Timur Pos

Chazan Dipolisikan Usai Diduga Aniaya dan Todongkan Pistol ke Perempuan

Foto: Tangkapan Layar (int) 

Surabaya, Timurpos.co.id – Seorang perempuan muda Ristya (23) warga Kediding Tengah, Surabaya melapor dugaan tindak penganiayaan dan ancaman senjata api yang dilakukan oleh Dani alias Kasan di Polsek Krembangan Surabaya. Jumat (19/12).

Rista menjelaskan, bahwa ia mengaku menjadi korban penganiayaan yang diduga dilakukan oleh seorang laki-laki yang mengaku bernama Dani atau Chazan

Awal kejadian bermula saat korban dihubungi oleh terduga pelaku dan diminta untuk menemani minum. Keduanya kemudian bertemu dengan kesepakatan imbalan sebesar Rp100.000. Namun, dalam pertemuan tersebut, terduga pelaku diduga meminta pelayanan yang melebihi kesepakatan awal.

“Saya menolak permintaan tersebut dan meminta bayaran sebesar Rp200.000. Namun Dani menolak kemudian marah. Dalam kondisi tersebut, korban mengaku dipukul menggunakan tangan kosong pada bagian kepala.” Kata Rista.

Ia mengaku diancam akan ditembak, dengan menodongkan senjata ke arah kepala. Merasa terancam dan mengalami kekerasan,

‘Merasa terancam akhirnya melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Krembangan untuk ditindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku.” Tambahnya.

Terpisah terlapor Dani alias Chazan pengusaha Rental mobil, hingga berita ini diturunkan belum memberikan penjelasan terkiat laporan Rista.

Untuk diketahui perkara ini telah dilaporkan di Polsek Krembangan Surabaya dengan Berdasarkan Laporan Pengaduan Nomor: LP-B/MIURES.1.6/2025/RESKRIM/Tanjung Perak/SPKT Polsek Krembangan, peristiwa tersebut terjadi pada Jumat dini hari sekitar pukul 03.40 WIB di Jalan Dupak Bangunsari No. 67, Surabaya. Tok

Sidang Korupsi Dana Desa Umbuldamar, Saksi Ungkap Nota Fiktif dan Dugaan Penggelembungan Anggaran

Surabaya, Timurpos.co.id – Persidangan perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Umbuldamar Tahun Anggaran 2021 kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Surabaya. Sejumlah saksi dihadirkan Jaksa Penuntut Umum untuk mengungkap dugaan praktik penggelembungan anggaran dan pembuatan nota fiktif yang melibatkan Kepala Desa dan Bendahara Desa Umbuldamar.

Saksi Fahturrosi selaku Ketua BPPD Umbuldamar dalam keterangannya mengaku dipanggil terkait dugaan penyalahgunaan Dana Desa tahun 2021. Ia menyebut, Mugiono menjabat sebagai Bendahara Desa saat itu. Menurutnya, beberapa kegiatan yang tercantum dalam laporan pertanggungjawaban tidak pernah dilaksanakan di lapangan, seperti kegiatan pengajian desa dan peningkatan kapasitas pemerintah desa.

Fahturrosi juga menyoroti pengadaan pembelian lahan parkir untuk wisata kolam renang. Ia mengatakan pihaknya hanya dilibatkan pada tahap perencanaan, namun tidak pernah dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. “Perencanaan dilakukan oleh Irfan dan awalnya disepakati boleh digunakan, namun setelah muncul permasalahan, kegiatan itu dinyatakan tidak diperbolehkan,” ujarnya.

Terkait aliran dana, saksi mengungkap adanya penyerahan uang sebesar Rp 75 juta dari Mugiono kepada Sugito, sementara sisanya tidak diketahui peruntukannya. Selain itu, disebutkan dana Rp 18 juta untuk pembangunan bronjong, namun Fahturrosi menegaskan tidak pernah menerima uang tersebut.

Dalam sidang juga terungkap pemotongan honor guru desa sebesar Rp 50 ribu per bulan dengan alasan pajak. Biaya operasional kegiatan yang seharusnya Rp 500 ribu, menurut saksi, hanya diterima Rp 250 ribu saat pelaksanaan.

Sejumlah saksi dari pihak penyedia barang dan jasa turut memberikan keterangan. Iman Hambali, pemilik Queen Print, mengaku pernah bekerja sama terkait pembuatan spanduk dengan harga Rp 25 ribu per meter, padahal harga normal spanduk ukuran 1×3 meter sekitar Rp 75 ribu. Ia juga menyebut masker Covid-19 dihargai Rp 400 ribu per boks dan menegaskan tidak pernah memberikan bon kosong.

Sementara itu, Bayu Frasa, pemilik Toko Dian Pustaka, menyatakan tidak pernah bekerja sama dengan Pemerintah Desa Umbuldamar dan tidak pernah bertemu dengan kedua terdakwa, meski namanya tercantum dalam nota senilai Rp 4,5 juta dan Rp 8,5 juta. Hal senada disampaikan Nurliaan, pemilik Toko Hidayah, yang mengaku pernah menjual barang ke desa namun tidak pernah datang langsung ke kantor desa dan tidak pernah memberikan nota kosong.

Saksi lainnya, Sutrisno dari Toko Bangunan Raya, menyebut tidak pernah melayani pembelian besi wermes untuk desa. Hamin Junaidi, penyedia jasa sewa ekskavator, mengaku menyewakan alat berat untuk perataan tanah kolam renang dengan biaya sekitar Rp 27 juta untuk 72 jam kerja, namun tidak mengetahui secara pasti hasil fisik pekerjaan tersebut.

Saiful dari UD Sumber Rejeki mengungkap pernah dimintai stempel oleh pihak desa untuk keperluan perizinan. Ia menyebut nilai dalam nota mencapai Rp 175 juta, padahal nilai riil pekerjaan hanya sekitar Rp 6 juta. Fakta ini menguatkan adanya penggelembungan nota yang kemudian dibenarkan oleh para terdakwa dalam persidangan.

Dalam dakwaan yang dibacakan, Terdakwa I Maskurroji selaku Kepala Desa Umbuldamar dan Terdakwa II Mugiono selaku Bendahara Desa didakwa secara bersama-sama menyalahgunakan kewenangan dalam pengelolaan APBDes 2021. Maskurroji diduga meminta dana desa tanpa usulan penggunaan yang jelas, kemudian membuat bukti pertanggungjawaban tidak sesuai kondisi sebenarnya dengan cara mengisi nota fiktif dan membubuhkan stempel buatan pribadi agar seolah-olah asli.

Perbuatan tersebut diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Akibat perbuatan itu, negara disebut dirugikan, dengan Terdakwa I diduga memperkaya diri sendiri sebesar Rp 175.409.180,91 dan Terdakwa II sebesar Rp 59.322.708,16.

Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Marcus tersebut masih akan berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi lanjutan. Tok

Jumat Berkah, Samsat Surabaya Selatan Berbagi Nasi Bungkus Usai Salat Jumat

Surabaya, Timurpos.co.id – Semangat berbagi dan kepedulian sosial kembali ditunjukkan oleh Samsat Surabaya Selatan melalui kegiatan Jumat Berkah dengan membagikan nasi bungkus kepada masyarakat usai pelaksanaan Salat Jumat, Jumat (19/12/2025).

Kegiatan sosial tersebut berlangsung di sekitar area masjid dan Kantor Samsat Surabaya Selatan. Puluhan nasi bungkus dibagikan kepada jamaah Salat Jumat, petugas kebersihan, pengemudi ojek daring, serta masyarakat sekitar sebagai wujud kepedulian sekaligus rasa syukur.

Kepala Samsat Surabaya Selatan menyampaikan bahwa kegiatan Jumat Berkah ini merupakan agenda rutin yang bertujuan menumbuhkan nilai kebersamaan dan kepedulian sosial, sekaligus mempererat hubungan antara instansi pelayanan publik dengan masyarakat.

“Melalui kegiatan berbagi ini, kami berharap dapat memberikan manfaat dan kebahagiaan sederhana bagi masyarakat, khususnya setelah melaksanakan ibadah Salat Jumat,” ujarnya.

Antusiasme terlihat dari para penerima nasi bungkus yang menyambut kegiatan tersebut dengan penuh rasa syukur. Mereka mengapresiasi langkah Samsat Surabaya Selatan yang tidak hanya fokus pada pelayanan administrasi kendaraan bermotor, tetapi juga aktif berperan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.

Dengan terselenggaranya kegiatan Jumat Berkah ini, Samsat Surabaya Selatan menegaskan komitmennya untuk terus menghadirkan pelayanan yang humanis serta menebarkan kebaikan di tengah masyarakat, khususnya pada hari Jumat yang penuh berkah. BKR

Tiga Orang Mengaku Polisi, Geledah Rumah Rizal dan Tidak Temukan Apa-Apa

Foto: Tangkapan layar CCTV 

Surabaya, Timurpos.co.id – Dugaan salah sasaran kembali mencuat dan melibatkan diduga oknum anggota Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Seorang warga Tanah Merah, Surabaya, bernama Rizal, mengaku didatangi dan digeledah oleh tiga orang yang mengaku sebagai anggota kepolisian, pada Rabu (18/12) siang sekitar pukul 13.30 WIB.

Menurut penuturan Rizal, peristiwa tersebut bermula saat sebuah mobil Toyota Innova berwarna kuning emas. Dari mobil itu turun tiga pria yang mengaku sebagai anggota Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Salah satu di antaranya memperkenalkan diri bernama Suryanto dengan ciri-ciri bertubuh tegab dan berambut gondrong.

“Saat saya membuka pintu, tiba-tiba dia (Suryanto) mengatakan, ‘Sudah-sudah, kooperatif saja,’ sambil menunjukkan surat tugas, sebuah foto dan menanyakan apakah benar saya bernama Rizal,” ujar Rizal.

Rizal mengaku kebingungan karena tidak mengetahui maksud kedatangan para petugas tersebut. Ia kemudian diminta duduk di ruang tamu dan diberi tahu bahwa dirinya diduga terlibat kasus pencurian sepeda motor Honda Scoopy yang terjadi beberapa hari sebelumnya di kawasan Kalilom Lom, Surabaya.

“Saya jelaskan kalau saya tidak terlibat dalam kasus itu dan saya minta agar dipanggilkan pak RT atau tetangga sebagai saksi. Tapi permintaan itu ditolak dengan alasan tidak perlu membuat suasana ramai,” katanya.

Meski demikian, dua orang lainnya tetap melakukan penggeledahan ke sejumlah ruangan di dalam rumah, mulai dari kamar tidur hingga kamar mandi. Namun, penggeledahan tersebut tidak menemukan barang bukti apa pun yang berkaitan dengan dugaan tindak pidana.

“Setelah tidak menemukan apa-apa, mereka pergi, tapi sebelumnya sempat memotret KTP saya,” tambah Rizal.

Saat ditanya apakah dirinya mengalami tindakan kekerasan, Rizal menyebut tidak ada kekerasan fisik. Namun ia mengaku mengalami syok psikologis, terlebih peristiwa tersebut disaksikan langsung oleh anaknya.

“Tidak ada kekerasan, tapi saya syok karena kejadian itu dilihat anak saya,” ujarnya.

Terpisah Kasi Humas Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Iptu Suroto, terkait adanya orang yang mengaku Anggota Polres Pelabuhan Tanjung Perak, yang diduga salah sasaran dengan mengeledah rumah warga di daerah Tanah Merah Indah Surabaya mengatakan, bahwa “gak apa hafal mas, “Singkatnya kepada Timurpos.co.id.Tok

Kejati Jatim Ambil Alih Tuntutan Kasus Perburuan Satwa di Taman Nasional Baluran

Surabaya – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur resmi mengambil alih tuntutan pidana dalam perkara perburuan satwa liar di kawasan konservasi Taman Nasional Baluran, Kabupaten Situbondo. Langkah tersebut diambil menyusul perhatian publik yang luas sekaligus sebagai bagian dari penyesuaian kebijakan hukum pidana nasional yang akan segera diberlakukan.

Pengambilalihan ini menegaskan komitmen Kejati Jatim dalam menegakkan hukum konservasi secara berimbang, dengan tetap memperhatikan kepastian hukum, perlindungan lingkungan hidup, serta rasa keadilan di tengah masyarakat.

Perkara tersebut menjerat terdakwa Masir, yang didakwa melanggar Pasal 40B ayat (2) huruf b juncto Pasal 33 ayat (2) huruf g Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Saiful Bahri Siregar, S.H., M.H., menjelaskan bahwa peristiwa bermula pada Rabu, 23 Juli 2025 sekitar pukul 08.00 WIB. Terdakwa berangkat dari rumah menuju Blok Widuri RPTN Balanan SPTNW I Bekol, Taman Nasional Baluran, Kecamatan Banyuputih, dengan mengendarai sepeda motor protolan tanpa nomor polisi.

Di lokasi tersebut, terdakwa membawa perlengkapan untuk menangkap burung cendet dengan alasan mencari madu sekaligus berburu. Sekitar pukul 11.00 WIB, terdakwa memasang jebakan berupa ranting yang diolesi getah dengan umpan jangkrik yang diikat pada lidi.

“Metode ini digunakan untuk menarik burung cendet agar hinggap, kemudian ditangkap dan dimasukkan ke dalam wadah dari bambu maupun daun kelapa. Aktivitas tersebut dilakukan di beberapa titik hingga terdakwa berhasil menangkap lima ekor burung cendet,” ujar Saiful Bahri Siregar, Kamis (18/12/2025).

Sekitar pukul 14.00 WIB, petugas patroli dari Pos Watunumpuk Taman Nasional Baluran melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa. Dari hasil pemeriksaan, petugas menemukan lima ekor burung cendet yang disimpan dalam bubung bambu, ketupat dari daun kelapa, serta jaring berwarna hitam. Seluruh barang bukti kemudian diamankan dan terdakwa dibawa ke Polres Situbondo untuk proses hukum lebih lanjut.

“Tindakan tersebut menimbulkan kerugian ekologis yang tidak ternilai bagi kawasan konservasi,” tegasnya.

Kelima ekor burung cendet yang disita selanjutnya dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya oleh petugas berwenang dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di kawasan Taman Nasional Baluran.

Fakta persidangan juga mengungkap bahwa terdakwa bukan kali pertama melakukan perburuan satwa liar. Sejak tahun 2014 hingga 2025, terdakwa beberapa kali tertangkap petugas dengan indikasi kuat aktivitas perburuan, mulai dari ditemukannya bulu burung, jaring, hingga perekat pulut. Bahkan pada Juni 2024, terdakwa sempat tertangkap membawa tujuh ekor burung cendet dan hanya dikenai peringatan tertulis.

Dalam persidangan Kamis, 4 Desember 2025, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fitri Agustina Trianinggsih dari Kejaksaan Negeri Situbondo menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun, dikurangi masa tahanan. Sejumlah barang bukti dikembalikan kepada terdakwa, sementara alat-alat perburuan dirampas untuk dimusnahkan.

Pada 11 Desember 2025, penasihat hukum terdakwa mengajukan nota pembelaan (pledoi) yang kemudian ditanggapi Penuntut Umum melalui replik dalam sidang lanjutan 18 Desember 2025.

Kejaksaan Tinggi Jawa Timur selanjutnya mengambil alih tuntutan pidana tersebut dengan mempertimbangkan asas futuristik, seiring pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional (UU Nomor 1 Tahun 2023) yang efektif mulai 2 Januari 2026, serta Undang-Undang Penyesuaian Pidana yang disahkan DPR pada 8 Desember 2025.

Penyesuaian ini bertujuan meningkatkan efektivitas penegakan hukum, memperkuat perlindungan hak asasi manusia, serta menyelaraskan sistem pemidanaan dengan perkembangan zaman, termasuk peninjauan pidana minimum khusus dalam undang-undang sektoral tanpa mengurangi komitmen perlindungan lingkungan hidup.

Pengambilalihan tuntutan ini menjadi sinyal bahwa penegakan hukum konservasi tidak semata berorientasi pada pemidanaan, tetapi juga diarahkan pada keberlanjutan kebijakan hukum nasional yang adil, adaptif, dan berwawasan lingkungan. Kejati Jatim menegaskan komitmennya menjaga keseimbangan antara kepastian hukum, perlindungan ekosistem, dan rasa keadilan masyarakat.  Tok

Tak Kembalikan Dana Salah Transfer Rp118,5 Juta, Fufuk Wong Penjual Makanan Online Diadili di PN Surabaya

Surabaya, Timurpos.co.id – Harianto alias Fufuk Wong (54) harus duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Penjual makanan online itu didakwa menggelapkan dana salah transfer senilai Rp118,5 juta milik Alin Chandra. Kamis (18/12).

Perkara bermula saat Alin Chandra, pemilik toko material, hendak mentransfer uang kepada rekan bisnisnya bernama Hariyanto pada 27 September 2024. Alin kemudian meminta anaknya, Michael Chandra, melakukan transfer melalui mobile banking. Namun, Michael keliru mengirimkan uang ke rekening Harianto yang tersimpan dalam daftar penerima.

Sebelumnya, Alin sempat memesan makanan chinese food dari usaha milik Harianto. Kesalahan baru disadari setelah rekan bisnis Alin mengabarkan bahwa dana yang ditransfer belum diterima. Alin lalu memeriksa ulang bukti transaksi dan mendapati uang tersebut salah transfer.

Korban pun berupaya meminta pengembalian dana. Namun, Harianto disebut berulang kali menghindar hingga memblokir nomor telepon Alin. Pihak bank juga telah menyampaikan pemberitahuan terkait kesalahan transfer tersebut, tetapi tetap diabaikan oleh terdakwa.

“Setelah saya minta uang saya kembali, nomor saya malah diblokir,” ungkap Alin di hadapan majelis hakim.

Dalam surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Nyoman Darma Yoga menyebutkan uang tersebut digunakan terdakwa untuk kebutuhan pribadi, pengisian saldo dompet digital, serta aktivitas trading.

“Sekitar Rp100 juta digunakan terdakwa untuk trading Argo Dana,” ujar jaksa.

Terdakwa yang merupakan warga Pecindilan, Kecamatan Genteng, Surabaya, juga diketahui pernah menjalani hukuman penjara selama 1 tahun 8 bulan dalam perkara penggelapan.

Sementara itu, di hadapan persidangan, Harianto membantah mengetahui adanya kesalahan transfer. Ia mengaku tidak mengembalikan dana karena tidak mengetahui nomor telepon pemilik uang.

“Saya tidak tahu nomornya, jadi tidak bisa mengembalikan,” dalihnya. Meski demikian, terdakwa menyatakan kesediaannya untuk mengembalikan dana milik korban. Tok

Sidang KDRT Selebgram Vinna Natalia: Terdakwa Ungkap Dugaan Kekerasan Berulang, Ahli Ingatkan Pembuktian Psikis Harus Objektif

Surabaya, Timurpos.co.id – Sidang lanjutan perkara dugaan kekerasan psikis dalam rumah tangga (KDRT) dengan terdakwa selebgram Vinna Natalia Wimpie Widjoyo, S.E. kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (17 November 2025). Persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Pujiono dengan jaksa penuntut umum Siska Christina dan Mosleh Rahman dari Kejaksaan Negeri Surabaya ini mendengarkan keterangan terdakwa, sekaligus mengaitkannya dengan pandangan para ahli yang sebelumnya dihadirkan pihak terdakwa.

Dalam keterangannya, Vinna menyampaikan bahwa ia menikah pada 2012 dan dikaruniai tiga orang anak. Pernikahan yang dilangsungkan di Gereja Yohanes tersebut, menurutnya, diwarnai kekerasan fisik dan psikis yang terjadi berulang kali. Ia menyebut peristiwa puncak terjadi pada 12 Desember 2023, saat mengaku dipukul oleh suaminya hingga akhirnya meninggalkan rumah dan pulang ke kediaman orang tuanya di Sidoarjo pada 15 Desember 2023.

“Saya dihajar dari ujung kepala sampai ujung kaki,” ujar Vinna di hadapan majelis hakim. Ia mengaku mengalami pemukulan, ditarik rambutnya, dicekik, diinjak agar tidak bisa melarikan diri, hingga dipukul menggunakan ikat pinggang. Bahkan, ia menyatakan sempat mendapat ancaman serius. “Dia mengatakan bisa membunuh saya,” ucapnya.

Atas kejadian tersebut, Vinna melaporkan suaminya ke Polrestabes Surabaya. Namun, ia menilai proses penanganan perkara berjalan lama dan selama itu dirinya diarahkan untuk menempuh jalur perdamaian. Dalam kesepakatan yang disebut sebagai bagian dari proses restorative justice (RJ), Vinna mengaku diminta mencabut laporan KDRT dan gugatan cerai, dengan kompensasi berupa janji uang Rp2 miliar, uang bulanan Rp75 juta, serta sebuah rumah senilai Rp5 miliar. Menurutnya, kesepakatan itu tidak sepenuhnya terealisasi.

“Uang bulanan hanya diberikan satu kali, sedangkan rumah sampai sekarang tidak ada,” ungkapnya. Sejak meninggalkan rumah, Vinna juga mengaku kesulitan bertemu anak-anaknya karena tidak diberi izin, bahkan pihak sekolah menerima surat larangan tanpa persetujuan darinya.

Vinna turut mengungkap dugaan kekerasan lain yang terjadi setelah perdamaian, termasuk pemukulan terhadap asisten rumah tangga menggunakan tongkat golf serta dugaan perselingkuhan. Hal-hal tersebut, menurutnya, menjadi alasan untuk kembali mengajukan gugatan cerai pada 2024. Ia menegaskan bahwa angka kompensasi Rp20 miliar yang sempat muncul dalam mediasi di kejaksaan merupakan perhitungan kewajiban yang dinilai belum dipenuhi, bukan untuk benar-benar direalisasikan. Vinna juga mengaku tidak sepenuhnya menginginkan perdamaian, namun merasa berada di bawah tekanan berbagai pihak.

Sementara itu, dalam persidangan sebelumnya pada 15 November 2025, pihak terdakwa menghadirkan saksi ahli pidana dan psikologi. Ahli pidana Dr. Bastianto Nugroho, S.H., M.Hum. menjelaskan bahwa kekerasan psikis merupakan bentuk tindak pidana yang paling sulit dibuktikan karena tidak meninggalkan bekas fisik. Oleh karena itu, pembuktiannya harus ketat, objektif, dan terukur.

Menurutnya, tidak setiap konflik atau pertengkaran dalam rumah tangga dapat serta-merta dikualifikasikan sebagai kekerasan psikis. Penilaian harus mempertimbangkan intensitas, frekuensi, pola berulang, serta dampak nyata terhadap kondisi kejiwaan korban, termasuk hubungan sebab akibat antara perbuatan dan penderitaan psikis. “Hukum pidana tidak bekerja berdasarkan persepsi subjektif atau emosi semata,” tegasnya.

Ahli psikologi Dr. Probowati Tjondroegoro, Drt., MS., Psikolog menambahkan bahwa kondisi psikis tidak dapat dinilai secara instan. Gangguan psikis baru dapat disimpulkan jika terdapat perubahan signifikan dan menonjol antara kondisi sebelum dan sesudah peristiwa yang dipersoalkan. Indikatornya dapat berupa penurunan semangat hidup, menarik diri dari lingkungan sosial, murung berkepanjangan, hingga gangguan fungsi keseharian, namun harus dianalisis secara komprehensif dan berbasis metode ilmiah.

Para ahli juga menegaskan bahwa kekerasan psikis umumnya bersifat akumulatif, bukan akibat satu kejadian tunggal. Selain itu, permohonan cerai dipandang sebagai hak hukum setiap individu dan tidak otomatis merupakan bentuk kekerasan psikis. Terkait restorative justice, ahli pidana menjelaskan bahwa kesepakatan RJ memiliki konsekuensi hukum dan ingkar janji dapat berimplikasi pidana sepanjang memenuhi unsur-unsur yang ditentukan, namun tetap harus diuji secara objektif dan proporsional.

Sidang perkara ini akan dilanjutkan dengan agenda berikutnya, yakni pembacaan tuntutan. Tok

Ahli di Sidang Tipikor Surabaya: Perintah Atasan Tak Serta-Merta Hapus Unsur Korupsi

Surabaya, Timurpos.co.id – Sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana kompensasi desa kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya. Dalam persidangan tersebut, majelis hakim mendengarkan keterangan ahli hukum pidana dari Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya, Prof. Sadjiono, yang dihadirkan oleh pihak terdakwa.

Di hadapan majelis hakim, Prof. Sadjiono yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Ubhara Surabaya menegaskan bahwa perbuatan yang dilakukan berdasarkan perintah atasan tidak otomatis dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Namun demikian, menurutnya, perintah atasan juga tidak serta-merta menghapus unsur perbuatan melawan hukum.

“Apabila seseorang melakukan perbuatan karena perintah pejabat yang berwenang, maka pertanggungjawaban pidananya harus dilihat secara menyeluruh. Perintah tersebut tidak serta-merta menghilangkan sifat melawan hukum dari perbuatan yang dilakukan,” ujar Prof. Sadjiono dalam sidang, Rabu (17/12/2025).

Keterangan ahli tersebut berkaitan dengan perkara yang menjerat dua terdakwa, yakni Kepala Desa Sidokelar, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Moh. Saiful Bahri, serta mantan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sidokelar, Syafi’in. Keduanya didakwa terlibat dalam penyalahgunaan dana kompensasi desa yang seharusnya menjadi Pendapatan Asli Desa (PAD).

Usai mendengarkan keterangan ahli, majelis hakim melanjutkan persidangan dengan pemeriksaan terdakwa. Syafi’in dalam keterangannya mengaku bahwa tindakannya berawal dari perintah Kepala Desa Sidokelar sebelumnya, Ahmad Zailani, yang menjabat pada periode 2013–2014. Ia menyebut dana kompensasi diterima saat kepala desa lama masih menjabat dan dirinya hanya menjalankan instruksi.

“Selama itu, uang kompensasi masuk ke rekening pribadi kepala desa dan sudah saya setorkan,” kata Syafi’in.

Sementara itu, Moh. Saiful Bahri menjelaskan bahwa dirinya menjabat sebagai Kepala Desa Sidokelar pada periode 2013–2018. Ia mengaku mengetahui adanya dana kompensasi dari PT Sari Dumai Sejati setelah mendapat penjelasan dari Syafi’in. Menurutnya, dana tersebut masuk ke rekening pribadi, namun bunga banknya telah dikembalikan dan sebagian dana digunakan untuk kepentingan desa, termasuk rencana pendirian BUMDes.

Meski demikian, Saiful Bahri juga mengakui sebagian dana sempat digunakan untuk kepentingan pribadi. Ia menyebut telah membuat pembukuan sederhana terkait penggunaan dana dan menegaskan dana sebesar Rp189 juta telah dikembalikan.

Dalam persidangan juga dihadirkan saksi meringankan, Muklis, yang menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Desa pada 2014. Ia mengaku mengetahui aliran dana kompensasi jalan desa lebih dari Rp400 juta yang diterima dari Bagus Sugianto dan kemudian diserahkan kepada Syafi’in atas perintah Kepala Desa Ahmad Zailani.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam surat dakwaan menyatakan bahwa Syafi’in bersama Moh. Saiful Bahri telah menyalahgunakan dana kompensasi sebesar Rp420 juta yang berasal dari PT Sari Dumai Sejati. Dana tersebut diberikan sebagai kompensasi penggunaan jalan desa oleh perusahaan dan seharusnya disetorkan ke kas desa.

Dalam dakwaan bernomor PDS-09/LAMON/08/2025, jaksa mengungkap bahwa pada Maret 2014 dana sebesar Rp380 juta ditransfer ke rekening pribadi Syafi’in, setelah sebelumnya Rp40 juta digunakan untuk pembayaran pesangon sejumlah perangkat desa. Dana tersebut disimpan hampir lima tahun dan menghasilkan bunga bank sebesar Rp58 juta yang dinikmati untuk kepentingan pribadi.

Pada Januari 2019, sisa dana kompensasi dipindahkan ke rekening pribadi Moh. Saiful Bahri. Namun, laporan penggunaan dana yang kemudian dibuat dinilai tidak memenuhi ketentuan karena tidak dilengkapi dokumen resmi, seperti Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan bukti pengeluaran yang sah.

Berdasarkan hasil audit Inspektorat Kabupaten Lamongan tertanggal 11 Juli 2025, perbuatan para terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp382,3 juta.

Atas perbuatannya, JPU mendakwa Syafi’in melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Sementara Moh. Saiful Bahri ditangani dalam berkas perkara terpisah.

Majelis hakim menunda persidangan dan akan melanjutkannya dengan agenda pembacaan tuntutan dari JPU pada Rabu (7/1/2026). “Sidang saya tutup dan ditunda dua minggu ke depan,” ujar Ketua Majelis Hakim, Cokia Ana P. Oppusunggu. Tok

Kejati Jatim Tegaskan Komitmen Disiplin, Jaksa Kejari Sidoarjo Dinyatakan Negatif Narkoba

Surabaya, Timurpos.co.id – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) menegaskan komitmennya dalam menegakkan disiplin dan menjaga integritas institusi menyusul beredarnya informasi di masyarakat dan media sosial terkait dugaan keterlibatan seorang oknum jaksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo dalam penyalahgunaan narkoba.

Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Agus Sahat Sampe Tua Lumban Gaol, menyampaikan bahwa pihaknya telah menindaklanjuti informasi tersebut secara serius dengan melakukan klarifikasi kepada Kepala Kejaksaan Negeri Sidoarjo serta mengambil langkah pemeriksaan awal.

“Kami sudah melakukan klarifikasi kepada Kajari Sidoarjo. Saat ini Jaksa APYK juga telah menjalani pemeriksaan tes urine di Rumah Sakit Jiwa Menur,” ujar Kajati Jatim, Selasa (17/12/2025).

Berdasarkan Surat Keterangan Pemeriksaan NAPZA Nomor: 400.7/2389/2/102.8/2025 tertanggal 17 Desember 2025 yang ditandatangani dokter dr. Lila Nurmayanti, Sp.Kj, hasil pemeriksaan menyatakan Ardhi Padma Yudha Kottama (APYK) dinyatakan bebas narkoba atau negatif (-).

Kajati Jatim menjelaskan, APYK merupakan jaksa yang bertugas pada Seksi Tindak Pidana Khusus dan selama ini hanya menangani perkara tindak pidana korupsi. Yang bersangkutan tidak pernah menangani perkara tindak pidana umum, apalagi perkara narkotika. Dengan demikian, rumor yang menyebutkan adanya dugaan penyalahgunaan narkotika dari barang bukti perkara yang ditangani dinyatakan tidak benar.

“Pengelolaan barang bukti di Kejaksaan dilakukan dengan sangat ketat. Jumlah barang bukti narkotika yang dilimpahkan pada saat Tahap II pun sangat terbatas karena pada umumnya barang bukti narkotika langsung dimusnahkan sesuai prosedur,” tegasnya.

Lebih lanjut, Kajati Jatim menyampaikan bahwa APYK dikenal sebagai jaksa yang berkinerja baik dan produktif. Bahkan, yang bersangkutan turut berkontribusi membawa Kejari Sidoarjo meraih penghargaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai peringkat pertama nasional kategori Kejaksaan Negeri Tipe A dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi.

Menanggapi kabar yang menyebutkan APYK tidak masuk kerja selama lebih dari 40 hari, Kajati menegaskan bahwa ketidakhadiran tersebut disertai surat izin resmi karena alasan kesehatan.

“Yang bersangkutan tidak mangkir tanpa keterangan. Ada izin kedinasan yang sah karena kondisi sakit,” jelasnya.

Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menegaskan komitmen penuh untuk menjaga integritas, profesionalisme, dan kepercayaan publik. Setiap laporan masyarakat, ditegaskan Kajati, akan selalu ditindaklanjuti secara objektif, transparan, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tok

Perkuat Pidsus Kejati Jatim, John Franky Ariandi Yanafia Resmi Jabat Kasi Penyidikan

Surabaya, Timurpos.co.id – Mutasi pejabat eselon IV di lingkungan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur kembali bergulir sebagai bagian dari dinamika organisasi dan upaya penguatan kinerja Korps Adhyaksa. Salah satu pejabat yang mendapat amanah baru adalah John Franky Ariandi Yanafia, S.H., M.H., yang kini resmi menjabat sebagai Kepala Seksi Penyidikan pada Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jawa Timur.

Sebelumnya, John Franky menjabat sebagai Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Sidoarjo. Penugasan barunya tersebut merupakan bagian dari mutasi internal dan penyegaran organisasi dalam rangka meningkatkan efektivitas serta kualitas pelaksanaan fungsi penyidikan tindak pidana khusus di lingkungan Kejati Jatim.

Jabatan Kasi Penyidikan Bidang Pidsus Kejati Jatim sebelumnya diemban oleh Muhammad Harris, S.H., M.H., yang kini mendapat penugasan baru sebagai Kasi B atau Kasi Narkotika pada Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Selama menjabat sebagai Kasi Pidsus Kejari Sidoarjo, John Franky Ariandi Yanafia mencatatkan kinerja menonjol melalui penanganan sejumlah perkara tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah.

Perkara-perkara tersebut antara lain kasus korupsi bantuan lumpur Sidoarjo, Perumda Delta Sidoarjo, dana hibah kelompok masyarakat, pengelolaan aset Rusunawa Tambaksawah, penyalahgunaan wewenang di sektor perbankan BRI, penjualan aset tanah milik pemerintah desa, penyelewengan dana CSR Desa Entalsewu, serta praktik pungutan liar dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Ketegasan, keberanian, serta kepiawaian dalam memimpin penanganan perkara turut mengantarkan Kejaksaan Negeri Sidoarjo meraih berbagai penghargaan bergengsi. Di antaranya predikat terbaik I satuan kerja tipe A dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi se-Jawa Timur Tahun 2025, peringkat pertama Kejaksaan Negeri tipe A secara nasional kategori penanganan perkara tindak pidana korupsi Tahun 2025 dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta penghargaan sebagai Kasi Pidsus terbaik se-Wilayah Jawa Timur Tahun 2025.

Tak hanya fokus pada penindakan, John Franky juga dikenal sebagai sosok inovatif dan adaptif. Ia menggagas platform digital “Lapor Kajari” sebagai terobosan strategis untuk mempermudah dan mempercepat pelaporan dugaan tindak pidana korupsi secara mudah, praktis, dan real time, sekaligus mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan.

Seiring dengan mutasi tersebut, jabatan Kasi Pidsus Kejari Sidoarjo yang ditinggalkan John Franky kini resmi diisi oleh Sigit Sambodo, S.H., M.Hum. Penunjukan ini diharapkan mampu menjaga kesinambungan serta optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi Seksi Tindak Pidana Khusus di Kejaksaan Negeri Sidoarjo.

Rangkaian mutasi jabatan ini merupakan bagian dari penataan, penyegaran, dan penguatan struktur organisasi Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Jawa Timur, guna memastikan soliditas, profesionalisme, serta efektivitas penanganan dan penyidikan tindak pidana khusus di wilayah Jawa Timur. Tok