Timur Pos

Istri Sah Pegawai Temprina Laporkan Dugaan Penelantaran dan Kesaksian Palsu ke Polda Jatim

Sidoarjo, Timurpos.co.id – Hartati Anggraeni Saputri, warga Sidoarjo, menyampaikan rilis resmi terkait dugaan penelantaran rumah tangga hingga pemberian keterangan palsu di bawah sumpah yang diduga dilakukan suaminya, Aris Gunawan, seorang Asisten Manager di PT Temprina Media Grafika. Senin (8/12).

Hartati mengaku terkejut setelah mengetahui bahwa suaminya mengajukan proses cerai secara diam-diam di Pengadilan Agama Nganjuk, meski keduanya selama ini berdomisili di Sidoarjo.

Dalam keterangannya, Hartati menegaskan bahwa ia adalah istri sah Aris Gunawan. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai dua anak, yakni Chelsea Nabila Anandita Putri dan Muhammad Alkhalifi Lexa Vizcarra.

Hartati mengungkap bahwa keretakan rumah tangganya bermula ketika anak pertamanya berusia lima tahun. Ia mengetahui suaminya berselingkuh, namun memilih memaafkan demi menjaga keutuhan keluarga. Namun, peristiwa serupa kembali terjadi ketika anak pertamanya menginjak usia 12 tahun.

Puncaknya terjadi pada April 2025. Menurut Hartati, Aris kembali menjalin hubungan dengan rekan kerjanya bernama Meiriska Dina Anggar. Bahkan, Aris sempat meminta izin untuk berpoligami demi menikahi perempuan tersebut, namun Hartati dengan tegas menolak.

Segala upaya penyelesaian secara baik-baik telah dilakukan Hartati, termasuk mencoba berbicara langsung dengan perempuan tersebut. Namun, upayanya tidak mendapat tanggapan hingga akhirnya Aris meninggalkan rumah sejak Mei 2025.

Hartati mengaku terpukul ketika pada 18 Agustus 2025, Aris datang membawa salinan akta cerai. Ia mengaku tidak mengetahui adanya gugatan maupun proses sidang.

Lebih janggal lagi, proses perceraian tersebut dilakukan di Pengadilan Agama Nganjuk, padahal pasangan ini menetap di Sidoarjo.

“Karena kejanggalan-kejanggalan itu, saya langsung menunjuk pengacara Muhammad Faisal SH MH untuk memastikan kebenarannya,” ujar Hartati.

Pada 21 Agustus 2025, ia menerima salinan resmi putusan cerai talak Nomor 1188/Pdt.G/PA.Ngj, yang diputus pada 7 Juli 2025. Dari dokumen itu, Hartati menemukan banyak data yang menurutnya tidak sesuai fakta dan diduga dipalsukan.

Dalam putusan disebutkan bahwa Hartati tinggal di Dusun Waung, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk. Ia menegaskan bahwa ia tidak pernah tinggal di alamat tersebut dan tidak mengenal Ali Arifin, orang yang disebut menerima panggilan sidang atas namanya.

Selain itu, dalam putusan dinyatakan bahwa ia tidak memiliki anak, padahal ia memiliki dua anak dengan bukti akta kelahiran.

Dugaan Kesaksian Palsu
Hartati juga menyoroti kesaksian dua saksi persidangan, yakni Umi Fatikoh Binti Sutikno dan Dian Monalisa Binti Sugeng. Kedua saksi tersebut disebut memberikan keterangan palsu, di antaranya menyebut bahwa Hartati tidak memiliki anak dan pernah meninggalkan rumah selama satu tahun.

Hartati menegaskan bahwa ia tidak mengenal kedua saksi itu dan tidak pernah berpindah dari rumahnya di Sidoarjo.

Lapor ke Polda Jawa Timur
Merasa dirugikan dan menjadi korban ketidakadilan, Hartati bersama kuasa hukumnya melaporkan dugaan tindak pidana tersebut ke Polda Jawa Timur.

Laporan tersebut terdaftar dengan Nomor: LP/1561/XI/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR, tertanggal 4 November 2025. Laporan ini mencakup dugaan memberikan keterangan palsu di bawah sumpah (Pasal 242 KUHP) dan dugaan penelantaran rumah tangga (Pasal 49 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT).

Ia menegaskan bahwa laporan dibuat tanpa tekanan dari pihak mana pun.

Penasihat hukum pelapor, Muhammad Faisal SH MH, menjelaskan bahwa langkah pidana ini merupakan bagian dari strategi hukum jangka panjang. Hasil putusan pidana nantinya akan digunakan sebagai novum untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan cerai talak di PA Nganjuk.

“Tujuan utama laporan ini adalah membuka fakta sebenarnya di persidangan pidana. Hasilnya akan menjadi bukti baru dalam permohonan PK ke Mahkamah Agung,” tegas Faisal. Tok

Polisi Lakukan Penyelidikan Kasus Dugaan Pencabulan di Hotel Best Surabaya

Foto: ilustrasi (int) 

Surabaya, Timurpos.co.id – Buntut laporan SRD siswi SMU di Polda Jatim terkait dugaan pencabulan dan penganiayaan yang dilakukan oleh Rivaldi dan seorang cewek yang mengajuku istrinya di Hotel Best Surabaya di Jalan Kedungsari No.29, Wonorejo, Kec. Tegalsari, Surabaya, Pihak Hotel Best Surabaya berkelit tidak tahu menahu terkait perkara tersebut. Jumat (5/12).

Sebelumnya kuasa hukum SRD menyebutkan, bahwa saat kliennya dalam kondisi mabuk setelah diduga dicokoki minimum beralkohol dibujuk oleh Rivaldi (RB) untuk diantar pulang dengan transportasi online. Namun, SRD justru dibawa ke Best Hotel Surabaya, di mana ia diduga mengalami percobaan pemerkosaan, pencabulan, dan penganiayaan oleh RB,” ungkapnya.

Saat di dalam kamar hotel, RB yang sudah dalam keadaan telanjang berusaha melakukan pemerkosaan. SRD melakukan perlawanan dan berteriak. RB kemudian menjambak rambut SRD hingga rontok, menggigit leher, dan mencengkeram tangannya hingga memar.

“Saat kejadian, seorang wanita yang mengaku sebagai istri RB datang dan menggedor pintu kamar. RB masuk ke kamar mandi, dan SRD berusaha melarikan diri. Saat membuka pintu, sudah ada seorang wanita yg mengaku sebagai istri pelaku. Wanita tersebut bersama petugas Best Hotel Surabaya. Seketika wanita yg mengaku istri pelaku tersebut langsung menampar, menjambak, dan menyeret SRD, menuduhnya sebagai perebut laki orang (pelakor),” beber Renald.

Baca Juga: Merasa Difitnah Selebgram Jessica Menempuh Jalur Hukum Laporkan Penyebar Postingan IG di Polda Jatim

Pihak Best Hotel Surabaya, sambung Renald, kemudian menggiring SRD keluar dari kamar hotel tanpa memberikan kesempatan untuk mengambil barang-barang atau merapikan pakaiannya yang telah dibuka paksa oleh RB. “Akibat kejadian ini, SRD mengalami luka lebam, sakit di beberapa bagian tubuh, dan trauma psikis,” imbuhnya.

Saat awak media mencoba mengkonfirmasi. Melalui pesan whatsapp, pihak Hotel menyebutkan tidak tahu menahu. “Kami tidak tahu menahu kasus itu kak, “singkatnya melalui Whatsapp.

Sementara pihak terlapor Rivaldi saat dikonfirmasi belum memberikan penjelasan, senanda pihak polda Jatim juga belum ada komentar terkait perkara tesebut.

Terpisah Black Owl menegaskan, bahwa Rivaldi sudah tidak bekerja lagi di Black Owl. “Mohon maaf untuk karyawan yang bersangkutan tidak berkerja di Black Owl lagi kak.”Katanya

Disinggung apakah Rivaldi dipecat atau dipindahkan, Black Owl belum memberikan penjelasan secara detail. “Nomor ini hanya untuk reservasi ya kak, Terimakasih, ” Benernya.

Perlu diketahui perkara ini dilaporkan ke Polda Jatim berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Laporan, Nomer: LP/B/15251X/2025, SEKI/POLDA JAWA TIMUR, tertanggal 23 Oktober 2025 lalu dan pihak Polda jatim membenarkan sudah menerima laporan tersebut. Hal ini diungkapkan Kombes Pol Jules Abast sebagai Kabid Humas Polda Jatim.

“Iya mas. Sudah diterima laporannya. Saat ini sudah dilakukan penyelidikan. Telah ada beberapa saksi yang dimintai keterangan.” Kata Kombes Pol Jules Abast kepada Timurpos.co.id baru-baru ini.

Rivaldi dilaporkan dugaan Tindak Pidana Pencabulan terhadap Anak dan atau Keketasah terhadap Anak dan atau Penganiayaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 Jo Pasal 76E UU No. 17 fahun vot6 tentang Perubahan Kedua tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 80 Jo Pasal 76C UU No. 38 Tahun &0td tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 352 KUHP, yang terjadi di Best Hotel Surabaya di Jl. Kedungsari No. 29 Wonorejo Kec. Tegalsari Kota Surabaya, Jawa Timur, yang terjadi pada 17 Oktober 2025. Tok

Kasus Otty Savitri Mandek Bertahun-tahun, Kuasa Hukum: “BPN II Surabaya Harus Tobat, Jangan Tunggu Kiamat”

Surabaya, Timurpos.co.id – Kuasa hukum Otty Savitri Dahniar Octafianti, Jelis Lindriyati, kembali mengecam lambatnya respons Badan Pertanahan Nasional (BPN) II Surabaya dalam menindaklanjuti putusan pengadilan terkait sengketa sertifikat tanah kliennya. Jelis menyebut seluruh upaya hukum yang ditempuh sejak bertahun-tahun lalu termasuk surat resmi kepada Menteri ATR/BPN Nusron Wahid hingga Presiden RI Prabowo Subianto tidak membuahkan hasil nyata.

Menurut Jelis, persoalan yang menimpa Otty Savitri bermula dari kasus penipuan utang-piutang yang kemudian diproses seolah-olah sebagai transaksi jual beli, sehingga sertifikat rumah korban berpindah tangan. Padahal, putusan pengadilan tahun 2020 telah secara tegas memerintahkan BPN untuk membatalkan balik nama tersebut.

Namun, kondisi di lapangan justru berlawanan. “BPN 2 Surabaya malah melakukan perbuatan melawan hukum dengan tetap memproses balik nama. Bahkan pada 2021 sertifikat itu kembali dialihkan ke orang lain. Jadi ada dua kali proses balik nama, Pak,” kata Jelis.

Kini, dalam kondisi ekonomi yang kian terjepit, Otty Savitri hanya mengandalkan pendapatan dari berjualan gorengan di bazar UMKM. Hilangnya sertifikat rumah membuat kehidupannya makin terpuruk karena dokumen yang seharusnya menjadi jaminan tertinggi justru berada di luar kendalinya.

Dengan suara bergetar, Jelis menggambarkan kondisi kliennya.
“Kami memohon perlindungan. Hidupnya sangat terpuruk, beliau tidak punya apa-apa sekarang. Padahal sertifikat itu hak kepemilikan tertinggi,” ujarnya.

Pengadilan Negeri Surabaya disebut telah mengirimkan surat kepada Kepala BPN 2 Surabaya untuk mempersiapkan sertifikat sebagai objek eksekusi, namun pelaksanaan eksekusi terus tertunda tanpa kepastian.

“Mau pemberitaan, batal. Mau pengukuran, batal. Gelar internal sudah, katanya mau evaluasi lagi. Evaluasi sampai kapan tidak jelas,” tegasnya.

Ia juga menyoroti sikap Kepala Seksi Sengketa dan Konflik BPN 2 Surabaya, Ghufron Munif, yang dinilai kerap memberikan alasan berbeda setiap kali dimintai kejelasan jadwal. Upaya menemui pejabat Kanwil pun berulang kali gagal tanpa penjelasan rinci.

Menurut Jelis, situasi ini menunjukkan adanya dugaan pelanggaran kedisiplinan internal. Pengaduan sudah diajukan, namun tak ada tindak lanjut.

“Pembatalan sertifikat tidak dilaksanakan. Eksekusi tidak jalan. Sertifikat tidak kembali, padahal hukum sudah memerintahkan,” tambahnya.

Ia mempertanyakan sikap satu pejabat BPN yang tetap berpegang bahwa sertifikat telah sah berpindah ke pihak lain, meski putusan 2020 dengan jelas memerintahkan pembatalannya.

“Kenapa tahun 2021 malah diproses lagi? Mengapa kami disandera dengan alasan harus mempertemukan para pihak? BPN itu bukan mediator, tapi pelaksana putusan,” ujarnya.

Jelis berharap Menteri ATR/BPN hingga Satgas Mafia Tanah turun tangan langsung untuk menertibkan jajaran BPN.

“Yang bisa menertibkan kedisiplinan pegawai BPN ya kementerian dan presiden. Karena ini bukan hanya kasus kami saja,” tegasnya.

Ia bahkan menggambarkan BPN sebagai lembaga yang dinilai tak bergeming walau sudah ditegur berbagai pihak.

“Sudah kebal. Pengadilan sudah, pengacara sudah, tetap saja. Seperti orang sakit yang kebal obat,” ucapnya.

Jelis menegaskan, tanpa intervensi pimpinan tertinggi, pemulihan hak Otty Savitri akan terus terhambat.

“Dua hari sebelum kiamat pun orang BPN tidak akan berubah kalau tidak mau tobat. Yang bisa menundukkan hanya presiden dan menteri,” katanya.

Di akhir pernyataannya, Jelis menegaskan bahwa kliennya hanya menuntut hak yang telah dipastikan oleh putusan pengadilan. Mereka berharap sertifikat rumah Otty Savitri segera dikembalikan sesuai amar putusan dan perjuangan panjangnya mendapatkan titik terang. Tok

Keanehan Penanganan TKP Kematian Pengunjung Ibiza: Mengapa Klub Tetap Beroperasi?

Surabaya, Timurpos.co.id – Tetap beroperasinya Klub Ibiza Surabaya pasca tewasnya M. Aris alias Kentong (24), warga Taman, Sidoarjo, di area pintu masuk klub, memicu spekulasi liar dan dugaan adanya kejanggalan dalam penanganan perkara.

Korban sebelumnya disebut dugem di dalam klub sebelum terjadi dugaan penganiayaan brutal yang menyebabkan kematiannya. Polisi memang bergerak cepat menetapkan Andik (30) alias Galesong, yang ironisnya adalah teman korban, sebagai tersangka. Namun sejumlah prosedur penanganan TKP dinilai tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Sorotan Utama: Police Line Hanya di Sofa VIP

Pasca kejadian pada Kamis (27/11/2025) dini hari, aparat hanya memasang police line pada bilik VIP Sofa 2, titik yang diduga tempat awal keributan antara pelaku dan korban.

Namun selebihnya, operasional klub tetap berjalan seperti biasa. Tidak ada penutupan lokasi, meski rangkaian kejadian terjadi di satu bangunan yang sama, mulai adu mulut, dugaan penganiayaan, hingga korban ditemukan meninggal di pintu masuk.

Praktisi hukum Danny Wijaya, S.H., M.H., menyebut pemasangan police line terbatas seperti itu tidak sesuai prosedur standar penanganan TKP.

“Ini sangat janggal dan menyalahi SOP. Kenapa hanya bilik yang dipolice line? Padahal seluruh rangkaian kejadian terjadi dalam satu atap yang sama,” ujarnya.

Danny menegaskan bahwa penutupan lokasi harus dilakukan menyeluruh.“Jika penganiayaan terjadi di kamar sebuah rumah, apakah hanya kamarnya saja yang dipolice line? Tentu seluruh rumah harus diamankan. Itu prinsip menjaga keutuhan TKP.” tegasnya.

Menurutnya, police line yang terlalu sempit dapat menghilangkan jejak, barang bukti, hingga mengganggu proses penyidikan.

Dari sisi penegakan Perda, Tabrani, anggota Satpol PP Jawa Timur, mengatakan pihaknya sebatas memantau karena kasus sudah masuk ranah pidana.“Kami sudah memanggil pihak Ibiza pada 2 Desember 2025. Dan benar, Ibiza memiliki izin operasional. Kami juga pernah melakukan pengecekan lokasi,” jelasnya.

Perbandingan dengan Kasus Pentagon 2020: Kenapa Dulu Bisa Ditutup?

Situasi ini mengingatkan publik pada tragedi Diskotek Pentagon tahun 2020. Saat itu, Glenn Putiray tewas akibat pengeroyokan sesama pengunjung.

DPRD dan Pemkot Surabaya tegas mengeluarkan rekomendasi penutupan sementara operasional Pentagon hingga proses hukum tuntas.

Ketua DPRD Surabaya, Adi Sutarwijono, bahkan menegaskan: “Kami rekomendasikan penutupan sementara Pentagon sampai proses hukum selesai.” kata Adi.

Wali Kota Surabaya saat itu, Tri Rismaharini, langsung menyetujui kebijakan tersebut karena dianggap mengusik ketertiban kota dan merenggut nyawa pengunjung.

Dengan adanya kasus kematian pengunjung, sorotan publik kini mengarah pada:

1. Mengapa Ibiza tidak ditutup sementara, padahal ada korban tewas?
2. Mengapa police line hanya dipasang di bilik kecil, bukan seluruh area yang berpotensi menjadi rangkaian kejadian?
3. Apakah investigasi dapat berjalan objektif jika TKP tidak diamankan total?
4. Apakah ada standar ganda dalam penanganan tempat hiburan malam di Surabaya? M12

Kantor UPT PUBM Provinsi Jatim Hanya Ada Satpam

Mojokerto, Timurpos.co.id – Berdalih rapat dan giat luar, Alief Akbari, S.T., M.M., selaku Kepala UPT pengelolahan jalan dan jembatan PUBM (Dinas Pekerjaan Untuk Bina Marga) Provinsi Jawa Timur yang berada di jln. Raya Trowulan KM 61 Mojokerto sangat sulit di temui di kantornya.Tidak cuma kepala UPTnya, bahkan jajaran dan staf yang berwenang juga sulit ditemui.

Kesulitan awak media menemui kepala UPT dikarenakan ada suatu peraturan yang diterapkan pihak UPT pengolahan jalan dan jembatan Trowulan.

“Jika menemui pejabat UPT wajib janjian dulu atau mengirim surat terlebih dahulu baru bisa ketemu yang bersangkutan,” ungkap petugas keamanan atau satpam yang enggan menyebutkan namanya.

Peraturan yang diterapkan tersebut baru diketahui oleh awak media saat hendak melakukan konfirmasi kepada kepala UPT pengelolahan jalan dan jembatan guna menyampaikan temuan adanya dugaan pengerjaan jembatan yang terkesan asal-asalan pada hari Rabu, tanggal 3 Desember 2025.

Namun sayang, tidak satupun pejabat atau pegawai yang berwenang berhasil ditemui. Bahkan, terlihat petugas loby recepsionispun tidak ada. Yang menemui awak media hanya pihak security dan sempat sedikit beradu argumen karena petugas keamanan diduga sudah melebihi tugas dan kewenangannya sebagai petugas keamanan.

Dan selanjutnya, pada hari Kamis, tanggal 4 Desember 2025, kembali awak media mendatangi kantor UPT sekitar pukul 11.30 WIB. Dan kembali, hanya petugas keamanan yang menemui dan dengan jawaban yang sama.

“Bapak sedang rapat di luar,” ucap petugas kemanan.

Ketika ditanya apakah tidak ada pewakilan pejabat untuk bisa di konfirmasi, petugas keamanan menjawab semua pejabat yang berkaitan dengan pengerjaan proyek lagi rapat di luar.

Dengan adanya peraturan yang diterapkan oleh pihak UPT pengolahan jalan dan jembatan trowulan tersebut, amat disayangkan oleh semua pihak, khususnya para jurnalis ketika menjalankan tugas.

Mengingat, sejauh ini para jurnalis tidak semuanya mempunyai akses komunikasi dengan pejabat yang dimaksud dan jika harus melalui surat, belum tentu langsung ada tanggapan dari pihak terkait. Sedangkan, sajian pemberitaan yang terbaik adalah isi berita yang cepat,tepat dan akurat dan terpercaya. M12

Pegawai Black Owl Surabaya Dipolisikan Terkait Perkara Dugaan Pencabulan dan Penganiayaan Siswi SMU

Surabaya, Timurpos.co.id – Dugaan pencabulan dan penganiayaan terhadap anak di bawah umur, SRD, melibatkan rumah karoke Black Owl dan Best Hotel Surabaya. Diduga pelaku Rivaldi

merupakan karyawan Black Owl. Atas kejadian ini, korban melalui kuasa hukumnya, Renald Christopher, melaporkan kasus ini ke Polda Jatim.

Menurut Renald, kliennya SRD yang masih sekolah SMU kelas 11, pertama kali mengunjungi Black Owl Surabaya untuk menonton konser. Di sana, SRD ditawari oleh seorang karyawan untuk menginstal aplikasi Black Owl dengan iming-iming voucher diskon dan keanggotaan khusus senilai Rp 2.000.000 setiap minggunya. “Tawaran itu hanya diberikan kepada SRD, tidak kepada teman-temannya,” kata Renald, Rabu (3/12/25).

Kemudian Renald menyampaikan, pada 16 Oktober 2025, SRD kembali mendatangi Black Owl Surabaya untuk bertemu dengan seseorang yang ingin menggunakan jasanya sebagai penyanyi dan merayakan ulang tahunnya.

“Namun pertemuan tersebut batal karena kendala dari pihak yang mengajak bertemu. SRD kemudian ditawari minuman beralkohol dengan menggunakan voucher Black Owl oleh seorang waiter,” ucapnya.

Lebih lanjut Renald mengungkapkan bahwa seorang pekerja Black Owl Surabaya bernama RB kemudian menemani SRD dan diduga dengan sengaja mencekokinya dengan minuman beralkohol hingga mabuk.

“Dalam kondisi mabuk, SRD dibujuk oleh RB untuk diantar pulang dengan transportasi online. Namun, SRD justru dibawa ke Best Hotel Surabaya, di mana ia diduga mengalami percobaan pemerkosaan, pencabulan, dan penganiayaan oleh RB,” ungkapnya.

Saat di dalam kamar hotel, RB yang sudah dalam keadaan telanjang berusaha melakukan pemerkosaan. SRD melakukan perlawanan dan berteriak. RB kemudian menjambak rambut SRD hingga rontok, menggigit leher, dan mencengkeram tangannya hingga memar.

“Saat kejadian, seorang wanita yang mengaku sebagai istri RB datang dan menggedor pintu kamar. RB masuk ke kamar mandi, dan SRD berusaha melarikan diri. Saat membuka pintu, sudah ada seorang wanita yg mengaku sebagai istri pelaku. Wanita tersebut bersama petugas Best Hotel Surabaya. Seketika wanita yg mengaku istri pelaku tersebut langsung menampar, menjambak, dan menyeret SRD, menuduhnya sebagai perebut laki orang (pelakor),” beber Renald.

Pihak Best Hotel Surabaya, sambung Renald, kemudian menggiring SRD keluar dari kamar hotel tanpa memberikan kesempatan untuk mengambil barang-barang atau merapikan pakaiannya yang telah dibuka paksa oleh RB. “Akibat kejadian ini, SRD mengalami luka lebam, sakit di beberapa bagian tubuh, dan trauma psikis,” imbuhnya.

Terhadap kasus ini, Renald menilai bahwa terdapat kelalaian yang dilakukan oleh Black Owl Surabaya dan Best Hotel Surabaya. Black Owl Surabaya diduga telah lalai menerima dan melayani customer di bawah umur, menjual minuman beralkohol kepada anak di bawah umur.

“Ini melanggar melanggar Peraturan Menteri Perdagangan dan Peraturan Daerah Kota Surabaya, serta melanggar Surat Edaran Walikota Surabaya tentang Pembatasan Jam Malam bagi Anak di Surabaya,” tegasnya.

Selain itu, kata Renald, Black Owl Surabaya diduga lalai terhadap stafnya yang diduga telah mencekoki SRD dengan minuman beralkohol dan menggiringnya ke hotel, di mana SRD menjadi korban tindak pidana.

“Kami menduga bahwa staf Black Owl Surabaya secara terstruktur, sistematis, dan masif telah melakukan rayuan atau ajakan yang mengarah pada dugaan eksploitasi anak di bawah umur,” ucapnya.

Sementara Best Hotel Surabaya, diduga lalai tidak melakukan konfirmasi dan klarifikasi atas kejadian tersebut, sehingga SRD menjadi korban kekerasan dan penganiayaan. “Selain itu, Best Hotel Surabaya diduga melakukan pelecehan dan penghinaan kepada SRD dengan menggiringnya ke lobi hotel dalam keadaan pakaian yang tidak pantas,” kata Renald.

Sementara pihak Black Owl saat dikonfirmasi terkait perkara tersebut, menyebutkan bahwa karyawan tersebut sudah tidak berkerja di Black Owl.

Perlu diketahui perkara ini dilaporkan ke Polda Jatim berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Laporan, Nomer: LP/B/15251X/2025, SEKI/POLDA JAWA TIMUR

Rivaldi dilaporkan dugaan Tindak Pidana Pencabulan terhadap Anak dan atau Keketasah terhadap Anak dan atau Penganiayaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 Jo Pasal 76E UU No. 17 fahun vot6 tentang Perubahan Kedua tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 80 Jo Pasal 76C UU No. 38 Tahun &0td tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 352 KUHP, yang terjadi di Best Hotel Surabaya di Jl. Kedungsari No. 29 Wonorejo Kec. Tegalsari Kota Surabaya, Jawa Timur, yang terjadi pada 17 Oktober 2025. Tok

Perkara Batubara Ilegal, Pengiriman via Meratus Line Jadi Sorotan Majelis Hakim

Surabaya, Timurpos.co.id – Tindakan ceroboh rupanya membuat apes PT Meratus Line. Kapal KM. Meratus Cilegon SL236S milik PT Meratus Line, diketahui telah mengangkut 1.140 ton batubara ilegal yang dikemas dalam 57 kontainer dari Kalimantan Timur dengan tujuan Surabaya.

Hal inilah yang terungkap dalam persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam perkara ini, dua terdakwa yakni Yuyun Hermawan sebagai Direktur PT. Best Prima Energy (BPE) dan Chairil Almutari duduk di kursi pesakitan.

Dalam Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hajita Cahyo Nugroho tertulis, dua terdakwa diketahui telah menyelundupkan 1.140 ton batu bara yang dikemas dalam karung. Terdakwa Yuyun, sebagai Direktur PT BPE diketahui membeli batubara dari sejumlah penambang yang ada di Kalimantan Timur.

Hasil tambang tersebut, diketahui tidak memiliki ijin penambangan batu mineral seperti Izin Usaha Pertambangan (IUP) / Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), IPR, SIPB atau izin yang disyaratkan pemerintah lainnya.

Namun, dengan bantuan terdakwa Chairil Almutari, Yuyun bisa mendapatkan IUP dan IUPK dari PT. Mutiara Merdeka Jaya milik Indra Jaya Permana. Dari perusahaan tersebut, terdakwa Yuyun akhirnya bisa melengkapi dokumen untuk selanjutnya dilakukan pengiriman bekerja sama dengan jasa shipping PT Meratus Line.

Saksi Yulia, Kepala Cabang PT Meratus Line Balikpapan pun membenarkan jika terdakwa merupakan kliennya. Ia menyebut, PT Best Prima Energy melakukan pengiriman ke Meratus Line.

“Benar, bahkan sebelum saya menjabat sudah ada,” ungkapnya.

Disinggung apakah ada perjanjian tertulis terkait dengan pengiriman tersebut, ia pun memastikannya tidak ada. “Tidak ada perjanjian tertulis,”tambahnya.

Saat disinggung mengenai proses pengiriman, Yulia mengaku tidak ada persyaratan khusus. Namun, ia memastikan bahwa para relasinya bisa langsung melakukan booking.

“Proses pengiriman dari relasi ke meratus bisa langsung booking,” katanya.

Ditanya hakim apakah dirinya pernah melihat dokumen yang dimiliki oleh PT BPE, Yulia, mengaku pernah melihatnya. Ia bahkan memastikan dokumen tersebut sudah lengkap. Namun, ia juga mengakui jika pihak perusahaannya tidak dapat melakukan proses verifikasi faktual terkait dengan dokumen tersebut.

“Dari dokumen yang diterima, lalu kita teruskan ke KSOP untuk di muat. Kita tidak punya (proses) verifikasi. Dasarnya hanya dokumen yang diberikan pada KSOP lalu dari sana kita muat,”pungkasnya.

Sementara itu, kedua terdakwa saat ditanya hakim apakah akan bertanya atau membantah pernyataan dari saksi, terdakwa Yuyun menjawab tidak ada. Ia justru nampak sibuk membenarkan posisi masker untuk menutupi wajahnya. Dalam perkara ini kedua terdakwa nampak tidak didampingi oleh pengacara.

Diketahui, Dari dakwaan JPU terungkap, perusahaan yang dipimpin Yuyun, PT. Best Prima Energy diketahui bergerak dibidang penjualan batubara. Perusahaan itu diketahui telah membeli batubara dari para penambang yang tidak memiliki IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin yang syaratkan pemerintah (ilegal) di daerah Lampek, Kelurahan Sungai Seluang, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.

Secara terinci, dalam dakwaan jaksa disebutkan Yuyun telah membeli batubara dari para penambang antara lain, Kapten AY dari Kodam di Balikpapan sebanyak 10 kontainer dengan harga Rp.80 juta, Fadilah; petani yang dikoordinasikan oleh Letkol Purn. HI sebanyak 16 Kontainer dengan harga Rp.8 juta perkontainer total harga Rp.108 juta.

Lalu dari Agus Rinawati; petani, sebanyak 10 Kontainer dengan harga Rp.7 juta per kontainer. Terakhir, dari penambang bernama Rusli sebanyak 21 Kontainer dengan harga Rp.7 juta per kontainer dan telah dibayarkan lunas sebesar Rp.147 juta.

“Batubara yang telah diterima terdakwa berjumlah total 1.140 Ton yang kemudian dimasukkan ke dalam karung-karung yang telah dimuat ke dalam 57 kontainer, tulis dalam dakwaan JPU Hajita.

Masih dalam dakwaan, batubara ilegal itu kemudian dikemas menggunakan kontainer berwarna biru dan diangkut menggunakan jasa shipping atau jasa pelayaran KM. MERATUS CILEGON SL236S milik PT Meratus Line menuju Surabaya melalui jalur laut.

KM. MERATUS CILEGON SL236S lalu berangkat dari Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal Balikpapan menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Kemudian KM. Meratus Cilegon SL236S yang memuat 57 kontainer berisikan Batubara tersebut sandar di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, lalu melakukan bongkar dan menempatkan 57 kontainer yang berisikan Batubara di Blok G Depo Meratus Tanjung Batu, Kelurahan Perak Barat, Kecamatan Krembangan, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur.

Hingga akhirnya, Tim dari Unit 5 Subdit V Dittipidter Bareskrim Polri menangkap 57 kontainer yang berisikan batubara yang rencananya akan dijual oleh terdakwa ke industri atau pabrik di wilayah Surabaya dan sekitarnya dengan harga Rp.26,5 per kontainer. Tok

Kasus Penipuan Geprek Joder Ka Dhani Tak Kunjung Naik Sidik Setelah 8 Bulan

Surabaya, Timurpos.co.id – Isu reformasi Polri untuk menjadi lebih profesional, transparan, dan akuntabel seolah hanya isapan jempol. Kasus dugaan penipuan investasi pembukaan outlet ayam geprek “Joder Ka Dhani” yang ditangani Polrestabes Surabaya hingga kini tak kunjung menemukan titik terang. Sudah 8 bulan berjalan, status perkara masih berada di tahap penyelidikan.

Kasus ini bermula ketika M. Raihan Al Ayyubi melaporkan pemilik usaha Ayam Geprek Joder Ka Dhani, Indrata Surya Rakhmadhani, atas dugaan penipuan dan penggelapan.

Raihan membuat laporan polisi pada 20 Maret 2025 dengan Nomor: LP/B/268/III/2025/SPKT/Polrestabes Surabaya/Polda Jatim.

“Saya menyetor uang Rp150 juta kepada terlapor untuk pembukaan outlet. Tapi sampai sekarang tidak ada realisasi sama sekali,” ujar Raihan, Rabu (3/12/2025).

Ia mengaku sudah berulang kali mempertanyakan perkembangan perkara, baik secara langsung maupun melalui SP2HP, namun selalu dijawab “masih pendalaman”, padahal ahli pidana telah dihadirkan dalam gelar perkara.

“Bukti dan keterangan saksi saya rasa sudah cukup kuat untuk naik penyidikan. Tapi tetap saja tidak ada kepastian,” tegasnya.

Lelah dengan proses yang dianggap berlarut-larut, Raihan akhirnya melapor ke Wassidik Propam Polda Jatim karena menilai penyidik tidak serius menangani perkaranya.

“Saya harus bolak-balik Jakarta–Surabaya untuk menanyakan perkembangan laporan yang terkesan jalan di tempat,” keluhnya.

Raihan mengaku menerima informasi pada 19 November 2025 bahwa perkara telah naik ke tahap penyidikan, namun ia belum menerima SP2HP sebagai bukti resmi.

“Katanya sudah penyidikan, tapi sampai hari ini saya belum menerima SP2HP,” tandasnya.

Di sisi lain, kasus ini semakin melebar. Muncul lima korban baru yang juga melaporkan Indrata atas perkara serupa melalui LP/B/1306/XL/2025/SPKT/Polrestabes Surabaya/Polda Jatim, dijerat Pasal 379a KUHP tentang penipuan dengan kerugian material.

Polisi dan Kejaksaan Beri Pernyataan Berbeda

Kasi Humas Polrestabes Surabaya AKP Rina Shanty Dewi saat dikonfirmasi menyebut bahwa perkembangan perkara sudah dikirim.“SP2HP sudah dikirim ke pelapor,” ujarnya singkat melalui WhatsApp.

Namun penyidik bernama Arya yang menangani perkara ini, saat dikonfirmasi kebenaran informasi tersebut, tidak memberikan respon hingga berita ini dipublikasikan.

Berbeda dengan kepolisian, Kejaksaan Negeri Surabaya justru telah memastikan bahwa perkara ini sudah naik penyidikan.

Kasi Intelijen Kejari Surabaya Putu Arya Wibisana mengonfirmasi bahwa SPDP atas nama terlapor Indrata telah diterima pada 25 November 2025.“SPDP sudah masuk kemarin. Jaksa Penuntut Umum yang menangani adalah Pak Suparlan,” jelas Putu.

Kasus ini menjadi sorotan publik, terutama terkait transparansi dan kinerja penyidik yang diduga lamban menangani perkara dengan korban lebih dari satu orang. Publik menantikan komitmen Polri dalam penegakan hukum yang profesional tanpa tebang pilih. Tok

Komisi C DPRD Surabaya Gelar Hearing Soal Akses Jalan di Rungkut Tengah: BPN Akui Ada Kekeliruan Administrasi

Surabaya, Timurpos. co.id – Polemik akses jalan dan status kepemilikan lahan di kawasan Rungkut Tengah III D/32, Kecamatan Gunung Anyar, akhirnya mendapat perhatian serius Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya. Komisi C sebagai mitra kerja bidang pembangunan dan infrastruktur menggelar hearing bersama para pihak di Ruang Rapat Komisi C DPRD Surabaya, Selasa (2/12).

Dalam pertemuan tersebut, terungkap fakta mengejutkan ketika pihak BPN Surabaya II yang diwakili Gufron menyebut bahwa terdapat kekeliruan dalam penerbitan gambar sertifikat bidang tanah terkait sengketa ini.

“Dalam perkara ini, BPN-lah Dzolim (maladminitrasi) dengan mengeluarkan gambar sertifikat ini. Kami berharap kedua belah pihak dapat duduk bersama, dan kami siapkan ruang mediasi di BPN,” ujar Gufron dalam hearing.

Pernyataan tersebut dikuatkan kuasa hukum Agus Andy Wibowo, Rizal Husni Mubarok, bahwa pada saat proses pengukuran tanah, kliennya tidak pernah didampingi dan tidak diajak memastikan batas-batas lahannya.

Sementara itu, pihak Kecamatan Gunung Anyar juga meminta Komisi C agar menghadirkan PT SIER dalam pertemuan lanjutan guna memperjelas batas sepadan tanah dan akses jalan di lingkungan tersebut.

Komisi C DPRD Surabaya menetapkan sejumlah langkah tindak lanjut:

1. BPN Surabaya II akan melakukan tinjau lapangan pada 8 Desember 2025 pukul 09.00 WIB untuk verifikasi peta dan batas tanah bersama semua pihak terkait.

2.BPN akan melakukan pra-mediasi
setelah uji lapangan guna penyelesaian administrasi sengketa pertanahan.

3.Lurah Rungkut Tengah diminta melakukan mediasi sosial
untuk mencegah potensi konflik antara pemilik lahan dan penghuni kos.

4. Surat Keterangan kelurahan harus direvisi dan disesuaikan dengan data legal yang merujuk pada Buku C agar tidak memicu penafsiran ganda.

Rapat tersebut dipimpin langsung Ketua Komis C DPRD Kota Surabaya, Eri Irawan serta menghadirkan Kantor Pertanahan Surabaya II, Dinas SDA dan Bina Marga, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Kecamatan Gunung Anyar, Kelurahan Rungkut Tengah, serta Ketua RT/RW setempat.

Hearing ini secara khusus membahas penyelesaian akses jalan dan legalitas tanah yang selama ini menjadi sengketa, di mana jalur yang diklaim sebagai akses umum ternyata tercatat sebagai lahan pribadi berdasarkan Buku C. Tok

Ormas Jawara Bersatu Salurkan Bantuan Logistik Pengungsi Erupsi Semeru di Lumajang

Lumajang, Timurpos.co.id – Organisasi Masyarakat Gerakan Pemuda Jawa Madura Bersatu, atau yang dikenal dengan Jawara Bersatu, menyalurkan bantuan logistik kepada para pengungsi korban erupsi Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang. Selasa (2/12).

Bantuan difokuskan untuk memenuhi kebutuhan mendesak para pengungsi, terutama bahan makanan dan perlengkapan tidur.

Penyaluran dilakukan di beberapa titik pengungsian, termasuk Desa Pronojiwo dan Supit Urang. H. Hasan, Ketua Pembina DPP Jawara Bersatu yang berkantor di Jalan Asem Bagus 4 No. 1 Surabaya, menyampaikan bahwa paket bantuan yang disalurkan berjumlah 500 kantong berisi beras, mi instan, minyak tanah, serta perlengkapan tidur berupa kasur lipat, bantal, dan guling.

Rombongan Jawara Bersatu berangkat dari Surabaya menuju Lumajang dengan menggunakan 20 unit mobil dan 1 truk pengangkut logistik. Total 85 anggota turut serta dalam misi kemanusiaan ini, terdiri dari perwakilan DPP, DPD, hingga DPC.

H. Hasan menambahkan bahwa sejumlah pengurus turut hadir secara langsung dalam pembagian bantuan kepada para pengungsi, di antaranya Suhaili selaku Ketua Jawara Bersatu DPC Surabaya, Eko Ketua DPC Sidoarjo, H. Riborn Ketua Jawara Community, serta dukungan armada tambahan berupa 25 unit mobil, 1 ambulans, dan 1 truk logistik.

Kedatangan rombongan Jawara Bersatu disambut hangat oleh warga di lokasi pengungsian. Banyak pengungsi menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas bantuan yang dinilai sangat bermanfaat bagi mereka di tengah kondisi darurat akibat erupsi Gunung Semeru. M12