Timurpos.co.id – Surabaya – Sidang lanjutan perkara penipuan penjualan kayu bulat sebanyak 4 ribu meter kubik, yang membelit terdakwa Andri Yanto yang mengakibatkan kerugian Bos PT Idub Sufi Wahyu Abadi, Dudung sebesar Rp. 5,2 miliar dengan agenda pemeriksaan terdakwa yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Sutrisno di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Kamis, (22/12/2022).
Dalam pemeriksaan terdakwa Andri Yanto menyampaikan, bahwa menerima DP pembelian kayu sebanyak 4.000 meter kubik sebesar Rp. 6 miliar dari Dudung, namun kayu tersebut tidak diberikan, hingga waktu yang disepakati.
Saat disinggung oleh JPU, terkait uang tersebut digunakan untuk apa,” uang tersebut, selain dipergunakan untuk kepentingan pribadi sebesar Rp. 600 juta, juga untuk biaya operasional, pembelian Sparepart, perbaikan jalan dan jembatan,” kata terdakwa Andri.
Disinggung terkait adanya penjualan kayu kepada Dudung, apakah sudah mendapatkan izin dari Paulus.” Tidak yang mulia” . Saya sendiri yang membuat Kop surat PT. Dewata Wanatama Lestari (DWL), tanpa sepengetahuan perusahaan.
Untuk diketahui berdasarkan surat dakwaan JPU Rista Erna Soelistiowati dan Sabetania R. Paembonan dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menyebutkan, bahwa berawal dari terdakwa Andri menjamin bahwa kayu bulat yang dijualnya itu sudah mengantongi izin dan siap dikirim dari Mahakam Ulu, Kalimantan Timur ke Surabaya tiga bulan setelah pembayaran. Dia juga menunjukkan surat perjanjian kerjasama dengan PT Dewata Wanatama Lestari (DWL) selaku perusahaan yang memiliki sebagai pengelola dan mempunyai hak jual kayu-kayu hutan tersebut.
Lihat Juga : Residivis Eksi Anggraeni Dituntut 3 Tahun Penjara, Terkait Perkara Penipuan Emas Batangan
Dudung yang tertarik dengan tawaran itu kemudian menandatangani perjanjian jual beli kayu-kayu itu dengan Andri. Bos PT Idub Sufi Wahyu Abadi itu kemudian mentransfer Rp. 2 miliar ke rekening PT DWL. Namun, kayu-kayu pesanannya tidak kunjung dikirim ke Surabaya. Andri saat ditanya berdalih sedang ada perbaikan jalan dan pembangunan jalan. Dia mengaku butuh Rp. 4 miliar untuk proyek tersebut dengan jaminan apabila Dudung membantu pendanaan maka kayu-kayu itu akan segera dikirim.
Dudung kemudian kembali mentransfer Rp 3.250.000.000 ke rekening CV Abadi Timber Jaya (ATJ), perusahaan milik Andri dan sebagian lain ditransfer ke rekening PT DWL. Andri dan Miftahul Huda di Kantor Notsris di Jalan Untung Suropati Surabaya, menyerahkan sertifikat rumah di Ketintang Permai Surabaya, sebagai jaminan untuk pembiayaan perbaikan jalan. Setelah menuruti kemauan terdakwa Andri, kayu-kayu itu tidak kunjung diterimanya. Dudung kemudian menugaskan anak buahnya, Saikhu untuk mengecek ke lokasi di Kalimantan.
“Setelah dicek hanya ada 2.500 meter kubik kayu tebangan di lokasi sehingga masih belum mencukupi jumlah yang dipesan sebanyak 4.000 meter kubik. Pembuatan jembatan juga tidak ada sehingga pada saat itu kayu bulat tidak dapat diturunkan dari tempat penebangan kayu ke log pond,” tutur jaksa Rista dalam dakwaannya.
Andri ternyata tidak punya kewenangan untuk menjual kayu-kayu hasil penebangan PT DWL. CV ATJ, perusahaan Andri memang punya perjanjian kerjasama dengan PT DWL. Namun, dalam perjanjian itu CV ATJ hanya sebatas melaksanakan kegiatan operasional pemungutan dan pemanfataan hasil hutan.
Artinya, terdakwa Andri selaku direktur CV ATJ tidak berhak menjual atas nama CV ATJ maupun atas nama pribadi. Hak penjualan kayu bulat tetap pada PT DWL.
Direktur PT DWL Paulus Warsono Broto disebut tidak tahu mengenai perjanjian jual beli antara Andri dengan Dudung. Paulus juga disebut tidak pernah menandatangani perjanjian tersebut. Mengenai uang pembayaran dari Dudung yang masuk ke rekening PT DWL, ternyata itu rekening bersama yang dikelola Andri. Jaksa Rista mendakwa Andri telah menipu Dudung hingga merugikan Rp 5.250.000.000 dan mendakwa terdakwa dengan Pasal 378 KUHPidana.
Lihat Juga : Residivis Rachmad Masyhuri Diadili Lagi Terkait Penipuan Penjualan Tanah Kavling Di Sidoarjo
Hingga kini Dudung juga tidak menerima pengembalian uang yang sudah dibayarkannya kepada Andri. Dua sertifikat rumah di Ketintang yang dijadikan jaminan ternyata juga masih dikuasai Notaris. (Ti0)