Timur Pos

Berikan Rasa Aman Kepada Masyarakat, Polrestabes Surabaya Lakukan Operasi Serentak Di Malam Hari

Petugas Polrestabes Surabaya memeriksa para penguna jalan

Surabaya, Timurpos.co.id – Kepolisian Resort Kota Besar Surabaya (Polrestabes) melancarkan operasi serentak sebagai langkah antisipasi terhadap kejahatan malam di Surabaya. Kegiatan ini dilakukan untuk menjaga keamanan dan ketertiban warga kota serta meningkatkan rasa aman di tengah masyarakat. Jumat, (23/06/2023).

Dalam operasi serentak tersebut, Delapan Rayon Polsek Jajaran dikerahkan ke sejumlah titik strategis di Surabaya. Operasi ini dilaksanakan mulai pukul 22.00 hingga 03.00 dini hari. Kegiatan ini melibatkan personel terbuka dan tertutup.

Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Pasma Royce melalui Kasihumas AKP Haryoko Widhi menyampaikan, pentingnya kegiatan serentak ini dalam mencegah tindak kejahatan malam yang kerap terjadi di Surabaya.

“Kegiatan ini merupakan upaya kami untuk memberikan perlindungan optimal kepada masyarakat Surabaya. Kami berkomitmen untuk memberantas kejahatan dan menciptakan suasana yang aman dan nyaman bagi seluruh warga,” kata Haryoko.

Operasi serentak ini meliputi pemeriksaan kendaraan bermotor serta identifikasi terhadap individu yang mencurigakan. Petugas juga melakukan patroli di sejumlah lokasi keramaian seperti pusat perbelanjaan, penggal jalan rawan kejahatan malam guna mencegah aksi kejahatan seperti pencurian, penjambretan, dan pemalakan.

Hingga saat ini, operasi serentak tersebut telah menghasilkan beberapa tindakan penegakan hukum, termasuk penangkapan beberapa pelaku kejahatan malam yang terbukti melakukan tindakan melanggar hukum. Tindakan tegas akan diberikan kepada siapapun yang terbukti terlibat dalam aksi kejahatan.

Masyarakat Surabaya menyambut baik kegiatan antisipasi kejahatan malam serentak ini. Mereka berharap langkah ini dapat memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan dan menciptakan suasana yang lebih aman dan nyaman di kota ini. Warga juga berjanji akan mendukung dan bekerja sama dengan pihak kepolisian dalam menjaga keamanan lingkungan sekitar. SLM

 

Utang Tak Dibayar, PT Meratus Malah Ingin Pidanakan Direksi Bahana

Gede Pasek Suardika, Kuasa Hukum dari PT. Banana Line

Surabaya, Timurpos.co.id – Selain ngemplang utang Rp.50 miliar, manajemen PT Meratus Line ternyata juga pernah menarget pemilik dan Direksi PT Bahana Line untuk dikriminalisasikan. Bahkan, diduga berbagai cara dilakukan untuk mempengaruhi aparat penegak hukum, meski secara pembuktian dianggap lemah.

Hal inilah yang dirasakan oleh kuasa Hukum PT Bahana Line Gede Pasek Suardika atau akrab disapa GPS.

“Saya merasakan, ada arogansi dan rasa jumawa dengan kebesaran perusahaannya bisa mengatur aparat penegak hukum untuk memenuhi hasratnya mempidanakan pemilik dan direksi Bahana. Tapi kan alat buktinya lemah. Malah yang kuat itu, bukti Dirut Meratus Pak Slamet (Slamet Raharjo) terlibat penyekapan karyawannya di Perak. Hebatnya lagi walau sudah jadi tersangka di Polres KP3 Perak, kasusnya bisa menguap,” kata GPS pada media, Jumat (23/06/2023).

Ia menambahkan, bila ditelusuri, awal mula ditargetnya pendiri dan direksi PT Bahana Line adalah ketika PT Meratus mulai ditagih utang-utangnya yang bernilai Rp.50 miliar lebih. Saat ditagih itulah, mereka justru melakukan laporan Polisi dugaan penggelapan BBM ke Polda Jatim dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/75.01/II/2022/SPKT/POLDA JAWA TIMUR tanggal 9 Februari 2022 dan pelapor atas nama Slamet Raharjo selaku Dirut PT Meratus Line.

Setelah berproses, ternyata berdasarkan bukti dan fakta yang ada, muncul 17 tersangka antara lain 12 dari oknum karyawan PT Meratus Line dan 5 orang oknum PT Bahana Line. Namun, manajemen PT Meratus Line tampaknya belum puas atas fakta tersebut.

Walau saat itu sudah ditetapkan 17 tersangka, yang justru sebagian besar karyawannya sendiri. Manajemen Meratus justru tampak berusaha menarget pemilik dan Direksi PT Bahana Line. Kemudian, tambahnya, saat di BAP tambahan pada 26 September 2022, Slamet Raharjo secara khusus meminta agar pemilik PT Bahana Line Freddy Soenjoyo diperiksa karena tahun 2015 masih menjadi direksi, tidak hanya itu semua Direksi PT Bahana Line juga minta diperiksa kembali.

“Seakan mendikte penyidik, tapi ya faktanya akhirnya klien kami diperiksa semua bahkan ditelusuri uang tabungannya sejak 2015 hingga 2022. Gerakkan PPATK segala. Kelihatan sekali nafsu untuk mempermalukan pemilik dan Direksi PT Bahana, dan bukan untuk kepentingan penegakan hukum. Sangat disesalkan catatan penuntut umum dan dilanjutkan penyidik itu mengikuti kemauan Slamet Rajarjo, tanpa menunggu hasil persidangan 17 tersangka saat itu,” sesal Pasek Suardika.

Terkait dengan kondisi keuangan kliennya yang dibidik, baik Freddy Soenjoyo maupun direksi lainnya sangat clear tidak ada kaitan dengan Meratus.

“Bahkan Pak Freddy tertawa ketika dikejar keuangannya dengan cara begitu. Sebab sebagai salah satu pembayar pajak yang pernah mendapat penghargaan, semua tercatat dengan rapi. Hanya saja ini kan soal marwah penegakan hukum. Bukan alat untuk mencari cari kesalahan apalagi niat mempermalukan seseorang. Sebagai penasihat hukum, saya menyesalkan karena mengkaitkan kasus yang sudah inkracht dengan mengobok-obok keuangan pribadi yang tidak terkait kasus tersebut adalah tidak pantas,” katanya.

Yang membuat aneh adalah dasar menelusuri aset pribadi petinggi Bahana ini sangat bertentangan dengan hasil putusan PN Surabaya yang sudah inkracht saat ini. Justru terungkap PT Bahana Line juga sama dengan PT Meratus Line menjadi korban. Terbukti juga pemilik dan direksi tidak tahu menahu soal pidana yang terjadi.

“Justru yang terungkap itu kelemahan internal manajemen Meratus, tetapi hal itu dijadikan salah satu alasan untuk tidak bayar utang ke Bahana dengan menarget petinggi Bahana lewat jeratan pidana. Maaf, ada kesan kuat penegak hukum diperalat untuk memenuhi ambisinya tersebut. Sebab perusahaan lain dimana ada masalah sama teryata tidak dimasalahkan Meratus. Saat sidang terungkap ternyata Meratus tidak punya utang dengan perusahaan tersebut,” papar Gede Pasek Suardika.

Ia pun menduga, kuatnya mendikte penegak hukum terlihat dari keterangan di dalam BAP tambahan. Selain itu, anehnya, Slamet Raharjo mempermasalahkan tersangka yang ada tidak ada dari direksi.

“Tersangka sekarang ini belum menyentuh jajaran Direksi, sedang Ratno Tuhuteru sudah disebutkan oleh Sdr Edi Setyawan juga belum dipanggil, saat dipanggil hanya ditanya urusan dengan Dody Teguh Perkasa dan David Ellis Sinaga yang versinya dari Bahana Line/Bahana Ocean Line” kata Slamet yang dikutip Gede dari BAP nya tersebut.

Ia juga meminta kapal Bahana dan seluruh karyawan Bahana dijadikan tersangka penadahan. Tentu saja permintaan makin tidak masuk akal. Padahal fakta sidang nama yang disebut, Edi Setyawan justru menjelaskan tidak kenal dengan Direksi Bahana dan tidak pernah bertemu juga serta tidak terkait dengan kasusnya.

Tidak hanya itu, yang mengagetkan adalah LHA (Laporan Hasil Analisis) PPATK yang sifatnya supporting intelijen finansial bisa berada di salah satu penasihat hukum terdakwa karyawan Meratus. Tentu ini aneh karena itu sifatnya sangat confidential dan bisa berada di tangan yang tidak berhak apalagi dijadikan bahan untuk diungkap dipersidangan.

“Itu ada sanksi pidananya, jelas dokumen rahasia itu dari PPATK ke penegak hukum yang menangani. Betapa kuatnya upaya mendikte sampai berani barang rahasia yang ada sanksi pidananya berada di tangan yang tidak berhak. JPU saat sidang sempat mau mengulang soal LHA PPATK tersebut dan saya ingatkan konsekuensi sanksi pidananya sehingga urung menggunakan. Itu data mentah yang belum dikonfirmasi sudah bisa berada di tangan tidak berhak. Betapa saktinya mereka,” kata GPS.

Terhadap hal ini, pihaknya menurut GPS sedang mempertimbangkan menempuh jalur hukum. “Biar jelas kemana rantai mafia hukumnya bergerak,” kata mantan vokalis Senayan ini.

Yang disesalkan GPS, sampai saat ini sprindik kedua yang bersumber dari laporan yang sama atas kasus sudah inkracht tersebut, yaitu Sprindik Nomor: SP.Sidik/899/X/RES.1.11./2022/Direskrimum tanggal 28 Oktober 2022 tersebut masih tetap menggantung. Tentu menjadi aneh karena peristiwa yang dipakai dasar penyidikan adalah peristiwa yang sama dengan 17 Terdakwa yang telah divonis berkekuatan hukum tetap.

Sementara sesuai dengan Putusan PN Surabaya No. 2631/Pid.B/2022/PN Sby telah disebutkan dalam pertimbangan hukumnya jika kasus yang dialami Meratus tersebut tidak ada kaitan dengan manajemen PT Bahana Line maupun PT Bahana Ocean Line. Perbuatan yang terjadi murni ulah oknum karyawan Meratus sendiri yang memaksa oknum karyawan Bahana membantu menjualkan BBM Meratus. Bahkan majelis hakim PN Surabaya yang diketuai Sutrisno, mengatakan selain Meratus pihak Bahana juga dirugikan.

“Saya bingung juga, dari laporan yang sama kasus penggelapan dan TPPU nya sudah inkracht kok sprindik kedua tersebut masih digantung. Begitu kuatkah manajemen Meratus di penegak hukum sehingga tidak bisa bersikap obyektif,” tanya mantan ketua Komisi III DPR RI itu dengan nada prihatin.

Seharusnya, kata GPS, semua pihak termasuk penegak hukum tunduk dengan hasil dan fakta persidangan dimana saksi sudah menjelaskan diatas sumpah, bukti bukti sudah diuji dan disimpulkan hakim diputusannya.

“Mau dipaksa diolah seperti apalagi kasus ini? Semua dilakukan Meratus hanya untuk menghindari bayar utang Rp.50 miliar. Utang yang sah ditetapkan dalam PKPU PN Niaga tetapi masih juga tidak mau bayar. Kasusnya harusnya ditutup dengan SP3, bukan diambangkan. Lebih bermanfaat penegak hukum bantu agar Meratus mau bayar utangnya jangan memainkan hukum begitu. Kasihan karyawan Bahana sudah banyak dirumahkan karena kesulitan cash flow akibat uangnya nyangkut di Meratus,” sindirnya. Ti0

Kejati Bongkar Kasus Korupsi Pembagunan Rumah Prajurit Fiktif

Tersangka Kasus Korupsi Digelandang Petugas menuju Rumah Tahanan

Surabaya, Timurpos.co.id – Kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Kemiliteran terkait paket pembagunan rumah prajurit setara 6 lantai di tahun 2018 lalu di bongakar Tim Penyedik Koneksitas Kejati.

Aspidmil Kejati Jatim, Kolonel Laut (H) Hadi Pangestu mengatakan, Tim Penyidik Koneksitas menemukan dugaan tipikor penyimpangan penggunaan dana yang dikeluarkan PT Sier Puspa Utama (SPU) di Surabaya. Ia menyebut, 4 tersangka sudah diamankan. 2 diantaranya menjalani telah sidang dugaan tipikor paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit, posisi kasus tipikor bermula ketika ditemukan dugaan penyimpangan penggunaan dana yang dikeluarkan PT. SPU yang notabene sebagai anak perusahaan BUMN PT Surabaya Industrial Estate Rungkut atau PT SIER. Paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018 itu bakal dikerjakan di Cipinang.

“Kami sudah amankan 4 orang tersangka, 2 orang dari pihak PT SPU yang saat ini sudah dilaksanakan proses penuntutan oleh Kejari Surabaya dan telah mendapatkan putusan pengadilan yang saat ini sedang memasuki tahap upaya hukum banding. Sedangkan 2 tersangka lain yakni Letnan Kolonel CZI DK dan IN,” kata Hadi saat konferensi pers, Kamis (22/6/2023) malam.

“Peran dari Ikhwan selaku pihak dari PT. Neocelindo Inti Beton Cabang Bandung mengaku mendapat paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018. Lalu, paket pekerjaan tersebut diserahkan kepada PT SPU untuk dikerjakan,” imbuhnya.

Mekanismenya, lanjut Hadi, sebagai biaya pekerjaan awal atau relokasi, Ikhwan meminta uang kepada PT SPU. Tak tanggung-tanggung, totalnya mencapai Rp 1.250.000.000 atau Rp 1,25 miliar.

“Setelah uang diberikan ternyata paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018 tidak ada alias fiktif,” papar dia.

Sedangkan, untuk peran tersangka dari Militer, yakni Letkol CZI DK, diduga menerima sebagian uang pembayaran dari Rp 1,25 Miliar tersebut. Tak hanya itu, Letkol CZI DK juga berperan mengatas namakan TNI yang akan mengadakan paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018, kendati paket pekerjaan tersebut fiktif.

Hal senada disampaikan Kepala Kejati Jatim, Mia Amiati. Usai tim dibentuk pada 12 Juni 2023, Mia memastikan saat dugaan korupsi itu dilakukan, salah satu tersangka, yakni Letkol CZI masih berstatus aktif kala itu. Namun, saat ini sudah purna atau pensiun.

“Dasar penanganan perkara secara koneksitas adalah karena tersangka Letnan Kolonel CZI DK pada saat melakukan perbuatannya masih aktif sebagai prajurit dengan pangkat Letkol,” ujarnya.

Sehingga, Letkol CZI DK dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 198 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer yang pada pokoknya menerangkan
tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk yustisiabel peradilan militer dan yustisiabel peradilan umum, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

“Kecuali, apabila menurut keputusan Menteri dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer,” imbuh Mia.

Maka dari itu, penyidikan perkara Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh suatu tim tetap yang terdiri dari Polisi Militer, Oditur, dan penyidik dalam lingkungan peradilan umum sesuai dengan wewenang masing-masing. Menurut hukum yang berlaku, untuk penyidik perkara Pidana harus sesuai atau mendapatkan SK yang telah diterbitkan Kepala Kejati Jatim.

Untuk petang ini, ada 2 orang yang diamankan dan dilakukan pemeriksaan pada 2 orang saksi. 1 saksi diantaranya, yakni Ikhwan Nursyujoko ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahan untuk 20 hari ke depan atau hingga 11 Juli 2023. Ti0

PNS Dindik Jatim, Terlibat Kasus Tipu Gelap Dalam Jual Beli Villa Di Trawas, Diadili Di PN Surabaya

 Terdakwa Hartini disidangkan secara video call di ruang Tirta 1 PN Surabaya

Surabaya, Timurpos.co.id – Hartini diseret di Pengadilan terkait oleh Jaksa Penuntut Umum ( JPU) Indira Koesuma Wardhani dan Darmawati Lahang dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Terkait perkara penipuan dan penggelapan pembelian Villa di trawas Mojokerto, yang merugikan Suudiyah, Ibunda musisi Band Padi dengan agenda keterang saksi di Pengadilan Negeri (Surabaya). Kamis, (22/06/2023).

Dalam sidang kali ini JPU Indira Koesuma Wardhani dan Darmawati Lahang menghadirkan saksi korban Suudiyah.

Suudiyah menyatakan pada intinya, saat itu ditawarkan Villa oleh terdakwa, namun setelah lunas pembayarannya SHM itu dibalik nama, atas nama terdakwa lalu di jaminkan di Bank.

“Kerugian saya sekitar Rp.290 juta dan hingga saat ini belum di kembalikan oleh terdakwa.” Kata saksi Suudiyah.

Atas keterangan saksi, terdakwa membantahnya.

Selepas sidang Suudiyah didampingi Bambang Hadiyanto menjelaskan, bahwa terdakwa yang seorang Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, saat itu menawari vila yang berdekatan dengan milik Suudiyah sehingga terjadi pembelian tanah dan bagunan (villa).

“Sudah 8 tahun lamanya, mas uangnya belum dikembalikan,” ujar Suudiyah selapas sidang di PN Surabaya.

Terpisah Penasehat Hukum terdakwa Sadik menjelaskan bahwa terkait dakwaan dan keterangan saksi, kami keberatan dimana saksi dan dalam dalam JPU menyebutkan kalau saksi itu membeli Villa, namun dari pengakuan klien kami adalah meminjam uang untuk beli rumah. Jadi kalau klien kami meminjam uang untuk beli rumah itu adalah hak klien kami.

“Saat itu klien kami meminjam uang sekitar Rp.139 juta, padahal harga rumah itu Rp.250 juta, artimya sisa pembayaran rumah memakai uang pribadi klien kami, ” kata Sadik.

Ia menambahkan sebenarnya kami sudah ada perdamaian melalui RJ, bukan berarti klien kami salah, ini dilakukan atas dasar kedinasan saja, dan perkara ini juga sudah masuk di Pengadilan Negeri Mojokerto, dalam arti ada perkara perdata. Namun saat mediasi gagal dikerana saat itu klien kami dilakukan penahaan oleh Kejaksaan

“Kami berhadap pihak Pengadilan Negeri Surabaya bisa mengukap fakta, artinya kebenaran yang mana antara pelapor atau terlapor, meskipun klien kami sudah menjadi terdakwa tetapi belum ada putusan dan masih proses.” Harapnya.

Disingung apakah terdakwa mengajukan eksepsi dan apakah benar korban adalah ibunda dari musisi Band Padi,” kami tidak mengajukan ekespsi, nanti bukti-bukti kami ajukan pada saat pledoi dan terkait apakah korban itu ibu dari musisi Band Padi, kalau gak salah benar mas,” pungkasnya.

Untuk diketahui berdasarkan surat dakwaan dari JPU menyebutkan, Bahwa pada bulan Desember Tahun 2014 terdakwa HARTINI datang ke rumah saksi korban SUUDIYAH bersama dengan saksi BAMBANG HADIYANTO (yang saat itu sebagai suami terdakwa) menawarkan sebuah rumah yang terletak di Dusun Jara’an RT 01 RW 01 Desa Trawas Kec.Trawas Kab.Mojokerto SHM No. 956 dengan harga Rp. 250.000.000,milik DWI PRESTYO YUDO tetapi SHM atas nama DEWI DIAH NINGRUM , dengan kesepakatan patungan dengan saksi BAMBANG HADIYANTO ( suami siri terdakwa HARTINI dan adik dari saksi korban SUUDIYAH) dimana rumah yang di tawarkan tersebut bersebelahan dengan rumah saksi BAMBANG HADIYANTO dan terdapat pintu yang menghubungkan antara rumah saksi BAMBANG dan rumah yang di tawarkan terdakwa menghubungkan dan rumah tersebut tergolong murah dan terdakwa mengatakan rumah tersebut kalau pembayaran dapat dilakukan secara bertahap selain itu terdakwa juga mengatakan jika nantinya rumah tersebut di jual kembali, akan mendapatkan keuntungan sehingga saksi korban SUUDIYAH tertarik untuk membeli dan memberikan uang sebesar Rp.99.000.000, kepada terdakwa.

Bahwa dengan kesepakatan tersebut diatas saksi korban SUUDIYAH melakukan pembayaran rumah No SHM 956 yang terletak di Dusun Jara’ an RT 01 RW 01 Desa Trawas Kec.Trawas Kab.Mojokerto, dengan cara bertahap melalui transfer dari rekening BCA 03841379975 milik korban saksi SUUDIYAH ke rekening BCA No. 6140326095 milki terdakwa HARTINI dengan perincian sebagai berikut ; pada tanggal 6 Januari 2015 sebesar Rp, 50.000.000, pada tanggal 14 Januari 2015 sebesar Rp. 25.000.000, dan pada tanggal 15 Januari 2015 sebesar Rp. 24.000.000, sehingga jumlah total untuk pembayaran rumah di Dusun Jara’ an RT 01 RW 01 Desa Trawas Kec.Trawas Kab.Mojokerto sebesar Rp. 99.000.000, yang sudah masuk ke rekening terdakwa

Bahwa kemudian terdakwa HARTINI menghubungi saksi korban SUUDIYAH agar menyiapkan foto copy KTP untuk keperluan proses balik nama Sertifikat No SHM 956 namun oleh terdakwa HARTINI masih proses dengan alasan sambil menunggu saksi DEWI DIAH NINGRUM karena SHM NO.956 atas nama saksi DEWI DIAH NINGRUM .di akhir Tahun 2015 saksi korban SUUDIYAH mendapatkan informasi dari Saksi BAMBANG HADIYANTO adik kandung saksi korban SUUDIYAH ( suami siri terdakwa ) bahwa rumah yang terletak di Dusun Jara’an RT 01 RW 01 Desa Trawas Kec.Trawas Kab.Mojokerto SHM No. 956 telah dijaminkan ke PT .PNM ( permodalan Nasional Madani Unit Ngoro ) Cabang Mojokerto pada tanggal 14 September 2015 mengajukan kredit investasi sebesar Rp. 150.000.000, dengan tenor 24 bulan yang terhitung sejak tanggal 14 September 2015 sampai dengan 14 September 2017 dengan menjaminkan SHM no.956 dan pada saat pengajuan masih atas nama saksi DEWI DIAH NINGRUM dengan alasan masih proses balik nama ke terdakwa HARTINI dengan menyertakan Akta jual beli No.134 / 2015 tanggal 03 September 2015 antara terdakwa HARTINI selaku pembeli dan DEWI DIAH NINGRUM selaku penjual serta dilampirkan surat keterangan atau cover note dari Notaris saksi SUGIMAN , SH.M.Kn di Mojosari Mojokerto.,

Bahwa kemudian saksi korban SUUDIYAH mendesak terdakwa terkait balik nama sertifkat ke saksi korban SUUDIYAH yang sudah lama dijanjikan, sehingga pada tanggal 1 April 2017 saksi korban SUUDIYAH membuatkan surat pernyataan pembelian rumah tinggal dan pemberian kuasa AJB ( Akta Jual Beli ) diatas materei 6000 yang ditandatangani oleh terdakwa dan disaksikan oleh saksi ANIK SUNDAYANI .

Bahwa terdakwa HARTINI dari awal telah memberikan pernyataan akan menginformasikan terkait proses balik nama sampai pembuatan Akta Jual Beli ( AJB ) sampai menjadi sertifat namun tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari saksi korban SUUDIYAH , terdakwa HARTINI telah membalik nama sertifikat dari DEWI DIAH NINGRUM ke namanya sendiri,melalui Notaris SUGIMAN , SH.M.Kn sehingga terbit sertifikat atas nama terdakwa HARTINI .

Bahwa saksi korban SUUDIYAH mengetahui kalau sertikat No.SHM 956 sudah balik nama dari DEWI DIAH NINGRUM ke terdakwa HARTINI bukan atas nama saksi korban SUUDIYAH pada saat dihubungi oleh saksi LEGIMAN sekitar bulan September 2017 dan ketemuan di Sentra Wisata Kuliner Karah Surabaya bahwa terdakwa HARTINI telah menjaminkan SHM No.956 sebesar Rp.150.000.000, ke saksi LEGIMAN dan memperlihatkan sertifikat asli SHM No 956 atas nama terdakwa , yang disertai dengan pengikatan jual beli No .209 tanggal 13 September 2017 dan kuasa menjual No.210 tanggal 13 September 2017 yang dikeluarkan oleh Notaris JOICE IRENE TAKATOBI ,SH.MKn . Mojokerto .

Bahwa pada tanggal 24 April 2018 saksi korban SUUDIYAH mendatangi terdakwa HARTINI di kantornya di Kantor Cabang Dinas Pendidikan Prop Jatim Wil.Kab Mojokerto menanyakan sertifikat rumah SHM No.956 , dan terdakwa HARTINI menjanjikankan akan mengembalikan uang pembelian rumah yang terletak di Dusun Jara’an RT 01 RW 01 Desa Trawas Kec.Trawas Kab.Mojokerto SHM No. 956 dengan harga Rp. 250.000.000, milik DWI PRESTYO YUDO tetapi SHM atas nama DEWI DIAH NINGRUM dan untuk meyakinkan saksi korban SUUDIYAH terdakwa HARTINI membuatkan surat pernyataan ke sanggupan untuk mengembalikan uang pembelian tanah tegalan sebesar Rp.40.000.000, pada tanggal 10 Mei 2018 dan menyerahkan sertifikat rumah No.SHM 956 pada bulan Agustus 2018 yang dibuat pada tanggal 24 April 2018 di atas materei 6000 , namun kenyataannya sampai saat ini terdakwa belum mengembalikan .

Bahwa akibat dari perbuatan terdakwa HARTINI saksi korban SUUDIYAH mengalami kerugian sebesar sebesar Rp.339.000.000 dan JPU mendakwa terdakwa dengan Pasal 378 KUHP dan Pasal 374 KUHP. Ti0

Fenny Karyadi, Auditor PT Meratus Dilaporkan Ke Mabes Polri Terkait Dugaan Palsukan Hasil Audit

Gedung Bareskrim Mabes Polri 

Surabaya, Timurpos.co.id – Buntut tidak dibayarnya utang PT. Meratus Line kepada PT. Bahana Line sekitar Rp.50 Miliar, memasuki babak baru dengan adanya laporan dari PT. Bahana Line yang melaporkan Auditor Internal PT Meratus Line, Fenny Karyadi ke Bareskrim Mabes Polri. Tuduhannya tidak main-main, soal dugaan tindak Pidana pemalsuan surat dan kesaksian palsu.

Hal itu diketahui media dengan tersebarnya Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTLP) Nomor STTL/171/V/2023/BARESKRIM tertanggal 10 Mei 2023, dimana Direktur Utama PT Bahana Line Hendro Suseno melalui tim hukum dari kantor Syaiful Ma’arif & Partner yang diwakili Muhammad Zulfikar Putra Prawiranegara, SH menjadi Pelapor dan Terlapor yaitu Fenny Karyadi dkk.

Pangkal masalah Auditor Internal PT Meratus Line tersebut dilaporkan karena diduga menggunakan data asumsi alias data palsu dalam membuat audit yang kemudian menghasilkan hitungan kerugian negara yang menghebohkan yaitu sebesar Rp.500 miliar lebih.

“Ya benar, klien kami mencari keadilan atas segala perbuatan dari oknum manajemen PT Meratus yang telah berusaha menghancurkan harkat martabat direksi dan perusahaan PT Bahana Line sekaligus sebagai siasat untuk tidak membayar utang lebih Rp 50 miliar sampai saat ini,” kata Syaiful Ma’arif saat dikonfirmasi media, Kamis (22/06/2023).

Ia menambahkan, walaupun jajaran manajemen PT Meratus Line dikenal sebagai orang kuat, namun tampaknya fakta hukum yang dibawa ke Bareskrim sulit untuk dibantah lagi. Pasalnya, hasil audit internal itu telah digunakan untuk berbagai alat bukti baik dilaporan polisi di Polda Jatim, sengketa perdata dengan PT Meratus Line sebagai Penggugat maupun dalam proses PKPU di Pengadilan Niaga pada Pengadilan negeri Surabaya.

“Betul, hasil audit tersebut dipakai sebagai alat bukti di pidana, perdata dan PKPU dan terbukti data itu data fiktif karena berbasis asumsi dan telah mendiskreditkan klien kami,” kata Syaiful Ma’arif.

Tidak hanya itu, pengakuan Fenny Karyadi diatas sumpah di persidangan pidana dalam kasus penggelapan BBM dan TPPU di PN Surabaya juga mengakui kalau basis data yang dipakai adalah berdasarkan asumsi dirinya dengan mengambil contoh kapal pelayaran dari Jakarta ke Surabaya yang dilayani perusahaan lain.

“Fakta di sidang, Terlapor mengaku berdasarkan asumsi dan menghitung dari pelayaran kapal Jakarta-Surabaya yang BBM nya dilayani perusahaan lain. Asumsi ini kemudian dikaitkan dengan klien kami yang jalur pelayarannya berbeda dan perusahaannya berbeda, lalu hasil auditnya muncullah angka bombastis diluar akal sehat tersebut. Data itu jelas fiktif dan palsu karena tidak terkait dengan Bahana tapi dituduhkan ke Bahana,” tegas Syaiful.

Uniknya lagi, kata advokat senior ini, perusahaan yang dijadikan basis asumsi malah tidak dilaporkan secara pidana maupun digugat secara perdata.

“Setelah dicek, ternyata Meratus tidak punya utang disana, beda dengan di Bahana ada utang dan nggak mau bayar,” tegas Syaiful.

Yang membuat kesal pihak Bahana, hasil audit itu dipakai alasan untuk tidak membayar utang yang telah diakui dengan dokumen dan data yang lengkap. Bahkan hingga kini PT Meratus Line walau sudah ditetapkan dalam PKPU di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya disahkan status utangnya namun belum juga mau membayar.

Berbagai cara telah ditempuh PT Bahana Line agar haknya tersebut bisa didapat. Namun justru para direksi Bahana ditargetkan secara pidana. Bahkan rekening pribadi mereka diobok-obok walau tidak ada kaitan dengan fakta sidang pidana.

Untungnya berdasarkan fakta-fakta sidang di PN Surabaya yang menyebabkan adanya 17 Terdakwa, dimana 12 oknum karyawan PT Meratus Line dan 5 oknum karyawan PT Bahana Line dijatuh hukuman pidana tersebut. PT Bahana Line sendiri dinyatakan oleh majelis hakim dalam putusannya juga menjadi korban dan tidak terkait dengan tindak pidana tersebut.

Menurut sumber, kasus dengan laporan Polisi Nomor: LP/B/95/V/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 10 Mei 2023 ini mulai bergerak dan saat ini memasuki tahap penyelidikan. Hal itu terlihat dengan keluarnya surat Nomor: SP.Lidik/1176/V/RES.1.9/2023/Dittipidum tanggal 26 Mei 2023 dari Bareskrim yang menyatakan kasus ini sudah memasuki tahapan penyelidikan. Jika proses penyelidikan dianggap cukup maka berpotensi ke depannya naik menjadi tahap penyidikan.

Terpisah, terkait permasalahan tersebut, pihak dari  PT. Meratus Line, melalui Purnama Aditya menyatakan, bahwa saat ini belum ada statement terkait permasalahan tersebut, mas.

“Secepatnya, jika ada official statement dari kami akan saya info ke rekan-rekan,” kata Purnama Aditya selaku Corp Comm kepada awak media. Ti0

 

 

Bank Sampoerna Surabaya Kongkalikong Dengan KPNL Surabaya Munculkan Harga Lelang Terendah Dan Hanya Satu Peserta Lelang

Ahli Dr. Prawitra Thalib, S.H., M.H saat memberikan keterangan di Ruang Sari PN Surabaya

Surabaya, – Sidang gugatan perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) antara Olivia Christine Nayoan (Penggugat) melawan PT. Bank Sahabat Sampoerna Cabang Surabaya (Tergugat) dengan agenda keterangan ahli Dr. Prawitra Thalib, S.H., M.H dari pihak tergugat di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Dalam sidang atas keterangannya, Dr. Prawitra Thalib, S.H., M.H mengatakan bahwa surat peringatan yang di berikan kepada debitur tidak wajib. “Surat peringatan, sifatnya tidak wajib. Karena menjadi kesadaran dari pada debitur, ketika dia sudah membuat suatu perjanjian untuk menaati, hanya saja surat pemberitahuan itu sifatnya mengingatkan kewajiban-kewajiban,” kata Prawitra Thalib, dipersidangan.

Dia juga menjelaskan bahwa surat pemberitahuan itu telah disepakati berdasarkan perjanjian debitur. “Yang sudah pernah disepakati berdasarkan perjanjian debitur untuk di taati. Sekali pun tidak ada pemberitahuan atau peringatan satu, dua. tiga, ketika debitur dalam hal itu sudah wanprestasi,” terangnya.

Sementara, saat ditemui selepas sidang, kuasa hukum penggugat Olivia yaitu Berton
menyebutkan bahwa pihak Bank Sahabat Sampoerna tidak melakukan teguran melalui surat peringatan atau pemberitahuan sebelumnya rumah dari debitur di lelang dan saat itu Bank hanya memberikan waktu 6 bulan saja. Untuk bersaran pinjaman sekitar Rp. 4 miliar dan klien kami sudah membayar bunga selama 1 tahun dengan total sekitar Rp.1 Miliar.

Olivia Christine Nayoan didampingi Kuasa Hukumnya di PN Surabaya

Disingung terkait apakah pihak pengugat masuk katagori Wanprestasi,”Sebenarnya itu bukan gagal bayar atau wanprestasi, itu cuma telat 3 bulan. Dan saat eksekusi tidak ada pemberitahuan dan surat peringatan dari pihak Bank,” kata Berton. Selasa, (20/06/2023) kemarin.

Masih kata Berton, bahwa dia menilai bahwa pihak Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPNL) Surabaya diduga ada main dengan pihak Bank, tadi kita sudah tahu semuanya, sesuai yang dikatakan oleh ahli untuk harga lelang yang pertama haruslah yang paling tinggi, lalu baru harga midle baru harga terendah. Namun pihak lelang yang diduga ada main dengan pihak Bank memberikan harga lelang rumah dengan paling rendah sekitar Rp. 4,2 Miliar.

Disingung sebenarnya berapa harga pasaran dan pengugat sudah berusaha untuk menjual rumah tersebut.

Berton menjelaskan, bahwa Kalau kita lihat harga pasaran sekitar Rp.10 M hingga Rp.12 M itu harga tanah aja belum banguan. Waktu itu klien kami juga sudah berupaya menjual. Namun yang kami sayangkan dari pihak Bank tidak memberikan edukasi kepada Nasabahnya.

“Kami mengangap kalau pihak Bank kurang Profesional dan yang menjadi persoalan adalah nilai lelang dengan harga terendah dan perserta lelang hanya satu orang peserta, itu kan aneh.” Pungkasnya.

Perlu diketahui, didalam petitum Penggugat mengharap agar Ketua Majelis Hakim menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya. Menyatakan PT Bank Sahabat Sampoerna selaku Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Penggugat. Menyatakan bahwa pelelangan yang dilakukan PT Bank Sahabat Sampoerna atas barang jaminan sebagaimana dalam Risalah Lelang Nomor 197/45/2020 tanggal 6 Februari 2020 batal demi hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum dengan segala akibat hukumnya.

PT. Bank Sahabat Sampoerna Cabang Surabaya yakni membayar kerugian materil Rp 6.165.894.013,56 (enam miliar seratus enam puluh lima juta delapan ratus sembilan puluh empat ribu tiga belas koma lima puluh enam rupiah) dan kerugian immateriil Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah). Ti0

Perusahaan Charles Menaro Masih Ngemplang Duit Bahana

kuasa hukum PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line Syaiful Ma’arif, yang Juga ketua IKA FH Universitas Airlangga

Surabaya, Timurpos.co.id – Upaya PT Meratus Line menghindar dari tanggungan utang pada PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line, dilakukan dengan berbagai cara. Padahal, proses PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) ditingkat Mahkamah Agung (MA) telah berakhir.

Perusahaan milik Charles Menaro itu hingga kini tetap mengelak membayar utang-utangnya senilai lebih dari Rp. 50 miliar. Padahal, putusan akhir PKPU MA turun melalui Putusan MA No. 376 K/Pdt.Sus-Pailit/2023 tanggal 29 Maret 2023, telah mengakui adanya utang-utang PT Meratus tersebut pada PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line.

Terhadap hal ini, kemudian Tim Pengurus PT Meratus Line (Dalam PKPU) yaitu Bhoma Satriyo Anindito SH dan Aceng Aam Badruttaman, SH telah bersurat tertanggal 16 Juni 2023 memberitahukan kepada para pihak. Selain itu juga memuat di media massa tentang pengakhiran PKPU.

Salah satu kuasa hukum PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line Syaiful Ma’arif mengatakan, jelas dalam putusan MA ini adalah PT Meratus Line sudah tidak bisa berkelit lagi untuk mengakui memiliki utang ke PT Bahana Line sejumlah Rp 42.574.750.417 dan utang ke PT Bahana Ocean Line sejumlah Rp 7.493.157.300.

Sebelumnya saat proses PKPU di PN Niaga pada PN Surabaya, Meratus juga sempat berkelit mengakui tidak memiliki utang namun lewat alat bukti yang valid akhirnya tidak bisa mengelak lagi.

“Terhadap nasib utang yang telah sah ditetapkan pengurus tersebut, kami sudah kembali bersurat ada tanggal 5 dan 16 Juni lalu ke Meratus agar utangnya segera dibayar. Terlalu mahal sebenarnya mempertaruhkan nama baik perusahaan sebonafid Meratus harus dilihat publik berusaha berkelit segala cara untuk ngemplang utang,” kata Syaiful saat dikonfirmasi media di Surabaya, Rabu (21/06/2023).

Ia menambahkan, pihak Meratus sebelumnya selalu berkilah belum mau membayar utang karena masih ada kasus pidana. Alasan lain, setelah diproses PKPU di Pengadilan Niaga pada PN Surabaya, pihak Meratus kemudian bermanuver mengajukan gugatan Perdata dengan perkara Perdata Nomor: 456/Pdt.G/2022/PN.Sby.

Tidak hanya itu, sebelumnya upaya PT Meratus Line untuk menghindari kewajibannya tersebut memakan cukup banyak korban, bahkan 12 oknum karyawan PT Meratus Line harus meringkuk jeruji besi bersama 5 orang oknum karyawan PT Bahana Line dengan dakwaan penggelapan BBM dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang telah divonis di PN Surabaya.

Diduga, target manajemen Meratus dari kasus tersebut untuk menyasar direksi PT Bahana Line pun gagal karena fakta persidangan justru terungkap akibat kelemahan manajemen Meratus sendiri sehingga terjadi praktek penggelapan BBM tersebut. Bahkan kejadian itu terjadi juga di kapal-kapal lain milik Meratus yang tidak ada kaitan dengan PT Bahana Line.

PT Bahana Line milik Freddy Soenjoyo tersebut secara hukum bersih dan tidak terkait kasus pidana tersebut. Hal itu terungkap dalam pertimbangan hukum majelis hakim pada putusan pidana Nomor 2631/Pid.B.2022/PN Sby yang dibacakan 13 April 2023 lalu.

Terhadap dua kali surat dari PT Bahana Line tersebut, akhirnya melalui surat tertanggal 19 Juni dengan nomor 16-1/LO-YPP/MRTS/VI/2023, dijawab oleh PT Meratus Line melalui kuasa hukumnya dari YPP Partners yang intinya tetap menolak membayar utang-utangnya dengan berkilah bahwa klausula perdamaiannya menunggu putusan perdata berkekuatan hukum tetap.

“Jika amar atau dictum bersifat menghukum (comdemnatoir) belum terpenuhi, dengan segala hormat klien kami belum dapat memenuhi permintaan pembayaran yang disampaikan oleh rekan kuasa hukum PT Bahana line dan PT Bahana Ocean Line, oleh karena tidak berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jawab kuasa hukum PT Meratus secara tertulis yang ditandatangani Yudha Prasetya, SH dan Iwan Budisantoso, SH dkk.

Menanggapi sikap PT Meratus Line yang tetap enggan bayar utang tersebut, kuasa hukum PT Bahana Line Syaiful Ma’arif menyatakan kliennya akan berjuang mendapatkan haknya secara hukum. Fungsi dan hadirnya mekanisme hukum PKPU dan Pengadilan Niaga menurut Syaiful adalah untuk memperpendek urusan sengketa perdata.

“Nah ini sudah diselesaikan ke pengadilan niaga malah menunggu putusan perdata,” kata Syaiful.

Padahal gugatan perdata PT Meratus Line juga di PN Surabaya sudah tidak dapat diterima sejak awal dan juga di tingkat banding. Kasus sengketa perdatanya kini masih di tingkat kasasi.

“Betapa licinnya upaya tidak membayar dengan mengelabui hukum. Mereka mengaku baru membayar kalau dihukum membayar sejumlah angka tertentu oleh pengadilan perdata. Sementara mereka sebagai penggugat tidak ada isi permintaan petitumnya begitu. Jadi ngemplang dengan berlindung di upaya hukum. Tentu kredibilitas perusahaan seperti ini sangat berbahaya bagi masyarakat luas jika dibiarkan beraktivitas karena bisa menyiasati berlindung dibalik celah hukum untuk tidak bayar utang,” kata Syaiful.

Meski demikian, pihaknya tetap akan berjuang agar hak hak kliennya bisa didapatkan melalui saluran hukum yang ada.

“Boleh saja menyiasati dan bersiasat dengan hukum, tetapi tidak bisa bersiasat dengan keadilan,” kata mantan aktivis GMNI yang juga ketua IKA FH Universitas Airlangga tersebut. Ti0

Kegiatan Ex HTI Pimpinan Idris Zainudin Ada Penolakan Dan Dibubarkan Warga 

Suasana Aparat Kepolisian Berusaha Menenangkan Massa di Tempat Kejadian Perkara

Pasuruhan, Timurpos.co.id – Adanya kegiatan kelompok  berpaham Khilafah yang diindikasikan ex HTI Keasdiran Pasuruhan Raya, Pimpinan Idris Zainudin melakukan kegiatan dibubarkan oleh warga bersama Patriot Garuda Nusantara di Mushola Baitus Silimi Dsn Bejigeng, Ds Purworejo, Kec Purwosari Kabupaten Pasuruhan. (20/06/2023) malam.

Kegiatan yang mengatasnamakan Miltaqo Ulama Aswaja Tapal Kuda Pasuruan 1444H tersebut mengusung tema ‘Khilafah memgakhiri hegemoni dollar dengan dinar dan dirham’.

Mushola Baitus Silmi yang dikelola oleh  Ahmad Sukirno yang tahun 2018 juga pernah dibubarkan warga karena diduga merupakan pengikut kelompok ex HTI, dan mushola tersebut ternyata belum memiliki ijin pendirian, Ijin pendirian yang diajukan adalah rumah tempat tinggal, yang sebetulnya kurang etis dikarenakan sekitar 50 meter dari tempat tersebut berdiri masjid yang besar dan layak.

Baehaqi selaku Kepala Dusun menerangkan bahwa sering dilakukan kegiatan di tempat tersebut dan tidak pernah melakukan ijin ataupun mengabari perangkat setempat, beliau juga menerangkan bahwa masyarakat sudah geram dan tidak mau adanya kegiatan yang tertutup di tempat tersebut, apalagi hadir beberapa orang dari luar kota.

“Emosi masyarakat yang memuncak memutuskan untuk mendatangi kegiatan tersebut dikarenakan backdrop yang tertulis jelas memuat kalimat khilafah yang jelas sudah dilarang,” katanya.

Perlu diketahui, bahwa saat ini pemerintah sudah melarang kelompok HTI yang merupakan perwujudan kelompok yang getol ingin mengganti konstitusi Indonesia dengan khilafah.

Akhir dari keributan yang terjadi warga meminta tidak ada lagi kegiatan yang tidak memberi tahu warga apalagi membahas ideoligi yang dilarang dan beberapa peserta kegiatan tersebut dipaksa meninggalkan lokasi kegiatan. Ti0

Pengugat Tidak Menjalankan Putusan Pengadilan Dengan Menghalangi Tergugat Bertemu Anaknya

Tjandra Wijaya, SH., MH Kuasa Hukum Tergugat menujukan bukti salinan putusan kepada awak media

Surabaya, Timurpos.co.id  – Pasang Suami Istri (pasutri) berinisial TK dan Ji, warga Kota Baru Kalimatan Selatan, sudah resmi bercerai, berdasarkan Putusan Perdata Gugatan Nomer 2/Pat.G/2023/PN Ktb. dimana gugutan yang diajukan oleh istrinya oleh Ketua Majelis Hakim dikabulkan sebagian.

Dalam amar putusan tersebut, salah satunya menetapakan untuk hak asuh anak dilakukan bersama-sama baik pengugat maupun tergugat serta menenuhi semua biaya pemeliharan, kehidupan, kesehatan dan pendidikan yang diperlukan anak. Namun sayangnya mantan istri dari TK, ada upaya untuk menghalangi menemui anaknya.

“Saya sempat datang kesana (ke Rumah Mantan Istrinya) bersama keluarga besar saya dan saat itu juga ada dari pihak kepolisian. Namun tidak diperbolehkan menemui anak saya dan  hingga saat ini belum bisa ketemu. Sudah lebih dari 4 bulan lamanya,” Katanya. Selasa, (20/06/2023).

Ia menambahkan, bahwa dirumahnya ada tulisan yang berisi melarang keras saya, keluarga hingga pengacara untuk masuk ke rumahnya. Saya berharap keadilan, padahal sudah jelas dalam putusan untuk hak asuh dilakukan bersama-sama.

“Saya cuma ingin bertemu dan berkumpul saja sama anak kandung saya sendiri,” harapnya.

Sementara kuasa hukumnya, Tjandra Wijaya, SH., MH menjelaskan, bahwa kami berharap dari pengugat (mantan istri kliennya) untuk melakukan putusan dari Pengadilan, meskipun perkara ini masih berproses, karena pihak pengugat mengajukan banding.

“Dan perlu kami sampaikan disini klien kami sudah ada itakad baik dengan mendatangi rumah pengugat untuk bertemu dengan anaknya, namun pengugat berupaya menghalangi dan anehnya kalau mau membawa anaknya harus ada pendamping (pengugat),” jelas Tjandra kepada awak media.

Masih kata Tjandra bahwa, kami berharap kepada pihak terkait bisa memperhatikan permasalahan ini, terutama Komnas HAM, PPA, bahkan sampai Presiden, kalau perlu turun tangan.

“Seorang ayah hanya ingin bertemu anak kandungnya kenapa harus dipersulit, harus pengugat menjalankan putusan dari pengadilan untuk hak asuh dilakukan bersama-sama,” pungkasnya.

Terpisah Ji, mantan istri dari TK terkait tuduhan adanya dugaan upaya menghalangi ayahanya untuk bertemu dengan anaknya itu tidak benar.

Disingung terkait adanya tulisan yang menempel di pintu rumahnya yang berisi larangan. ” itu benar adanya, karana saat TK datang ke rumah dia selalu marah-marah, kami punya buktinya. Dia (TK) pernyataannya adalah bohongan semuanya,” bebernya.

Ia menambakan, bahwa kami tidak pernah menghalang-halangi dan saya juga sudah melaporkan permasalahan ini ke Pihak kepolisian. TK waktu datang juga pernah mematikan meteran listrik dan ada beberapa laporan dari warga dan tetangga kalau mantan suaminya seperti sedang mengawasi rumah saya.

“Intinya kami tidak pernah menghalang-halangi,” tambahnya.

Untuk diketahui berdasarkan Undang-Undang Nomer 1 Tahun 1994 tentang Perkawinan Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) dengan ketentuan kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka sebaik-baiknya. Kewajiban tersebut berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus. Ti0

PT Bahana Milik Freddy Soenjoyo Clear Tidak Terlibat

Salah satu Penasehat Hukum Terdakwa Gede Pasek Suardika

Surabaya, Timurpos.co.id – Putusan perkara dugaan penggelapan BBM yang dialami PT Meratus Line dipastikan sudah in kracht (berkekuatan hukum tetap) di PN Surabaya. Dalam kasus tersebut, PT Bahana Line milik pengusaha Freddy Soenjoyo secara hukum terbukti tidak terlibat dan tidak ada kaitan dengan kasus tersebut.

Bahkan dalam putusan PN Surabaya disebutkan ikut menjadi korban perbuatan 17 oknum karyawan Meratus dan Bahana yang dihukum tersebut. Fakta itu terlihat dari putusan perkara Pidana No. 2631/Pid.B/2022/PN Sby yang dibacakan pada tanggal 13 April 2023 lalu. Kasus tersebut menjadi in kracht karena JPU yang terdiri dari Wahyu Hidayatullah SH MH, Nanik Prihandini, SH, Ribut, S SH dan Estika Dilla Rahmawati, SH mencabut permintaan banding yang diajukan sebelumnya.

Pencabutan itu berdasarkan Akta Pencabutan Permintaan Banding Penuntut Umum Nomor 119/Akta.Pid/Bdg/IV/2023/PN Sby jo. No. 2631/Pid.B/2022/PN Sby tertanggal 23 Mei 2023.

Dalam putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim PN Surabaya Sutrisno SH MH tersebut, diungkapkan bahwa terdakwa David ES yang merupakan karyawan PT Bahana Line sempat menolak permintaan dari karyawan PT Meratus Line Edi Setyawan karena tidak sesuai aturan/SOP dari PT Bahana Line.

“Namun karena Edi Setyawan mengancam apabila tidak mau membantu menjualkan BB tersebut, Edi Setyawan akan mencari vendor lain sebagai suplayer untuk memenuhi kebutuhan BBM kapal milik PT Meratus Line akhirnya permintaan itu dijalankan, “kata ketua Majelis Hakim Sutrisno SH MH membacakan putusannya saat itu.

Karyawan lain PT Bahana yang juga jadi terdakwa juga awalnya sama-sama menolak. Namun karena ancaman tersebut akhirnya mereka mau membantu menjualkan.

Dalam putusan tersebut juga terungkap perintah terdakwa David ES kepada terdakwa Sukardi Bin Rusman agar BBM titipan penjualan dari oknum karyawan PT Meratus Line tersebut bisa segera dijual kepada beberapa perahu tempel malam itu juga.

“Atau paling lama setidaknya besok pagi sudah tidak ada didalam kapal milik PT Bahana Line karena takut ketahuan manajemen PT Bahana Line,” kata Hakim saat membacakan putusannya.

Tidak hanya itu, faktor yang memberatkan para terdakwa juga disebutkan majelis hakim perbuatan mereka itu telah merugikan PT Meratus Line dan juga PT Bahana Line karena ada BBM yang telah disupplay belum terbayar.

Menanggapi kasus Penggelapan BBM dan TPPU terkait PT Meratus Line tersebut, salah satu penasihat hukum terdakwa menyatakan memang fakta sidangnya persis yang disimpulkan Majelis Hakim.

“Memang faktanya begitu. Tentu kita hormati, memang PT Bahana Line milik Pak Freddy Soenjoyo tidak terlibat bahkan ikut menjadi korban. Para terdakwa juga sudah meminta maaf dan itu dilakukan karena kondisi juga terdesak ancaman hilang tematnay bekerja menjadi vendor suplayer BBM di Meratus jika David cs menolak,” kata Gede Pasek Suardika kepada media, Selasa (20/06/2023).

Sebelumnya, diawal kasus bergulir sampai persidangan gencar sekali pihak PT Meratus Line untuk bisa menjerat Direksi PT Bahana Line dalam kasus ini. Mereka bahkan sampai membuat audit berbasis asumsi dengan data fiksi yang dibuat Internal Audit Fenny Karyadi dengan nilai kerugian bombastis Rp.536 miliar.

Tentu hasil audit yang dijadikan dasar mengaku rugi tersebut berpotensi pidana pemalsuan karena tidak berdasarkan data dan fakta namun dipakai dan diakui di persidangan oleh pembuatnya sebagai data berdasarkan asumsi dari kapal milik perusahaan lain bukan data riil.

Akhirnya berdasarkan fakta persidangan, bukti yang ada maupun saksi-saksi yang diperiksa justru mengungkapkan fakta PT Bahana Line juga menjadi korban dan direksi tidak mengetahui perbuatan kongkalikong antar oknum karyawan tersebut. Korban paling nyata adalah dipakainya kasus ini oleh PT Meratus Line untuk tidak membayar kewajiban hutangnya sebesar Rp 50 miliar lebih ke PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean line.

Upaya menagih utang inipun dilakukan PT Bahana Line sampai menempuh PKPU di Pengadilan Niaga Surabaya. Namun alasan pidana maupun juga mengajukan gugatan Perdata dilakukan PT Meratus Line untuk menghindari membayar utang-utangnya tersebut. Namun upaya gugatan PT Meratus Line kandas dan kini dalam perkara Pidana yang menjerat karyawan PT Meratus Line dan juga PT Bahana Line tersebut juga membuktikan secara hukum jika Bahana Grup tidak terlibat dan juga ikut menjadi korban.

Kasus ini bermula adanya Laporan Polisi No: Lp/B/75.01/II/2022/SPKT/Polda Jawa Timur, Tanggal 9 Februari 2022 atas nama pelapor Dirut PT Meratus Line Slamet Raharjo SE yang kemudian mengakibatkan 12 karyawan PT Meratus Line yaitu Edi Setyawan cs menjadi terdakwa dan lima karyawan PT Bahana Line David ES cs juga menjadi Terdakwa. Dan kesemuanya akhirnya dijatuhi vonis yang bervariasi hukumannya dan telah berkekuatan hukum tetap semuanya.