Foto: Pengacara Hardja Karsana Kosasih saat memberikan kesaksian di PN Surabaya
Surabaya, Timurpos.co.id – Direktur PT Karya Sentosa Raya, Mulia Wiryanto menawari pengacara Hardja Karsana Kosasih untuk menjadi pemodal pengadaan gula ke PTPN Jawa Barat. Namun, setelah menyerahkan uang Rp10 miliar diduga kerjasama itu fiktif. Mulia Wiryanto kini diadili di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Jaksa Penuntut Umum Damang Anubowo dalam dakwaannya menjelaskan, Mulia Wiryanto mulanya mengajak Purnawan Hartaja, Rahmat Santoso, Willem Lumingkemas Umbas, serta Hardja Karsana Kosasih bertemu di restoran Jepang (IMARI) Hotel J.W. Marriot Surabaya. Di sana, Mulia Wiryanto menawarkan kerjasama pengadaan gula dengan PTPN Jawa Barat, yang katanya dibeli oleh Pemerintah Jawa Barat. Ia menjanjikan keuntungan minimal 5 persen per bulan.
“Awalnya Hardja Karsana Kosasih menolak dengan alasan sama sekali tidak memahami terkait pengadaan gula dari PTPN maupun dalam pelaksanaan jual beli gula,” ujarnya.
Untuk meyakinkan Hardja Karsana Kosasih, terdakwa kembali mengajaknya bertemu dan memamerkan foto-foto aktivitas usaha, mengklaim adanya kerjasama jual beli gula dengan Pemerintah Jawa Barat. Dengan demikian, ia meminta titipan modal sebesar Rp10 miliar.
“Terdakwa menjamin bahwa uang korban tidak akan hilang, sewaktu-waktu dapat diminta kembali. Keuntungan minimum 5% per bulan dibagi dua, korban hanya duduk manis saja, bilamana ada kerugian dalam jual beli gula tersebut semuanya menjadi tanggung jawab terdakwa sepenuhnya,” ujarnya.
Karena ada jaminan, dan diperlihatkan foto-foto, korban tertarik. Pada 04 September 2020, korban menandatangani Perjanjian Kerjasama. Lalu menitipkan uang sebesar Rp10 miliar.
Selama terdakwa menjalankan uang Rp10 miliar, Hardja Karsana Kosasih tidak pernah melihat langsung usaha gula. Semuanya berjalan atas dasar kepercayaan. Sepanjang Februari 2021 hingga Desember 2022 Hardja Karsana Kosasih hanya menerima uang total Rp2,3 miliar.
Korban lantas meminta uang titipan modal kembali. Namun, terdakwa hanya selalu memberikan janji-janji. Terdakwa mengatakan bilamana uang modal dikembalikan maka usaha gula akan stop total. Terdakwa juga mengaku baru bisa mengembalikan modal apabila selesai mengurus masalah sengketa hotel dan berusaha mengembangkan go public.
” Terkait janji-janji dari terdakwa tidak ada realisasinya, sehingga korban mengirimkan surat teguran (somasi) kepada terdakwa,” ujarnya.
Terdakwa membalas somasi tersebut, namun hanya dengan janji-janji. Hardja Karsana Kosasih kemudian melakukan pengecekan ke Ditjen AHU dan menemukan bahwa terdakwa baru menjabat Komisaris Utama PT. Karya Sentosa Karya pada 16 Juni 2021, sementara ia menawarkan kerjasama jual beli gula pada Agustus 2020.
“Selain itu diketahui terdakwa juga tidak memiliki kerjasama dengan pihak PTPN Jawa Barat,” ungkap Jaksa Damang Anubowo.
*Sama Sekali Belum Ada yang Kembali*
Hardja Karsana Kosasih mengaku sama sekali belum menerima pengembalian uang sebesar Rp10 miliar yang telah ia serahkan kepada Mulia Wiryanto. “Satu rupiah pun belum dikembalikan,” tegas Hardja.
Kasus ini bermula dari kerjasama bisnis gula yang ditawarkan oleh terdakwa. Hardja memang pernah menerima uang Rp2,3 miliar secara bertahap dari terdakwa. Namun terdakwa pernah meminta suntikan modal lagi sebesar Rp2,5 miliar.
Istri terdakwa, Fenny, sempat menghubungi Hardja dan menawarkan solusi pembayaran secara bertahap hingga Desember 2025. Hardja menyetujui tawaran tersebut dengan syarat jaminan berupa cek dari Fenny dan anaknya. Namun, tanpa penjelasan, muncul permohonan praperadilan. Fenny kembali menghubungi Hardja dan menjelaskan bahwa anaknya menolak untuk membuka cek tersebut.
Sementara itu, Mulia Wiryanto menegaskan bahwa tidak menipu Hardja Karsana Kosasih. Dia menyebut korban menyerah uang Rp10 miliar sebagai kerjasama karena tahu dirinya bisnis gula. “Kami kerja sama bisnis bukan utang, juga bukan titip. Kalau titip kan tidak ada bagi keuntungan. Tidak niatan saya untuk tidak mengembalikan,” tandasnya. TOK