Timur Pos

Wahyudi Bantah Terima Uang Suap, Kuasa Hukum: Klien Kami Dijadikan Kambing Hitam

Foto: Penasehat hukum terdakwa, Muhammad Ridlwan, SH,

Surabaya, Timurpos.co.id – Persidangan kasus korupsi proyek Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) Kabupaten Lamongan kembali memanas. Kamis (26/6/2025), ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya dipenuhi ketegangan ketika saksi Rio Dedik menyebut memberikan uang kepada terdakwa Drs. Moch. Wahyudi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut.

Rio mengaku menyerahkan dana total Rp12,5 juta, Rp3,5 juta atas perintah “Bu Eka” dan Rp9 juta disebut sebagai fee untuk pihak dinas. Namun, ia tak bisa memastikan apakah uang Rp9 juta itu benar-benar diterima langsung oleh Wahyudi.

Wahyudi membantah keras tudingan tersebut. “Saya tidak pernah tahu dan tidak pernah menerima uang dari siapa pun dalam proyek itu,” ujarnya di hadapan majelis hakim yang dipimpin Ni Putu Sri Indayani, SH.

Penasehat hukum terdakwa, Muhammad Ridlwan, SH, didampingi Ainur Rofik, S.HI, menilai kliennya sekadar dijadikan “tumbal” oleh pihak lain yang lebih bertanggung jawab dalam aspek teknis:

“Uang itu bukan untuk Pak Wahyudi secara pribadi. Itu diserahkan setelah seluruh pekerjaan selesai dan katanya untuk pegawai dinas yang membantu saksi,” jelas Ridlwan.

“Kerugian negara Rp92 juta yang diungkap BPK bersumber dari selisih volume pekerjaan persoalan teknis, bukan administratif. Seharusnya kontraktor dan tim teknis lebih dulu diproses,” tegasnya.

Kuasa hukum juga mempersoalkan penyidik yang menolak permintaan uji poligraf dan psikologi forensik guna memastikan siapa sebenarnya yang tidak jujur dalam proyek tersebut.

Dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), proyek RPHU merugikan negara Rp92 juta. Pihak ketiga (kontraktor) disebut telah dimintai pertanggungjawaban.

Ridlwan menambahkan, Wahyudi tidak tahu-menahu praktik “pinjam bendera” yang diduga dilakukan Kliennya. “PPK hanya pengendali umum. Pengurusan detail lapangan ada pada PPTK dan tim teknis. Kalau ada bendera pinjaman, PPK jelas tidak mengetahuinya.”sambungnya.

Majelis Hakim menunda persidangan dan menjadwalkan sidang pembuktian berikutnya pada Kamis, 3 Juli 2025, dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan. Ridlwan berharap proses persidangan dapat membuka seluruh fakta tanpa tebang pilih.

“Jangan sampai perkara ini seperti pepatah ‘orang buang air, orang lain disuruh menyeka.’ Kami ingin semua terang-benderang agar keadilan benar-benar ditegakkan,” pungkasnya. TOK

Diduga Peras Mahasiswa Rp10 Juta, Anggota Polsek Tandes Blabas Bui

Surabaya, Timurpos.co.id – Polrestabes Surabaya telah menahan Bripka Hengky, anggota Polsek Tandes, setelah dilaporkan melakukan dugaan pemerasan terhadap dua mahasiswa. Insiden itu terjadi Kamis malam (19/6).

Kejadian bermula dua mahasiswa, KV (23) bersama teman laki-lakinya RA (23), menghadiri undangan pernikahan di Krian. Saat perjalanan pulang, mobil mereka mengalami senggolan dengan pengendara sepeda motor di exit tol Pondok Candra. Setelah menyelesaikan masalah, mereka melanjutkan perjalanan.

Tak jari di lokasi senggolan, mereka berhenti mengecek lagi kondisi mobil. Belum lama masuk mobil, tiba-tiba ada dua orang boncengan sepeda motor berhenti di depan mobilnya. Salah satu dari mereka berseragam polisi, sedangkan yang lain berbaju bebas. Mereka menggebrak-gebrak mobil.

Dua laki-laki itu mengatakan sedang melakukan operasi. Dua korban dicurigai melakukan macam-macam di dalam mobil. Korban yang dalam kondisi kebingungan,
Bripka Hengky kemudian masuk ke dalam kursi kemudi mobil dan mengajak dua mahasiswa ke Polda Jatim.

Namun, bukannya dibawa ke Polda Jatim. Keduanya justru diajak berputar-putar ke arah Wonokromo dan Ketintang. Tak jauh dari Excelso Ahmad Yani, oknum itu meminta uang Rp10 juta. Setelah tawar-menawar, oknum menurunkan menjadi Rp7 juta. Karena korban hanya memiliki uang di ATM sebesar Rp650 ribu, akhirnya uang itu diterima si oknum polisi.

Tak hanya itu, ATM milik korban juga dirampas sebagai ‘jaminan pelunasan’ sisanya, dan mereka diminta menyediakan uang tambahan keesokan harinya pukul 17.00. Atas kejadian tersebut, ayah KV, Jumadi membuat laporan ke Propam Polda Jatim pada Jumat (20/6) malam.

“Anak saya diam-diam memfoto oknum itu. Saya cetak buat lampiran untuk laporan,” ungkap Jumadi.

Kapolsek Tandes, AKP Julkifli Sinaga, membenarkan bahwa Briptu Hengky adalah bawahannya. Pihaknya juga telah melakukan interogasi. “Memang betul yang bersangkutan melakukan, kemudian kami berkoordinasi dengan pimpinan dan Propam Polrestabes,” ungkapnya. Kasus itu sudah ditindaklanjuti. “Perkembangan lanjut ke Kasihumas,” ucap Julkifli.

Kasihumas Polrestabes Surabaya, AKP Rina Shanty Dewi, membenar bahwa pihaknya hanya mendapat laporan terhadap Bripka HP alias Hengky. Oknum polisi itu sudah diamankan. Namun, tidak diketahui nasib satu orang yang datang bersama Bripka Hengky saat melakukan dugaan pemerasan. “Kami hanya dapat laporan soal inisial HP saja,” tandasnya. TOK

Menyikapi Revisi UU Narkotika: Jangan Ulangi Kegagalan, Saatnya Letakkan Pendekatan Kesehatan di Pusat Kebijakan

Jakarta, Timurpos.co.id – Di tengah peringatan Hari Narkotika Internasional yang jatuh pada 26 Juni 2025, Indonesia masih terjebak dalam pendekatan usang dan punitif seperti “perang terhadap narkotika”. Celakanya, Indonesia tak pernah belajar terkait dampak negatif dari pendekatan itu.

Padahal, data dan berbagai pengalaman global telah berulang kali menunjukkan bahwa pendekatan itu bukan hanya gagal, tapi juga berkontribusi signifikan pada pelanggaran HAM, kelebihan kapasitas di Rumah Tahanan (Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia, dan meminggirkan hak-hak pengguna narkotika serta kelompok rentan lainnya.

Bukan hanya itu, alih-alih mengedepankan pendekatan kesehatan, Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) yang berlaku saat ini juga masih menempatkan pengguna narkotika sebagai pelaku kriminal. Itu ditandai dari masih gencarnya pendekatan penjara yang digunakan negara kepada pengguna narkotika.

Mengutip data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) per Desember 2024, total penghuni rutan/lapas yakni sebanyak 264.131 orang, sementara kapasitasnya hanya berkisar untuk 136.444 orang. Ini artinya telah terjadi overcrowding Rutan/Lapas sebesar 93,57%. Sementara per Juni 2025, terdapat 268.718 orang menjadi penghuni Rutan/Lapas, padahal kapasitasnya hanya untuk 138.128 orang. Hal tersebut menunjukkan adanya overcrowding Rutan/Lapas sebesar 94,56%.

Selain itu, hampir 52% penghuni Rutan/Lapas merupakan tahanan kasus narkotika. Data Laporan Kinerja Pemasyarakatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Tahun 2024 menunjukkan, setidaknya terdapat 140.474 orang yang terindikasi sebagai pengguna narkotika.

Hal ini menandakan bahwa pengguna narkotika tidak diintervensi berbasis pendekatan kesehatan, melainkan dikriminalisasi melalui penghukuman. Padahal paradigma penghukuman dapat memperburuk kondisi mereka. Mereka tidak mendapatkan dukungan yang dibutuhkan, mengikuti rehabilitasi secara sukarela, bahkan kehilangan harapan terkait kehidupan yang lebih baik. Kriminalisasi adalah kebijakan yang gagal, dan sudah saatnya dihentikan.

Dalam momentum Hari Narkotika Internasional tahun 2025 ini, Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN) meminta kepada pemerintah Indonesia untuk segera mengedepankan pendekatan kesehatan dalam proses penyusunan kebijakan narkotika, termasuk dalam revisi UU Narkotika yang sedang bergulir di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), dengan memperhatikan poin-poin sebagai berikut:

*Pertama*, ubah paradigma UU Narkotika dari penghukuman ke kesehatan. Sebab, selama lebih dari dua dekade, Indonesia telah menjalankan kebijakan narkotika yang keras namun tidak efektif. Pengguna tetap membludak, penjara penuh sesak, dan program rehabilitasi berjalan tanpa arah yang jelas. Ribuan orang, bahkan remaja, dijatuhi pidana penjara hanya karena memiliki atau mengonsumsi narkotika dalam jumlah kecil, di mana mereka seringkali tidak dipisahkan dari pengedar atau pelaku kriminal lainnya.

Kondisi ini menciptakan siklus penderitaan yang tidak menyelesaikan akar masalah soal ketergantungan. Ketika seorang pengguna dipenjara tanpa dukungan, ia bukan hanya kehilangan kebebasannya, tapi juga kehilangan peluang untuk pulih. Ketika ia keluar, stigma masyarakat dan minimnya dukungan membuat risiko kekambuhan (relapse) semakin tinggi. Revisi UU Narkotika saat yang sedang bergulir harus bisa menjawab permasalahan ini.

Mengingat UU Narkotika saat ini kembali masuk dalam agenda legislasi nasional tahun 2025, Pemerintah dan DPR juga harus memiliki kemauan politik (political will) yang besar dan komitmen penuh untuk berubah secara fundamental dalam menyusun aturan yang berdampak besar terhadap ribuan pengguna tersebut.

*Kedua*, Pemerintah dan DPR harus memasukan aspek dekriminalisasi bagi pengguna narkotika dalam pembahasan revisi UU Narkotika. Dekriminalisasi bukan berarti melegalkan narkotika secara bebas, melainkan menghentikan pemidanaan terhadap individu yang memiliki dan menggunakan narkotika untuk konsumsi pribadi, dan mengalihkan pendekatannya ke ranah kesehatan dan sosial. Hal ini dapat diwujudkan melalui skema kesehatan dan perbaikan ketentuan pidana dalam revisi UU Narkotika.

Langkah konkret berbasis bukti ini telah diterapkan di berbagai negara seperti Portugal dan Swiss, bahkan Malaysia yang kini berani mengambil pendekatan non-penal berbasis komunitas. Kebijakan ini dapat menurunkan angka overdosis, angka HIV terkait penggunaan jarum suntik, dan berkurangnya beban penjara, serta meningkatkan partisipasi dalam program rehabilitasi sukarela.

*Ketiga*, revisi UU Narkotika harus memberikan kesempatan agar narkotika digunakan untuk kepentingan kesehatan. Proses revisi UU Narkotika yang kini dibahas di DPR semestinya tidak lagi memposisikan narkotika hanya dalam kerangka pidana, tetapi juga dalam kerangka hak atas kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Jika Indonesia benar-benar serius menciptakan sistem kesehatan yang adil dan berbasis bukti ilmiah, maka revisi UU Narkotika harus mengakomodir pemanfaatan narkotika untuk riset dan pengobatan, dengan menekankan pada prinsip kehati-hatian dan regulasi yang ketat, bukan justru melakukan pelarangan secara menyeluruh.

*Keempat*, revisi UU Narkotika juga harus memperbaiki permasalahan mendasar tentang akuntabilitas pelaksanaan kebijakan narkotika utamanya sering terjadi kasus penjebakan kepemilikan narkotika, hal ini dikarenakan hukum acara mengenai kewenangan untuk melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung (undercover buying) dan penyerahan di bawah pengawasan (control delivery), dan tes urine tidak diatur dengan batasan yang jelas.

*Kelima*, Pemerintah harus membuka ruang-ruang alternatif bagi pengguna narkotika untuk meningkatkan kualitas hidup mereka selain menggunakan pemidanaan dan rehabilitasi. Konsep rehabilitasi sebagai alternatif pemidanaan yang selama ini digaungkan dan digunakan oleh Pemerintah masih berfokus pada pemutusan ketergantungan narkotika, sehingga menghasilkan rehabilitasi yang lebih mengarah pada rawat inap dan bukan peningkatan kualitas hidup bagi pengguna narkotika.

Pada beberapa kasus, kami menemukan banyak tempat-tempat rehabilitasi yang memanfaatkan celah alternatif pemenjaraan menjadi sarana eksploitasi ekonomi untuk memeras pengguna narkotika. Revisi UU Narkotika perlu menitikberatkan perspektif pengurangan dampak buruk (harm reduction) di mana ukuran efektivitas program dilihat bukan semata dari berhentinya seseorang menggunakan narkotika, tetapi juga melihat berkurangnya dampak sosial, kesehatan, dan ekonomi yang negatif atas penggunaan narkotika.

*Keenam*, penting untuk membuka ruang bagi masyarakat sipil dan akademisi dalam pelibatan bermakna dalam pembahasan perubahan dan penentuan arah kebijakan narkotika. Pemerintah dan DPR harus membuka ruang seluas-luasnya dan menciptakan dialog-dialog bermakna dengan melibatkan masyarakat sipil, sehingga kebijakan narkotika yang lahir dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta berlandaskan pada basis bukti ilmiah yang akuntabel.

*Ketujuh*, melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 106/PUU-XVIII/2020, yang mengamanatkan pemerintah agar dilakukan riset ilmiah terhadap ganja medis untuk perlindungan hak atas kesehatan warga negara. Pelaksanaan riset ganja medis ini bukan sekadar pilihan kebijakan, melainkan perintah konstitusional yang bersifat final dan mengikat.

Dalam menghadapi kebingungan regulatif terkait langkah awal penelitian ganja medis, Pemerintah Pusat dapat mempertimbangkan Provinsi Aceh sebagai lokasi percontohan (pilot project) untuk penelitian ganja medis. Pilihan ini bukan tanpa dasar, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk melakukan penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi yang dapat menunjang pembangunan nasional, termasuk di bidang kesehatan serta mendukung pelestarian warisan budaya Aceh.

Pada tahun 2023, bersamaan dengan dilakukannya Focus Group Discussion (FGD) Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi, Pemerintah Provinsi Aceh melalui Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah menunjukkan langkah progresif melalui Surat Keputusan DPRA No. 24 Tahun 2023, yang menetapkan usulan Rancangan Qanun tentang Legalisasi Ganja Medis sebagai bagian dari Program Legislasi Daerah (Prolegda) Tambahan Aceh Tahun 2024.

DPR RI dan Pemerintah dalam menyusun Revisi UU narkotika dapat berkoordinasi dengan DPRA Provinsi Aceh untuk membahas regulasi dan legalisasi ganja medis sebagai urgensi perintah konstitusional (in casu ganja) mengenai penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan ganja medis.***

Mahasiswa Ilmu Lingkungan UNS Promosikan Gerakan STOP Plastik Sekali Pakai

Surakarta, Timurpos.co.id – Dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Program Studi S2 dan S3 Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sebelas Maret (UNS) menggelar diskusi publik bertajuk STOP Plastik Sekali Pakai. Acara ini menekankan pentingnya pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dan mendorong inovasi bahan alternatif berbasis hayati sebagai solusi berkelanjutan terhadap krisis polusi plastik.

Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si., Dekan Sekolah Pascasarjana UNS, menyampaikan bahwa bumi merupakan titipan yang harus dijaga dan diwariskan dalam kondisi baik kepada generasi berikutnya. “Polusi plastik yang semakin parah mendorong kita untuk menciptakan inovasi bahan hayati dari singkong, kentang, dan ubi. Ini adalah langkah konkret dalam menekan ketergantungan terhadap plastik konvensional,” ungkapnya.

Sementara itu, Prof. Dr. Mohammad Masykuri, M.Si., Kaprodi S2 Ilmu Lingkungan UNS, mengingatkan bahaya mikroplastik yang kini ditemukan di berbagai media lingkungan, mulai dari udara, air sungai, hingga biota laut. “Mikroplastik berukuran di bawah 5 mm bahkan bisa menembus sel manusia. Dalam ukuran femto, mikroplastik dapat menembus organ dan jaringan tubuh. Ini sangat berbahaya karena mikroplastik menyerap polutan aktif seperti Bisphenol A, plasticizer, PAH, dan logam berat,” jelasnya. Ia menekankan pentingnya perubahan gaya hidup reuse (guna ulang) dan pembatasan konsumsi plastik sekali pakai.

Dr. Dewi Gunawati, S.H., M.Hum., dosen Hukum Lingkungan UNS, menyoroti aspek hukum dan kesadaran warga negara. “Tahun 2040 polusi plastik diprediksi mencapai 23–27 juta ton. Kita membutuhkan komitmen setiap individu untuk mengurangi konsumsi plastik dan menumbuhkan rasa cinta serta tanggung jawab terhadap lingkungan,” ujarnya.

Sebagai bentuk simbolisasi, acara diakhiri dengan foto bersama lebih dari 100 peserta di depan instalasi kran raksasa yang mengucurkan limbah botol plastik. Karya instalasi ini merepresentasikan derasnya polusi plastik yang mencemari bumi. “Untuk menghentikan polusi plastik, kita harus menutup kran dari hulunya,” jelas Alaika Rahmatullah, Koordinator Kampanye Ecoton.

Ia menambahkan tiga langkah strategis untuk menekan polusi plastik:

1. Regulasi Pemerintah: Seperti kebijakan Pemprov Bali yang melarang penjualan air minum dalam kemasan di bawah 1 liter.
2. Tanggung Jawab Produsen: Tidak lagi memproduksi kemasan sachet dan wajib mengelola sampah kemasan yang dihasilkan.
3. Kesadaran Konsumen: Mengurangi penggunaan sachet, styrofoam, tas kresek, dan botol air minum sekali pakai.

Prigi Arisandi, founder Ecoton, menegaskan urgensi pengendalian mikroplastik. “Kami menemukan mikroplastik dalam air ketuban, ASI, feses, bahkan di permukaan kulit manusia. Ini berdampak pada sistem hormon, reproduksi, imun, dan metabolisme. Indonesia mendesak memiliki baku mutu mikroplastik dalam air minum dan seafood,” tegasnya.

Kampanye ini menjadi langkah awal gerakan kolektif akademisi, mahasiswa, dan masyarakat untuk mendorong perubahan gaya hidup dan regulasi nasional demi menyelamatkan bumi dari krisis polusi plastik. TOK

Janda Dua Anak Penjaga Warung Nekat Jual Sabu, Kodir Sang Pemasok Masih Buron

Surabaya, Timurpos.co.id – Seorang janda dua anak bernama Rizky Eka Widyastuti alias Meme (29), penjaga warung makan di kawasan Setro Utama, Gresik, harus duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu (25/06/2025) karena terlibat dalam peredaran narkotika jenis sabu.

Rizky tertangkap setelah aparat Satreskoba Polda Jatim melakukan pengembangan dari penangkapan sebelumnya terhadap Wahyu Pratama Mahaputra. Dari tangan Rizky, polisi menyita 15 poket sabu seberat total 18,03 gram, satu timbangan elektrik, dompet warna pink, dua pak plastik klip kosong, serta berbagai alat pengemasan sabu lainnya.

Dalam sidang, saksi dari pihak kepolisian, Abdul Rofik, menyampaikan bahwa Rizky mendapat pasokan sabu dari Muhammad Kodir yang kini berstatus DPO (Daftar Pencarian Orang). Rizky bertugas memecah sabu menjadi poketan kecil dan menyimpannya di warung miliknya. Setiap poket yang berhasil dijual, ia mendapat upah Rp25 ribu.

“Dari pengakuan terdakwa, sabu sebanyak 18 gram dipecah menjadi 15 poket atas perintah Kodir. Barang disimpan di dalam dompet pink dan diletakkan di rak piring,” ujar Abdul Rofik dalam kesaksiannya.

Rizky tidak membantah kesaksian tersebut. Ia mengaku nekat menjual sabu karena tekanan ekonomi. “Saya butuh biaya untuk menghidupi dua anak saya dan orang tua. Sejak cerai dengan suami, saya terpaksa ambil jalan ini,” ucap Rizky dengan nada lirih.

Terdakwa juga mengakui mengenal Kodir lewat media sosial dan sudah menjalankan bisnis haram itu selama dua bulan terakhir.

Hakim sempat menegur Rizky dengan keras namun menohok, “Kamu lebih baik jadi asisten rumah tangga daripada jual sabu. Segeralah bertobat, jangan rusak masa depan anak-anakmu.”

Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Rizky didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) dan Pasal 112 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Laboratorium forensik membuktikan bahwa barang bukti tersebut benar mengandung kristal metamfetamina, narkotika golongan I sesuai UU yang berlaku.

Sementara itu, Kodir, sang pemasok sabu, hingga kini masih diburu polisi. Pihak kepolisian terus melakukan pengembangan untuk mengungkap jaringan peredaran narkoba yang melibatkan Rizky dan Wahyu. TOK

Polres Pelabuhan Tanjung Perak dan PSHT Surabaya Gelar Rapat Koordinasi, Siap Amankan Pengesahan Ribuan Warga Baru

Surabaya, Timurpos.co.id – Polres Pelabuhan Tanjung Perak menggelar rapat koordinasi dengan pengurus Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Cabang Kota Surabaya untuk mematangkan persiapan pengamanan kegiatan pengesahan warga baru. Pertemuan ini dilaksanakan di Aula Sanika Satyawada Polres Pelabuhan Tanjung Perak pada Kamis (25/6/2025).

Rapat ini merupakan tindak lanjut dari surat pemberitahuan yang diajukan oleh pengurus PSHT Cabang Surabaya dengan nomor 081/SP/PC-PSHT 002/VI/2025 tertanggal 24 Juni 2025, perihal rencana kegiatan pengesahan warga baru tahun 2025.

Kegiatan rapat koordinasi ini dipimpin langsung oleh Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak, AKBP Wahyu Hidayat, yang didampingi oleh Kabagops Kompol Dwi Basuki beserta para pejabat utama (PJU) dan kapolsek di jajaran Polres Pelabuhan Tanjung Perak.

Dari pihak PSHT, hadir Ketua Panitia Pelaksana Pengesahan, AKBP Purn. Gatot Hariyanto, Sekretaris Cabang Nur Azmi Rifai, Ketua PSHT Blank Utara Imam Muslik, serta para ketua ranting PSHT di wilayah hukum Polres Pelabuhan Tanjung Perak.

Dalam sambutannya, Kapolres AKBP Wahyu Hidayat menekankan pentingnya sinergi antara aparat keamanan dan perguruan pencak silat dalam menjaga kondusivitas kota.

“Dengan adanya agenda rutin ini, saya mengajak semua perwakilan perguruan pencak silat, khususnya PSHT, untuk bekerja sama dan bersinergi dalam menciptakan kondusivitas kota Surabaya, khususnya di wilayah hukum Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Mari kita satukan langkah untuk menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan kita,” ujar AKBP Wahyu Hidayat.

Kapolres juga mengapresiasi langkah Kapolda Jatim yang telah membentuk Satgas Sentot Prawiro Dirjo sebagai upaya preemtif untuk meningkatkan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).

“Mari kita dukung program ini dengan komitmen yang kuat agar hasilnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat,” tambahnya.

Beliau berharap, melalui pertemuan ini, tali silaturahmi dapat dipererat dan kerjasama yang harmonis dapat terjalin.

“Dengan semangat Suroan Agung, mari kita tingkatkan kepedulian kita terhadap lingkungan dan masyarakat, sehingga kita dapat hidup dalam kedamaian,” tutupnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, prosesi pengesahan warga baru PSHT Cabang Surabaya dijadwalkan akan dilaksanakan pada Jumat, 27 Juni mendatang. Kegiatan akbar yang akan diikuti oleh sekitar 1.250 calon warga baru ini akan dipusatkan di Universitas Dr Soetomo, Jalan Semolowaru.

Sementara, pihak kepolisian dan panitia akan bekerja sama untuk memastikan seluruh rangkaian acara berjalan dengan aman, tertib, dan lancar. (*)

“Kopling Kambrat” Bripka Nanang Sugianto Raih Penghargaan Bhabinkamtibmas Terbaik ke-2 se-Jatim

Surabaya, Timurpos.co.id – Bripka Nanang Sugianto, Bhabinkamtibmas Polsek Ketapang, Polres Sampang, kembali mengharumkan institusinya setelah meraih penghargaan sebagai Bhabinkamtibmas terbaik ke-2 se-Jawa Timur. Penghargaan tersebut diberikan langsung oleh Polda Jatim pada Rabu, 25 Juni 2025.

Penghargaan itu diraih berkat inovasi kreatif Bripka Nanang melalui program “Kopling Kambrat” (Kopi Keliling Keamanan Desa Bira Barat), sebuah pendekatan non-formal dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Program ini dinilai mampu menciptakan kedekatan emosional antara aparat keamanan dan warga, melalui obrolan santai sambil ngopi bareng.

“Pendekatan seperti ini bukan hanya menciptakan suasana kondusif, tetapi juga mendorong partisipasi aktif warga dalam menjaga kamtibmas. Ini menjadi motivasi kami untuk terus berinovasi,” ujar Bripka Nanang Sugianto.

Kapolsek Ketapang mengaku bangga atas pencapaian ini dan berharap agar inovasi yang dilakukan Bripka Nanang dapat ditiru oleh personel lainnya. “Penghargaan ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Polsek Ketapang dan Polres Sampang. Kami akan terus mendukung inovasi yang mendekatkan polisi dengan masyarakat,” tegasnya.

Selain menciptakan suasana aman, program Kopling Kambrat juga menjadi ruang aspiratif yang membangun perdamaian dan mempererat hubungan antarwarga. Suasana yang terbangun dari kegiatan ngopi bareng bersama Bhabinkamtibmas membawa semangat baru menuju desa yang damai dan sejahtera.

“Semoga Kopling Kambrat menjadi inspirasi di daerah lain dan menjadikan Ketapang lebih hebat, damai, dan sejahtera,” pungkas Bripka Nanang.***

Pukuli Waiter DJ dan MC Roots Social House Dipolisikan

Surabaya, Timurpos.co.id – Seorang waiter di Roots Social House, Dicky Wildan (29), mengalami nasib tragis saat tengah menjalankan tugasnya. Ia mengaku menjadi korban pengeroyokan oleh dua rekan kerjanya sendiri, yakni seorang Disc Jockey (DJ) bernama Divando dan seorang MC bernama Jefri Torino. Akibat kejadian tersebut, Dicky mengalami luka serius, termasuk patah rahang, dan telah melaporkan kasus ini ke Polsek Tegalsari Surabaya.

Insiden kekerasan itu terjadi pada Minggu dini hari, 22 Juni 2025 sekitar pukul 02.30 WIB, di dalam bar tempatnya bekerja. Menurut keterangan korban, peristiwa bermula saat ia membantu seorang tamu yang ingin berkenalan dengan pengunjung perempuan di meja lain. Seusai acara, saat Dicky tengah berkemas menyelesaikan pekerjaannya, tiba-tiba DJ Divando menyerangnya secara brutal.

“Divando langsung mengambil asbak dan memukul wajah saya beberapa kali tanpa alasan jelas,” ungkap Dicky saat ditemui pada Selasa (24/6/2025).

Tidak hanya itu, MC Jefri yang awalnya mencoba melerai justru ikut melakukan kekerasan. “Awalnya dia memisah, tapi lalu mencekik kerah baju saya dan menyeret saya ke depan kasir, kemudian memukul kepala saya beberapa kali dengan tangan kosong,” tambahnya.

Akibat tindakan kekerasan tersebut, Dicky mengalami memar dan bengkak di kepala, serta patah rahang bagian kiri. Ia menunjukkan bukti hasil rontgen dari rumah sakit yang menyatakan perlunya operasi segera.

Kuasa hukum korban, Bily Ardo Risky Perdana Putra dan Rizal Husni Mubarok, menyayangkan kejadian ini. Mereka menilai pasal yang diterapkan tidak boleh sebatas pengeroyokan biasa.

“Seharusnya kedua terlapor, terutama DJ Divando yang menggunakan benda tumpul berupa asbak, dijerat Pasal 354 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan berat, jo Pasal 170 KUHP,” tegas Bily.

Kasus ini telah resmi dilaporkan ke Polsek Tegalsari pada 24 Juni 2025. Saat ini, pihak berwajib masih melakukan penyelidikan terhadap laporan dengan terlapor atas nama DJ Divando dan MC Jefri Torino, yang diduga melakukan tindak pidana pengeroyokan terhadap korban.

Polisi diminta bertindak cepat dan tegas dalam menangani kasus ini demi memberi rasa keadilan dan perlindungan bagi korban serta mencegah terulangnya insiden serupa di tempat hiburan malam. TOK

Notaris Wahyudi Suyanto Disebut Melakukan PMH

Foto: Tjioe Sin Nang Menunjukan Berkas

Surabaya, Timurpos.co.id — Kekecewaan mendalam dirasakan Tjioe Sin Nang bersama dua saudarinya, Tjioe Lai Fung dan Tjieo Lay Tjin, usai mendapati Akta Keterangan Hak Mewaris yang semestinya menjadi dasar hukum pengurusan warisan justru tidak dapat digunakan karena dibuat tanpa minuta akta, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum otentik. Perbuatan itu dinilai melanggar ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang menyebutkan bahwa notaris hanya berwenang membuat akta otentik. Selasa (24/06/2025).

Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 1010/Pdt.G/2023/PN.Sby tanggal 23 Juli 2024, yang dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor: 67/PDT/2024/PT.SBY tanggal 8 Oktober 2024, Majelis Hakim telah menyatakan bahwa Tergugat I Wahyudi Suyanto, S.H. (mantan Notaris) dan Tergugat II Maria Lucia Lindhajany, S.H. (Notaris Protokol) telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PHM).

Permasalahan bermula ketika TJIOE SIN NANG dan kedua saudaranya menghadap notaris Wahyudi Suyanto, S.H. untuk membuat Akta Keterangan Hak Mewaris Nomor: 11/KHW/VI/2010 tertanggal 30 Juni 2010. Namun, setelah bertahun-tahun berlalu dan akta tersebut hendak digunakan untuk mengurus balik nama sertifikat waris atas nama orang tua mereka, akta tersebut ternyata tidak dapat dipakai karena terdapat kesalahan penulisan bulan dan tidak dibuat dalam bentuk minuta akta.

Ketiadaan minuta membuat Notaris Protokol, Maria Lucia Lindhajany, S.H., tidak dapat membuat salinan atau revisi terhadap akta tersebut. Dalam jawaban resminya di persidangan, pihak tergugat menyatakan bahwa akta tersebut memang tidak dibuat dalam bentuk minuta, sehingga tidak menjadi bagian dari protokol notaris.

Putusan PN Surabaya pada halaman 60 secara tegas menyatakan:

“Perbuatan Tergugat I yang membuat Akta tanpa disertai Minuta Akta adalah Perbuatan Melanggar Hukum sebagaimana Pasal 1365 KUHPer. Hal tersebut juga bertentangan dengan Pasal 15 ayat (1) UU Jabatan Notaris yang mengatur kewenangan notaris untuk membuat akta otentik.”

Merasa dirugikan secara materil dan immateril, TJIOE SIN NANG tidak tinggal diam. Ia pun menempuh upaya hukum lanjutan melalui jalur pidana dengan melaporkan Wahyudi Suyanto, S.H. ke Polrestabes Surabaya atas dugaan pemalsuan surat dan/atau penipuan, sesuai Laporan Polisi Nomor: LP/B/770/VIII/2024/SPKT/Polrestabes Surabaya/Polda Jatim tertanggal 12 Agustus 2024.

Meski telah dinyatakan bersalah oleh dua tingkat peradilan, Wahyudi Suyanto dan Maria Lucia Lindhajany tetap mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI. Namun, hal itu tidak menggoyahkan semangat TJIOE SIN NANG. Saat ditemui di Pengadilan Negeri Surabaya, ia menyatakan akan tetap memperjuangkan keadilan sampai tuntas.

“Saya hanya ingin ini menjadi yang terakhir. Biarlah saya dan keluarga saya yang menjadi korban, jangan sampai masyarakat pencari keadilan lainnya mengalami hal serupa. Kita harus lebih selektif dan berhati-hati dalam memilih notaris,” ujarnya.

Untuk diketahui dalam amar putusannya, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memutuskan bahwa, Menyatakan gugatan dikabulkan sebagian. Menyatakan alat bukti para penggugat sah dan mengikat. Menyatakan Tergugat I dan II melakukan perbuatan melawan hukum. Menghukum Para Tergugat membayar biaya perkara secara tanggung renteng sebesar Rp1.690.000. Putusan dikuatkan oleh Putusan Banding Pengadilan Tinggi Surabaya dengan tambahan biaya perkara tingkat banding sebesar Rp150.000.

Kini, Tjioe Sin Nang, menanti hasil kasasi di Mahkamah Agung dengan harapan keadilan hukum tetap ditegakkan dan semua pihak yang lalai dalam menjalankan kewajiban jabatannya bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya. TOK

Oknum Polisi Surabaya Diduga Peras Mahasiswi dan Teman Rp 7 Juta

Sidoarjo, Timurpos.co.id – Citra Kepolisian kembali tercoreng jelang peringatan Hari Bhayangkara ke-79. Seorang oknum polisi aktif yang berdinas di wilayah Surabaya diduga melakukan aksi pemerasan terhadap sepasang anak muda di Sidoarjo dengan dalih tengah menjalankan operasi gabungan.

Korban dalam kasus ini adalah Kirana Vanessya (23), seorang mahasiswi tingkat akhir asal Tambak Sumur, Sidoarjo, dan temannya Rayhan (23). Keduanya mengalami tindakan tidak menyenangkan dari pria berseragam polisi pada Kamis (19/6) malam sekitar pukul 22.00 WIB, usai menghadiri sebuah kondangan di Krian.

Menurut penuturan ayah korban, Djumadi (60), kejadian bermula saat Vanessya dan Rayhan keluar dari pintu tol Tambak Sumur dan bersenggolan kecil dengan seorang pengendara motor wanita. “Sudah saling minta maaf, tidak ada luka, dan masalah selesai,” ungkap Djumadi.

Namun saat Vanessya dan Rayhan berhenti di bawah tol untuk memeriksa kondisi mobil, datang dua orang pria dengan motor. Satu mengenakan seragam polisi, satu berpakaian sipil. Mereka mengaku tengah melaksanakan operasi gabungan TNI, Polri, Satpol PP, dan wartawan.

Tanpa alasan jelas, keduanya menuduh Vanessya dan Rayhan melakukan tindakan tidak senonoh di dalam mobil. Oknum berseragam polisi kemudian mengambil alih kemudi mobil dan menyuruh Rayhan duduk di kursi penumpang, sedangkan Vanessya dipindahkan ke jok belakang.

Alih-alih dibawa ke kantor polisi, keduanya justru diajak berputar-putar di kawasan Surabaya, disertai dengan permintaan uang. “Dia bilang butuh Rp 7 sampai Rp 10 juta agar perkara ini ‘diselesaikan di tempat’. Tapi anak saya tidak punya uang sebanyak itu,” terang Djumadi.

Akhirnya, korban yang hanya memiliki uang tunai Rp 650 ribu diminta tarik tunai dari ATM di Indomaret Drive Thru dekat Excelso Jalan A. Yani. Oknum itu bahkan mengambil kartu ATM milik Rayhan dan meminta sisa uang disiapkan keesokan harinya pukul 17.00 WIB.

Lebih parah lagi, si oknum menyarankan korban untuk mencari pinjaman online demi memenuhi permintaannya. “Ini sudah bukan penegak hukum, tapi pemalak berseragam,” kata Djumadi geram.

Untungnya, Vanessya sempat diam-diam memotret wajah dan seragam si polisi saat duduk di kursi belakang. Bukti tersebut kemudian dikirimkan ke orang tuanya. Dari sanalah identitas pelaku berhasil dilacak dalam waktu kurang dari 24 jam.

Berdasarkan informasi dari jaringan pribadi ayah korban, terungkap bahwa oknum tersebut adalah Bripka H, yang masih aktif berdinas di wilayah Surabaya.

“Kami sudah melaporkan peristiwa ini ke Propam. Kami minta oknum tersebut diproses hukum karena perbuatannya mencoreng institusi Polri,” tegas Djumadi.

Pihak keluarga berharap kejadian ini bisa menjadi pelajaran bagi institusi kepolisian untuk melakukan evaluasi dan menindak tegas oknum yang menyalahgunakan wewenang, agar kepercayaan masyarakat terhadap Polri tidak semakin tergerus. M12