Timurposjatim.com – Sidang lanjutan dengan terdakwa Dedy Sucipto, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) terkait perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dengan agenda Replik dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Totok Waldi, Isa Ulinuha dan Sri D dari Kejaksaan Negeri Jember, atas Pledoi dari terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya. Jumat, (01/07/2022).
Dipersidangan tersebut, JPU menyampaikan tanggapannya berupa, dalam perkara tersebut, ada potensi kelebihan bayar atau kerugian uang negara.
Hal lainnya, potensi kelebihan bayar tidak mutlak sehingga, JPU menganggap dari kenyataan PT.Anugerah Mitra Kinasih (Junaedi berkas terpisah), tidak menyelesaikan kelebihan bayar dan dengan bukti-bukti dipersidangan PT.Anugerah Mitra Kinasih (AMK) dalam rentan 60 hari (Addendum).
“Tidak mengembalikan kelebihan juga tidak membayar denda sebagai sanksi bagi PT.AMK,”katanya.
Dipersidangan sebelumnya, JPU mendakwa dengan Pasal 2 ayat (1) Juncto pasal 18 Undang Undang RI nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang Undang nomor 20 tahun 2001 Juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau pasal 3 Undang Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang nomor 20 tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan menuntut terdakwa dengan Pidana Penjara selama 7 tahun dan 6 bulan.
Dengan dalil-dalil dari JPU menyoalkan hal-hal teknis pekerjaan PT.AMK diantaranya, kurang volume pekerjaan yang diselesaikan PT.AMK serta tidak melaksanakan lantai pekerjaan serta dengan menggunakan penghitungan Ahli dari Universitas Jember yang menyatakan bahwa, pekerjaan hanya 76 persen.
Sedangkan, dalam agenda pemeriksaan terdakwa, pada persidangan sebelumnya, terdakwa menyampaikan, pekerjaan proyek pasar Balung Jember, melalui laporan mingguan ke-13 bahwa terdakwa menyampaikan, pekerjaan proyek tersebut, selesai 100 persen dan hingga perkara ini naik ke meja hijau pasar Balung sudah bisa digunakan oleh, masyarakat.
Hal lainnya, disampaikan terdakwa, pada 27 September 2019, terdakwa ditunjuk sebagai PPK guna menggantikan Eko Ferdianto.
Perihal dokumen lelang proyek rehab pasar Balung Kulon Jember, disampaikan terdakwa, bahwa dokumen perencanaan, Spek (gambar), Rancangan Anggaran Biaya (RAB), HPS, RKS telah ada sebelumnya dan terdakwa hanya melaksanakan saja.
Melalui, Penasehat Hukum terdakwa, Moch.Mas’ud dan Hendro Ferdyanto dalam nota pembelaannya, dipersidangan sebelumnya, menyampaikan, bahwa selama proses persidangan JPU tidak mampu menghadirkan pelapor sebagai saksi.
Surat tuntutan JPU, tidak cermat, kabur dan tidak rinci dalam menentukan adanya kerugian negara.
Hal lain, terkait peran dan unsur niat saling mempengaruhi, tingkat intensitas peran yang semakin besar bagi seseorang maka semakin nyata niat yang dilakukan sehingga, Penasehat Hukum terdakwa menilai unsur yang kedua tidak terpenuhi.
“Unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain bagi terdakwa JPU tidak dapat membuktikan bahwa terdakwa memperkaya diri sendiri berupa apa ?,” ungkap Penasehat Hukum terdakwa.
Hal merugikan negara yang disangkakan terhadap terdakwa bahwa terkait, proyek rehab pembangunan pasar Balung Kulon Jember, dalam prosentase 76 persen bukan 100 persen. Padahal, proyek yang dimaksud pada anggaran tahun 2019 telah serah terima di awal bulan tahun 2020 dan manfaat pembangunan proyek hasilnya, telah bermanfaat bagi masyarakat yang hasilnya, masuk ke Kas Daerah.
Namun, meski perkara ini sudah memasuki agenda Replik atau jawaban dari pihak JPU atas nota pembelaan terdakwa disampaikan Penasehat Hukum terdakwa, bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Jember, belum menyelesaikan kewajibannya, guna pembayaran proyek pasar Balung Kulon Jember.
Atas hal-hal diatas, nota pembelaan terdakwa bahwa, semua unsur unsur tidak terpenuhi guna menjerat terdakwa serta pada tuntutannya, JPU juga tidak melakukan tuntutan bagi terdakwa guna Uang Pengembalian (UP) atas sangkaan dugaan korupsi yang dijeratkan terdakwa. (TiO)