian belum memberikan keterangan resmi terkait foto viral itu.

Edy menegaskan, pihaknya akan mengejar siapapun yang terlibat dalam aksi pembakaran dan kerusuhan. “Negara kita adalah negara hukum. Siapapun yang melanggar hukum tentunya akan kita proses sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tegasnya. TOK

Admin CV. VAPOR PRO Didakwa Gelapkan Rp132 Juta

Surabaya, Timurpos.co.id – Yudha Nanggala Putra, admin CV. VAPOR PRO, kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas kasus penggelapan dengan jabatan yang merugikan perusahaan sebesar Rp132.401.000. Sidang yang digelar secara online pada Senin (1/9/2025) dipimpin Ketua Majelis Hakim Rudito Suritomo dengan agenda pemeriksaan terdakwa.

Dalam keterangannya, Yudha mengakui telah menggelapkan uang perusahaan dengan cara mengalihkan pembayaran pelanggan ke rekening pribadinya. Ia juga membuat invoice fiktif untuk menyesuaikan stok barang. “Saya akui, uang hasil penjualan masuk ke rekening pribadi saya. Digunakan untuk judi online dan pinjaman online,” ungkap Yudha melalui sambungan video call.

Ketika ditanya majelis hakim, Yudha mengaku saat ini juga tengah menjalani hukuman kasus judi online dengan vonis 1 tahun 2 bulan penjara.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Siska Chististina dari Kejaksaan Negeri Surabaya menjelaskan, perbuatan terdakwa dilakukan antara Desember 2023 hingga Juli 2024, saat ia menjabat sebagai Kepala Admin Online di CV. VAPOR PRO, sebuah perusahaan penjualan rokok elektrik di Jalan Klampis Jaya, Surabaya.

Tugas terdakwa sejatinya meliputi menerima pesanan online, mengecek stok, memastikan pembayaran masuk ke rekening perusahaan, hingga membuat invoice penjualan. Namun, dalam praktiknya, Yudha membuat 411 invoice fiktif dan menyalurkan pembayaran pelanggan ke rekening pribadinya, yakni di Bank BCA atas nama Yudha Nanggala Putra.

“Sejak Desember 2023 sampai Juli 2024, terdakwa menjual vapor melalui Facebook dengan sistem COD. Pembayaran masuk ke rekening pribadi terdakwa, tapi tidak disetorkan ke rekening perusahaan,” ujar JPU.

Kecurangan Yudha terbongkar setelah pemilik perusahaan, Arnold Pratama Halim, bersama supervisor Kwantoro Wijaya melakukan audit internal pada Juli 2024. Hasilnya, ditemukan selisih dana sebesar Rp132.401.000 dari 411 unit barang yang telah keluar dari gudang.

Akibat perbuatannya, CV. VAPOR PRO mengalami kerugian signifikan. Tindakan terdakwa dijerat Pasal 374 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan, dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun.

Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. TOK

Polsek Tegalsari Dibakar Massa, Warung Rujak Endah Ikut Ludes: “Ya Allah, Ya Allah…”

Surabaya, Timurpos.co.id – Api membakar habis Polsek Tegalsari pada Minggu (30/8) dini hari, meninggalkan puing-puing bangunan cagar budaya sekaligus luka mendalam bagi warga sekitar. Salah satunya dialami Endah (65), penjual rujak cingur yang sehari-hari membuka warung kecil di samping kantor polisi tersebut.

Dengan mata berkaca-kaca, Endah berdiri menatap sisa arang tempat usahanya. Warung sederhana yang menjadi sumber penghidupannya hangus tanpa tersisa. “Saya keluar lihat api sudah besar. Ada tujuh stand di sana, warung saya yang pertama disasar api,” ucapnya lirih.

Endah mengaku tak sempat menyelamatkan apapun. Bahkan dua BPKB sepeda motor yang ia simpan di laci warung ikut terbakar. “Saya cuma ngelus dada, mbatin Ya Allah, Ya Allah,” tambahnya. Padahal, warung rujaknya kerap ramai dikunjungi pegawai kantor sekitar Jalan Tunjungan untuk makan siang.

Bangunan Polsek Tegalsari sendiri tak luput dari amukan massa. Warga menyebut, sebelum api membesar, sekelompok orang sempat masuk ke dalam kantor polisi dan menjarah sejumlah barang. Keesokan harinya, banyak masyarakat terlihat memunguti besi dan kuningan bekas terbakar di lokasi.

Seorang warga, Luqman, menuturkan api mulai terlihat sekitar pukul 00.23. Menurutnya, suasana Surabaya malam itu benar-benar mencekam. “Sebelum Polsek Tegalsari terbakar, Gedung Grahadi juga kena. Saya lihat sendiri massa menghadang mobil Damkar di Jalan Simpang Dukuh. Bahkan ada yang naik ke atas truk Damkar biar tidak segera melakukan evakuasi,” ungkapnya.

Kini, hanya bau asap menyengat dan tembok hitam hangus yang tersisa dari Polsek Tegalsari. Sementara Endah, perempuan paruh baya yang kehilangan tempat mencari nafkah, hanya bisa pasrah menghadapi kenyataan. TOK

Pencurian Kabel Primer Telkom di Mojokerto, Dugaan Persekongkolan Jahat & Aparat yang ‘Melempem’

Mojokerto, Timurpos.co.id – Sabtu malam hingga Minggu dini hari (30–31 Agustus 2025), suasana di Jalan Raya Dlanggu, Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto, tampak mencurigakan. Sejumlah orang sibuk menggali aspal jalan menggunakan bor listrik. Mereka bukan pekerja perbaikan jalan atau petugas resmi yang lazim terlihat. Tujuannya bukan perbaikan infrastruktur, melainkan mencari kabel primer milik PT Telkom Indonesia.

Pantauan di lokasi menunjukkan, begitu kabel ditemukan, para pekerja segera masuk ke lubang galian. Kabel itu diikat dengan rantai besi, lalu ditarik secara paksa menggunakan truk. Dua kendaraan, bernomor polisi AE 22875 UX dan Z 8611 HX, tampak disiapkan untuk mengangkut hasil tarikan.

Praktik ini bukan sekadar tindakan kriminal biasa. Kerugian negara berlapis bisa terjadi: dari sisi hilangnya aset kabel, kerusakan jalan akibat galian, hingga potensi gangguan layanan telekomunikasi masyarakat.

Dokumen Bermasalah: Legal atau Abal-Abal?
Saat awak media mencoba menelusuri keabsahan kegiatan tersebut, seorang pengawas bernama Dimas bersama seorang anggota Korem, Yongki, hanya menunjukkan nota dinas (nodin) dan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) dari Polres Mojokerto.

Namun, dokumen paling penting—Simlock (Surat Izin Melaksanakan Pekerjaan)—tidak pernah ditunjukkan. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa aktivitas penggalian kabel tersebut tidak memiliki dasar hukum yang sah.

Lebih jauh, sumber internal menyebutkan bahwa jalur kabel di STO Telkom Dlanggu tidak termasuk dalam kontrak pekerjaan resmi. Dugaan kuat muncul: ada persekongkolan jahat antara pihak tertentu untuk mengambil keuntungan dari proyek yang tidak tercatat secara legal.

Polisi Diduga “Masuk Angin”
Yang lebih mengundang tanda tanya, aktivitas ini seakan berjalan mulus tanpa hambatan. Aparat kepolisian justru terlihat permisif. Padahal, jelas ada indikasi pelanggaran hukum.

“Kerugian negara jelas terjadi. Pertanyaannya, mengapa Polres Mojokerto begitu mudah membiarkan hal ini? Apakah ada sesuatu hingga kepolisian terkesan melempem dan pura-pura tidak paham hukum?” kritik seorang aktivis antikorupsi di Mojokerto.

Kecurigaan publik menguat bahwa ada pihak penegak hukum yang “masuk angin”. Sikap diam aparat justru memperkuat dugaan adanya backing di balik aktivitas penggalian kabel tersebut.

Pasal Hukum yang Mengintai
Secara hukum, aksi ini dapat dijerat Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersekutu, serta Pasal 53 ayat (1) KUHP mengenai percobaan melakukan kejahatan.

Lebih berat lagi, jika benar ada persekongkolan untuk memperkaya diri melalui proyek fiktif atau tidak sah, maka perbuatan ini dapat masuk dalam ranah tindak pidana korupsi. Pasal 15 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor menegaskan, pemufakatan jahat untuk melakukan korupsi dipidana sama dengan pelaku utama.

Bantahan Perusahaan: Kami Legal
Di sisi lain, pihak pelaksana proyek, PT Putri Ratu Mandiri, membantah keras tuduhan ilegalitas.

“Intinya Telkom mengakui kami legal dan semua terawasi oleh pihak terkait, serta sudah sesuai prosedur,” jelas pengawas proyek, Sholeudin.

Senada, perwakilan perusahaan bernama Yobi menuding pemberitaan yang beredar cenderung menyudutkan.

“Mas, berita yang sampean buat itu menyudutkan PT kami, padahal sampean tidak datang ke lapangan dan hanya terima data dari orang. Kami punya legalitas, tapi narasi sampean tetap menuduh dan menyudutkan,” ucap Yobi kepada Timurpos.co.id, Minggu (31/8).

Publik Menunggu Keberanian APH
Kasus pencurian kabel Telkom di Mojokerto ini kini menjadi sorotan luas. Masyarakat menunggu langkah tegas aparat penegak hukum (APH), khususnya Unit Tipikor dan Tipidek Polri, untuk memastikan kebenaran dokumen, memeriksa seluruh pihak yang terlibat, dan menindak tegas pelaku jika terbukti bersalah.

Di tengah dugaan persekongkolan dan lemahnya pengawasan aparat, satu hal yang jelas: kerugian negara nyata terjadi. Pertanyaannya, apakah kasus ini akan benar-benar diusut hingga tuntas, atau hanya akan berakhir sebagai “proyek siluman” yang berlindung di balik dokumen abu-abu? M12

Polres Mojokerto Tutup Mata Adanya Dugaan Pencurian Kabel Telkom

Mojokerto, Timurpos.co.id – Aktivitas mencurigakan kembali terjadi di kawasan Jalan Pacet daerah Dlangu, Mojokerto. Pada malam hari, awak media mendapati sekelompok orang tengah melakukan penggalian dan penarikan kabel tembaga yang disebut-sebut milik PT Telkom Indonesia. Aktivitas itu diklaim dikerjakan oleh sebuah perusahaan kontraktor bernama PT Putri Ratu Mandiri.

Namun, ada fakta janggal yang membuat aktivitas ini patut dipertanyakan. Beberapa waktu sebelumnya, tim Korem Mojokerto menangkap sejumlah orang di titik yang sama karena diduga mencuri kabel milik Telkom. Saat ini kasus tersebut masih berproses di Polres Mojokerto.

Tidak Ada Nota Dinas, Proyek Patut Diduga Ilegal

Berdasarkan temuan lapangan dan keterangan internal Telkom, wilayah STO Telkom Dlangu Mojokerto—tempat aktivitas penggalian itu berlangsung ( sabtu, 30/08/200 ), tidak termasuk dalam nota dinas resmi yang dikeluarkan PT Telkom untuk proyek penarikan kabel.

“Data resmi hanya mencatat pekerjaan di Krian dan Mlirit Rowo. Tidak ada pekerjaan di wilayah Dlangu. Kalau ada aktivitas di sana, itu bisa disebut sebagai tindakan vandalisme atau pencurian,” tegas salah satu sumber internal PT Telkom Regional Jawa Timur kepada Timurpos.co.id.

Fakta ini memperkuat dugaan bahwa pekerjaan penarikan kabel di Pacet bukan bagian dari proyek resmi.

Koordinator Lapangan Bungkam

Tim media mencoba melakukan klarifikasi kepada pihak proyek. Sholeudin, yang disebut sebagai koordinator lapangan, dihubungi melalui aplikasi WhatsApp. Namun, hingga berita ini diturunkan, tidak ada respons. Bungkamnya pihak lapangan semakin menambah tanda tanya atas legalitas proyek tersebut.

Potensi Jerat Pidana

Jika benar terbukti ilegal, maka aksi ini berpotensi menjerat para pelakunya dengan Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan, yang dilakukan secara bersekutu, serta Pasal 53 ayat (1) KUHP mengenai percobaan tindak pidana.

“Penarikan kabel tembaga tanpa nota dinas jelas bisa dikategorikan sebagai pencurian aset negara. Kabel tembaga Telkom itu bagian dari infrastruktur vital komunikasi. Kalau dicuri, dampaknya bisa merugikan ribuan pelanggan dan bahkan mengganggu layanan publik,” tambah sumber dari Telkom.

Menunggu Tindakan Aparat (Polres Mojokerto)

Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari pihak PT Telkom maupun aparat penegak hukum terkait aktivitas mencurigakan ini. Masyarakat berharap APH (Aparat Penegak Hukum) segera turun tangan untuk menyelidiki dan menindak tegas para pelaku.

Kasus ini menunjukkan bahwa praktik pencurian kabel masih menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan layanan telekomunikasi di Indonesia. Penegakan hukum yang tegas menjadi kunci agar aksi serupa tidak terus terulang. M12

Nasib Petani Di Mojokerto Tak Menentu

Surabaya, Timurpos.co.id – Terkait polemik sisa pembayaran tanah yang diklaim oleh 7 petani asal Desa Sumber Girang, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto sejak 6 tahun lalu yang diduga belum dibayar oleh pembeli, tim investigasi mencoba menelusuri jejak pembeli tanah.

Dari informasi yang didapati oleh awak media, pembeli tanah petani tersebut diduga ada 3 orang yakni dua orang pria berinisial NW dan SWW asal Jalan Kapasan Dalam Surabaya dan seorang perempuan berinisial IKW asal Jalan Manyar Surabaya.

Dilokasi pertama, yakni di alamat pria berinisial NW dan SWW di Jalan Kapasan Dalam Surabaya, rumah tampak sepi dan terkesan tidak berpenghuni. Menurut keterangan warga sekitar, rumah tersebut telah lama kosong ditinggal oleh pemiliknya.

“Sudah 7 tahun pindah mas. Tapi tidak tahu pindahnya kemana,” terang salah satu warga sekitar.

Karena tidak dapat bertemu dengan NW dan SWW, awak media melakukan penelusuruan terhadap pembeli tanah selanjutnya yakni seorang perempuan berinisial IKW di Jalan Manyar Surabaya.

Namun, saat awak media menanyakan perihal orang yang dimaksud, pemilik rumah menyampaikan bahwa rumah tersebut sudah bukan milik IKW.

“Sudah pindah lama mas. Sebenarnya saya saudaranya mas, tapi saya tidak tahu dia pindah kemana,” tuturnya.

Merujuk, dari nama belakang ketiga pembeli tanah petani yang berlokasi di Mojokerto tersebut, kuat dugaan ketiganya merupakan 1 keluarga dan kuat dugaan merupakan nama marga.

Adapun tujuan awak media mencoba melakukan konfirmasi terhadap ketiga pembeli tanah petani tersebut bertujuan agar kebenaran terkait sisa pembayaran tanah milik petani bisa terbuka secara terang benderang. Apakah tanah petani sudah terbayar lunas atau ada hal lain yang membuat petani tidak menerima sisa pembayaran tanahnya. Sedangkan, sertifikat tanah milik para petani sudah berganti nama.

Mengingat, tanah para petani tersebut tidak langsung dijual kepada pembelinya, melainkan melalui perangkat Desa Sumber Girang dengan mengatas namakan panitia penjualan tanah petani.

Tentunya diharapkan instansi – instansi terkait dapat segera turun tangan terkait permasalahan ini. Karena, ini untuk kepentingan kemaslahatan. Jangan sampai masyarakat terus berpikir bahwa negara ini dikuasai oleh para mafia tanah. TOK/*