Suasana sidang di ruang Sari 2 PN Surabaya
Surabaya – Sidang lanjutan perkara pembatalan penetapan Pengampuan
Justini Hudaya (Terampu) terhadap adik perempuannya yang bernama Harjanti Hudaya, kembali digelar dengan agenda keterangan saksi fakta dan ahli perdata yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim I Made Subagia Astawa di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Senin, (09/10/2023).
Dalam sidang kali ini Pihak terampu Justini Hudajaja menghadirkan saksi Didik seorang guru dansa dan ahli Keperdataan dari Universitas Airlangga, DR Faisal Kurniawan SH., MH., di ruang Sari 3 PN Surabaya.
Dalam keterangan ahli Perdata menyapaikan bahwa, Hak dan kewajiban pengampu, setelah penetapan adalah pengampu bertanggungjawab perdata. Pengampu dapat melakukan upaya-upaya atas kepentingan terampu. Namun demikian, pengampu bisa bertanggungjawab terhadap utang. Akan tetapi pengampu tidak bisa dibebani tanggungjawab pidana dan perdata. Pengampu bisa mengurus harta terampu dan melakukan atas nama terampu.
“Dengan keluarnya penetapan pengampuan dari Pengadilan Negeri (PN) masih sah dan belum dibatalkan. Dalam pembatalan, kreditur bisa membatalkan pengampuan, saudara atau keluarga.
Disingung Kuasa Hukum Penggugat, Andi Darti SH bertanya pada Ahli mengenai Permenkes No 77 Tahun 2015 disebutkan bahwa permintaan pemeriksaan jiwa , terkait masalah hukum harus diberikan berdasarkan permintaan dari penyidik Kepolisian ?
Atas pertanyaan tersebut, Ahli Perdata tidak dapat memberikan pendapatnya dan terkesan kurang paham atas permasalahan ini.
Kembali Andi Darti SH bertanya pada Ahli mengenai PERMA No 3 Tahun 2018 yang menyebutkan, bahwa pembatalan pengampuan bisa lewat perlawanan jika perkara masih otw (berjalan-red), penetapan pengampuan, jika status pengampu tersangka, bagaimana Ahli bisa menjelaskan ?
Ahli hanya menjelaskan penetapan pengampuan hanya dimintakan karena adanya gangguan kejiwaan yang dinyatakan oleh dokter. Ahli tidak dapat memberikan keterangan yang rinci dan detil atas pertanyaan ini.
Sehabis sidang Kuasa Hukum Penggugat, Andi Darti SH mengatakan, kalau ada UU itu, maka yang ada di bawahnya adalah PP. Sama halnya dengan UU MA, produk hukum di bawahnya adalah PERMA, sifatnya wajib diikuti oleh hakim.
Sedangkan azas Publisitas, kalau hal itu tidak dipenuhi bukan tidak mengikat. Akan tetapi konsekuensi dari permohonan tersebut adalah cacat hukum. Kalau gugatan cacat hukum, harus dibatalkan.
“Dapat dimintakan pembatalan sesuai pasal 444 KUH Perdata,” cetus Andi Darti SH.
Keterangan Ahli Perdata tadi, tidak mengakui adanya PERMA No. 3 Tahun 2018. Kalau Ahli bersikap fair, PERMA itu sama dengan PP. Jadi setiap UU, di bawahnya itu PP. UU MA, di bawahnya itu PERMA yang wajib diikuti oleh pengadilan -Pengadilan di bawah MA.
“Kalau dia menyatakan bahwa sifatnya kaku, saya menolak keras. Ahli perdata tidak mengakui PERMA itu. Ahli Perdata dari Universitas Airlangga (Unair) DR Faisal Kurniawan SH MH tidak mengakui adanya PERMA No.3 Tahun 2018, padahal kedudukan PERMA itu sama dengan PP. Ketika UU itu ada PP-nya, maka UU MA itu ada PERMA-nya, sebagai petunjuk teknis MA yang wajib diikuti oleh pengadilan-pengadilan di bawah MA,” katanya.
Sedangkan keterangan saksi Didik (guru dansa) diragukan, karena tidak serumah dengan Harjanti Hudaya. Akan tetapi terlalu banyak tahu dengan kondisi Harjanti sehari-harinya.
Padahal, saksi hanya mendengar Harjanti mau bunuh diri dan stress, sulit berkomunikasi ketika berada di Jakarta dan SUrabaya. Padahal, saksi tidak serumah dan tidak tahu pasti kondisi kesehariannya.
Saksi juga tidak mengetahui bahwa Harjanti punya hutang dan saksi tidak tahu mengajukan permohonan pengampuan di PN Surabaya
Terpisah kuasa hukum dari terampu menyatakan gugatan pengugat salah almat karana berdasarkan keterangan ahli tadi yang bisa mengajukan permohonan adalah pihak keluarga ataupun dirinya sendiri dan gugutan ini katanya PHM, namun dalam peritumya adalah meminta pembatalan pengapuan.
“Kami menilai gugatan ini cacar formil dan Majelis Hakim harus menolak gugatnya,” kata kuasa hukum terampu selapas sidang di PN Suranaya. Tok