Timur Pos

OMS Orbit Dorong Pemkot Surabaya Kerjasama Penanganan HIV lewat Swakelola Tipe III

Surabaya, Timurpos.co.id – Di tengah upaya pencegahan dan penanggulangan HIV, pemerintah daerah (pemda) didorong berakselerasi bersama Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) sebagai langkah nyata untuk memutus rantai penyebaran dan penularan virus berbahaya itu di Kota Pahlawan.

Keterlibatan kedua elemen itu diharapkan mampu mendorong kerjasama konstruktif melalui edukasi dan pendampingan terhadap Orang Dengan HIV (ODHIV) maupun upaya sosialisasi lainnya untuk mengliminir kurva penularan HIV yang angkanya terus terkatrol tiap tahunnya.

Istikah, Techical Officer Yayasan Orbit Surabaya menyebut, diperlukan adanya skema kerjasamanya konkret antara OMS dengan OPD dalam pendampingan ODHIV. Selain untuk menunjang kelanjutan sinergitas juga untuk mendorong keberlangsungan OMS.

“Sehingga untuk keberlanjutan pendampingan terhadap ODHIV sekaligus TB maka sangat diperlukan kerjasama antara organisasi perangkat daerah dengan OMS,” kata Tika dalam kegiatan press conference local media yang dihelat di Viaduct By Gubeng Surabaya pada Rabu (17/9/2025).

Ia mengimbuhkan, salah satu langkah kolaboratif itu ditempuh dengan skema Swakelola Tipe III yang diharapkan akan menjangkau populasi kunci yang kerap terdiskriminasi akibat tertular HIV. Pasalnya, peran organisasi masyarakat yang sudah sekian lama concern terhadap isu-isu HIV dinilai bakal menjangkau ODHIV sampai ke akar rumput.

Dia juga mengakui, sejauh ini Yayasan Orbit Surabaya bersama sejumlah OMS lainnya yang tergabung dalam Aliansi Surabaya Peduli AIDS dan TB (ASPA) melakukan kerja-kerja pendampingan terhadap ODHIV pasien serta penyintas TB tanpa dukungan budget yang bersumber dari pemerintah baik pusat maupun daerah. Meski terkesan kerja secara parsial, Orbit dan OMS lainnya tak pernah patah arang mendampingi populasi kunci melalui berbagai skema pendekatan.

“Tapi jika ada kerjasama dengan skema (Swakelola Tipe III) itu tentu akan lebih baik,” ucap perempuan asli Kediri tersebut.
 
Untuk itu, lanjut Tika, pihaknya mendorong agar pemda mulai tergerak menggandeng OMS melalui program Swakelola Tipe III, agar pola-pola pendampingan terhadap ODHIV dan penyintas TB dapat dilakukan secara terprogram, terstruktur, komprehensif dan berkelanjutan.

Kerjasama antara pemerintah bersama OMS dalam mengelola dana yang bersumber dari APBN atau APBD sesungguhnya telah memiliki sandaran hukum yang kokoh. Antara lain Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Regulasi lain juga membuka peluang kerjasama seperti pada Peraturan LKPP Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pedoman Swakelola.

Kedua beleid ini mengulas ihwal pembagian swakelola dalam 4 tipe. Secara spesifik, mekanisme kerjasama antara Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) dengan OMS termasuk dalam swakelola tipe III. Itu artinya kemitraan strategis itu membuka ruang aktualisasi swakelola tipe III agar dapat dijalankan.

Kendati landasan yuridis dan asas kemanfaatannya telah jelas, hingga kini Pemkot Surabaya tak kunjung melibatkan OMS secara langsung dalam mekanisme swakelola tipe III. Pemkot Surabaya yang diwakili sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di antaranya Bakesbangpol, Bappedalitbang, Dinkes, Dinsos dan DP3APPKB berdalih masih mengkaji skema Swakelola Tipe III.

“Kami masih mempelajari mekanismenya dan melihat profil organisasi masyarakatnya,” ucap Fajrin, perwakilan dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Surabaya.

Namun ketika ditanya peluang kerjasama bersama OMS dengan skema Swakelola Tipe III, pihaknya pun masih belum bisa memastikan apakah bisa direalisasikan pada tahun depan. “Belum tahu ya,” ujarnya.

Sekadar informasi, beberapa pemda di kota lainnya telah aware terhadap pola kerjasama antara pemerintah bersama OMS melalui program Swakelola Tipe III sebagai langkah untuk menanggulangi penyebaran HIV agar lebih terstruktur dengan baik. Di antara pemda itu antara lain Kota Denpasar, Kota Medan, Kota Bandung dan Kota Kediri.

Sementara itu mengutip data yang dirilis Biro Komunikasi dan Informasi Publik, Kemenkes pada Juni 2025 menyebutkan, Indonesia menempati peringkat ke-14 dunia dalam jumlah orang dengan HIV (ODHIV), serta peringkat ke-9 untuk infeksi baru HIV.

Kemenkes juga memperkirakan terdapat sekitar 564.000 ODHIV pada tahun 2025, namun baru 63% yang mengetahui statusnya. Dari jumlah tersebut, 67% telah menjalani terapi antiretroviral (ARV), dan hanya 55% yang mencapai viral load tersupresi artinya virus tidak terdeteksi dan risiko penularan sangat rendah. (***)

Proyek Saluran Beton U-Gutter CV Cipta Karya Mandiri Patut Dipersoalkan

Surabaya, Timurpos.co.id – Pekerjaan pembangunan saluran beton permanen dengan sistem precast U-Gutter ukuran 200/200 beserta cover gandar 15 ton di kawasan Gayung Kebonsari–Jetis Seraten, Surabaya, menuai sorotan. Proyek senilai Rp 9.605.482.506 yang bersumber dari APBD Kota Surabaya Tahun Anggaran 2025 ini dikerjakan oleh CV Cipta Karya Mandiri di bawah naungan Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (SDABM) Pemkot Surabaya.
Dari pantauan di lapangan menunjukkan adanya indikasi penyimpangan pelaksanaan. Sejumlah item kerja yang tercantum dalam gambar bestek, spesifikasi mutu bahan, hingga urutan pekerjaan diduga sengaja diabaikan.

Dugaan Penyimpangan Teknis
Di lokasi, awak media menemukan proses pemasangan beton precast tanpa pengeringan genangan air terlebih dahulu. Hal ini berpotensi mengganggu elevasi kemiringan saluran yang sangat menentukan fungsi drainase. Beberapa unit beton bahkan terlihat retak, sehingga menimbulkan keraguan terhadap kualitas material yang digunakan.

Selain itu, pemasangan dilakukan tanpa lantai kerja beton kedap air setebal 20 cm sebagaimana disyaratkan dalam rencana. Pekerjaan urugan tanah kembali pun dinilai asal-asalan, hanya menggunakan tanah lempung bekas galian tanpa sirtu (pasir batu) untuk pemadatan. Praktik ini berpotensi menyebabkan amblesnya jalan aspal di sekitar saluran di kemudian hari.

Suasana di Lapangan
Saat awak media hendak mencari penanggung jawab proyek, seorang penjaga menyebut pelaksana tidak ada di lokasi. Bahkan sempat datang seorang pria berbadan besar dengan motor Nmax yang melarang pengambilan foto maupun video.
“Gak usah foto-foto atau ambil video,” ucapnya dengan nada tinggi.

Sementara itu, Fahmi selaku konsultan proyek ketika dikonfirmasi hanya menyebut pelaksana sedang ada keperluan. “Sementara papan proyek bisa dilihat di mess,” katanya singkat.

Kejaksaan Negeri Surabaya Ikut Monitor
Buntut adanya dugaan penyimpangan proyek saluran beton permanen ini, Kejaksaan Negeri Surabaya turut melakukan pemantauan.
Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Surabaya, I Putu Arya, saat dikonfirmasi menyampaikan kesiapannya untuk melakukan monitoring.
“Siap monitor,” tulisnya singkat melalui pesan WhatsApp.

Potensi Masalah Drainase
Meski proyek ini digadang-gadang mampu mengantisipasi banjir di musim hujan dengan kapasitas debit air lebih besar, pelaksanaannya justru menimbulkan tanda tanya. Apakah saluran benar-benar berfungsi optimal sebagai sistem drainase, atau hanya menjadi “saluran mainan” tanpa daya tampung memadai.

Selain itu, belum terlihat adanya pekerjaan resapan air maupun bak kontrol, padahal hal tersebut penting untuk mencegah penyumbatan akibat sampah kiriman.

Menunggu Respons Pemkot
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Dinas PU dan Bina Marga Surabaya, Samsul Hariadi, belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan penyimpangan dalam proyek ini.

Sejumlah pihak berharap pengawasan lebih ketat dilakukan agar tidak terjadi kerugian negara. Bahkan, jika terbukti ada penyimpangan serius, proyek ini berpotensi menjadi bahan penyelidikan aparat penegak hukum. M12/TOK

Polemik Sisa Pembayaran Tanah Petani, Kades Sumber Girang Diduga Setujui Harga Tanah

Mojokerto, Timurpos.co.id- Ketika masyarakat menghadapi masalah, tugas kepala desa salah satunya meliputi penyelesaian konflik skala kecil seperti perselisihan antar warga, penjagaan ketertiban dan keamanan, serta pembinaan kemasyarakatan seperti mensosialisasikan pentingnya hak dan kewajiban warga.

Kepala Desa juga perlu berkoordinasi dengan perangkat desa, tokoh masyarakat, dan instansi yang berwenang untuk mencari solusi yang tepat. Karena tugas utamanya adalah menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, pembinaan, dan pemberdayaan masyarakat secara menyeluruh.

Namun dari sedikit tugas dan wewenang Kepala Desa kepada masyarakatnya yang pada saat ini berjuang melawan keserakahan yang diduga dilakukan sekelompok orang yang tak bertanggung jawab, semua itu tidak dirasakan oleh puluhan petani di Desa Sumber Girang, Kec. Puri, Kab. Mojokerto yakni Siswayudi.

Keresahan dan ketakutan puluhan petani pada saat ini berawal dari adanya pembebasan lahan pertanian yang ada di kawasan wilayah dua desa yakni Desa Tumapel dan Desa Sumber Girang pada tahun 2019 menjelang akhir tahun.

Adapun lahan yang berhasil dibebaskan sekelompok perangkat desa yang mengaku sebagai panitia yakni 9 petak masuk wilayah Desa Tumapel dan 28 petak masuk wilayah Desa Sumber Girang yang total keseluruhannya ada 37 petak dengan luas keseluruhan 7,5 hektar.

Adapun pada saat itu sekelompok perangkat desa yang mengaku sebagai panitia diketuai oleh Soponyono yang pada saat itu sebagai Sekretaris Desa Sumber Girang, sebagai anggota terdiri dari Kepala Dusun Sumberejo, Samsul Arif, Kepala Dusun Tempuran, M. Ainun Ridho dan dua warga Tumapel yakni Krisno Murti dan Gigih Lukman.

Pada saat adanya kesepakatan antara pihak petani dan yang mengaku panitia, petani sama sekali tidak merasa khawatir mengingat yang berperan jadi panitia adalah perangkatnya sendiri. Apalagi yang mengesahkan dan menyetujui surat perjanjian pembayaran pembelian tanah sebesar Rp. 600.000.000 salah satunya diduga Kadesnya sendiri, Siswayudi yang ditanda tangani pada tanggal 10 Ferbruari 2020.

“Tidak mungkin tega pimpinan dan pejabat desa membohongi masyarakatnya, perasaan petani pada saat itu,” ungkap salah satu petani.

Keyakinan para petani semakin besar ketika mengetahui yang menjadi saksi di AJB (akta jual beli) pada tanggal 17 Ferbruari 2020 yakni para panitia dan Siswayudi (Kades Sumber Girang).

Maka pada saat itu, apapun arahan dari panitia semua dilakukan oleh para petani. Namun sayang, apa yang diharapkan oleh petani kini jauh dari harapan pada saat itu. Ketika pembayaran belum terselesaikan sepenuhnya, petani merasa tidak ada peran sedikipun dari kepala desa untuk membantu kesulitan dalam menuntut sisa pembayaran tanahnya.

Pada saat di konfirmasi awak media, Siswayudi berkali-kali mengatakan tidak tahu proses awal terjadinya transaksi.

“Tahu – tahu terjadi konflik antara panitia dengan petani,” terangnya.

Dari apa yang dirasakan para petani saat ini, para petani akan terus berjuang dengan segala cara untuk mendapatkan haknya, mengingat kepala desa yang mereka anggap sebagai bapak sekaligus pimpinan seakan tidak peduli dengan apa yang dirasakan masyarakatnya.

Untuk itu, selain berdoa, para petani berharap ada pihak terkait yang sudi membantu perjuangannya, tak lupa para petani berterima kasih kepada para jurnalis/media yang sejauh ini dengan tulus membatu menyampaikan keluh kesahnya melalui karya tulisnya dengan harapan bisa di dengar oleh aparat terkait dan sudi membantu solusi penyelesaian yang terbaik. ***

Waduh! Indomaret Dijadikan Transaksi Sabu, Kurir Sabu belum Ketangkap

Surabaya, Timurpos.co.id – Edarkan sabu Henry, anak dari Heni Darmanto diseret di Pengadilan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mosleh Rahman dari Kejaksaan Negeri Surabaya. Kini Henry diadili di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Satuan Reserse Narkoba (Resnarkoba) Polrestabes Surabaya menangkap seorang pengedar narkotika jenis sabu bernama Henry, anak dari Heni Darmanto, di depan Indomaret Jalan Karang Empat Besar Nomor 44, Kelurahan Ploso, Kecamatan Tambaksari, Surabaya.

Penangkapan ini dilakukan pada Jumat (16/5/2025) malam sekitar pukul 22.30 WIB setelah polisi menerima informasi masyarakat terkait adanya transaksi narkoba di lokasi tersebut.

Dalam operasi itu, saksi Tri Nofrianto, Dzikrullah Ahmad Kushadi, Agus Supardi, dan Reza Fahlevi, yang merupakan anggota Resnarkoba Polrestabes Surabaya, berhasil mengamankan terdakwa berikut barang bukti. Dari hasil penggeledahan, ditemukan 7 poket sabu dengan berat bervariasi, total mencapai lebih dari 1,29 gram, beserta satu bendel plastik klip, sebuah ponsel, dan uang tunai Rp400 ribu hasil penjualan sabu.

Sementara itu, terdakwa Henry mengatakan bahwa, sabu didapatkan dari Nur Salam sebanyak 2 gram seharga Rp.2,2 juta. Untuk sabu dikrim dengan cara diranjau di dalam Indomaret, kemudian sabu dipecah menjadi 11 Poket.

“4 poket sudah terjual dan sisanya 7 poket belum laku keburu ditangkap Polisi, sekitar 4-5 hari setelah ambil barang,” katanya. Selasa (16/9/2025).

Ia menambahkan bahwa, terdakwa mengaku menyesali perbuatannya.

Majelis Hakim mempertanyakan siapa yang menaruh narkoba di Indomaret, harus ada rekaman cctv.

Menurut dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mosleh Rahman dari Kejari Surabaya, terdakwa sebelumnya membeli sabu seberat 2 gram dari seseorang bernama Nur Salam (DPO) seharga Rp2,2 juta. Barang tersebut kemudian dipecah menjadi 11 poket kecil untuk diperjualbelikan dengan harga Rp200 ribu per poket. Sebagian sabu juga sempat dijual terdakwa kepada seorang bernama Dimas (DPO).

Hasil pemeriksaan laboratorium forensik Polda Jatim memastikan seluruh barang bukti sabu yang disita positif mengandung metamfetamina, yang termasuk narkotika golongan I sesuai UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Atas perbuatannya, Henry didakwa telah melanggar Pasal 114 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yakni tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan I. TOK

32 Klub Ramaikan Piala Wali Kota Surabaya Hocky 2025

Surabaya, Timurpos.co.id – Sebanyak 32 klub hocky ikut ambil bagian dalam turnamen Piala Wali Kota Surabaya 2025 yang resmi dibuka hari ini. Turnamen ini menjadi ajang penting dalam pencarian bibit atlet muda untuk memperkuat Kota Surabaya di ajang Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jawa Timur 2027, di mana Surabaya akan bertindak sebagai tuan rumah. Senin (15/9/2025).

Acara pembukaan dihadiri sejumlah tokoh penting, di antaranya, ketua Panitia Dodik, Ketua Federasi Hocky Indonesia (FHI) Kota Surabaya H. Subakri, S.Pd, Kepala Disporapar Kota Surabaya Ir. Hidayat Syah, M.T, serta Ketua KONI Surabaya Pak Hoslih Abdullah.

Menurut Ketua FHI Kota Surabaya H, Subakri ajang ini bukan hanya sekadar kompetisi, melainkan juga wadah pembinaan atlet. “Piala Wali Kota ini menjadi langkah awal kami dalam memetakan potensi atlet muda Surabaya agar bisa tampil maksimal di Porprov 2027,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Ketua KONI Surabaya, Hoslih Abdullah. Ia menegaskan bahwa Surabaya harus serius mempersiapkan diri sebagai tuan rumah Porprov 2027. “Dengan adanya turnamen seperti ini, kita optimis Surabaya akan memiliki skuad hocky yang tangguh dan bisa meraih prestasi terbaik di Porprov nanti,” katanya.

Turnamen yang berlangsung di lapangan hocky Surabaya ini akan digelar selama beberapa hari dengan sistem kompetisi penuh. Ratusan penonton diperkirakan hadir untuk memberikan dukungan, sekaligus menyaksikan lahirnya calon-calon atlet hocky masa depan dari Kota Pahlawan. TOK

Hampir Setahun Tiada Kabar Terkait Laporannya, Petani Datangi Satreskrim Polres Mojokerto

Mojokerto, Timurpos.co.id – Merasa laporan pada tahun 2024 belum ada perkembangan apapun, puluhan petani dari Desa Sumber Girang, Kec. Puri, Kab. Mojokerto datangi Satreskrim Polres Mojokerto guna mempertanyakan kepastian proses hukum yang telah dilaporkan hampir setahun silam.

Kedatangan para petani dikarenakan merasa tidak mendapatkan keadilan dalam proses hukum yang dirasakan saat ini.

Pada hari Senin, tanggal 15 September 2025 sekitar pukul 09.20 wib, para petani masuk ke gedung Satreskrim Polres Mojokerto. Di ruangan loby, para petanj menyampaikan maksud kedatangannya yakni untuk menghadap Kanit Pidum atau kasat Reskrim.

Namun, yang menemui para petani hanya penyidik yang menangani perkaranya. Tak berselang lama, 6 diantara petani dipersilakan masuk oleh penyidik tersebut.

Menurut keterangan salah satu petani yang ikut masuk mendengarkan penjelasan dari penyidik, proses yang telah dilaporkannya itu saat ini masih terus berjalan. Adapun pihak pembeli sudah dipanggil untuk dimintai keterangan.

Namun para petani hingga saat ini tidak tahu dan tak mengenal siapa pembeli yang sebenarnya mengingat dari awal transaksi para petani tidak pernah dipertemukan dengan pembeli oleh pihak yang mengaku panitia yang saat itu menjabat sebagai perangkat desa Sumber Girang, Kec. Puri, Kab. Mojokerto, Jawa Timur.

Keterangan lain yang disampaikan para petani bahwa awal proses adanya pembebasan lahan pertanian yang ada di Dusun Sumberjo, Desa Sumber Girang, Kec. Puri itu yakni adanya kesepakatan lokasi dan harga antara pihak yang mengaku panitia dan para petani.

Adapun kesepakatan harga pada saat itu yang telah disahkan dan disetujui oleh Kades Sumber Girang yaitu Siswayudi adalah sebesar Rp. 600.000.000 perpetak pada tanggal 10 Februari tahun 2020. Namun pada kenyataanya, para petani hingga hari ini hanya menerima antara Rp. 200.000.000 hingga Rp. 250.000.000 per petani.

Dalam proses menuntut keadilan terkait sisa hak pembayaran tanahnya yang hingga kini belum ada kepastian penyelesaian, para petani pernah membuat laporan pada tahun 2024 dengan nomor: LI/552/XI/RES/1.11./2024/SATRESKRIM tanggal 19 November 2024. Namun, hingga kini tidak ada pemberitahuan proses perkembangannya penyelidikannya sampai dimana.

Di hadapan awak media para petani belum pernah mendapatkan SP2HP yang semestinya diterimanya sebagai hak pelapor. Adapun sebuah lembaga LBH yang pernah menerima kuasa dari para petani pernah mengatakan hanya sekali mendapatkan SP2HP dari penyidik dan mulai dari situ para petani memutuskan untuk mencabut kuasanya, karena dinilai kinerjanya tidak sesuai apa yang diharapkan para petani. Namun pimpinan LBH tersebut menolak menanda tangani surat Pencabutan kuasa dari para petani.

Dalam hal ini, para petani bingung dan merasa tidak mendapatkan keadilan yang semestinya. Ketika menuntut hak sesuai dengan peraturan yang ada dengan membuat pelaporan kepada pihak kepolisian dengan kurun waktu hampir 1 tahun namun terasa tiada perkembangan yang diharapkan.

“Ketika mendatangi yang kami anggap bertanggung jawab (panitia), kami di laporkan dengan tuduhan memasuki pekarangan tanpa ijin dan pencemaran nama baik dan proses pemanggilannya pun sangat cepat. Dalam satu bulan setelah adanya pelaporan dari pihak panitia, penyidik Polsek Puri memanggil puluhan saksi. Kalau seperti ini, harus kemana kah kami rakyat kecil mendapatkan keadilan yang sesungguhnya,” terang salah satu petani.

Untuk mendapatkan informasi yang akurat terkait proses pelaporan para petani, awak media menyampaikan kepada petugas loby untuk sekiranya bisa menghadap Kasat Reskrim Polres Mojokerto. Namun sayang, Kasat Reskrim enggan bertemu meskipun ada di ruangan kantornya. **

Proyek Galian di Gayungsari Timur Diduga Sarat Kejanggalan: Tanpa Papan Nama, Tanpa Lantai Dasar

Surabaya, Timurpos.co.id – Pekerjaan proyek galian di Jalan Taman Gayungsari Timur No.18, Kecamatan Gayungan, Surabaya, mengundang tanda tanya besar. Investigasi lapangan menemukan sejumlah kejanggalan mulai dari absennya papan nama proyek hingga indikasi pengabaian standar teknis konstruksi.

Pada Sabtu dini hari (13/9), tampak alat berat dan pekerja melaksanakan penggalian di lokasi tersebut. Namun tidak ditemukan papan nama proyek yang seharusnya dipasang sejak awal pekerjaan.

Berdasarkan Perpres No. 16 Tahun 2018 jo. Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta Permen PUPR No. 14/PRT/M/2020, setiap pekerjaan konstruksi wajib memasang papan nama proyek di lokasi. Papan itu berfungsi sebagai sarana transparansi publik, memuat informasi tentang nama kegiatan, nilai kontrak, jangka waktu, sumber dana, hingga kontraktor pelaksana

Ketidakhadiran papan nama ini, memunculkan dugaan bahwa pelaksana proyek ingin menghindari pantauan publik terkait sumber anggaran, nilai kontrak, maupun perusahaan pelaksana.

“Kalau proyek resmi biasanya jelas papan namanya, biar masyarakat tahu siapa yang mengerjakan dan dari mana dananya. Kalau begini, seolah-olah sembunyi-sembunyi. Kami khawatir hasilnya nanti asal jadi dan cepat rusak,” ujar warga yang enggan disebutkan namanya.

Lebih jauh, hasil investigasi menemukan bahwa proses urugan dilakukan tanpa pembuatan lantai dasar. Padahal, lantai dasar berfungsi vital untuk menopang kekuatan struktur agar tidak mudah ambles atau rusak. Jika hal ini dibiarkan, kualitas proyek rawan gagal sejak dini, yang pada akhirnya merugikan masyarakat dan potensi mengarah pada pemborosan anggaran negara.

Proyek juga dilaksanakan pada malam hari dengan penerangan seadanya, sehingga semakin menimbulkan kecurigaan adanya pengerjaan terburu-buru dan minim pengawasan. Bahkan pekerja tampak tidak dibekali alat pelindung diri sesuai standar K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).

Warga sekitar mengaku heran dengan cara kerja tersebut. “Kalau proyek resmi pasti jelas papan namanya, ada keterangan siapa yang mengerjakan. Kalau seperti ini, masyarakat jadi tidak tahu, apalagi kalau nanti cepat rusak, kami yang akan dirugikan,” ungkap seorang warga sekitar yang enggan disebut namanya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak kontraktor maupun dinas terkait di Pemerintah Kota Surabaya. Namun, indikasi pengabaian aturan transparansi dan teknis pekerjaan menuntut adanya pengawasan lebih ketat dari aparat penegak hukum maupun lembaga pengawas pembangunan.

Apalagi, praktik proyek tanpa papan nama seringkali menjadi modus dalam mengaburkan pertanggungjawaban, yang berpotensi mengarah pada dugaan penyalahgunaan anggaran. Jika benar dibiarkan, bukan hanya kualitas infrastruktur yang dipertaruhkan, melainkan juga kepercayaan publik terhadap tata kelola pembangunan di Surabaya. TOK

Proyek Saluran Beton Rp 9,6 Miliar di Surabaya Diduga Sarat Penyimpangan Teknis

Surabaya, Timurpos.co.id – Proyek saluran beton permanen menggunakan precast U-Gutter ukuran 200/200 dengan cover gandar 15 ton di kawasan Gayung Kebonsari–Jetis Seraten, Surabaya, yang menelan anggaran hingga Rp 9.605.482.506 dari APBD Kota Surabaya Tahun Anggaran 2025, menuai sorotan. Proyek bernomor kontrak 000.3.2/061/06.2.01.0028.epc/436.7.3/2025 ini dilaksanakan oleh CV Cipta Karya Mandiri di bawah naungan Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (SDABM) Pemkot Surabaya.

Investigasi di lapangan menemukan indikasi sejumlah penyimpangan dari standar pelaksanaan. Harapan publik agar saluran tersebut mampu menampung debit air secara maksimal, sekaligus menjadi solusi banjir musiman, dikhawatirkan hanya sebatas teori di atas kertas.

Langkah Teknis Banyak Diabaikan
Pantauan awak media memperlihatkan sejumlah prosedur kerja yang seharusnya wajib dilakukan, justru tidak dilaksanakan. Misalnya, pemasangan precast box culvert dilakukan dalam kondisi galian masih digenangi air tanpa adanya pemompaan keluar terlebih dahulu. Hal ini berisiko mengganggu elevasi dan kemiringan saluran yang seharusnya sesuai dengan Detail Gambar Perencanaan.

Selain itu, terpantau pemasangan dilakukan tanpa landasan beton rabat setebal 20 cm yang berfungsi sebagai lantai kerja kedap air. Akibatnya, kualitas pemasangan dipertanyakan. Beberapa box precast bahkan terlihat retak, sehingga dikhawatirkan tidak akan berfungsi optimal.

Prosedur urugan tanah juga menyalahi aturan. Bukannya menggunakan sirtu (pasir batu) untuk pemadatan, kontraktor justru memakai tanah lempung bekas galian dengan bantuan alat berat excavator. Praktik ini berpotensi menyebabkan jalan aspal di sekitar saluran mengalami ambles atau retak, sekaligus melemahkan dinding saluran dari tekanan tanah.

Penghalangan Liputan Media
Saat awak media mencoba melakukan peliputan, sejumlah pihak yang berada di sekitar lokasi terkesan menghalang-halangi. Seorang pria berbadan besar dengan motor Nmax bahkan menegur keras agar tidak dilakukan pemotretan maupun pengambilan video.

Sementara itu, Fahmi selaku konsultan proyek ketika dikonfirmasi menyebut pelaksana tidak berada di lokasi karena ada keperluan lain. Ia hanya menyarankan agar awak media melihat papan proyek yang terpasang di mess.

Potensi Kerugian Negara
Fakta di lapangan menunjukkan adanya ketidaksesuaian pelaksanaan dengan dokumen bestek maupun spesifikasi teknis. Jika kondisi ini dibiarkan, bukan hanya mengancam keberlangsungan fungsi saluran sebagai sistem drainase kota, melainkan juga berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara.

Samsul Hariadi Kepala Bidang Pematusan Dinas PU Bina Marga Surabaya saat dikonfirmasi terkait dugaan penyimpangan proyek tersebut belum memberikan penjelasaan secara resmi. Sejumlah kalangan menilai, pengawasan harus diperketat dan aparat penegak hukum, termasuk kejaksaan, perlu turun tangan untuk memastikan apakah terdapat indikasi pelanggaran hukum dalam penggunaan dana publik senilai miliaran rupiah tersebut. TOK

Kejati Jatim Tetapkan Mantan Kepala Dinas Pendidikan Jatim Sebagai Tersangka Baru

Surabaya, Timurpos.co.id – Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur kembali menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan belanja hibah/barang/jasa kepada SMK Swasta serta belanja modal sarana dan prasarana untuk SMK Negeri pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2017.

Mantan Kepala Dinas Pendidikan Jatim Saiful Rachman (SR) ditetapkan tersangka oleh penyidik Pidsus) Kejati Jatim. “Kami tetapkan tersangka SR setelah adanya barang bukti yang mengarah kepada tersangka baru dalam tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa untul SMK di Dinas Pendidikan Jatim tahun 2017,” ucap Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Jatim, Windhu Sugiarto saat diwawancarai awak media, Jumat, (12/9/2025.

Tersangka Saiful Rachman dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Meskipun telah ditetapkan tersangka, penyidik Kejati Jatim tidak ditahan lantaran sudah lebih dahulu ditahan dalam perkara korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2018, yang merugikan negara hingga Rp8,2 miliar.

“Tersangka masih menjalani proses hukuman dari kasus korupsi lainnya,” jelas Windhu.

Meskipun begitu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur menegaskan masih akan melakukab pemeriksaan lanjutan kepada ketiga tersangka yang sudah ditetapkan. “Kami akan kembangkan kasus korupsi ini,” tutur Windhu.

Berdasarkan hasil penyidikan, diketahui bahwa pada tahun anggaran 2017, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur mengalokasikan dana untuk berbagai pos belanja, di antaranya belanja pegawai, hibah, serta belanja modal alat dan konstruksi dengan total nilai lebih dari Rp186 miliar.

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur saat itu, Saiful Rachman (SR), mempertemukan tersangka JT dengan H yang menjabat sebagai Kabid SMK sekaligus PPK. Dalam pertemuan tersebut, SR menyampaikan bahwa JT adalah pihak yang akan mengendalikan pelaksanaan kegiatan.

Selanjutnya, Hudiono dan JT merekayasa proses pengadaan. JT menyiapkan harga barang sebagai dasar penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), sementara jenis dan spesifikasi barang tidak berdasarkan analisis kebutuhan sekolah, melainkan berasal dari stok yang dimiliki JT.

“Proses pengadaan dilakukan melalui mekanisme lelang, tetapi sudah dikondisikan sehingga perusahaan di bawah kendali JT menjadi pemenang. Akibatnya, barang yang disalurkan ke sekolah tidak sesuai kebutuhan dan tidak dapat dimanfaatkan,” jelas Windhu.

Adapun penyaluran barang hibah maupun belanja modal dibagi dalam tiga tahap, diserahkan kepada 44 SMK Swasta sesuai Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Timur, serta 61 SMK Negeri sesuai SK Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur.

Dari hasil temuan sementara, perbuatan para tersangka diduga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp179,975 miliar. Perhitungan pasti atas kerugian negara saat ini masih dilakukan oleh tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Timur.

Sebelumnya, Kejati Jatim juga mengungkap modus serupa dalam pengadaan alat kesenian untuk SMK Swasta di Jawa Timur tahun 2017. Dalam anggaran yang diajukan mencapai Rp65 miliar, setiap sekolah seharusnya menerima fasilitas senilai sekitar Rp2,6 miliar, namun kenyataannya barang yang diterima hanya seharga sekitar Rp2 juta.

Dalam pengusutan perkara tersebut, Kejati Jatim telah memeriksa sedikitnya 25 kepala sekolah SMK serta sejumlah pejabat dinas, termasuk Hudiono selaku Kabid SMK yang kala itu menjabat sebagai PPK. TOK

Kejari Surabaya Terima 6 SPDP Kasus Pembakaran Gedung Grahadi dan Polsek Tegalsari

Surabaya, Timurpos.co.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya menerima enam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari penyidik Polrestabes Surabaya terkait kasus kerusuhan yang berujung pada pembakaran Gedung Negara Grahadi dan Markas Polsek Tegalsari, akhir Agustus lalu.

Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Surabaya, Ida Bagus Widnyana, membenarkan hal tersebut. Ia menyebut jaksa-jaksa khusus sudah ditunjuk untuk menangani perkara ini hingga ke persidangan.

“Kami baru menerima enam SPDP kasus kerusuhan pembakaran Gedung Grahadi Surabaya dan Polsek Tegalsari dari Polrestabes Surabaya. Beberapa jaksa sudah kami siapkan untuk menangani perkara ini,” kata Ida Bagus saat dikonfirmasi di Surabaya, Kamis (11/9/2025).

Menurut Ida Bagus, Kejari Surabaya masih menunggu kemungkinan tambahan SPDP dari penyidik kepolisian. “Kami hanya menerima saja. Kalau ada tambahan, tentu akan kami terima dan mempersiapkan jaksa peneliti,” ujarnya.

Terkait kemungkinan adanya tersangka di bawah umur, Ida Bagus belum bisa memastikan. “Nanti ya mas, menunggu berkasnya saja,” ucapnya singkat.

Kasus ini bermula dari aksi massa di sekitar Gedung Negara Grahadi, Surabaya, pada Sabtu malam, 30 Agustus 2025. Unjuk rasa yang semula berlangsung damai berujung ricuh setelah massa terlibat bentrokan dengan aparat. Massa yang terpukul mundur kemudian bergerak ke kawasan Tegalsari dan melampiaskan amarah dengan merusak sejumlah fasilitas, termasuk kantor Polsek Tegalsari.

Tidak berhenti di situ, massa juga membakar bangunan Mapolsek Tegalsari hingga rata dengan tanah. Fasilitas di dalam kantor seperti dokumen, peralatan elektronik, hingga perlengkapan operasional ikut musnah. Sejumlah saksi melaporkan terjadi penjarahan sebelum barang-barang tersebut turut dibakar bersama bangunan.

Dengan masuknya enam SPDP ini, proses hukum para tersangka memasuki tahap baru. Jaksa peneliti Kejari Surabaya akan memeriksa kelengkapan berkas perkara dari penyidik sebelum dilimpahkan ke pengadilan.

“Kami akan meneliti setiap berkas perkara secara detail agar proses hukum berjalan sesuai aturan,” tegas Ida Bagus.

Kasus ini mendapat perhatian publik karena Gedung Negara Grahadi merupakan ikon sejarah Jawa Timur sekaligus pusat kegiatan pemerintahan daerah, sementara Polsek Tegalsari adalah markas polisi strategis di jantung Kota Surabaya. Hingga kini, polisi masih melakukan pengembangan untuk mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat dalam kerusuhan tersebut. TOK