Surabaya, Timurpos.co.id – PT. Tokio Marine Life Insurance Indonesia digugat Wanprestasi Nasabahnya di Pengadilan
lantaran tak mau membayar klaim asuransi yang diajukannya dengan agenda keterangan Ahli Hukum Asuransi dari Universitas Airlangga Surabaya Dr Zahry Vandawati Chumaida, S.H, M.H., yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Toniwidjaya di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Dalam perkara ini, Effendi pun menunjuk lima orang kuasa hukum, diantaranya Dr. Adi Widjaja, S.H., M.H., M.Si, Joni Iwansyah, S.H., M.H, Rifani Fauzi, S.H, Yuan Fitra, S.H, dan Jennifer Goldie, S.H.
Menurut pengacara Joni Iwansyah, perkara ini berawal saat kliennya usai mengalami sakit dan dirawat disebuah rumah sakit di Singapura. Disatu sisi, sang klien adalah peserta asuransi jiwa Tokio Marine melalui Kantor (Pemasaran) Cabang Surabaya PT. Tokio Marine Life Insurance Indonesia.
“Penggugat dalam hal ini sebagai tertanggung, dengan Nomor Polis: 00055866, jenis Produk asuransi dasar TM Link Proteksiku dan asuransi tambahan Exclusive Hospital and Surgery (HSR) Asia2 dengan tanggal mulai berlaku sejak 8 Nopember 2021. Sistem pembayaran premi per tahun sebesar Rp65 juta,” ujarnya.
Ia menambahkan, dalam perkara ini kliennya telah melakukan pembayaran premi kepada perusahaan asuransi tersebut selama dua tahun berturut-turut lamanya, dengan total pembayaran mencapai Rp.130 juta.
“Tujuan penggugat ikut asuransi adalah untuk melindungi atau memproteksi diri dari hal-hal yang tidak diinginkan khususnya terhadap perlindungan kesehatan dan jiwa,” tambahnya.
Ia menyebut, sebelum tanda tangan kontrak sebagai tertanggung di asuransi PT. Tokio Marine Life Insurance Indonesia, pihak asuransi mewajibkan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan pada laboratorium yang ditunjuknya. Hasilnya, sang klien dianggap dalam keadaan baik dan sehat.
“Sehingga dinyatakan memenuhi syarat sebagai tertanggung pada asuransi PT. Tokio Marine Life Insurance Indonesia,” ungkapnya. Selasa (17/12/2024) Sore.
Namun, jauh hari sebelum kliennya mendaftar asuransi, diakuinya ia sudah pernah melakukan pemeriksaan kesehatan atas inisiatif sendiri disebuah rumah sakit. Hasilnya pun, oleh rumah sakit dinyatakan baik dan sehat.
“Pemeriksaan yang dilakukan klien kami dengan inisiatif sendiri ini terjadi pada 22 Februari 2019 dan rupanya dijadikan alasan penolakan klaim oleh pihak asuransi. Padahal, setelah itu pada 4 November 2021, pihak asuransi meminta klien kami untuk melakukan pemeriksaan kesehatan pada sebuah laboratorium yang ditunjuknya, juga dinyatakan sehat dan baik hasilnya,” tambahnya.
Pada Mei 2023, kliennya mengalami sakit dan menjalani perawatan di sebuah rumah sakit di Singapura. Semua biaya rumah sakit terlebih dahulu dibayar oleh kliennya.
Lalu, kliennya berusaha untuk mengajukan klaim uang pengganti pada perusahaan asuransi tersebut sebesar Rp777,5 juta. Namun, upaya tersebut rupanya mendapat penolakan sehingga berakhir pada upaya gugatan di pengadilan.
Atas gugatan tersebut, pihaknya menuntut ganti rugi pada perusahaan asuransi itu sebesar Rp.1,7 miliar dengan rincian, gugatan membayar ganti rugi biaya pengobatan sebesar Rp.777,5 juta ditambah dengan ganti rugi imateriil sebesar Rp.1 miliar.
“Penggugat mengalami shock, tekanan psikis, malu dan harga diri. Penggugat merasa dilecehkan yang berdampak secara psikis dan menimbulkan kerugian immateriel yang tak ternilai,” tegasnya.
Sementara itu, dalam sidang yang juga menghadirkan ahli Hukum Asuransi dari Universitas Airlangga Surabaya Dr. Zahry Vandawati Chumaida, S.H, M.H menyatakan, bahwa dirinya mengangap adanya niat tidak baik dari pihak penanggung, dalam hal ini adalah perusahaan asuransi.
Indikasi ini, diakuinya dengan telah selesainya kewajiban dari tertanggung atau pihak nasabah atas kewajibannya dengan membayar premi asuransi hingga dua tahun lamanya.
“Tertanggung (nasabah) ini sudah beritikad baik. Dia (nasabah) sudah melakukan medical checkup sendiri dari perusahaan asuransi juga sudah. (Berarti) yang tidak dia (perusahaan asuransi) lakukan adalah itikad baik dan trust (kepercayaan). Perusahaan asuransi itu jual apa sih, jasa, kepercayaan. Kalau seperti ini, nanti banyak masyarakat Indonesia yang tidak percaya dengan perusahaan asuransi,” ungkapnya. TOK