Surabaya, Timurpos.co.id – Rini Hanifah (48) merasa perjuangannya memperjuangkan restitusi tragedi Kanjuruhan sia-sia. Baginya, negara menyepelekan insiden yang merenggut 135 nyawa itu.
Rini adalah satu dari ratusan keluarga korban. Putranya, Agus Ariansyah, tewas setelah terkena gas air mata seusai laga Arema FC melawan Persebaya pada 1 Oktober tahun lalu di Stadion Kanjuruhan, Malang.
Rabu (28/8), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengumpulkan para keluarga korban di sebuah hotel kawasan Surabaya Selatan untuk menerima restitusi dari lima terpidana kasus Kanjuruhan. Di acara itu, Rini tampak sering menundukkan wajah menahan tangis.
“Restitusi ini hanya pembohongan,” keluhnya. “Kami menuntut Rp250 juta per korban meninggal, tapi pengadilan menetapkan Rp15 juta, dan setelah banding malah turun jadi Rp10 juta. Rasanya seperti menawar ayam,” imbuhnya.
Kekecewaan itu dirasakan hampir semua keluarga korban. Mereka menilai restitusi sama sekali tidak mencerminkan rasa keadilan. Korban yang mengalami luka juga mengeluh hanya menerima Rp5 juta. Selain itu, dari korban yang totalnya mencapai 300, ternyata hanya 72 yang mendapat ganti rugi.
Ketua LPSK Achmadi menjelaskan, proses restitusi ini melewati perjalanan panjang. Dimulai dari menghitung kerugian hingga memasukkan nilai restitusi dalam tuntutan jaksa. Terkait nominal, ia menegaskan itu sepenuhnya keputusan pengadilan.
“LPSK hanya melakukan penilaian lalu menyerahkannya ke penuntut umum. Putusan akhirnya ada di pengadilan,” ucapnya.
Achmadi juga merespon nasib ratusan korban lain. Dia menuturkan prinsip restitusi baru bisa diajukan bila ada proses hukum berjalan. Sedangkan dalam perkara ini putusan pengadilan telah inkcrath.
Dalam tragedi Kanjuruhan, lima orang sudah divonis bersalah. AKP Hasdarmawan, Kompol Wahyu Setyo Pranoto, AKP Bambang Sidik Achmadi, Suko Sutrisno, dan Abdul Haris kini sudah menjadi terpidana. Untuk itu, peluang korban lainnya mengajukan restitusi baru praktis sudah tertutup.
“Pada prinsipnya LPSK memberi perlindungan bagi saksi, korban, atau keluarga korban selama ada proses peradilan pidana,” tandasnya.
Untuk diketahui sebenarnya dalam kasus ini ada satu tersangka yang hingga kini belum diadili. Yaitu Dirut PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita. Kepolisian awalnya menetapkan enam tersangka dalam tragedi Kanjuruhan, lalu yang diproses hukum hanya lima tersangka saja. TOK