Hakim PT Surabaya Kabulkan Upaya Banding Stevanus Hadi Candra Tjan

Foto: Kuasa Hukum Stevanus Hadi Candra Tjan

Surabaya, Timurpos.co.id – Hakim Pengadilan Tinggi Surabaya mengabulkan upaya banding Stevanus Hadi Chandra Tjan, melawan istri mantan Polisi, Melpa Tambunan. Yang mana pada pokoknya memutuskan proses jual beli rumah di Sidoarjo yang dilakukan oleh Agus Maulana Kasiman dan Stevanus Hadi Candra Tjan dinyatakan sah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya.

Dikabulkannya upaya hukum banding atas perkara jual beli rumah ini dibenarkan oleh Kuasa Hukum Stevanus, Jance Leonard Sally, S.H. Jatmiko Agus Cahyono, S.H., M.H., dan Dia Pradana Saleh, S.H Rabu (11/12/2024).

Hal ini sesuai dengan putusan Pengadilan Tinggi Surabaya tanggal 24 September 2024 dengan Nomor 631/PDT/2024/PT SBY.

“Putusan Pengadilan Tinggi itu sudah menolak gugatan (Penggugat) Melpa Tambunan secara seluruhnya dan mengabulkan gugatan Rekopensi, Stevanus Hadi Chandra Tjan,” ujarnya saat ditemui wartawan.

Ia menambahkan, dalam gugatan Rekopensi yang dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi itu diakui mengenai akte jual beli rumah di Sidoarjo yang dilakukan oleh kliennya dengan Agus Maulana Kasiman, suami dari Melpa Tambunan, dianggap sah oleh hakim. Ia menyatakan, dalam perkara ini hakim melihat jika kliennya adalah seorang pembeli beritikad baik sehingga perlu dilindungi secara hukum.

“Dalam gugatan Rekopensi yang dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi itu, mengenai akte jual beli tanah dan rumah di Sidoarjo yang dilakukan oleh Stevanus Hadi Candra Tjan dengan pak Agus Maulana Kasiman dianggap sah oleh hakim,” tambahnya.

Dengan adanya putusan tersebut, Hakim menyatakan bahwa Stevanus merupakan pemilik yang sah atas rumah dan tanah yang disengketakan oleh Melpa.

“Meski demikian, pihak dari istri mantan polisi itu menyatakan tidak terima dan melakukan upaya kasasi. Oleh karena itu, dirinya berharap nanti Hakim ditingkat kasasi akan dapat melihat putusan ditingkat pengadilan tinggi ini sebagai salah satu acuan yang dapat memberikan keadilan pada kliennya.

“Saat ini kami sudah mengajukan kontra memori kasasi, tinggal menunggu diputus saja. Harapan kami, hakim agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia itu memutus dengan seadil-adilnya dan berkepastian hukum, sehingga klien kami mendapatkan keadilan,” tegasnya.

Ia menjelaskan, pihaknya sempat meminta pendapat dari Ahli Hukum Keperdataan Universitas Airlangga Surabaya, Dr.Ghansam Anand, S.H., M.Kn, yang menyatakan dalam pendapat hukumnya, kliennya memang sebagai pembeli yang beritikad baik. Ia beralasan, jika kliennya sudah memenuhi semua persyaratan yang sah secara hukum.

“Dalam pendapat hukum tersebut, Melpa (Terbanding/Penggugat) tidak memiliki kapasitas hukum untuk menggugat karena rumah yang menjadi objek sengketa bukan merupakan gono-gini dari perkawinan antara melpa dan Agus Maulana kasiman.

Terkait dengan hal itu, kliennya juga sudah mengajukan surat perlindungan hukum kepada Ketua Mahkamah Agung RI dan Komisiyudisial RI dan ditembuskan kepad Presiden RI serta instansi terkait lainnya. Hal itu dilakukan lantaran Melpa bukan pertama kalinya melakukan gugatan semacam ini. Oleh karenanya guna menegakan hukum dan berhak pula klien saya mendapatkan perlindungan hukum atas pembeli beritikad baik, agar terwujud kepastian hukum dan menjaga proses peradilan yang benar.

Kasus ini sendiri bermula dari persoalan jual beli sebuah tanah dan rumah yang berada di Sidoarjo. Rumah tersebut dimiliki oleh Agus Maulana, seorang anggota Kepolisian.

Dari perkenalannya dengan Agus itu lah, ia pun bersepakat untuk melakukan transaksi jual beli rumah milik Agus yang beralamat di Jalan Rambutan Pondok Candra, Sidoarjo.

Transaksi jual beli itu pun dilakukan langsung antara dirinya, Agus Maulana Kasiman beserta istrinya dihadapan Notaris dengan membawa dokumen-dokumen yang dipersyaratkan untuk membuat Akta Jual Beli.

Lalu di tempat notaris dilakukan pencocokan dokumen KTP dan sertifikat atas nama Agus Maulana Kasiman didapatnya atau dibelinya sekitar tahun 1995. Tidak hanya itu, pihaknya juga melakukan checking di BPN oleh pegawai notaris tersebut.

Setelah itu selesai, pihaknya melakukan transaksi jual beli dihadapan Notaris dan dibayar lunas. Stevanus dan Agus Maulana Kasiman pun menandatanganinya dan tertuang sebagaimana Akta Jual Beli nomor 7088/2013 tanggal 31 Desember 2013.

Masalah pun dimulai saat Agus Maulana Kasiman meninggal dunia. Seseorang yang bernama Melpa Tambunan mengaku sebagai istri dari Agus Maulana.

Dari pengakuan ini, Melpa pun dianggap berupaya mencari-cari kesalahannya. Hal ini dibuktikan dengan upaya Melpa yang mengunggatnya berkali-kali.

Terhitung sejak tahun 2020, ia digugat oleh Melpa di Pengadilan Negeri Sidoarjo yang terdaftar dengan perkara Nomor 353/Pdt.G/2020/PN. SDA. Lalu, ia kembali digugat di Pengadilan Negeri Surabaya yang terdaftar dengan perkara Nomor : 6/Pdt.G/2021/PN.Sby., tanggal 4 Januari 2021.

Pada 11 Juni 2021, Melpa kembali mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Cibinong yang terdaftar dengan perkara Nomor : 181/Pdt.G/2021/PN. Cbi. Pada pengadilan ini, gugatan Melpa dinyatakan tidak dapat diterima.

Terakhir, saat ini Melpa mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Surabaya dengan Nomor perkara: 656/PDT.G/2023/PN.SBY. TOK

KontraS Kritisi LPSK Dalam Perkara Permohonan Restitusi Tragedi Kanjuruhan

Foto: Andi Irfan, perwakilan KontraS

Surabaya, Timurpos.co.id – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali menjadi sorotan. Puluhan korban Tragedi Kanjuruhan mengajukan permohonan restitusi terhadap para terpinana tragedi Kanjuruhan akhirnya berlangsung.

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengkritik proses ini. Sebab jumlah korban yang diajukan dalam permohonan restitusi belum mencakup seluruhnya.

Andi Irfan, perwakilan KontraS, menyatakan bahwa Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) hanya mendaftarkan 73. Padahal tragedi Kanjuruhan menewaskan 135 nyawa. Ditambah lagi, ada ratusan orang mengalami luka-luka.

“Kami sayang sekali permohonan restitusi ini belum meliputi semua korban baru 73 dari 135 dan ratusan korban luka,” keluh Andi Irfan. Selasa, (10/12/2024).

Selain itu, KontraS juga menyoroti pihak-pihak yang diajukan sebagai termohon restitusi. Yaitu Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, Suko Sutrisno Security Officer, AKP Hasdarmawan, mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, dan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto. Menurutnya itu masih kurang.

Andi Irfan menekankan, bahwa tragedi Kanjuruhan melibatkan berbagai pihak dari berbagai lembaga, termasuk kepolisian, PT Liga Indonesia Baru (LIB), dan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Sedangkan, aturan restitusi, memungkinkan untuk menuntut pihak ketiga yang terlibat dalam peristiwa tersebut.

“Para tersangka kan bukan bertugas sebagai individual tetapi sebagai bagian dari kelembagaan. Para Polisi bertugas karena diperintah. Itu harus menjadi tanggung jawab institusi. Demikian kegiatan 1 Oktober itu kan ada tanggung jawabnya ada PSSI ada LIB ada Arema, harusnya lembaga-lembaga itu juga sebagai tergugat,” ucap Andi Irfan.

Andi Irfan juga menyebutkan Nur Cholis sebagai ketua majelis hakim saat menyidangkan perkara ini membuka kesempatan LPSK untuk melakukan revisi permohonan gugatan restitusi. Para korban yang belum tercover diperbolehkan dimasukkan dalam permohonan. KontraS berharap LPSK segera merevisi.

Namun, LPSK memiliki pandangan lain. Rianto Wicaksono tenaga ahli LPSK menegaskan, bahwa dalam sidang perdana hakim hanya menanyakan, apakah akan tetap memproses permohonan yang sudah masuk. “Bukan membuka kembali ya, hanya (memastikan) berkas yang sudah masuk,” terang Rianto.

Menurut Rianto bagi korban yang tidak terdaftar restitusi masih ada jalan lain yang bisa ditempuh. Yaitu melalui melalui gugatan perdata. “Jadi masih ada jalan lain ya,” tandasnya. Sedangkan, menurut Andi Irfan jika menggugat secara perdata, maka tidak bisa menuntut pihak institusi yang berkaitan dengan tragedi Kanjuruhan. Karena gugatan perdata hanya menuntut ganti rugi kepada personal.

Untuk diketahui bahwa, Kelima terpidana kini telah dihukum penjara setelah mereka dinyatakan bersalah atas tewasnya 135 Aremania, 24 orang luka berat dan 623 orang luka ringan dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang saat pertandingan Arema versus Persebaya pada 1 Oktober lalu.

Ketiga polisi terpidana perkara itu divonis berbeda. Wahyu dihukum 2,5 tahun penjara, Bambang 2 tahun dan Hasdarmawan 1,5 tahun penjara. Dua terpidana lain, masing-masing Haris selaku ketua panpel Arema divonis 2 tahun dan Suko sebagai security officer dihukum 1 tahun penjara. TOK

,

Komang Sebut Perbuatan Terdakwa Spontanitas dan Tidak Ada Mensrea

Surabaya, Timurpos.co.id – Sidang lanjutan perkara penendangan terhadap Builiding Manager (BM) Apartemen One Icon Residence, Agustinus Eko Pudji Prabowo, dengan agenda pembacaan Pledoi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (23/09/2023).

Sebelumnya, terdakwa yang merupakan pemilik dan penghuni apartemen ini dituntut 9 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis dari Kejari Surabaya karena terbukti melanggar Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam nota pembelaannya, I Komang Aries Dharmawan, SH, MH selaku Penasihat Hukum terdakwa meminta agar majelis hakim mengeluarkan penetapan yang menyatakan saksi Agustinus Eko Pudji Prabowo (korban) telah memberikan keterangan palsu saat bersaksi di PN Surabaya pada 8 Juli 2024 lalu.

Pertama, terkait keterangan Saksi yang menyatakan terdakwa tidak pernah minta maaf, padahal faktanya terdakwa sudah dua kali meminta maaf, saat proses Restorative Justice (RJ) di Polsek Tegalsari dan Kejari Surabaya.

Kedua, lanjut Komang, saksi mengaku memiliki kantor disamping lobby apartemen, namun fakta lain disampaikan saksi lainnya yakni Yosifar Endika Satriya bagian receptionist dan saksi Nyomaris Dianto satpam apartemen yang menyebut kantor saksi Agustinus Eko Pudji Prabowo bukan berada di samping lobby apartemen melainkan ada di lantai I.

“Berdasarkan kebohongan-kebohongan tersebut, Kami Penasihat hukum memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia untuk membuat penetapan yang menyatakan saksi Agustinus Eko Pudji Prabowo telah memberikan keterangan palsu diatas sumpah, sebagaimana dalam UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 242 ayat (1) yang berbunyi: Setiap orang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus memberikan keterangan di atas sumpah atau keterangan tersebut menimbulkan akibat hukum, memberikan keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan maupun tulisan, yang dilakukan sendiri atau oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu yang diberikan dalam pemeriksaan perkara dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun, dan ayat (2) yang berbunyi: Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merugikan tersangka, terdakwa, atau pihak lawan, pidananya ditambah 1/3,” urai Komang.

Dalam pledoinya, Komang juga memohon kepada majelis hakim agar menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa. Komang menyebut jika perbuatan yang dilakukan terdakwa karena spontanitas dan tidak ada mens rea atau niat jahat.

“Menyatakan seluruh dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Membebaskan Terdakwa Heru Herlambang Alie, Ir, MBA dari semua tuntutan hukum (Vrijspraak),” kata Komang saat membacaan nota pembelaanya di ruang sidang Kartika 2 PN Surabaya.

Selain itu, alat bukti yang dijadikan barang bukti berupa 1 Flashdisk merek SANDISK 64 GB yang berisi hasil rekaman CCTV persitwa kejadian juga menjadi alasan Komang meminta terdakwa di vonis bebas. Komang menyebut jika barang bukti tersebut diperoleh dengan cara yang tidak sah karena tidak memenuhi persyaratan materiil sebagaimana diatur oleh undang-undang.

“Barang bukti tersebut disita dari Fajar Kurniawan Eka Ramadhan dan tidak dijadikan saksi dalam BAP Perkara ini. Barang bukti juga tidak pernah diputar dalam persidangan,” ujar Komang.

Komang juga meminta Majelis Hakim mengabaikan keterangan ahli hukum pidana Sapta Arilianto, S.H., M.H., LL.M dari Universitas Airlangga Surabaya yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan secara terbuka pada 15 Juli 2024 lantaran tidak cermat dan teliti dalam memberikan keterangan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di atas sumpah saat proses penyidikan yang tidak sesuai keterangannya dengan satu dan lainnya.

“Dalam BAP Nomor 2 yang telah diparaf dan ditandatangani, Ahli hukum pidana ini dengan jelas dan terang menyatakan dirinya diperiksa sebagai ahli hukum pidana memasuki pekarangan orang lain tanpa hak,” kata Komang.

Namun didalam keterangan lainnya lanjut Komang, ahli menjelasakan tentang unsur-unsur Pasal 335 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

“Ahli juga tidak pernah melihat langsung alat bukti berupa rekaman CCTV kejadian, ahli hanya dipertunjukan foto-foto yang diambil dari penggalan Flashdisk merek SANDISK 64 GB yang berisi rekaman kejadian. Oleh karena itu, Penasihat hukum menganggap bahwa ketidakprofesionalan ahli hukum pidana ini sangat berdampak pada netralistasnya yang keteranganya digunakan sebagai alat bukti yang sah,” tandas Komang.

Untuk diketahui, terdakwa Heru Herlambang Alie didakwa telah melakukan ancaman kekerasan kepada saksi Agustinus Eko Pudji Prabowo, Building Manager Apartemen One Icon Residence pada 5 Juni 2023 lalu.

Ancaman kekerasan tersebut lantaran terdakwa dianggap 2 kali melakukan penendangan kepada saksi akibat komplain pemasangan CCTV diarea apartemen tidak direspon. Terdakwa menuntut CCTV dipasang lantaran mobilnya mengalami kerusakan pada bagian bodynya. TOK

Sales PT Ritel Jaya Sakti Vinilon Grub, Wadul Ke Disnaker dan Transmigrasi Jatim

Surabaya, Timurpos.co.id – PT. Ritel Jaya Sakti yang bergerak di bidang material building dibawah Naungan Vinilon Group, diduga tidak membayar Insentive sales atas pencapaian target penjualanya.

Salah satu sales berinisial SA menjelaskan bahwa, berawal pada bulan desember 2023 yang mana beberapa team sales depo sidoarjo achive memenuhi target penjualan dengan depo tembus sebesar Rp 1 miliar. Sehinga merujuk pada ketentuan seharusnya mendapatakan insentive sekitar Rp 10 juta dan untuk SPV mendapatkan Rp 3 juta.

“Nanun sayangnya pihak perusahan tidak mencairkan insentive tersebut, hingga saar ini. Seharusnya insentive dibayarkan paling lambat di Bulan April 2024 ini,” keluhnya, kepada Timurpos.co.id, Minggu (05/05/2024).

BACA JUGA:
Waduh..!! Sudarsono Peracik Jamu Ilegal, Dituntut 2 Bulan Penjara

Ia menambahkan bahwa, terkait perkara ini kami sudah melaporkan ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur, pada tanggal 02 Mei 2024 lalu, dan informasinya pihak Dinas akan segera menindak lanjuti.

Terkait adanya persoalan tersebut, awak media mencoba mendatangi kantor cabangnya di Jalan Sidorogo no. 88 Desa Pertapanmaduretno, Kec. Taman, Kab Sidoarjo bersama beberapa pegawai ke pihak managemen melalui Direktur Sales PT. Ritel Jaya Sakti yakni Jefri Kurniawan belum memberikan penjelasan secara resmi. M12

PN Surabaya Masih Berlakukan Sidang Daring Meskipun Pandemi Covid-19 Sudah Dicabut

Suasana sidang Daring (Online) di PN Surabaya

Surabaya, Timurpos.co.id – Pengadilan Negeri Surabaya Kelas 1A Khusus masih saja menjalankan persidang secara daring (dalam jaringan) terhadap perkara Pidana meskipun masa pandemi Covid- 19 statusnya sudah dicabut oleh Pemerintahan Republik Indonesia. Meskipun ada juga sidang yang dilakukan secara ofline (terdakwa dihadirkan) di Persidang secara langsung.

Dari catatan Timurpos.co.id sidang daring banyak persoalan yang harus dihadapi, khususnya dalam hal jaringan, tak segan-segan baik Hakim maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) demi kelancaran sehingga mengunakan Video call, meskipun hampir setiap ruang sidang sudah dilengakapi TV, cuma dua ruangan Sari 2 dan Sari 3 tampa dilengkapi TV.

Hal ini bisa mempengaruhi kemandiri dan independesi Hakim dalam memutus sebuah perkara Pidana sehingga berpontensi sikap subyektifitas Hakim yang berdampak pada munculnya disparitas putusan Pidana.

Terkait permasalah tersebut, Shadiqin SH menjelaskan, bahwa adanya sidang daring ataupun online menjadi tantangan bagi Majelis Hakim untuk menggali kebenaran Materiil atas terjadinya peristiwa Pidana.

“Karena dalam putusan sidang Pidana menyakut nasib orang yang mana dalam hal ini dibutuhkan kehati-hatian dan keseriusan dalam menggali kebenaran materiilnya,” kata Shodiq kepada Timurpos.co.id. Senin (07/08/2023).

Apa lagi tambah Shadiq, seharusnya Pengadilan juga memperhatikan Keppres no 17 tahun 2023 tentang penetapan berakhirnya status pandemi corona virus disease 2019 (Covid)  di Indonesia. tidak ada alasan lagi diberlakukannya sidang Online karena menghindari Covid 19.

Karena lanjut Shadiq, semua tempat pelayanan publik sudah melaksanakan Keppres yang sudah diberlakukan sejak 21 Juni 2023 lalu, kemudian kenapa Pengadilan belum bisa melaksanakan Keppres itu,  padahal ini menyangkut seseorang yang juga ingin mendapatkan hak yang sama di depan hukum.

“apa alasan daripada sidang yang tetap menggunakan sistem online, kalau yang kemarin-kemarin masih punya alasan Covid 19, tapi sejak 21 juni lalu sudah ada Keppres tentang penetapan berakhirnya Pandemi, itu harus jadi acuannya agar bisa sidang tatap muka,” tandasnya. Tok