Foto: Terdakwa Riayadi dan Hendriansyah
Surabaya, Timurpos.co.id – Dua anggota komplotan spesialis pencuri mobil pikap jenis L-300, Riayadi dan Hendriansyah, warga Kedungdung, Kabupaten Sampang, diadili di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (16/6/2025). Keduanya diseret ke meja hijau oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Nyoman Darma Yoga dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak atas dugaan pencurian 6 unit mobil dari dua lokasi berbeda di Kota Surabaya.
Dalam sidang yang menghadirkan saksi-saksi, terungkap bahwa korban Djoenadi kehilangan dua unit mobil pikap Mitsubishi L-300 dengan nomor polisi L-9172-BR dan L-9074-B1. Kejadian ini terjadi pada Minggu, 23 Februari 2025 pukul 04.06 WIB di parkiran gudang miliknya, CV YANATA AC, Jalan Slamet No. 33, Genteng, Surabaya.
Sementara korban lainnya, Maria Magdalena, melaporkan kehilangan empat unit mobil pikap berpelat nomor L-9425-VU, L-8981-VI, L-8755-VJ, dan L-8513-VF. Aksi pencurian ini terjadi pada Kamis, 27 Februari 2025 pukul 02.07 WIB di Gudang Kayu miliknya, UD Bangkit Jaya, Jalan Raya Banjar Sugihan No. 35, Tandes, Surabaya.
Saksi penangkap menyebutkan bahwa, penangkapan para terdakwa dilakukan oleh satu unit, terdiri 16 orang dengan peran masing-masing. Dalam kesaksiannya, terdakwa Hendriansyah mengaku hanya bertugas mengawasi saat rekannya, Arifin dan Hoirul (keduanya kini buron), mencuri mobil di TKP Genteng. Ia mengaku menerima Rp.3 juta sebagai bagian hasil pencurian.
“Di TKP Tandes, saya sempat ikut membawa mobil curian ke rumah Arifin di Banmote, Desa Kedundung, Sampang. Tapi belum sempat dibayar karena keburu ditangkap,” ujar Hendriansyah di persidangan.
Sementara terdakwa Riayadi membenarkan bahwa Arifin yang mengatur sarana transportasi, termasuk menyediakan mobil Sigra dan Innova. Saat ditanya JPU soal tiga transferan mencurigakan senilai Rp.27 juta, Rp.15 juta, dan Rp.50 juta ke rekening pribadinya, Riayadi mengaku tidak tahu asal-usul uang tersebut.
“Saya hanya diberi tahu Arifin bahwa ada transferan. Saya hanya menemani dia ke bank untuk mengambil uang. Bagian saya Rp5 juta dan Rp3 juta,” ujar Riayadi.
Menjawab pertanyaan majelis hakim mengenai mengapa mobil L-300 menjadi sasaran, Riayadi mengatakan karena harganya lebih tinggi dan mudah dijual.
Menariknya, Riayadi juga membeberkan bahwa Arifin sempat ditangkap polisi usai dirinya tertangkap lebih dulu. Namun, anehnya Arifin dilepaskan kembali.
“Waktu itu saya sudah tunjukkan rumah Arifin. Dia sempat dipiting (ditangkap) polisi, tapi kemudian dilepas. Ada anggota yang bilang ‘kabur-kabur’,” ungkap Riayadi sembari mempraktikkan gerakan penangkapan di hadapan hakim.
Menanggapi kesaksian tersebut, Majelis Hakim meminta JPU agar menyampaikan ke penyidik untuk menuntaskan kasus ini secara menyeluruh. “Kasihan para korban. Usahanya bangkrut karena kehilangan mobil dan belum ada yang dikembalikan,” ujar hakim.
Kasus ini bermula ketika Riayadi dan Hendriansyah bersama tiga pelaku lainnya yang masih buron Arifin, Hoirul, dan Zaini mencuri enam mobil pikap dari dua lokasi berbeda. Setelah itu, mobil-mobil tersebut dibawa ke rumah Arifin di Kedundung, Sampang. Dua unit mobil kemudian dijual kepada AS AD alias Adam (buron) seharga Rp50 juta. Uang hasil penjualan tersebut ditransfer oleh Muhammad Priyatno bin H. Sulaiman, anak angkat Adam, ke rekening BCA atas nama Riyadi.
Atas perbuatanya JPU mendakwa para terdakwa melanggar Pasal Pasal 363 ayat (1) ke-3, ke-4 dan ke-5 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. TOK