Timur Pos

Jurnalis Bagikan Ratusan Bungkus Takjil Untuk Penguna Jalan di Suramadu

Surabaya, Timurpos.co.id – Dalam semangat kebersamaan di bulan Ramadan, Media LiputanSurabaya.id bersama media DataCyber.id menggelar aksi sosial dengan membagikan ratusan bungkus takjil kepada para pengguna jalan di kawasan Jembatan Suramadu. Jum’at (07/03/2025).

Kegiatan ini berlangsung menjelang waktu berbuka puasa dan disambut antusias oleh masyarakat, terutama pengendara roda dua dan pejalan kaki yang melintas. Para relawan dari kedua media tersebut bersama beberapa rekan media lain tampak bersemangat dalam membagikan takjil secara gratis.

Salah satu perwakilan dari Media LiputanSurabaya.id Andik atau yang lebih akrab di panggil Blangkon, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian terhadap sesama, khususnya bagi mereka yang masih berada di perjalanan saat waktu berbuka tiba.

“Kami ingin berbagi kebahagiaan di bulan suci ini. Semoga apa yang kami lakukan bisa membantu dan membawa keberkahan bagi semua,” ujar Blangkon

Sementara itu, dari media DataCyber.id yang di wakili langsung oleh pimpinan redaksi nya Eko Andika Saputra atau yang biasa di panggil Eko gendut tersebut, menambahkan bahwa aksi ini merupakan bagian dari program sosial mereka untuk mempererat kebersamaan di tengah masyarakat.

“Kami sangat antusias untuk menggelar aksi berbagi dan akan kami lanjutkan terus momen-momen baik seperti itu, tidak hanya di bulan suci Ramadhan tetapi juga pada bulan bulan selanjutnya”. ucap Eko gendut

Para penerima takjil pun mengungkapkan rasa terima kasih atas kegiatan ini. Banyak di antara mereka yang merasa terbantu karena dapat berbuka puasa dengan makanan dan minuman yang diberikan.

Kegiatan berbagi takjil di area Jembatan Suramadu ini diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi komunitas lain untuk turut serta dalam aksi sosial selama bulan Ramadan. DIK

HK Kosasi Laporkan Mulia Wiryanto Terkait Perkara Tipu Gelap, Fransiksa ini Bukan Perkara Pidana Melainkan Perkara Keperdataan

Surabaya, Timurpos.co.id – Direktur PT. Karya Sentosa Raya, Mulia Wiryanto melalui Pensehat Hukumnya dalam eksepsinya menyatakan ini adalah perkara keperdataan bukan perkara pidana dan hubungan pelapor dan terdakwa itu antara klien dengan lawyer.

Fransiska Xaveria Wahon menyatakan bahwa, Pengajuan Eksepsi ini tidak semata-mata mencari kesalahan dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Namun ada hal yang sangat Fundamental untuk dapat diketahui Hakim yang mulia dan Jaksa demi tegaknya keadilan, Sebagaimana semboyan yang selalu kita berjuang bersama ‘Fiat justitia ruat coelum.

“Eksepsi ini bukan memperlambat jalannya proses keadilan ini, kami selaku penasehat hukum terdakwa percaya bahwa hakim yang mulia akan mempertimbangkan dan mencermati segala nilai nilai keadilan tentu dapat meringankan atau bahkan dapat membebaskan tuntutan terdakwa.” Kata Fransiska, saat membacakan nota keberatan (eksepsi) di hadapan Majelis Hakim. Kemarin Kamis (06/03/2025).

Disingung selepas sidang, Penasehat Hukum terdakwa menegaskan bahwa, pada intinya ini bukan lah perkara Pidana melainkan perkara keperdataan. Karena terdakwa dengan pelapor adalah perjanjian kerjasama tidak ada unsur pemaksaan dan pihak terdakwa sudah pernah mengembalikan uang titipan dari pelapor sekitar Rp 4,8 Miliar.

“Jadi intinya ini adalah perkara keperdataan bukan Pidana atau lebih tetapnya wanprestasi, karena sudah ada perjanjian yang sah,” katanya.

Ia menambahkan bahwa, hubungan terdakwa dengan pelapor adalah terdakwa ini, sebelumnya merupakan klien dari pelapor yang merupakan seorang lawyer, jadi tidak mungkin seorang klien menipu penasehat hukumnya sendiri.

“Sudah bamyak petkara-perkara yang ditangani oleh pelapor dan sampai saat in pelapor masih tercatat sebgaai kuasa hukumnya dan kami masih membuka ruang untuk perdamaia.” Kata Fransiska yang tergabung dalam Lembaga Pembela Hukum (LPH) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya.

Untuk diketahui berdasarkan surat dakwaan dari JPU Damang Anubowo menjelaskan bahwa, dalam melakukan aksinya, terdakwa menggunakan modus kerjasama pembelian gula dari PTPN Jawa Barat. Dengan cara, terdakwa saat di restoran Jepang, Hotel JW Marriott Surabaya, Mulia Wiryanto bertemu dengan Hardja Karsana (HK) Kosasih.

Dipertemuan itu, Mulia Wiryanto, mengaku Direktur PT.Karya Sentosa Raya, menyatakan, jika dirinya, memiliki kontrak dengan PTPN Jawa Barat terkait pengadaan gula.

Tak hanya kontrak pengadaan gula Mulia Wiryanto juga mengaku telah memiliki pembeli yang tak lain adalah Pemerintah Jawa Barat.

Hal lainnya disampaikan, usaha jual beli gula tidak akan alami kerugian asal Hardja Karsana (HK) Kosasih dan kawan-kawan bersedia menginvestasikan dananya.

Selain itu, Hardja Karsana (HK) Kosasih dijanjikan mendapat keuntungan minimum 5 persen per bulan serta bilamana ada kerugian semuanya, akan menjadi tanggung jawab Mulia Wiryanto sepenuhnya.

Hardja Karsana Kosasih Dkk, yang tergiur akan keuntungan kerjasama jual beli gula akhirnya, menanamkan modalnya guna investasi sebesar Rp 10 miliar.

Masih dalam dakwaan Jaksa, investasi dana sebesar Rp 10 miliar, dikirim secara bertahap ke rekening atas nama Mulia Wiryanto.

Selanjutnya, dalam kurun waktu bulan Februari 2021 hingga Desember 2022, keuntungan yang diperoleh Hardja Karsana Kosasih tidak sesuai dengan yang dijanjikan.

Keuntungan tidak sesuai dengan yang dijanjikan membuat Hardja Karsana Kosasih Dkk, meminta modal investasinya dikembalikan.

Sayangnya, dalam hal ini, Mulia Wiryanto, hanya selalu memberikan janji-janji dan berdalih jika dana investasi Hardja Karsana Kosasih Dkk, dikembalikan maka usaha tersebut, akan berhenti total yang berdampak Mulia Wiryanto tidak dapat menjalankan usaha jual beli gula lagi.

Atas perbuatannya, JPU menjerat terdakwa sebagaimana yang diatur dalam pasal 378 KUHP atau 372 KUHP. TOK

Hakim Nurnaningsih Vonis Residivis M. Latif Setengah dari Tuntutan JPU Siska Chistiani

Foto: JPU Siska dan Hakim Nurnaningsih di Ruang Kartika PN Surabaya

Surabaya, Timurpos.co.id – Residivis M. Latif bin Salim divonis satu tahun penjara oleh Ketua Majelis Hakim Nurnaningsih karena terbukti bersalah melakukan tindak Pidana pencurian dengan pemberatan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Kamis (06/03/2025).

Dalam amar putusan yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Nurnaningsih menyatakan bahwa, terdakwa M. Latif bin Salim terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak Pidana pencurian dengan pemberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 363 Ayat (1) Ke-3 KUHP dan menjatuhkan pidana penjara selama satu tahun.

“Terhadap terdakwa dijatuhui hukuman Pidana penjara selama satu tahun,” kata Hakim Nurnaningsih di ruang Kartika 2 PN Surabaya.

Dalam pertimbangan Majelis Hakim ada hal yang memberatkan perbuatan terdakwa adalah telah merugikan orang lain dan terdakwa merupakan residivis ditahun 2023.

Atas putusan tersebut terdakwa menyatakan menerima putusan Majelis Hakim, hal sama diungkapkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Siksa Chistiani dari Kejaksaan Negeri Surabaya, juga menerima putusan tersebut.

Putusan Ketua Majelis Hakim Nurnaningsih lebih ringan dari tuntutan JPU. Sebelumnya JPU Siska menuntut terdakwa dengan Pidana penjara selama 2 tahun karena terbukti melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHP .

Untuk diketahui berdasarkan surat dakwaan JPU Siska menyebutkan bahwa, Terdakwa M. Latif bin Salim pada hari Kamis tanggal 31 Oktober 2024 sekira pukul 04.00 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu tertentu dalam Tahun 2024, bertempat Jl.Jarak No.62 Kota Surabaya, telah masuk ke rumah Sulistiyowati melalui pintu depan yang tidak dikunci, lalu Terdakwa melihat satu handphone merk Samsung A03S warna blue yang dibungkus silicon warna cokelat milik Mochamad Revaldo diletakkan diruang tamu.

Lalu tanpa ijin pemiliknya Terdakwa langsung mengambil handohone tersebut kemudian dimasukkan kedalam saku kantong celana selanjutnya Terdakwa keluar dari rumah Sulistyowati.

Akibat perbuatan Terdakwa mengakibatkan saksi Sulistiyowati mengalami kerugian kurang lebih sekitar Rp 1 juta dan terdakwa didakwa dengan Pasal 363 Ayat (1) Ke-3 KUHP. TOK

Tiga Pelaku Penusukan Munif Digulung Polisi

Foto: Kasi Humas Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Iptu Suroto (kiri) bersama anggota Resmob menunjukkan tiga pelaku

Surabaya, Timurpos.co.id – Insiden penusukan yang dialami Munif Hariyanto (MH), di Jalan Jakarta, Surabaya, pelan-pelan mulai terungkap. Jatanras Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak  menetapkan tiga laki-laki inisial AFA (31), SA (33), dan H (40) sebagai tersangka.

Dua dari tersangka itu diduga pembunuh bayaran. Mereka menusuk MH hingga akhirnya tewas atas suruhan orang. Kasi Humas Iptu Suroto mengungkapkan, tersangka inisial AFA merupakan otaknya.

“AFA ini memiliki masalah dengan korban (MH) kemudian meminta bantuan MT, H, dan SA untuk melukai,” kata Iptu Suroto.

Masalah yang dimaksud Suroto adalah soal utang. Korban memiliki utang kepada AFA. Hanya saja Suroto tak menjelaskan secara detail jumlah utang yang melatarbelakangi masalah tersebut. Dia hanya memastikan sudah lama AFA mengincar korban.

Hingga akhirnya pada 25 Februari, AFA mengetahui MH yang merupakan warga asal Gresik itu berkunjung ke Surabaya untuk mendatangi acara haul di Semampir. AFA lantas menghubungi SA, HA, serta satu lagi MT untuk mencelakai korban.

Skenario pun dibuat. Mulanya SA dan kawan-kawannya naik sepeda motor menuju lokasi haul untuk memantau korban. Saat acara selesai mereka langsung bergegas membuntuti mobil korban dari belakang.

Sesampainya di Jalan Jakarta, Surabaya, H yang baik sepeda motor sendirian sengaja menabrak mobil dari arah belakang. Saat korban turun mengecek kondisi mobil, SA dan MT yang boncengan naik sepeda motor datang ke lokasi. MT turun menusukkan pisau ke perut korban.

“Mereka sebenarnya sudah dua kali mencoba melukai korban, namun aksi sebelumnya gagal,” ucap Suroto.

Ketiga pelaku melarikan diri setelah melukai korban langsung kabur. Rombongan korban yang berada di mobil lain segera membawanya ke Rumah Sakit dr. Soetomo. Selang empat hari dirawat di rumah sakit milik Pemprov Jatim, nyawa korban tidak tertolong.

Sempat Kabur dari Surabaya dan Eksekutor Masih Buron

Setelah kejadian MT bersama SA dan HA menghubungi AFA setelah menusuk Munif Hariyanto di Jalan Jakarta, Surabaya. Ketiganya minta disediakan tempat untuk sembunyi. AFA pun meminta mereka menginap di rumah saudaranya di Madura.

Selang dua hari, giliran AFA yang menghubungi MT dan kawan-kawannya. Mereka diminta kembali ke Surabaya karena dirasa sudah aman. Namun, ternyata ada korban meninggal dunia, Sabtu (1/3) malam. Setelah dilakukan penyelidika, AFA, SA, dan H ditangkap Unit Jatanras Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak di kawasan Kedinding Lor.

Hanya saja polisi belum berhasil menangkap MT. Peran dia cukup kuat dalam kasus ini. Yaitu eksekutor yang menusuk Munif Hariyanto.

“Tiga tersangka sekarang sudah kami tahan di Rutan Polda Jatim. Kami juga masih berupaya mencari keberadaan MT yang masih DPO (buron),” tandas Suroto. TOK

Ichwan Anggawirya Lebih dari 10 Tahun Tidak ada Masalah, Tiba-Tiba Timbul Gugatan Setelah Ibunya Meninggal

Foto: Suasana Sidang Sengketa Merek di PN Niaga Surabaya

Surabaya, Timurpos.co.id – Bambang Pranoto dan PT. Kutus Kutus Herbal menggugat Fazli Hasniel Sugiharto terkait perkara sengketa merek di Pengadilan Negeri (PN) Niaga Surabaya dengan agenda keterangan saksi dari pengugat.

Saksi Dewa Coxina yang merupakan riseler dan Distribotor minyak kutus-kutus menyapaikan bahwa, sebelumnya gak ada masalah dengan pengunana merek antara Bambang dengan Fazli, namun setelah ibunya meninggal dan ada somasi, baru ada masalah.

“Saat itu ada somasi, namun tidak tahu dari mana, cuma diberitahukan oleh pabrik. Kemudian ada pihak Sat Pol PP mengintruksikan untuk menurukan plang dan kemudian kita turunkan sendiri plang itu,” kata Dewa.

Hal sama yang diungkapkan oleh Kuasa Hukum Tergugat, Ichwan Anggawirya menyapaikan bahwa, awalnya tidak ada masalah pengunaan merak ini, namun setelah ibunya meninggal baru ada masalah (gugatan).

“Lebih dari 10 tahun tidak ada masalah dan yang dikatakan adanya tidak ada itakad baik itu bagaimana, pengugat tahu kalau yang mendaftarkan merek itu tergugat. Kata Ichwan selepas sidang di PN Surabaya. Rabu (05/03/2025).

Ia menambahkan bahwa, Kepemilikan klien kami terhadap merek Kutus Kutus sudah sekitar 10 tahun sejak terdaftar pada 2014. Selama itu, hubungan dengan Bambang Pranoto baik-baik saja. Lalu mengapa tiba-tiba ada gugatan untuk membatalkan kepemilikan merek? Ini yang kami pertanyakan.

Terpisah Kuasa penggugat Elsiana Inda Putri Maharani saat dikonfirmasi oleh awak media engan untuk berkomentar terkait sidang hari ini.

Untuk diketahui Dalam perkara ini Bambang Pranoto dan PT.Kutus Kutus Herbal sebagai para penggugat, sedangkan tergugat adalah Fazli Hasniel Sugiharto (anak sambung Bambang Pranoto) dan telah terdaftar
dengan nomor perkara 9/Pdt.Sus-HKI/Merek/2024/PN Niaga Surabaya. TOK

Ketua Pemuda Demokrat Jatim Kritik Pernyataan Putra Mahkota Keraton Solo: “Feodalisme Kolonial vs Nasionalisme Rakyat”

Surabaya, Timurpos.co.id – Ketua Pemuda Demokrat Indonesia Jawa Timur, Vabianus Hendrix, mengecam unggahan kontroversial Putra Mahkota Keraton Surakarta, KGPAA Hamangkunegoro, yang menyesalkan bergabung dengan Republik Indonesia. Menurut Hendrix, pernyataan tersebut tidak hanya ahistoris, tetapi juga mengungkap kontradiksi abadi antara feodalisme warisan kolonial yang dipertahankan keraton dengan semangat nasionalisme kerakyatan yang menjadi dasar berdirinya Indonesia.

Kritik Ketua Pemuda Demokrat Indonesia Jawa Timur, Vabianus Hendrix, terhadap pernyataan Putra Mahkota Keraton Surakarta, KGPAA Hamangkunegoro, bukan sekadar soal ketidaktepatan historis, melainkan juga menguak kontradiksi mendasar antara semangat feodalisme yang dipertahankan keraton dengan nasionalisme kerakyatan yang menjadi fondasi Republik Indonesia. Persoalan ini, menurut Hendrix, bukan hanya retorika politik, tetapi menyentuh jantung identitas bangsa: apakah Indonesia dibangun untuk rakyat atau untuk melanjutkan warisan hierarki kolonial?

Feodalisme vs Nasionalisme Kerakyatan: Dua Kutub yang Bertolak Belakang

Hendrix menegaskan, klaim keistimewaan Surakarta yang diusung Keraton Solo bersumber dari *vorstenlanden*—status istimewa warisan Hindia Belanda yang diberikan kepada kerajaan-kerajaan Jawa sebagai “mitra” penjajah. Sistem ini menciptakan elite feodal yang bertindak sebagai perpanjangan tangan kolonial, menguasai tanah dan rakyat dengan legitimasi adat yang dikendalikan Belanda.

“Ini bertentangan dengan semangat nasionalisme kerakyatan 1945 yang lahir dari gerakan massa anti-penjajahan, anti-feodal, dan mengusung kedaulatan rakyat sebagai prinsip tertinggi,” tegas Hendrix. Selasa (04/03/2025).

Ia menggarisbawahi bahwa Revolusi Agustus 1945 tidak hanya mengusir penjajah, tetapi juga membongkar sistem swapraja (pemerintahan kerajaan) yang dianggap sebagai parasit kolonial. Di Solo, gerakan rakyat yang dipimpin Tan Malaka dan kelompok revolusioner pada November 1945 menuntut pembubaran Keraton Surakarta sebagai entitas politik.

“Rakyat bergerak karena lelah ditindas dua kali: oleh kolonial Belanda dan oleh feodalisme lokal yang hidup dari pajak dan kerja paksa,” papar Hendrix.

Nasionalisme Kerakyatan: Semangat yang Mengubur Feodalisme

Menurut Hendrix, integrasi Kasunanan Surakarta ke Indonesia pada 1946 melalui Penetapan Pemerintah No. 16/SD bukan hadiah dari keraton, melainkan hasil tekanan gerakan rakyat yang menginginkan pemerintahan egaliter. “Status keistimewaan keraton dicabut pada 1946 karena tidak sesuai dengan semangat UUD 1945. Yang diakui hanya kebudayaan, bukan kekuasaan politik,” ujarnya.

Di sini, kontradiksi muncul: Keraton Solo, melalui narasi “kekecewaan”, secara implisit ingin mengembalikan hak-hak istimewa yang justru bertentangan dengan cita-cita republik. “Feodalisme mengajarkan rakyat untuk tunduk pada simbol dan darah biru, sementara nasionalisme kerakyatan mengajarkan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat. Ini dua hal yang tidak bisa didamaikan,” tegas Hendrix.

Mengapa Ahistoris?

Hendrix menjelaskan, klaim Keraton Solo mengabaikan fakta bahwa rakyat Jawalah yang memilih membubarkan sistem swapraja. Pada 1945-1946, aksi-aksi pengambilalihan tanah keraton dan pembentukan pemerintahan lokal di Solo menunjukkan penolakan terhadap feodalisme. “Jika keraton hari ini merasa berjasa pada Indonesia, itu harus diingat: jasa terbesar mereka justru ketika meleburkan diri ke republik dan melepaskan hak-hak politiknya. Bukan malah mengungkit-ungkit keistimewaan kolonial,” tegasnya.

Ia juga mengkritik pembelaan bahwa keraton “kecewa” pada persoalan bangsa. “Jika ada ketimpangan sosial hari ini, itu justru karena oligarki dan sisa-sisa feodalisme yang bertahan, bukan karena republik gagal. Jangan jadikan kekecewaan sebagai dalih untuk merongrong konsensus sejarah bahwa Indonesia adalah negara kesatuan berbasis kedaulatan rakyat,” tambahnya.

Warisan yang Harus Diperjelas: Budaya vs Kekuasaan

Hendrix menegaskan, pihaknya tidak menafikan peran keraton sebagai pelestari budaya. “Yang kami tolak adalah upaya mengubah keraton kembali menjadi kekuatan politik dengan narasi nostalgia kolonial. Budaya Jawa bisa hidup tanpa harus menyuburkan feodalisme,” ujarnya.

Ia mengingatkan, di era demokrasi, legitimasi kekuasaan datang dari rakyat melalui pemilu, bukan dari garis keturunan atau warisan kolonial. “Pernyataan yang mempertentangkan kontribusi keraton dengan nasionalisme adalah pengkhianatan terhadap revolusi 1945. Saat itu, ribuan petani dan buruh Solo berkorban bukan untuk memulihkan tahta, tapi untuk membangun negara yang setara,” tegas Hendrix yang juga alumni Ilmu Sejarah Universitas Airlangga ini.

Penutup: Revolusi Belum Selesai

Polemik ini membuktikan bahwa revolusi Indonesia belum sepenuhnya tuntas. Feodalisme mungkin telah kehilangan kekuatan politiknya, tetapi mentalitasnya masih hidup dalam bentuk romantisme sejarah yang diputihkan. Nasionalisme kerakyatan, yang diusung oleh para pejuang republik, harus terus dijaga sebagai benteng melawan segala bentuk pemujaan hierarki kolonial. Sebab, seperti diingatkan Hendrix,

“Indonesia lahir dari rahim perjuangan rakyat, bukan dari restu keraton-keraton yang dulu menjadi kaki tangan penjajah.” Bebernya. FER

Mantan Ketua Hipmi dan Rekannya Terlibat Kasus Tipu-Gelap Solar Industri

Foto: Terdakwa Muhammad Luthy dan R. De Laguna Diadili didampingi Penasehat Hukumnya di PN Surabaya

Surabaya, Timurpos.co.id – Direktur PT. Petro Energy Solusi (PES) Muhammad Luthfy, SE dan R. De Laguna Latantri Putera serta Abdul Ghofur masih buron diseret di Pengadilan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Deddy Arisandi dari Kejaksaan Negeri Surabaya terkait perkara penipuan dan penggelapan dengan modus kerjasama pengiriman solar di Hamahera yang merugikan Galih Kusamawati sebesar Rp 3,5 Miliar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Muhammad Luthfy, SE yang merupakan mantan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia dan rekanya menjalani sidang. Dalam sidang kali ini JPU Deddy Arisandi menghadirkan saksi korban Galih Kusmawati. Terdakwa

Galih Kusmawati mengatakan bahwa, perkara ini, berawal diajak kerja sama dengan para terdakwa terkait pengiriman solar di Helmahera. Singkat cerita saya tertarik dan memberikan modal sebesar Rp 3,5 miliar dengan disertai perjanjian saya dengan PT. Petro Energy Solusi (PES), terdakwa Muhammad Luthfy, SE sebgai direkturnya.

“Dikarenakan solar tidak kirim-kirim oleh para terdakwa, kemudian saya somasi dan saat somasi kedua ada tranferan uang masuk Rp 26 juta, namun tidak ada penjelsan uang apa. Padahal di Somasi sudah jelas saya minta uang saya dikembalikan,” kata Galih. Selasa (04/03/2025).

Ia menambahkan bahwa, atas kejadian itu ada tiga orang dilaporkan yakni Luthfy, De Laguna dan Abdul Ghofur. Mereka itu satu group dan satu Holding.

“Terdakwa Luthfy sempat proyek ini fiktif,” tambanya.

Untuk diketahui berdasarkan surat dakwaan Jaksa penuntut umum (JPU) Deddy Arisandi menjelaskan awalnya 30 Mei 2023 hingga 22 Agustus 2023, para terdakwa mengajak saksi Galih Kusumawati untuk bertemu di gedung Pakuwon Center Tunjungan Plaza. Para terdakwa diduga melakukan tindak pidana penipuan dengan menggunakan tipu muslihat dan kebohongan untuk menggerakkan Galih Kusumawati agar memberikan modal untuk kerjasama pengadaan solar industri.

Setelah itu, Direktur PT. Petro Energy Solusi, Muhammad Luthfy dan bersama terdakwa R. De Laguna Latantri Putera dan Abdul Ghofur bertemu dengan saksi di Pakuwon center dan menjelaskan terkait PT. Petro Energy Solusi membutuhkan investor untuk modal kerja dalam proyek pengadaan solar industri. Kemudian terdakwa menyakinkan saksi Galih Kusumawati dengan berbagai dokumen seperti rencana bisnis, purchase order dan Jaminan Cek untuk menarik perhatian saksi agar ikut berinvestasi.

Saksi Galih Kusumawati menyerahkan uang kepada T. Petro Energy Solusi melalui tranfer ke bank sebanyak dua kali. Pertama pada 14 Agustus 2023, menyerahkan dana sebesar Rp 3 miliar dan kedua menyerahkan uang sebesar Rp 500 juta. Sehingga total yang disetorkan kepada PT. Petro Energy Solusi dengan total sebesar Rp3,5 miliar.

Setelah uang diterima oleh terdakwa tidak mengirim kan solar industri yang dijanjikan. Bahkan cek yang diserahkan oleh terdakwa kepada saksi Galih Kusumawati tidak dapat dicairkan karena alasan dana tidak mencukupi. Ketika saksi menanyakan perkembangan lebih lanjut, para terdakwa tidak memberikan respons yang memadai.

Selanjutnya, pada 21 Desember 2023, Galih Kusumawati berusaha mencairkan cek yang diberikan oleh terdakwa, namun gagal. Ia kemudian mengirimkan somasi kepada terdakwa, namun tidak mendapatkan tanggapan.

Akibatnya, saksi melaporkan kejadian ini ke Polrestabes Surabaya. Kemudian mengungkapkan bahwa seluruh rangkaian yang dilakukan oleh para terdakwa adalah kebohongan belaka, termasuk klaim tentang kerjasama dengan PT. Tripatra Nusantara dan PT. Sepertiga Malam Sinergi yang tidak pernah ada.

Atas perbuatnya para terdakwa Muhammad Luthfy dan R. De Laguna Latantri Putera didakwa melanggar Pasal 378 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. TOK

Petugas BNNP Jatim Geledah 4 Rumah Terkait Perkara Penyelundupan Sabu 15 Kg Via Suramadu

Surabaya, Timurpos.co.id – Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Timur menggeledah empat rumah milik Agus Mardianto, tersangka penyelundupan 15 kilogram sabu melalui Jembatan Suramadu. Pemeriksaan secara serentak ini dilakukan pada Senin, 03 Maret 2025 sebagai bagian dari penyidikan.

Dua rumah yang digeledah berada di Surabaya yaitu di Gang Kedondong Kidul, Tegalsari, dan di Jalan Dupak Masigit Gang V No 18. Dua lainnya terletak di Bangkalan, Madura tepatnya di Desa Parseh dan Arusbaya. 

Kepala Bidang BNNP Jatim, AKBP Noer Wisnanto, menjelaskan bahwa Rumah di Tegalsari milik orang tua Agus Mardianto, sedangkan rumah di Dupak adalah kontrakannya yang ditempati istri dan anak. “Sedangkan, di Madura rumah yang diduga pernah sebagai tempat menyimpan sabu,” katanya.

Agus Mardianto ditangkap di Jembatan Suramadu pada Rabu (19/02/2025) pukul 23.00 WIB. Saat itu, ia sedang mengendarai mobil Calya putih L 1079 CAE yang membawa 10 kilogram sabu dalam kemasan teh Tiongkok. 

Sabu tersebut diambil dari laki-laki inisial F di Desa Jedog, Kecamatan Ngoro, Mojokerto. Agus, yang diduga sebagai pengedar membawa sabu tersebut menuju Madura rencananya akan menyerahkan sabu tersebut kepada seseorang berinisial MD di Desa Parseh, Bangkalan, Madura.

Setelah ditangkap, Agus Mardianto kini dibawa ke Jakarta untuk ditahan di BNN RI.  Pengakuannya yang hanya sekali mengantar sabu diragukan, sebab dirinya  adalah residivis kasus serupa tahun 2015.  Oleh karena itu, penyelidikan akan terus dikembangkan untuk membongkar seluruh komplotannya. TOK

Peduli Petani Garam, Tim DPD Jatim Rumah Gibran Meninjau Produksi Geomembran di Mojokerto

Foto: Ketua DPD Jawa Timur Rumah Gibran Eko Tjahjono Prijanto Bersama Anggotanya

Mojokerto, Timurpos.co.id – Indonesia yang dikenal sebagai negara maritim, memiliki potensi besar dalam industri garam. Namun, kualitas garam yang dihasilkan sering kali belum optimal akibat proses pengeringan yang kurang efisien.

Kini teknologi geomembran muncul sebagai solusi untuk meningkatkan kualitas garam yang dihasilkan, memberikan harapan baru bagi petambak garam di seluruh nusantara.

Geomembran adalah lapisan tipis yang terbuat dari bahan plastik khusus yang tahan terhadap air dan korosi. Penggunaan teknologi ini pada proses pengeringan garam telah terbukti meningkatkan efisiensi dan hasil produksi garam yang lebih berkualitas.

Dengan menggunakan geomembran, proses pengeringan menjadi lebih efektif, mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk memanen garam dan meningkatkan hasil akhir yang lebih bersih serta putih..

Dalam upaya mendorong penerapan teknologi ini, Ketua DPD Jawa Timur Rumah Gibran Eko Tjahjono Prijanto melakukan kunjungan ke salah satu produsen geomembran, PT. Cahaya Mas Makmur (CMM) yang berlokasi di Mojokerto, Jawa Timur.

PT. CMM memproduksi geomembran yang diterapkan oleh petambak garam untuk mempercepat proses panen. Meskipun musim kemarau basah terjadi, petambak garam di daerah tersebut kini dapat memanen lebih cepat dengan kualitas garam yang lebih baik.

“Kunjungan Rumah Gibran ke PT. CMM bertujuan untuk memastikan bahwa produk geomembran yang dihasilkan oleh perusahaan ini dapat memberikan manfaat maksimal bagi petambak garam di Jawa Timur, khususnya dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi garam,” ucap Eko. Selasa (04/03/2025).

Dengan adanya sistem geomembran ini, petambak garam tidak hanya dapat menghasilkan garam yang lebih putih dan bersih, tetapi juga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas industri garam secara keseluruhan.

“Teknologi ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor garam Indonesia, sekaligus memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal,” terangnya.

“Visi misi rumah Gibran sendiri untuk menciptakan trademark garam berkualitas dan untuk mempertahankan eksistensi petani garam lokal yang tangguh,” pungkasnya.TOK

Kongkalikong Notaris Ferry Gunawan Dengan Terdakwa Effendi Pudjihartono Dalam Pembuatan Akta Perjanjian

Foto: Notaris Ferry Gunawan, SH Saat Memberikan Kesaksian di PN Surabaya

Surabaya, Timurpos.co.id – Sidang lanjutan yang membelit terdakwa Effendi Pudjihartono, Komisaris CV Kraton Resto Group terkait perkara pemberian keterangan palsu pada akta otentik dan Penipuan memanfaatkan lahan berupa tanah dan bangunan aset BMN TNI AD (Kodam V/Brawijaya) yang terletak di Jalan. Dr. Sutomo Nomor 130 Surabaya yang merugikan Ellen Sulityo sebesar Rp 998.244.418 dengan agenda keterangan saksi Notaris Ferry Gunawan, SH di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Senin (03/03/2025).

Dalam sidang tersebut, terkuak fakta bahwa, terdakwa yang merupakan Komisaris CV Kraton Resto Group, menjadi Direktur dalam akta perjanjian pengelohaan yang dibuat oleh Notaris Ferry Gunawan, SH dengan Ellen Sulistyo yang tertuang dalam Akta Nomor 12 tanggal 27 Juli 2022 tentang Akta Perjanjian Pengelolaan.

Notaris Ferry Gunawan menjelaskan bahwa, terdakwa sebagai Direktur berdasarkan surat kuasa khusus, namun saya juga mengetahui kalau terdakwa adalah komisaris.

Disingung oleh JPU terkait klausul dan isi perjanjian tersebut apakah saksi menjelaskan kepada para pihak.

Ferry mengatakan bahwa, saat itu semua pihak hadir dalam penandatangan perjanjian tersebut dan saya cuma membacakan tidak menjelaskan isinya.

Disingung oleh Majelis Hakim apakah terdakwa tidak mengecek asal usul obeyek yang diperjanjikan dan dalam perkara ini adalah obyek milik pemerintah harusnya ada persetujuhan dari pemerintah.

“Iya harusnya ada persetujuhan dari KPKNL, namun perjanjian itu dibuat masih ada kontrak (kontraknya belum habis,” kelit Ferry.

Atas keterangan saksi, terdakwa menyatakan membenarkan keterangan saksi Notaris. “Saya Kira keterangan saksi sudah benar Yang mulai.” Saut terdakwa.

Dalam surat dakwaan JPU Siska mengatakan, bahwa Terdakwa Effendi Pudjuhartono pada tahun 2017 sebagai pemegang hak untuk memanfaatkan lahan berupa tanah dan bangunan aset BMN TNI AD (Kodam V/Brawijaya) yang terletak di Jl. Dr. Sutomo Nomor 130 Surabaya berupa tanah seluas 850 M2; dan bangunan seluas 427 M2 sebagaimana sertifikat Hak Pakai Nomor 10 tanggal 10 Oktober 1998.

Bahwa dalam perjanjian tersebut dijelaskan jika pemanfaatan tanah dan bangunan aset BMN TNI AD dhi. Kodam V/Brawijaya yang dikerjasamakan dengan CV. Kraton Resto Group untuk tempat olahraga dan rumah makan di Jl. Dr. Sutomo Nomor 130 Kel. Darmo Kec. Wonokromo Kota Surabaya dengan jangka waktu kerjasama selama 30 tahun dengan periodesasi 5 tahun Periode I terhitung mulai tanggal 28 September 2017 s/d 28 September 2022 sampai Periode V terhitung mulai tanggal 28 September 2037 s/d 28 September 2042.

Bahwa pada bulan Agustus 2022, sebelum jangka watu periode I habis, CV KRATON RESTO GROUP yang diwakili Komisaris Terdakwa Effendi mengajukan permohonan perpanjangan sewa dengan surat Nomor 011/B/PIAN/VIII/22 tanggal 15 Agustus 2022 untuk jangka waktu sewa 3 ( tahun yang mana pengajuan tersebut telah ditindaklanjuti oleh Kodam V/Brawijaya dengan mengirim surat kepada KPKNL Surabaya Nomor B/2561/XI/2022 tanggal 30 November 2022 tentang Permohonan persetujuan pemanfaatan aset, namun perpanjangan sewa menyewa tersebut tidak dapat disetujui yang kemudian pihak TNI AD KODAM V/BRAWIJAYA mengirimkan surat Nomor : B/946/V/2023 tanggal 11 Mei 2023 perihal pemberitahuan yang ditunjukkan kepada Effendi Pudjihartono BE.Mech Hons (CV. Kraton Resto Group) yang pada pokoknya berupa pemberitahuan tidak lagi memiliki hak untuk mengelola aset Kodam V/Brawijaya di Jl. Dr. Soetomo No. 130 Kota Surabaya serta mengembalikan seluruh aset tersebut kepada Kodam V/Brawijaya terhitung mulai tanggal 12 Mei 2023.

Bahwa sebelum dibuatkan perjanjian sewa untuk periode II, sekitar awal bulan Juli 2022 Terdakwa Effendi mengaku selaku Direktur CV. KRATON RESTO GROUP menyampaikan kepada saksi Ellen Sulityo (korban) bahwa dirinya menguasai lahan di Jl. Dr. Sutomo Nomor 130 Surabaya selama 30 tahun berdasarkan Kesepakatan Kerjasama (MOU) Pemanfaatan Aset TNI AD DHI. KODAM V/BRAWIJAYA Nomor : MOU/05/IX/2017 tanggal 28 September 2017 dengan waktu kerjasama 30 tahun sejak 28 September 2017 sampai dengan 28 September 2047.

Selanjutnya Terdakwa mengajak korban untuk melakukan kerjasama mengelola lahan tersebut yang akan dipergunakan untuk Restauran SANGRIA (by PIANOZA) lalu korban sepakat kemudian pada tanggal 27 Juli 2022 korban bersama dengan Terdakwa menghadap Notaris FERRY GUNAWAN, SH. untuk dibuatkan perjanjian kerjasama sebagaimana Akta Nomor 12 tanggal 27 Juli 2022 tentang Akta Perjanjian Pengelolaan yang dibuat dihadapan FERRY GUNAWAN, S.H. Notaris di Surabaya yang berisi terdakwa EFFENDI PUDJIHARTONO bertindak selaku Direktur CV. KRATON RESTO GROUP padahal kenyataannya adalah sebagai KOMISARIS CV. KRATON RESTO GROUP dan mengklaim dirinya sebagai pihak yang menguasai lahan di Jl. Dr. Sutomo Nomor 130 Surabaya berdasarkan Kesepakatan Kerjasama (MOU) Pemanfaatan Aset TNI AD DHI. KODAM V/BRAWIJAYA Nomor : MOU/05/IX/2017 berkaitan dengan Perjanjian Sewa Menyewa Pemanfaatan Aset TNI AD DHI. KODAM V/BRAWIJAYA Nomor : SPK/05/XI/2017, dan jangka waktu Perjanjian Pengelolaan adalah 5 (lima) tahun sejak tanggal 1 Agustus 2022 sampai dengan 7 November 2027.

“Terdakwa Effendi menyampaikan kepada Ellen bahwa dirinya menguasai lahan tersebut selama 30 tahun berdasarkan kesepakatan kerjasama dengan Kodam V/Brawijaya sejak 28 September 2017 hingga 28 September 2047,” ungkap JPU Siska saat membacakan surat dakwaan dalam sidang di PN Surabaya.

Ellen dan Effendi kemudian menandatangani perjanjian kerjasama pengelolaan restoran hingga 7 November 2027 di hadapan notaris. Setelah itu, Ellen menginvestasikan uangnya Rp 998,2 juta untuk merenovasi dan biaya operasional restoran. “Namun, setelah mengeluarkan biaya tersebut, restoran Sangria by Pianoza ditutup oleh Kodam V/Brawijaya,” katanya.

Menurut jaksa Siska, restoran tersebut ditutup karena permintaan perpanjangan sewa lahan periode kedua yang diajukan Effendi ditolak pihak Kodam. Ellen merasa dirugikan karena tidak dapat mengelola restoran itu hingga 2027 sebagaimana perjanjian bisnis mereka.

Jaksa Siska mendakwa Effendi dengan Pasal 266 ayat 1 karena memasukkan keterangan palsu dalam perjanjian kerjasama di hadapan notaris. Effendi juga didakwa dengan Pasal 378 KUHP karena dianggap telah menipu Ellen. TOK