Bernadya Anisah Akui Menjual Darah Plasma

Timurposjatim.com – Sidang Jual Beli Darah Plasma Konvalesen untuk pasien Covid-19 dengan terdakwa Yogi Agung Prima Wardana bersama dengan dua terdakwa lain, yakni Bernadya Anisah Krismaningtyas dan Mohammad Yunus Efendi kembali digelar dengan agenda Keterangan saksi yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Martin Ginting di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.Senin (29/11/2021).
Yunus Efendi menjelaskan Bahwa sebelum sudah diberi arahan oleh Yogi untuk mendampingi keluarga Pendonor di PMI Surabaya dari lantai satu hingga lantai 2 dan terkait siapa penerima donor darah tidak tau.
“Untuk pengisian formulir semuanya pendonor bukan saya dan ada 11 orang pendonor,itu semuanya atas seizin dan sepengetahuan dari Yogi.”kata Yunus yang bukan Pegawai PMI Kota Surabaya.
Ia menambahkan bahwa untuk Bernadya Anisah tidak pernah ketemu hanya berkomunikasi melalui telepon saat itu atas suruhan dari Yogi.
“Untuk setiap mendampingi pendonor mendapatkan uang Rp.200 ribu,tapi hanya mendapatkan uang dari Yogi sebanyak Rp.600 ribu secara tunai dan Rp.350 ribu dari Bernadya Anisah melalui transfer,”Kata Yunus dihadapan Majelis Hakim.
Lanjut ke Bernadya Anisah Krismaningtyas yang berkerja sebagai Penjaga Unit Gawat Darurat (UGD) di Rumah Sakit Mitra Keluarga menyapaikan,Bahwa sudah mengenal dengan Yogi mulai 2016.Sekitar pada bulan Juli 2019 Yogi menghubungi apabila ada yang membutuhkan darah Plama.Saya kira gratis ternyata ada harganya sekitar Rp.3,5 Juta hingga Rp.5 juta lebih tergantung dari kelangkaan darah.
“Dari penjualan darah mendapatkan keuntungan Rp.500 ribu dan sudah menjual darah 2 kali.Sebanarnya Bukan mendapatkan keuntungan dari penjualan darah itu hanya uang terimakasih,”kelit Bernadya Anisah.
 
Terkait Keterangan saksi terdakwa Yogi Agung Prima Wardana menyatakan,Bahwa ada yang benar dan ada yang salah.
 
“Untuk uang yang diberikan kepada Yunus dibuat untuk transportasi,Uang makan dan uang rokok,”kata Yogi.
Di ujung persidangan Yogi Agung Prima Wardana mengakui kesalahannya dan meminta keringan hukuman dikarenakan mempunyai riwayat penyakit asma akut.
Untuk diketahui berdasarkan surat dakwaan, Yogi Agung Prima Wardana bersama dengan dua terdakwa lain, yakni Bernadya Anisah Krismaningtyas dan Mohammad Yunus Efendi, disebut telah melakukan praktik jual beli plasma konvalesen untuk pasien Covid-19,Pada Juli-Agustus lalu.
Pada persidangan sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) membeberkan fakta bahwa Yogi Agung Prima Wardana yang sempat bekerja di Unit Donor Darah Palang Merah Indonesia (UDD PMI) Surabaya telah memperjualbelikan plasma konvalesen seharga Rp2,3 sampai 3 juta. Atas perbuatannya, Yogi didakwa dengan Pasal 195 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan “juncto” Pasal 55, Ayat 1, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).(Tio) 

Izza Ajudan Bupati Nganjuk Uang Suap untuk Beli Mobil dan Bersenang-senang

Timurposjatim.com – Majelis Pengadilan Tipikor Surabaya kembali menggelar sidang dugaan kasus suap Bupati Nganjuk nonaktif Novi Rahman Hidayat dengan agenda pemeriksaan saksi mahkota pada Jumat (26/11/2021). Dimana terdakwa Ajudan Bupati M Izza Muhtadin bersaksi atas terdakwa Bupati nonaktif Novi Rahman Hidayat. 


Pada sidang yang digelar, M Izza Muhtadin menjadi saksi untuk atasannya tersebut meralat hampir semua jawaban pada berita acara pemeriksaan (BAP), khususnya soal aliran uang. Izza membantah aliran uang syukuran yang diterima dari pada camat ataupun pejabat lainnya yang dipilih, atas permintaan sang bupati. 


Ia menyatakan, permintaan uang syukuran tersebut atas inisiatifnya, dan untuk kepentingan pribadi. “Itu atas inisiatif saya pribadi. Untuk kepentingan pribadi,” ujar Izza di persidangan. 
“Uangnya saya bawa sendiri. Untuk kepentingan pribadi,” tambahnya. 
Dalam persidangan Izza mengaku menyesal atas apa yang terjadi hingga turut menyeret atasannya tersebut ke meja hijau.

Izza pun meminta maaf kepada Bupati Novi bahwasanya selama ini dia berkelit tidak mengakui karena ketakutan ingin menyelamatkan dari perkara ini. Ia juga mengaku ingin menyelamatkan hasil dari harta-hartanya. 
Terdakwa juga mengakui bahwa uang-uang tersebut digunakan untuk karaoke bersenang-senang dan membeli mobil. 


Ia pun menyatakan apa yang disampaikan di persidangan adalah sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Bahkan meskipun ketua majelis hakim mengingatkan jawabannya bisa memperberat hukuman, Izza tetap teguh dengan jawabannya di persidangan tersebut. 
“Karena ini sesuai dengan apa yang ada di lapangan.

Saya sudah bersumpah di bawah Al-Quran untuk memberikan kesaksian yang sebenar-benarnya,” kata Izza.(Tio)

Sutinah Calo Bintara Diadili

Timurposjatim.com – H. Mimid Achmid bercita-cita cucunya, Dimas Eka Permana menjadi anggota Polri. Namun, Eka yang sempat ikut seleksi pendaftaran Bintara Polri di Polda Jatim pada 2017 lalu ini gagal dalam tahap tes jasmani.

Mimid yang merupakan purnawirawan TNI ini langsung percaya ketika Sutinah menawari cucunya bisa masuk sebagai anggota polisi melalui jalur khusus. Asalkan menyetor sejumlah uang. Namun, setelah uang Rp 300 juta disetor, Dimas tidak diterima sebagai anggota Polri.Kamis (25/11/2021).


“Kami percaya karena dia ketika itu sebagai anggota Provos Polda Jatim,” ujar Mimid saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya,Pada Rabu 24 November 2021.


Sutinah ketika itu menjanjikan Dimas bisa diterima sebagai anggota Polri meski tidak lulus tes jasmani. Dia mengeklaim ada jenderal bintang tiga dari Mabes Polri yang bisa memasukkan pendaftar meski gagal tes Bintara Polri tahun 2016. Dimas dijanjikan bisa mengikuti pendidikan susulan tahun 2017. Ucapan Sutinah itu membuat Mimid percaya.


Mimid lantas mentransfer Rp 300 juta secara bertahap sebanyak empat kali. Namun, setelah uang tersebut disetor, Dimas tetap tidak bisa masuk pendidikan bintara. “Ada pengumuman. Cucu saya tidak lulus,” katanya.


Dimas yang kini sudah menjadi pegawai Dinas Perhubungan Pemkab Sidoarjo menambahkan, ketika itu dirinya tidak lulus tes jasmani karena larinya kurang cepat. Sutinah ketika itu menelepon keluarganya. “Daftarnya ketika itu di Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Saya tidak lulus karena larinya kurang,” ucapnya.


Mimid bukan korban satu-satunya. Adiknya sendiri, Abdul Muiz Hadi yang merupakan anggota Polisi juga menjadi korbannya. Ketika itu, Muiz ingin memasukkan anaknya, Suhaimi Febriadi sebagai anggota polisi. Muiz baru membayar separonya, yakni Rp 150 juta. Suhaimi juga gagal masuk pendidikan bintara. 


“Awalnya Sutinah yang telepon adiknya, Abdul Muiz. Ada pengumuman. Anaknya tidak lulus,” katanya.


Sementara itu, Sutinah tidak keberatan dengan keterangan para saksi. Dia mengakui perbuatannya. Penasihat hukumnya dari bantuan hukum Polda Jatim yang enggan disebutkan namanya menolak saat dikonfirmasi seusai persidangan. Alasannya, karena mereka masih belum mendapatkan izin dari Humas Polda Jatim untuk memberikan komentar.(Tio)

Polisi Nyabu Dapat Narkoba dari Kasat Memo Ardian

Timurposjatim.com – Mantan Kanit III Satresnarkoba Polrestabes Surabaya Iptu Eko Julianto dan dua anak buahnya, Aipda Agung Pratidina dan Brigadir Sudidik mengakui kerap mengonsumsi sabu-sabu. Mereka berdalih untuk menggali informasi dalam proses pengungkapan kasus penyalahgunaan narkoba. Pengakuan itu mereka sampaikan saat diperiksa sebagai terdakwa. 


“Saya saat undercover dan masuk ke jaringan juga harus memakai narkoba karena tuntutan kerja untuk melakukan tangkapan besar,” ujar Sudidik dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya,Kamis (25/11/2021)
Meski begitu, Sudidik mengeklaim bahwa dirinya tidak sampai ketergantungan narkoba. Sebab, dia hanya mengonsumsi sabu-sabu saat melaksanakan tugas saja. “Saya hanya berobat ke dokter karena merasa takut bisa menjadi ketergantungan,” katanya.


Narkoba yang ditemukan di kamar Hotel Midtown saat penangkapan ketiganya oleh Paminal Mabes Polri diperoleh dari mantan Kasatresnarkoba Polrestabes Surabaya AKBP Memo Ardian. Narkoba jenis sabu-sabu itu merupakan barang bukti dari kasus narkoba yang tersangkanya melarikan diri. 
“BB (barang bukti) diberi kasat Memo. BB sabu itu asalnya dari penangkapan Ari Bimantara yang kabur dan saya ikut terlibat,” ungkapnya. 


Agung juga mengungkapkan keterangan yang sama. Yakni, narkoba itu diberi Memo. Tujuannya, untuk pengungkapan kasus. “Sebulan sebelum kejadian dikasih Pak Memo untuk undercover. Mengenai anggota lain dikasih juga atau tidak saya tidak tahu,” kata Agung.


Sementara itu, Eko mengatakan, narkoba yang menjadi barang bukti itu tidak dititipkan di tempat penitipan barang bukti karena belum ada tersangka. Menurut dia, tidak ada batas waktu polisi membawa barang bukti narkoba selama tersangkanya belum tertangkap. 


“Kalau BB yang belum ada tersangkanya akan menjadi temuan untuk pengembangan mencari tersangkanya,” ujarnya.
Ketiga polisi yang menjadi terdakwa kasus penyalahgunaan narkoba ini menyesali perbuatannya. Mereka berharap majelis hakim memberikan hukuman ringan. Sebab, mereka mengonsumsi narkoba itu untuk kepentingan pekerjaan. “Dengan kejadian ini kami bertiga sangat menyesal,” kata Eko.


Ketiga terdakwa sebelumnya ditangkap saat pesta narkoba di kamar hotel. Dari penangkapan itu, Paminal Mabes Polri menemukan narkoba berbagai jenis. Di antaranya sabu-sabu, ekstasi dan pil Happy Five. Jaksa penuntut umum Rakhmad Hari Basuki mendakwa ketiganya dengan Pasal 112 dan Pasal 114 Undang-undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. (Tio)