Surabaya, Timurpos.co.id – Untuk pertama kalinya, Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya mengajukan tuntutan lepas terhadap seorang terdakwa kasus narkotika. Terdakwa atas nama Irawan Santoso dituntut lepas dari segala tuntutan hukum oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hajita Cahyo Nugroho, dengan dasar pertimbangan medis yang menyatakan bahwa terdakwa mengalami gangguan jiwa berat.
Tuntutan itu dibacakan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, berdasarkan dua Visum et Repertum Psychiatrum dari dua ahli psikiatri berbeda. Dokumen pertama berasal dari dr. Henny Riana, Sp.KJ (K), yang menyatakan bahwa Irawan menderita Gangguan Skizotipal, ditandai dengan depresi kronis, halusinasi, serta riwayat trauma kepala berat. Sementara hasil second opinion yang dilakukan dr. Efendi Rimba, Sp.KJ dari RSJ Menur menyimpulkan bahwa Irawan mengalami Gangguan Psikotik yang memengaruhi penilaian realita serta kontrol tindakan secara signifikan.
“Terdakwa memang memiliki kemampuan intelektual rata-rata, bisa melakukan transaksi, menggunakan ATM, bahkan memesan barang secara online. Namun, gangguan jiwa dan kecerdasan adalah dua hal yang berbeda. Orang gila tidak selalu bodoh, dan orang cerdas bukan berarti sehat jiwanya,” tegas JPU Hajita merespons keraguan terkait kecakapan terdakwa saat melakukan transaksi narkotika.
Kronologi Perkara
Irawan ditangkap pada 31 Agustus 2024 di Apartemen Anderson Tower, Pakuwon Mall, Surabaya, setelah menerima paket berisi serbuk merah seberat ±420 gram yang belakangan diketahui mengandung Dimetiltriptamina (DMT), narkotika golongan I. Paket tersebut dipesan terdakwa secara daring melalui situs luar negeri mimosaroot.com dari Belanda dan dikirim dari Jerman.
Sebelumnya, terdakwa yang tidak memiliki latar belakang pendidikan atau pekerjaan di bidang farmasi atau kimia, menonton video di YouTube tentang eksperimen menggunakan “cordyceps extract”. Dari sana, ia tertarik mencoba eksperimen serupa untuk “mencapai ketenangan dan kesadaran lebih tinggi”, dengan bahan utama berupa DMT. Proses pembelian dilakukan secara online, pembayaran dilakukan dengan kartu kredit, dan Irawan bahkan sempat membayar bea cukai barang tersebut.
Setelah barang diterima dan diamankan petugas, polisi menyita sejumlah barang bukti lain dari unit apartemen terdakwa, termasuk bahan-bahan kimia yang diduga digunakan untuk eksperimen pribadi, serta perangkat pendukung seperti saringan dan botol larutan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium kriminalistik dan berita acara pemusnahan, serbuk merah tersebut positif mengandung Dimetiltriptamina, yang masuk dalam narkotika golongan I berdasarkan Permenkes RI No. 30 Tahun 2023.
Pertimbangan Medis dan Hukum
Menurut kedua ahli psikiatri, gangguan yang dialami Irawan bersifat kronis dan tidak bisa disembuhkan sepenuhnya, hanya dapat distabilkan dengan pengobatan intensif. Dr. Efendi Rimba menyatakan bahwa tindakan pidana yang dilakukan terdakwa kemungkinan besar dipicu oleh keyakinan waham, yakni suatu delusi kuat bahwa substansi tersebut akan memberikan efek positif terhadap hidupnya.
Dengan kondisi tersebut, JPU Hajita menyimpulkan bahwa terdakwa tidak dapat mempertanggungjawabkan secara hukum perbuatannya dan layak untuk dituntut lepas sesuai Pasal 44 KUHP, yakni orang yang melakukan tindak pidana dalam keadaan gangguan jiwa.
JPU juga menyarankan agar Irawan ditempatkan di Rumah Sakit Jiwa untuk menjalani terapi intensif, pengawasan, serta mendapat dukungan keluarga dan lingkungan. Sidang akan dilanjutakan dengan agenda putusan dari Majelis Hakim. TOK