Hakim Tunggal Widiarso, saat membacakan putusan Praperadilan di ruang Kartika 2 PN Surabaya, sore hari
Surabaya, Timurpos.co.id – Hakim Tunggal Widiarso menolak Praperadilan pemohon Ye Xiao Yun dan Mengabulkan eksepsi dari termohon Kalpoda Jatim yang diwakili Bidang Hukum (Bidkum) Polda Jatim dengan menyatakan permohon tidak dapat diterima di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Jumat, (14/07/2023) Sore hari.
Dalam amar putusan yang dibacakan oleh Hakim Tunggal Widiarso menyatakan, pada intinya PN Surabaya tidak tidak berwenang menangani perkara ini, tidak ada dituntut dalam 2 kali, tidak beralasan hukum, Legal Standing lahirnya surat kuasa diragukan keaslihannya dan Termohon membenarkan adanya SP3.
Bukti pengembalian uang tanggal 29 Agustus 2022 500 ribu RMB, dari orang tua Li Yuji, 30 Agustus 2022, 1,5 Juta RMB, dan 605 Juta Rupiah. Tidak cukupnya bukti, maka penyidikan harus dihentikan.
Penghentian penyidikan, Sah dan benar menurut hukum, karena tidak ada kerugian dari pemohon kehilangan nilainya.
“bahwa mengadili, menolak Praperadilan pemohon,mengabulkan eksepsi dari Termohon, Menyatakan Permohonan tidak dapat diterima.” katanya.
Norma Sari Simangunsong, kuasa hukum pemohon menyatakan, bahwa dalam sidang Permohonan Praperadilan ini dari awal sudah banyak kejagalan. Pertama kita sudah mengajukan Praperadilan dengan pemohon You Biao, namun oleh Hakim PN Surabaya ditolak dengan alasan Legal Standing, permohonan kedua juga ditolak karana PN Surabaya tidak punya kewenangan mengadili perkara ini (Ne Bis In Idem), yang aneh lagi dalam putusan menyatakan bahwa uang sudah dikembalikan dan SP3, harus terkait pengembalian uang itu kewenagan pengadilan pemeriksan pokok perkara pada tersangka.
“Apabika prinsip Nebis In Idem dipakai dalam sidang Praperadilan, maka yang dilindungi justru aparat penegak hukum. Dalam SP3nya Polisi hanya berfokus pada Pengembalian uangnya aja. Baru tahu ya
Kalau saat ini, Siapapun Boleh kok Menggelapkan dana , tapi dengan catatan
Kalau misalkan korbannya melapor dan di tetapkan sebagai tersangka, Baru uang di kembalikan oleh tersangka dan dikeluarkan SP3 tanpa perlu ada perdamaian atau pencaputan laporan. Konteks ini bukan nengenai tidak cukup bukti, melainkan lebih ke bertanggung jawab mengembalikan uang mas dan seolah-olah Polisi seperti Hakim.” Tegas Norma Sari.
Untuk kewenangan baru praperadilan yaitu memeriksa sah atau tidaknya penetapan tersangka, Pasal 2 ayat (2) PERMA No. 4 Tahun 2016 bahkan secara eksplitis menyatakan bahwa sah tidaknya penetapan tersangka hanya dinilai berdasarkan “aspek formil” melalui paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang sah. Secara praktik dan teori yang dimaksud “aspek formil” adalah aspek perolehan dan validitas alat bukti.
Itulah mengapa putusan Praperadilan tidak menggugurkan kewenangan penyidik untuk kembali menetapkan seseorang menjadi tersangka sebagaimana jelas diatur dalam Pasal 2 ayat (3) PERMA No. 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan, sepanjang penyidik yakin dan memiliki 2 (dua) alat bukti sebagaimana diatur dalam PERMA No. 4 Tahun 2016.
Faktor penting lain yang menjadi dasar kenapa tidak ada prinsip nebis in idem dalam praperadilan, karena dalam paperadilan, tersangkalah yang menjadi pihak yang memohonkan dan menuntut. Apabila prinsip nebis in idem dipakai, maka yang harus dilindungi justru posisi dari aparat penegak hukum. Hal ini bertentangan dengan maksud prinsip nebis in idem itu sendiri.
Pasal 82 ayat (1) huruf e KUHAP menyatakan bahwa “putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan, praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru.” Dalam ketentuan ini, KUHAP justru membuka ruang agar tersangka tetap dapat mengajukan permohonan praperadilan baru di tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum meskipun sudah ada putusan praperadilan pada tingkat penyidikan. Ini menunjukkan bahwa pengaturan KUHAP terkait praperadilan, khususnya pasal 82 ayat (1) huruf e KUHAP tidak menganut prinsip nebis in idem. Catatan di atas menunjukkan bahwa nebis in idem hanya berlaku dalam tahapan pemeriksaan pokok perkara di persidangan dan tidak berlaku dalam konteks pemeriksaan praperadilan yang secara aturan memang tidak memeiliki kewenangan untuk memeriksa pokok perkara. Dimensi kewenangan praperadilan dan pemeriksaan di ruang sidang sangat berbeda, tujuan pokoknya juga berbeda pula, sehingga tidak tepat prinsip nebis in idem penyidikan di persoalkan dalam pemeriksaan di praperadilan.
Perkara ini bermula saat, Ye Xiao Yun melaporkan Li Yuji, atas dugaan perkara dugaan Tindak Pidana Penggelapan, yang diatur dan diancam dalam Pasal Pasal 372 KUHPidana, pada tanggal 4, Juni 2021, setelah dilakukan penyidikan oleh Polda Jatim dan Berdasarkan Hasil Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidik (SP2HP) Nomor:B/1759/SP2HP5/VIII/RES.1.11./2022/Ditresrkrimum, Penyidik Telah melakukan gelar Perkara Pada Tanggal 01 Agustus 2022 dan menetapkan Li Yuji sebagai tersangka.
Namun, setelah dilakukan gelar perkara di perkara khusus di Mabes Polri, kemudian Polda Jatim menerbitkan Penetapan Surat Ketetapan, Nomor:S.Tap/239/XII/RES.1.11./2022/Ditreskrimum, tertanggal 26 Desember 2022, tentang penghentian penyidikan atas laporan tersebut. Tok