Surabaya, Timurpos.co.id – Sidang lanjutan perkara penipuan dan penggelapan yang membelit terdakwa Greddy Harnando, warga Ketintang Surabaya, dengan modus investasi modal usaha memenuhi kebutuhan kain sprei merek King Koil, dengan agenda pemeriksaan saksi Direktur PT. Garda Tanatek Indonesia (PT GTI) di Pengadilan
JPU menghadirkan saksi Indah Catur Agustin (37) yang sekaligus sebagai terdakwa dalam berkas penuntutan terpisah (saksi splitzing),yang menerangkan dalam persidangan bahwa, saksi sebagai Direktur di PT.GTI, bergerak dibidang perdagangan tekstil, pakain, dan alas kaki.
“Saya mengetahui adanya Investasi sejak September 2020 sampai 2022,Komisaris utama Graddy,sejak 2019 akhir,” terangnya.
Ia menambahkan bahwa, masalah ini, setelah pak Canggih menlpon saya, menanyakan terkait bagi hasil, pak canggih transfer uang, uang saya juga masuk ke perusahaan, saya dirugikan juga,saat itu pak Canggih menagih memakai Preman, datang kerumah saya dan rumah pak Graddy,karena peristiwa itu, usaha saya sendiri yaitu Sleepbody menjual spey dan bad cover, mandek selama 8 bulan lebih,saya dengan graddy antara Direktur dengan Komisaris,” jelasnya.
“Awalnya saya dikenalkan Graddy dari Arif Wicaksana,saat tahun 2020 berjalan lancar, selanjutnya ada pengembangan usaha lain, ada pupuk, masker,elpiji 3 kg, semua berhubungan dengan eepbody semua, semua dikerjakan di Workshop saya, ada baju penjahitannya dan pengiriman ya saya semua, dikerjakan di Work shop saya,” terang saksi.
“Kerjasama dengan King Koil memang ada,” tanya Jaksa,
“Tidak ada pak,apa yang dikatakan Canggih, saya tidak tahu,saya tahu setelah ditelpon oleh Canggih,RAB suplay King Koil, September – November, Graddy mengirim RAB Terkait PO King Koil, dikirim Graddy ke Investor saya tidak tau, memang RAB yang buat saya,” katanya.
“PO yang ada lambang logo King Koil,padahal anda punya logo sleepbody,bagaimana itu,” tanya Jaksa.
“Sleepbody sedang naik pak, banyak yang bilang bahannya serupa King Koil, tapi bukan dari King Koil,tapi itu saya yang membuat pak,disitu Graddy selalu mencari Investor untuk Sleepbody,” terang saksi.
“Waktu itu saya percaya saja, logo dicantumkan King Koil, ya saya percaya,katanya diiming-iming bagi hasil juga mendapat keuntungan untuk Sleepbody, justru ini tidak diuntungkan.”
Pemegang Token Bank BCA dan Mandiri hanya dua orang, Graddy dan Indah Catur,Sebab Terdakwa Graddy dilaporkan, saat saksi Canggih Soelimin menagih hasil keuntungan, yang mana ada 19 transaksi, Canggih menagih dengan mendatangkan kelompok ormas. 19 transaksi senilai 5,9 Miliar, 5,9 M sudah termasuk dari 7 transaksi,dalam penyitaan barang mobil mini coper, Toyota Lexus, Anting Diamond, mobil Alpard, jadi total yang belum dikembalikan 4 Miliar.” Modalnyang belum dikembalikan 4 Miliar,diparap dan didampingi PH saat di penyidik,”
“Sepengetahuan saksi, apa akan dikembalikan modal dan keuntungan,” tanya Jaksa .
“6,4 M setoran pak canggih, seharusnya bunga dan keuntungan, sudah ada pengembalian modal,5,9 seharusnya yang dikembalikan,19 kontrak kerja sudah klear, uang alokasi setoran pqk Canggih di setor ke PT.GTI Semua,secara umum, ada yang ke Graddy,ada ke saya, dan ada beberapa nama yang saya tidak tahu,” pungkasnya.
Untuk diketahui dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rista Erna Soelistiowati, Vini Angeline dan Agus Budiarto, dari Kejati Jatim, menyebutkan bahwa, awalnya korban berkenalan dengan Greddy Harnando pada tahun 2019. Dan pada tahun 2020 korban dipertemukan oleh terdakwa Indah Catur Agustin di Cafe Tanamerah Jalan Trunojoyo 75 Surabaya. Saat itu Graddy Harnando mengaku sebagai Komisaris Utama di PT GTI bergerak dibidang perdagangan besar tekstil, pakain, dan alas kaki. Dan Indah sebagai Direktur Utamanya.
Pada bulan September 2020, Greddy kembali bertemu dengan korban bersama saksi Silvester Setiyadi Laksmana dan Wisnu Rudiono di Cafe Tanahmera Jalan Trunojoyo No. 75 Surabaya. Greddy mengatakan kalau PT GTI sedang kerjasama dengan PT Duta Abadi Primantara, pemegang lisensi/ izin resmi merk King Koil di Indonesia untuk kebutuhan kain yang nilainya milyaran rupiah.
Dalam kondisi pandemi COVID-19, rumah sakit-rumah sakit membutuhkan banyak sprei sekali pakai lalu dibuang. Atas kebutuhan tersebut, King Koil menerima banyak pesanan sprei dari rumah sakit-rumah sakit.
Atas cerita tersebut, Greddy Harnando meminta agar korban Canggih mau berinvestasi dan dijanjikan keuntungan 4 persen dari nilai investasi.
Kemudian terdakwa Indah menyakinkan korban bahwa adanya order dari King Koil dalam jumlah besar, dan menjanjikan bagi hasil 4 persen tiap bulannya. Akhirnya korban pun tertarik dan mau menginvestasikan dananya hingga Rp 5,950 miliar.
Setelah jatuh tempo dari kesepakatan, korban nyatanya tidak mendapatkan keuntungan seperti yang dijanjikan. Selanjutnya korban Canggih meminta agar terdakwa Greddy dan Indah untuk segera mengembalikan modal yang sudah diinvestasikan. Namun terdakwa justru menghindari dan beralasan sedang banyak pemenuhan kebutuhan kain King Koil, meminta saksi Canggih tetap investasikan modalnya.
Supaya korban Canggih tidak menarik dananya, Greddy memberikan 7 lembar cek BCA KCP Klampis nilai total RP 5,950 miliar. Namun saat saksi Canggih Soliemin mencairkan cek tersebut tidak bisa karena rekening giro atau rekening khusus telah ditutup.
Bahwa setelah korban maksa agar terdakwa mengembalikan dananya, akhirnya ada dana yang bisa dikembaliin secara bertahan sejumlah Rp 1,125 miliar dengan alasan pihak PT. Duta Abadi Primantara belum membayar ke PT.GTI.
Menurut keterangan saksi Shinta Dwi Laksmi selaku HRD PT Duta Abadi Primantara, perusahaannya tidak pernah mengeluarkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) supply kain king koil periode September – November 2020, RAB periode November – Desember 2020, tidak pernah bekerja sama dengan terdakwa Indah Catur Agustin dan Terdakwa Greddy Harnando.
Somasi saksi Canggih Soliemin, kepada Terdakwa Indah Catur Agustin dan Greddy Harnando, tidak ada tanggapan. Perbuatan Terdakwa Indah Catur Agustin dan Greddy Harnando, saksi Canggih Soliemin mengalami kerugian Rp 4.825.000.000,-
Atas perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 378 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau dakwaan kedua sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. TOK