Timur Pos

Abaikan Instruksi Jaksa Agung, Kejari Lamongan Tetap Seret Kades Sidokelar ke Tipikor

Surabaya, Timurpos.co.id – Perintah Jaksa Agung ST Burhanuddin agar jaksa di daerah tidak gegabah dalam menangani kasus dugaan korupsi kepala desa, tampak tidak dengar oleh Kejari Lamongan. Buktinya, Kepala Desa Sidokare Lamongan tetap diseret ke meja hijau terkait dugaan korupsi CSR Tahun 2013.

Seperti diketahui, perintah Jaksa Agung ST Burhanuddin yang tersebar di media social menyebutkan agar jaksa merenungkan lebih dulu sebelum melakukan pemeriksaan terhadap kepala desa yang dilaporkan melakukan korupsi.

“Tentang terjadi dugaan tindak pidana korupsi dilakukan oleh kepala desa renungkan dulu. Kepala desa itu adalah seorang swasta bahkan di kampung yang tidak ngerti aturan bagaimana keuangan pemerintah, kemudian kalian jadikan objek pemeriksaan, tolong jangan lakukan itu, ” ucap Jaksa Agung ST Burhanuddin, pada November 2024 lalu.

“Saya akan buat aturannya lakukan melalui inspektorat dulu dan mohon nanti teman-teman di inspektorat berikan penilaian yang mana ada mens rea mana yang tidak, kalau tidak ada niat jahat tolong jangan mencari -cari kesalahan, ” tegasnya.

Sementara, perkara dugaaan korupsi di Desa Sidokelar dengan dua terdakwa, Kepala Desa Saiful Bahri dan mantan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Syafi’in kembali menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor, Selasa (19/11). Agendanya mendengarkan keterangan saksi.

Ketua BPD saat ini, Azizun, mengawali kesaksian dengan menjelaskan bahwa pada 2012 tanah milik yayasan di tepi jalan desa telah disewakan. Ia menyebut angka Rp380 juta merupakan nominal yang disarankan oleh Safi’in dari PT Sari Dumai Sejati.

“Laporan secara terperinci tidak ada. Namun akhir Februari 2025 kami diberi laporan keuangan. Uang 380 juta itu dipegang oleh Pak Saiful Bahri (Kepada Desa) .” ucapnya di depan ketua majelis Coky, Rabu (19/11/25)

Menjawab pertanyaan kuasa hukum Naning, Azizun mengonfirmasi bahwa lokasi tanah berada di Dusun Klayar. Namun ia mengaku tidak mengetahui durasi sewa tanah oleh PT Sari Dumai Sejati. Ia memastikan,

“Untuk jalan masih dipergunakan oleh masyarakat dan tidak ada dirugikan. PT tidak menggunakan sama sekali.” bebernya

Azizun juga mengakui tidak mengetahui kondisi rekening desa sebelum masa jabatannya, serta menyebut tidak pernah menerima laporan tertulis mengenai kegiatan BUMDes meski dirinya berperan sebagai pengawas desa.

Kesaksian lain disampaikan Kepala Dusun Klayar, Ghofur, yang menyebut tanah sewa berada berdampingan dengan wilayah dusunnya dan telah dimanfaatkan sejak awal 2014. Namun mengenai total dana Rp420 juta, ia menegaskan, Saya tidak mengetahui.

“Berapa pastinya total uang itu dan diberikan ke mana. Saya tidak tahu.” terangnya

Ia juga menyebut adanya persetujuan BPD terkait sewa tanah selama 15 tahun oleh PT Sari Dumai Sejati. Namun seperti saksi sebelumnya, ia tidak mengetahui detail penggunaan dana tersebut, kecuali informasi bahwa dana itu sempat diserahkan kepada Safi’in untuk kemudian diteruskan kepada Kepala Desa Saiful Bahri.

Sofia, istri terdakwa Saiful Bahri, turut memberikan kesaksian mengenai upaya pengembalian dana yang dipersoalkan penyidik. Ia mengaku tidak mengetahui apakah suaminya pernah menerima uang tersebut, namun ia membenarkan adanya pengembalian dana secara pribadi.

“Untuk 187 juta, sebagai bentuk tanggung jawab saya ke kejaksaan tetapi ditolak oleh jaksa Fauzi.”

Kemudian Sofia menambahkan, “Untuk uang 233 juta sudah saya kembalikan ke kejaksaan. Total 288 juta kami kembalikan.”

Ia mengaku sempat meminta arahan kepada jaksa Anton. “Disuruh kembalikan semuanya 288 juta,” katanya.

Usai sidang, Naning kuasa hukum Safi’in mengatakan, dari kesaksian terungkap fakta kliennya tidak menikmati dana kompensasi (CSR) karena semua sudah diserahkan ke terdakwa Kepala Desa, Saiful Bahri.

“Semuanya langsung diserahkan, di kasih uang untuk keamanan Rp 5 juta dan itu juga sudah dikembalikan. Masak hanya perkara lima juta sampai berakhir di Tipikor, ” ujarnya.

Sementara JPU Widodo menolak memberikan penjelasan terkait mekanisme pemeriksaan melalui Inspektorat seperti yang diperintahkan Kejagung. Ia menegaskan bahwa seluruh informasi harus diperoleh satu pintu melalui Kejari, tepatnya melalui Kasi Penkum.

“Mohon maaf mas, bukannya tidak mau menjawab. Dari Kejari, informasinya harus satu pintu lewat penkum, ” ujarnya sambil bergegas pergi. Tok

Terbukti Aniaya Andreas Saat Pesta Miras, Jemy Peno Dipenjara 5 Bulan

Surabaya, Timurpos. co.id – Malam perayaan ulang tahun yang seharusnya membawa kegembiraan justru berubah menjadi aksi pemukulan brutal. Jemy Peno, warga Puncak Permai Utara I/09, dijatuhi hukuman 5 bulan penjara setelah terbukti menganiaya Andreas Tanuseputra saat pesta minuman keras di Resto Maem’uk, Plaza Graha Loop, Surabaya.

Putusan itu dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang diketuai Nurnaningsih, dalam sidang di ruang Sari 3 PN Surabaya pada Rabu (19/11/2025). Hakim menyatakan terdakwa bersalah melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.

“Mengadili, menyatakan terdakwa Jemy Peno terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP. Menjatuhkan pidana selama 5 bulan penjara,” ujar Hakim Nurnaningsih.

Hukuman tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hasanudin Tandilolo, yang sebelumnya meminta agar Jemy Peno dipidana 7 bulan penjara.

Peristiwa penganiayaan itu terjadi pada Senin malam (16/6/2025). Korban, Andreas Tanuseputra, datang ke Resto Maem’uk bersama dua rekannya, Budiman Amijo dan Selvi Handayani, untuk merayakan ulang tahunnya. Mereka memesan makanan sambil menunggu pergantian hari.

Sekitar pukul 00.30 WIB, terdakwa Jemy Peno datang bersama tiga temannya. Mereka diperkenalkan kepada Andreas oleh pegawai resto bernama Rudi Lie, dan kemudian duduk bergabung di meja Andreas.

Namun suasana berubah tegang ketika terdakwa mulai menggoda Yuyun, rekan perempuan Andreas, dengan mencubit dan menceblek. Yuyun merasa tidak nyaman, sehingga Andreas menegur Jemy. “Kamu duduk, jangan rese,” ujar Andreas saat itu.

Teguran tersebut justru membuat Jemy naik pitam. Dalam keadaan diduga sudah terpengaruh bir dan arak, terdakwa kemudian berdiri dan menghantam wajah Andreas secara bertubi-tubi. Andreas berusaha menangkis, namun pukulan tetap mengenai kening dan wajah bagian atas.

Aksi pemukulan baru berhenti setelah dilerai oleh Budiman dan pengunjung lainnya.

Berdasarkan Visum Et Repertum RS Mayapada Hospital tertanggal 17 Juni 2025, Andreas mengalami Memar dan bengkak pada dahi sebanyak 3 titik, Luka akibat kekerasan tumpul dan sakit kepala serta gangguan aktivitas harian

Cedera tersebut menguatkan dakwaan jaksa bahwa tindakan terdakwa sudah memenuhi unsur penganiayaan.

Dalam persidangan, jaksa juga menghadirkan sejumlah barang bukti, di antaranya:Satu flashdisk berisi rekaman CCTV kejadian di Resto Maem’uk. Sebuah cincin bermata giok hijau yang dipakai terdakwa saat memukul korban

Majelis hakim menyatakan cincin tersebut dirampas untuk dimusnahkan.

Dengan jatuhnya putusan ini, Jemy Peno dipastikan harus menjalani hukuman kurungan selama lima bulan penjara. Tok

Yayasan Orbit Surabaya dan OPD Bahas Kontrak Sosial untuk Penanggulangan HIV

Surabaya, Timurpos.co.id – Angka penularan HIV di Indonesia masih terbilang sangat tinggi, melansir data yang dirilis oleh Kemenkes pada Juni 2025 menyebutkan, jumlah Orang Dengan HIV (ODHIV) di Indonesia diperkirakan telah menyentuh angka 564.000 orang.

Dari angka tersebut ternyata baru 63% yang mengetahui statusnya, sementara 67% telah menjalani terapi antiretroviral (ARV), dan hanya 55% yang mencapai viral load tersupresi berarti virus tidak terdeteksi dan risiko penularan sangat rendah. Dengan kondisi ini, Indonesia menempati peringkat ke-14 dunia dalam jumlah orang dengan HIV (ODHIV) dan rangking ke-9 untuk kasus infeksi baru HIV.

Di Surabaya sendiri merujuk data dari Dinkes angka temuan kasus baru HIV per bulan September 2025 terdeteksi sebanyak 872 kasus, dengan rincian usia 0-4 tahun sebanyak 3 kasus, usia 5-14 tahun 6 kasus, usia 15-19 tahun sebanyak 54 kasus, usia 20-24 tahun sebanyak 191 kasus, usia 25-49 kasus sebanyak 529 kasus, dan usia 50 tahun ke atas sebanyak 89 kasus.

Nah, untuk mencegah agar penularan virus berbahaya itu tidak semakin tinggi, diperlukan langkah kolaboratif antara pemangku kebijakan bersama masyarakat. Pelibatan elemen masyarakat yang terwadahi dalam Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) akan lebih efektif untuk menjangkau ODHIV dan Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) sampai di level terbawah.

Yayasan Orbit Surabaya yang tergabung dalam Aliansi Surabaya Peduli AIDS dan TB (ASPA) tergerak menjadi katalisator keterpaduan pencegahan HIV AIDS antara Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan OMS yang bersifat permanen. Pasalnya selama ini ada kesan antara OPD dan OMS berjalan dengan rel yang berbeda.

“Kita tahu bahwa sampai saat ini belum ada mekanisme kolaborasi yang bersifat formal antara OMS dengan OPD,” kata Istikah, Techical Officer Yayasan Orbit Surabaya saat konferensi pers yang berlangsung. Rabu (19/11/2025).

Pada kesempatan itu, dia menyinggung fenomena party gay yang melibatkan 34 orang di sebuah hotel di Kota Surabaya baru-baru ini, peristiwa itu menjadi sebuah alarm bahwa penanganan HIV harus dilakukan secara terorganisir melibatkan multipihak.

“Setelah dilakukan pemeriksaan hasilnya 29 orang dinyatakan positif HIV. Namun 27 di antaranya telah terdeteksi dan hanya 2 orang dengan kasus baru. Ini mengingatkan kita bahwa harus ada keterpaduan dalam pencegahan,” ucapnya.

Kerjasama itu beber dia, dilakukan dalam bentuk kontrak sosial dengan skema berbagi tugas, pertama OMS menjangkau komunitas yang tidak dapat dijangkau OPD, sementara yang kedua pemerintah memberikan fasilitasi agar kerja-kerja OMS dalam pendampingan lebih tepat sasaran.

“Dengan strategi ini pola penanganan HIV AIDS akan lebih efektif, terarah dan memiliki tujuan yang jelas,” tandasnya.

Orbit Surabaya berharap, kontrak sosial yang dibangun nantinya harus bersifat konkret dan selaras supaya tidak ada lagi tumpang tindih kewenangan saat pendampingan ODHIV dan ODHA di lapangan. Selanjutnya, diperlukan integrasi program pencegahan dan penanganan HIV antara OPD dengan OMS yang bersifat transparan.

Sementara itu dalam diskusi tersebut, sejumlah OPD menyambut baik gagasan yang dicetuskan oleh para OMS. Nantinya akan mengintensifkan lagi kolaborasi yang selama ini dibangun oleh OMS dalam bentuk rencana dan program pendampingan ODHIV dan ODHA.

“Kita akan banyak membangun sinergi yang baik antara OPD dengan teman-temab OMS yang ada di Kota Surabaya” kata Faisol, perwakilan Dinkes Surabaya.

Kegiatan press conference local media ini dihadiri oleh OPD Pemkot Surabaya antara lain Bappedalitbang, Dinkes, dan beberapa perwakilan kecamatan. Sementara pihak ASPA terdapat 6 OMS yang hadir seperti Yayasan Orbit Surabaya, Yayasan Gaya Nusantara, Yayasan Mahameru, Posbankum, Rekat Indonesia, JIP dan Yayasan Embun Surabaya. Tok/*

Kisruh Pembangunan Gedung Baru TK Tunas Sejati, Warga Persoalkan Izin dan Transparansi Dana Hibah Pokir Rp750 Juta

Surabaya, Timurpos.co.id – Kisruh pembangunan gedung baru TK Tunas Sejati di Jalan Kedinding Tengah, Kecamatan Kenjeran, Surabaya, terus bergulir. Proyek yang disebut menggunakan Dana Hibah Pokok Pikiran (Pokir) milik anggota DPRD Jatim dari Fraksi PKS, Hj. Lilik Hendarwati, dengan nilai mencapai Rp750 juta, dipertanyakan warga karena dinilai tidak transparan dan diduga belum mengantongi izin lingkungan dari warga sekitar.

Kuasa hukum warga, Andi Wijatmiko, SH, menyatakan bahwa pembangunan gedung dua lantai tersebut seharusnya memenuhi prosedur perizinan, termasuk persetujuan dari warga yang berdampingan langsung dengan lokasi proyek.

“Saat akan membangun gedung bertingkat atau proyek lain, diperlukan izin dari warga sekitar, terutama yang berbatasan langsung dengan proyek. Selain itu, RT dan RW setempat juga wajib dimintai persetujuan berupa tanda tangan atau surat pernyataan,” jelas Andi.

Ia menegaskan bahwa pemberian informasi, sosialisasi, serta musyawarah dengan warga adalah bagian dari syarat wajib sebelum pengajuan izin resmi dapat dilakukan.

Di sisi lain, Mulyono, yang disebut sebagai kepala proyek, mengaku hanya bertugas sebagai pengawas. Saat dikonfirmasi terkait adanya keluhan warga, ia menyebut tidak mengetahui adanya protes.

“Keluhan warga nggak ada, Mas. Warga depan sudah ditangani sama pengurus. Untuk lebih jelas bisa hubungi Pak RW (H. Malik),” katanya singkat.

Sementara itu, Ketua Fraksi PKS DPRD Jatim, Hj. Lilik Hendarwati, ketika dimintai tanggapan mengenai dugaan penggunaan dana hibah Pokir tersebut, mengaku belum mengetahui persoalan itu.

“Nanti ya… Saya masih ada kegiatan. Belum dengar,” ujarnya melalui pesan WhatsApp, Selasa (18/11).

Kepala Yayasan Anjik dan H. Malik belum memberikan penjelasan secara resmi terkait adanya persoal tersebut.

Untuk diketahui, pembangunan gedung baru TK Tunas Sejati yang mulai dikerjakan sejak 14 Oktober 2025 ini menjadi sorotan warga sekitar. Proyek yang direncanakan dua lantai tersebut dinilai tidak transparan, terutama terkait sumber dana hibah Pokir senilai Rp750 juta yang dikaitkan dengan anggota DPRD Jatim dari PKS.

Andi juga sudah berkirim surat ke Kecamatan Kenjeran dan Ketua Yayasan terkait permasalahan ini.

Warga berharap pemerintah setempat melakukan peninjauan ulang terhadap seluruh proses perizinan agar pembangunan berjalan sesuai aturan dan tidak menimbulkan polemik berkepanjangan. Tok

Modus Investasi Solar: Mantan Ketua HIPMI Diduga Terlibat Penipuan Berulang

Foto: Arie S. Tyawatie saat memberikan kesaksian

Surabaya, Timurpos.co.id – Sidang lanjutan kasus dugaan penipuan investasi solar dengan terdakwa , R. De Laguna Latanro Putera dan Muhammad Luthfi, mantan Ketua HIPMI, kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam persidangan, saksi korban Dra. Arie S. Tyawatie, M.M. memberikan keterangan yang menguatkan dugaan adanya investasi fiktif yang menimbulkan kerugian hingga Rp1,5 miliar.

Di hadapan majelis hakim, Arie mengungkap awal mula dirinya mengenal para terdakwa. Ia pertama kali bertemu Laguna, kemudian diperkenalkan kepada Luthfi yang menawarkan kerja sama investasi. Menurut saksi, ada dua bentuk kerja sama yang diajukan, yakni melalui PT Kapita Ventura Indonesia dan PT Petro Energi Solusi.

Arie menjelaskan bahwa pembiayaan untuk suplai solar tidak pernah tertuang dalam perjanjian tertulis, melainkan hanya disampaikan secara lisan. Namun ia sempat membaca company profile PT Kapita Ventura Indonesia yang disebut bergerak di bidang minyak dan investasi sehingga merasa yakin dengan tawaran tersebut.

“Saya sempat membaca CV perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan investasi itu untuk pembiayaan solar,” ujar Arie di persidangan.

Ia juga mengaku sempat menerima bagi hasil sebanyak lima kali dengan total sekitar Rp100 juta, bahkan diberikan beberapa lembar cek. Kendati demikian, jumlah tersebut jauh dari nilai modal yang ia tanamkan.

Menanggapi keterangan saksi, terdakwa Luthfi membantah telah menulis cek tersebut. “Untuk cek itu, saya hanya tanda tangan saja. Untuk tulisan bolpen saya tidak tahu,” ucap Luthfi.

Investasi Bertahap hingga Rp1,5 Miliar
Usai sidang, Arie menjelaskan lebih rinci bahwa ia menanamkan investasi sebesar Rp1 miliar ke PT Kapita Ventura Indonesia secara bertahap, serta Rp500 juta ke PT Petro Energi Solusi melalui pembayaran langsung.

“Saya berharap uang saya bisa kembali. Jika tidak dikembalikan, saya meminta hakim memberi hukuman yang setimpal agar tidak ada korban lainnya,” tegasnya.

Modus Investasi Solar dengan Janji Bagi Hasil 3–4%
Berdasarkan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), kedua terdakwa diduga melakukan penipuan berulang dengan modus menawarkan investasi suplai solar. Terdakwa menjanjikan keuntungan 3% hingga 4% per bulan dari nilai investasi.

Korban yang tergiur kemudian menyetorkan uang secara bertahap sejak tahun 2022 hingga awal 2023, total mencapai Rp1,5 miliar, ke rekening kedua perusahaan milik para terdakwa.

Namun hingga jatuh tempo, korban tidak pernah lagi menerima keuntungan maupun pengembalian modal. JPU mengungkapkan bahwa kedua perusahaan terdakwa tidak memiliki kegiatan bisnis di bidang suplai solar, melainkan hanya digunakan untuk menarik dana dari korban.

Dana yang dihimpun justru disebut digunakan untuk kepentingan pribadi kedua terdakwa.

Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan:Pasal 378 jo Pasal 64 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penipuan berulang yang dilakukan bersama-sama,subsider Pasal 372 KUHP tentang penggelapan secara bersama-sama dan berlanjut. Tok

Pembeli Tanah Petani Sumber Girang Penuhi Panggilan Polisi

Mojokerto, Timurpos.co.id – Titik terang dan kejelasan terkait masalah jual beli tanah yang ada di Desa Sumber Girang, Kec. puri, Kab. Mojokerto perlahan mulai sedikit terkuak.

Penjualan tanah milik petani yang ada wilayah Desa Tumapel Dlanggu dan Dusun Sumberjo, Desa Sumber Girang yang tak ada titik terang penyelesaian sejak tahun 2019 hingga sekarang, para pemilik sawah merasa pembayaran belum terselesaikan dengan baik.

Dalam proses pelaksanaannya pada saat itu, para petani melakukan transaksi dan kesepakatan harga tanah dengan beberapa perangkat desa yang mengaku sebagai panitia penjualan tanah.

Sehingga, tanpa ada sedikipun keraguan dari petani untuk menyerahkan dokumen sertifikat hak milik (SHM) asli kepada panitia yang tak lain adalah pejabat atau perangkat desa masing-masing.

Dan dalam transaksinya pada saat itu, para pemilik sawah tidak pernah dipertemukan langsung dengan pembeli.

Keyakinan para petani semakin besar di saat ada peran Kepala Desa Sumber Girang yang telah mengesahkan, menyetujui dan menanda tangani kesepakatan harga sebesar Rp.600.000.000 antara petani dan panitia.

Secara otomatis, para pemilik tanah tidak ada rasa curiga maupun khawatir sedikitpun mengingat ada peran para pejabat desa.

Namun pada kenyataannya, yang ada para petani mengaku hingga hari ini hanya menerima uang sebesar Rp.200.000.000 hingga Rp.250.000.000.

Dengan adanya kejadian tersebut, akhirnya pihak petani yang selama ini merasa dirugikan, mengambil langkah hukum dengan melaporkan pihak panitia beserta Kades Sumber Girang ke Mapolres Mojokerto pada tanggal 3 Oktober 2025 guna mendapatkan keadilan yang selama ini mereka impikan. Dan kini, prosesnya sudah naik ke tingkat penyidikan.

Dari laporan para petani tersebut, penyidik Tipidum Satreskrim Polres Mojokerto telah memanggil para terlapor, sehingga pembelipun tak luput dari pemanggilan.

Pada hari Senin, tanggal 17 November 2025 sekitar pukul 10.00 WIB, dari pantauan awak media cekpos, pembeli yang di maksud nampak di loby ruangan Satreskrim Polres Mojokerto memenuhi panggilan dari penyidik.

Selang beberapa jam kemudian, akhirnya pembeli yang namanya tercantum di akta jual beli keluar dari loby Satreskrim Polres Mojokerto.

Pada saat keluar dari loby Satreskrim, awak media berupaya mengkonfirmasi pihak pembeli namun yang bersangkutan melimpahkan kepada penasehat hukumnya dan bergegas naik mobil meninggalkan kantor Satreskrim Polres Mojokerto.

Selanjutnya, dalam keterangan yang diberikan kepada awak media, Dr. Harmadi, S.H., M.H., M.Hum., beserta partner mengatakan bahwa apa yang di lakukan kliennya sudah sesuai prosedur dan peraturan yang ada.

“Adapun tahapan yang telah dilaksanakan yakni transaksi di hadapan notaris dan sudah melakukan pembayaran. Sehingga, proses balik nama sertifikat sudah selesai tanpa ada kendala apapun hingga sertifikatpun saat ini sudah beralih nama kliennya,” terangnya.

Di singgung mengenai sistem pembayaran yang telah dilakukan kliennya dan jumlah nominal yang sudah dikeluarkan kliennya, Dr. Harmadi., S.H., M.H., M.Hum., belum mengetahui sepenuhnya dan berjanji akan meminta datanya kepada kliennya.

“Jadi, apabila di kemudian hari ada polemik seperti saat ini antara pihak petani dan panitia, itu di luar kewenangan klien saya. Baik kesepakatan apa dan bagaimana, silahkan lebih jelasnya langsung ke panitia saja. Yang pasti klien kami sudah melakukan prosedur jual beli sesuai dengan ketentuan yang ada,” pungkasnya. M12

Janda dan Wanita Hamil di Adili Perkara Penipuan Catering Fiktif Polda Jatim

Surabaya, Timurpos.co.id – Dua perempuan yakni Patricia Desy Arifianti dan Anastasia Paramita Dinda Arifiany, kembali menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Keduanya dituntut hukuman penjara setelah terbukti melakukan penipuan berencana terhadap seorang penjual makanan di kawasan KLASKA Residence, Wonokromo.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Deddy Arisandi dari Kejaksaan Negeri Surabaya menuntut Patricia dengan hukuman 3 tahun penjara, sementara Anastasia dituntut 2 tahun 6 bulan penjara. Keduanya dinilai sah dan meyakinkan melanggar Pasal 378 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang tindak pidana penipuan yang dilakukan secara bersama-sama.

Awal Perkenalan Berbuah Petaka
Kasus ini bermula pada Mei 2025 ketika Patricia dan Anastasia kerap membeli makanan di warung korban, Muryatin Hardiwiningsih, yang sehari-hari berjualan di dekat KLASKA Residence. Dari hubungan pelanggan–penjual, keduanya mulai mempererat komunikasi dan menawarkan kerja sama usaha yang disebut-sebut sebagai “Peralihan Catering Makanan Tahanan Polda Jatim.”

Korban yang berharap dapat memperbaiki ekonomi rumah tangga tergiur dengan tawaran tersebut. Demi meyakinkan, para terdakwa menunjukkan surat-surat pengalihan fiktif, mempresentasikan skema keuntungan, dan membawa nama seorang pria bernama Melkisedek Luys Djawa, yang mengaku sebagai pengacara, biro jasa, atau bahkan orang dalam Polda. Belakangan diketahui bahwa seluruh peran tersebut adalah kedok semata, sementara Melkisedek kini ditetapkan DPO.

Atas bujuk rayu para terdakwa, korban melakukan pembelian laptop dan dua telepon genggam senilai Rp 24,6 juta, yang langsung dibawa oleh para terdakwa. Tidak hanya itu, serangkaian permintaan uang terus mengalir, mulai dari:

Biaya administrasi catering, pengurusan sertifikat halal, ISO, biaya rumah sakit,
hingga pembayaran-pembayaran lain yang seluruhnya fiktif. Total uang yang berhasil digelontorkan korban mencapai Rp 227.579.000.

Tidak hanya uang, para terdakwa juga mengambil berbagai barang milik korban untuk melengkapi rumah dan usaha kuliner milik Patricia, “Depot Duo Gemoy”. Barang-barang itu antara lain kulkas dua pintu, freezer, TV 55 inci, AC, etalase, kompor gas, tabung gas, spring bed, hingga perlengkapan dapur dan perabot rumah tangga lainnya.

Pengakuan dan Penyesalan di Ruang Sidang

Di hadapan majelis hakim, kedua terdakwa tidak membantah perbuatannya dan menyampaikan permohonan maaf serta keringanan hukuman.

Dengan suara bergetar, Patricia mengungkapkan bahwa ia tengah hamil 8 bulan.

“Saya akui saya salah, Yang Mulia. Saya mohon keringanan hukuman. Saya ingin mendampingi anak saya saat lahir,” ujar Patricia di hadapan hakim di ruang Sari 1 PN Surabaya. Senin (17/11).

Sementara Anastasia, turut memohon keringanan dengan alasan keluarga.

“Saya masih punya tiga anak kecil yang menunggu di rumah. Saya mohon maaf pada korban dan memohon keringanan,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

Melkisedek Luys Djawa Jadi DPO

Dalam dakwaan JPU, disebutkan bahwa aksi penipuan ini dilakukan bersama seorang pria bernama Melkisedek, yang berperan besar dalam meyakinkan korban. Ia kini ditetapkan sebagai buronan (DPO) karena berperan sebagai “pengacara, orang Polda, dan biro jasa” yang seluruhnya palsu dan digunakan untuk memperdaya korban.

Menunggu Putusan Hakim
Setelah pembacaan tuntutan dan pembelaan lisan, majelis hakim menutup sidang dan menjadwalkan sidang putusan pada waktu yang akan ditentukan.

Kasus ini menjadi potret bagaimana relasi sosial sehari-hari dapat dimanfaatkan menjadi celah kejahatan, serta bagaimana korban kehilangan bukan hanya harta benda, tetapi juga rasa aman dan kepercayaan.

Dua terdakwa kini menunggu vonis, sementara keluarga korban dan terdakwa sama-sama berharap persidangan memberikan keadilan. Tok

Warga Keluhkan Proyek Pembangunan TK Tunas Sejati Diduga Gunakan Dana Hibah Pokir Tanpa Musyawarah

Surabaya, Timurpos.co.id – Proyek pembangunan gedung baru TK Tunas Sejati di Jalan Kedinding Tengah, Kecamatan Kenjeran, menjadi sorotan warga sekitar. Pembangunan dua lantai yang mulai dikerjakan sejak 14 Oktober 2025 itu diduga menggunakan Dana Hibah Pokir milik anggota DPRD Jatim Hj. Lilik Hidayati (PKS) senilai Rp750 juta, namun dinilai tidak transparan.

Warga yang tinggal di sekitar lokasi, termasuk Andik Wijatmiko yang berdampingan langsung dengan area proyek, mengaku tidak pernah diajak musyawarah maupun diberi pemberitahuan resmi sebelum pembangunan dimulai.

Dipertanyakan: Transparansi dan Legalitas Tanah

Sejumlah warga juga mempertanyakan status tanah dan alas hak lokasi pembangunan. Menurut warga, area tersebut sebelumnya digunakan sebagai balai RW sekaligus tempat kegiatan sekolah TK Tunas Sejati.

Ketua Yayasan, Pak Anjik, disebut sebagai penanggung jawab yayasan yang menerima dana hibah. Namun warga menilai belum ada kejelasan mengenai legalitas pemanfaatan tanah untuk pembangunan gedung baru tersebut.

Saat disinggung terkait adanya pembangunan tersebut yang dikeluhkan warga, belum memberikan penjelasan. Sementara Mulyono, saat dikonfirmasi mala menyarankan untuk menghubungi ketua RW, H. Malik,

“Gak ada mas, dari warga depan sudah ditanggi sama pengurus, untuk lebih jelas bisa hubungi pak RW, karena saya hanya pengawas saja, ” Katanya. Senin (17/11).

“Kami tidak pernah diajak bicara, tiba-tiba sudah dibangun. Padahal ini memakai dana hibah, seharusnya transparan,” ujar salah satu warga.

Dana Hibah Tidak Boleh untuk Lembaga Komersial

Warga juga mengingatkan bahwa dana hibah pemerintah tidak boleh digunakan untuk lembaga yang bersifat komersial, sedangkan sebuah yayasan pendidikan harus berstatus nirlaba dan tidak boleh mencari keuntungan.

“Kalau dana hibah dipakai untuk bangunan yang nanti dipakai komersil, itu tidak sesuai aturan,” sambung warga lainnya.

Ketiadaan Papan Proyek Dipertanyakan
Meski nilai hibah disebut mencapai Rp750 juta, warga mengeluhkan bahwa hingga kini tidak terdapat papan proyek di lokasi pembangunan, padahal pemasangan papan informasi wajib dilakukan untuk memastikan keterbukaan publik.

Respons Pemerintah Kecamatan
Camata Kenjeran, Yuric, disebut mengetahui adanya pembangunan ini, namun warga berharap pemerintah kecamatan melakukan pengecekan ulang terhadap:

Kejelasan mekanisme penyaluran hibah
Legalitas tanah yang digunakan yayasan
Kesesuaian proyek dengan aturan penggunaan dana hibah. Kewajiban pemasangan papan proyek Warga berharap persoalan ini dapat segera ditindaklanjuti agar pembangunan berjalan sesuai aturan dan tidak merugikan masyarakat sekitar. Tok

Pemilik Lahan Gugat BPN Surabaya, Dugaan Sertifikat UNESA Cacat Hukum

Surabaya, Timurpos.co.id – Sengketa pertanahan kembali mencuat di Kota Surabaya. Seorang warga bernama Frengky Abrahams resmi menggugat Kantor Pertanahan Kota Surabaya I (BPN Surabaya I) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya. Gugatan tersebut dilayangkan menyusul terbitnya Sertipikat Hak Pakai (SHP) No. 20/Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri, yang diduga menyalahi prosedur penerbitan dan menyerobot sebagian tanah milik penggugat.

Dalam berkas gugatan yang telah didaftarkan di PTUN Surabaya, penggugat melalui kuasa hukumnya menyatakan bahwa penerbitan Sertipikat Hak Pakai (SHP) No. 20/Lidah Kulon oleh Kepala Kantor Pertanahan Surabaya I pada 9 Oktober 2019, yang diperuntukkan bagi Pemerintah Republik Indonesia cq. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Universitas Negeri Surabaya (UNESA), kini berganti nama menjadi Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi RI, telah merugikan kepentingan hukum penggugat.

Tanah Diduga Berkurang 560 Meter Persegi

Frengky Abrahams diketahui memiliki sebidang tanah seluas 1.860 m² berdasarkan Letter C Desa No. 3620, Persil 15, Klas D.III, yang dibelinya secara sah dari Anastasius Marimin pada tahun 1997. Namun, hasil pengukuran yang dilakukan pada 17 Juni 2025 menunjukkan bahwa lahan tersebut kini tinggal 1.300 m², atau berkurang sekitar 560 m².

Penggugat menuding bahwa pengurangan tersebut terjadi karena sebagian lahannya masuk ke dalam area SHP No. 20/Lidah Kulon, yang diterbitkan untuk UNESA. Parahnya, penerbitan sertifikat tersebut dilakukan tanpa persetujuan batas dari penggugat sebagai pemilik lahan yang berbatasan langsung.

“Pada saat dilakukan pengukuran dan penerbitan sertifikat, pihak UNESA selaku pemohon hak pada saat itu tidak pernah meminta tanda tangan atau persetujuan tertulis batas-batas dari kami. Setelah dicek, ternyata tanah kami masuk ke dalam sertifikat yang diterbitkan untuk pihak lain,” ungkap kuasa hukum Frengky. DR. ANNER MANGATUR SIANIPAR, S.H., M.H., CTA., CCL. dalam gugatannya, Selasa (11/11/2025).

Diduga Terbit Saat Masih Ada Sengketa di Mahkamah Agung

Lebih lanjut, gugatan juga mengungkap fakta bahwa sertifikat tersebut diterbitkan ketika tanah terkait masih dalam proses sengketa di Mahkamah Agung RI.

Sengketa sebelumnya tercatat dalam Akta Permohonan Kasasi Nomor 67/Akta/Pdt.Kasasi/2020/PN.Sby, terkait perkara perdata antara Frengky Abrahams dan pihak lain. Proses kasasi baru dicabut oleh penggugat pada 6 Juni 2024 sesuai Penetapan No. 4504 K/Pdt/2024 tanggal 17 Oktober 2024. Artinya, sertifikat diterbitkan saat status tanah masih dalam proses hukum aktif, sehingga dinilai cacat hukum secara administratif dan yuridis.

Dalam argumentasinya, pihak penggugat menilai bahwa penerbitan sertifikat pada saat objek masih disengketakan melanggar Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang mensyaratkan adanya kesepakatan batas-batas tanah antar pemegang hak yang berbatasan.

Berdasarkan keterangan dalam gugatan, Frengky baru mengetahui adanya penerbitan sertifikat tersebut pada 17 Juni 2025, saat dirinya melakukan pemasangan banner batas tanah dan pengukuran lapangan secara mandiri.

Sejak saat itu, penggugat mengirimkan surat keberatan kepada Kantor Pertanahan Surabaya I sebanyak dua kali, yaitu Surat Keberatan No. 93/AMS/Keb./VI/2025 tertanggal 30 Juni 2025 dan Surat No. 110/AMS/Keb./VII/2025 tertanggal 16 Juli 2025. Namun hingga gugatan ini diajukan, BPN Surabaya I belum memberikan jawaban tertulis atas keberatan tersebut.

Karena tidak ada respon administratif dalam batas waktu 10 hari sebagaimana diatur dalam Pasal 77 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, penggugat pun menempuh jalur hukum melalui PTUN Surabaya.

“Gugatan ini diajukan pada hari ke-38 sejak diketahui adanya kerugian, sehingga masih dalam tenggang waktu 90 hari sebagaimana diatur undang-undang,” kata Anner.

Memenuhi Unsur Keputusan Tata Usaha Negara

Dalam petitum gugatannya, Frengky menilai bahwa Sertipikat Hak Pakai No. 20/Lidah Kulon memenuhi seluruh unsur Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Sertifikat tersebut dinilai sebagai penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang (Kepala BPN Surabaya I), bersifat individual dan final, serta menimbulkan akibat hukum langsung bagi penggugat, yaitu berkurangnya luas tanah miliknya. Oleh sebab itu, PTUN Surabaya dinilai berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara tersebut.

Diduga Abaikan Prosedur Pendaftaran Tanah

Selain itu, dalam uraian gugatan disebutkan bahwa BPN Surabaya I diduga mengabaikan ketentuan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 2 Tahun 1998 yang mensyaratkan pemeriksaan lapangan dan persetujuan batas sebelum penerbitan sertifikat baru.

Penggugat juga menuding adanya indikasi ketidaksesuaian data pengukuran antara dokumen sertifikat dengan kondisi lapangan yang sebenarnya. “Proses pengukuran tidak dilakukan dengan kehadiran semua pihak yang berbatasan, dan hasilnya tidak akurat,” ungkapnya.

Atas dasar itu, Frengky melalui kuasa hukumnya memohon agar Majelis Hakim PTUN Surabaya membatalkan Sertipikat Hak Pakai No. 20/Lidah Kulon, serta memerintahkan BPN Surabaya I untuk mencabut dan membatalkan penerbitannya.

Ia juga meminta agar tanah seluas ±560 m² yang masuk ke dalam SHP tersebut dikembalikan sebagai bagian dari kepemilikan sahnya sesuai bukti peralihan yang telah terdaftar di notaris dan tercatat dalam dokumen desa.

Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan lembaga pendidikan negeri ternama, Universitas Negeri Surabaya (UNESA), serta memunculkan dugaan kelalaian prosedural dari lembaga pertanahan.

Praktisi hukum menilai perkara ini bisa menjadi preseden penting bagi perlindungan hak masyarakat terhadap kesalahan administrasi pertanahan. Jika terbukti terjadi pelanggaran dalam proses penerbitan, maka Sertipikat Hak Pakai dapat dibatalkan demi hukum. Tok

Immigration at Special Economic Zone Hadir di Batang dan Gresik, Dukung Percepatan Investasi Nasional

BATANG – Direktorat Jenderal Imigrasi meresmikan Unit Layanan Izin Tinggal dan Informasi Keimigrasian di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Industropolis Batang dan Gresik pada Rabu, 12 November 2025. Unit layanan yang dinamai Immigration at Special Economic Zone (I’m SEZ) tersebut bertujuan mendekatkan dan memudahkan pelayanan Izin Tinggal bagi Orang Asing yang beraktivitas di KEK.

“I’m SEZ di Industropulis Batang dan Gresik menjadi pilot project untuk implementasi layanan sejenis di KEK lainnya di seluruh Indonesia. Layanan ini adalah wujud hadirnya layanan Keimigrasian dalam rangka mendukung percepatan dan peningkatan investasi nasional. Saat ini terdapat 23 KEK lain yang tersebar di seluruh Indonesia yang antusias untuk menghadirkan layanan Keimigrasian di kawasan tersebut,” ungkap Direktur Izin Tinggal dan Status Keimigrasian, Is Edy Ekoputranto.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Biro Pengendalian Kawasan Ekonomi Khusus Dewan Nasional KEK, Bambang Wijanarko, mengapresiasi unit layanan Izin Tinggal Keimigrasian yang baru di resmikan.

Kami harap kolaborasi semacam ini terus dapat ditingkatkan untuk memastikan kemudahan berusaha dan iklim investasi yang kondusif di Indonesia,” tuturnya.

Peresmian unit layanan izin tinggal Keimigrasian di KEK Batam dan Gresik disambut baik oleh para tenant pengguna dan pengelola kawasan. Kemudahan dan efektifitas pelayanan izin tinggal – yang selama ini menjadi salah satu kesulitan investor – dapat terpenuhi dengan hadirnya unit layanan di KEK. I’m SEZ juga memudahkan tenant untuk mendapatkan informasi atau berkonsultasi terkait berbagai kendala keimigrasian yang dihadapi.