Timur Pos

Diduga Gelapkan Dana Penjualan Gudang Sekitar Rp200 Juta, Dua Kurator Dipolisikan

Foto: Edo Prasetyo Tantiono Tunjukan Bukti Laporan Polisi

Surabaya, Timurpos.co.id – Kisruh perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), CV Zion memasuki babak baru setelah dua kurator, Melanny Lassa dan Ester Immanuel Gunawan, yang berkantor di Pakuwon Center, Tunjungan Plaza Surabaya, dilaporkan ke polisi atas dugaan penggelapan dana hasil penjualan aset perusahaan.

Laporan tersebut dibuat oleh Alif Maulana, karyawan CV Zion, ke Polres Malang terkait dugaan adanya selisih dana sekitar Rp200 juta dari transaksi penjualan gudang milik perusahaan.

Kuasa hukum buruh CV Zion, Edo Prasetyo Tantiono, menjelaskan bahwa CV Zion dinyatakan pailit pada 22 Maret 2022, dan kedua kurator tersebut ditunjuk untuk mengurus seluruh proses kepailitan. Namun dalam prosesnya, Edo menyebut muncul kejanggalan serius terkait penjualan salah satu aset pailit berupa gudang di Malang.

“Kurator menjual gudang tersebut dengan total nilai Rp1,9 miliar, terdiri dari DP Rp170 juta dan pelunasan Rp1,73 miliar. Semua dana itu masuk ke rekening kurator dengan keterangan transaksi yang jelas. Tetapi kepada hakim pengawas, kurator hanya melaporkan angka Rp1.698.272.000,” ungkap Edo di Surabaya, Selasa (9/12).

Laporan ke Polisi Berjalan di Tempat
Edo mengatakan pihaknya telah melaporkan dua kurator tersebut ke Polres Malang atas dugaan penggelapan. Namun ia menilai proses penanganan laporan justru tidak berjalan sebagaimana mestinya.

“Selama 7 bulan, status perkara masih di tahap penyelidikan. Hasil gelar perkara justru mengarahkannya menjadi perkara perdata, padahal menurut kami jelas-jelas ada unsur pidana. Mengapa aparat tidak berani bertindak tegas?” tegasnya.

Gaji 11 Buruh Tidak Dibayar, Kreditur Lain Justru Dilunasi

Edo juga membeberkan kejanggalan lain terkait pendistribusian aset pailit. Menurutnya, 11 buruh CV Zion tidak menerima gaji mereka sama sekali, sedangkan kreditur separatis—including pihak bank—justru menerima pembayaran penuh sekitar Rp1,2 miliar.

Padahal, sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi No. 67/PUU-XI/2013, upah buruh merupakan hak yang harus didahulukan dalam proses kepailitan.

“Buruh justru mendapat 0 rupiah, sementara kreditur separatis dibayar penuh. Ada apa ini? Putusan MK jelas mengutamakan hak buruh,” ujar Edo.

Melihat banyaknya kejanggalan, Edo meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengawal penuh penanganan laporan tersebut.

“Kami mohon Kapolri turun tangan. Jangan sampai perkara pidana dibelokkan menjadi perdata. Ini perjuangan hak buruh, hak orang kecil yang bergantung pada gajinya,” ujarnya.

Edo menegaskan bahwa buruh hanya menuntut hak normatif mereka, yakni gaji yang hingga kini belum dibayarkan sejak perusahaan dinyatakan pailit.

Terpisah atas laporan tersebut, Ester Immanuel Gunawan Kurator saat dikonfirmasi menyebutkan, bahwa Kepailitannya sudah berakhir pak. Yang jelas kami kurator tidak melakukan penggelapan karena kami bekerja sesuai penetapan hakim pengawas. Jadi laporan dugaan itu tidak benar pak.

“Dari pihak penyidik, bahkan sudah mengundang pihak pelapor dan Kuasa Hukum untuk konfrontasi di Polres Malang. Tapi pihak pelapor dan Kuasa Hukum tidak pernah mau hadir. Justru kami kurator yang di kriminalisasi Pak.” Ujarnya.

Untuk diketahui, perkara ini telah dilaporkan melalui Laporan/Pengaduan Nomor:LPM/537/V/2025/SPKT.SATRESKRIM/POLRES MALANG/POLDA JAWA TIMUR pada 30 Mei 2025. Tok

Kasus PT DABN: Kejati Amankan Dana Rp47 Miliar dan USD 421.046

Surabaya, Timurpos.co.id – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur menyita uang sebesar Rp47,28 miliar dan USD 421.046 dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan jasa pelabuhan di Pelabuhan Tanjung Tembaga, Probolinggo, yang melibatkan PT Delta Artha Bahari Nusantara (PT DABN) sejak 2017 hingga 2025.

Pengumuman penyitaan tersebut disampaikan bertepatan dengan Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2025, dipimpin langsung Kepala Kejati Jatim, Agus Sahat, di Kantor Kejati Jatim, Selasa (9/12/2025).

“Total penyitaan mencapai Rp47.286.120.399 dan 421.046 dolar AS. Semua aset kami amankan dalam rangka penyidikan dan menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari BPKP,” ujar Kajati.

Rincian Penyitaan Aset

Kejati Jatim melakukan pemblokiran serta penyitaan terhadap 13 rekening perbankan milik PT DABN di lima bank nasional. Rinciannya:

Uang tunai pada rekening PT DABN: Rp33.968.120.399,31 dan USD 8.046,95

Enam deposito di BRI dan Bank Jatim: Rp13,3 miliar serta USD 413.000

Total penyitaan: Rp47,268 miliar dan USD 421.046

Selain uang, Kejati Jatim juga mengamankan aset pengelolaan PT DABN melalui rapat koordinasi dengan Biro Perekonomian Pemprov Jatim, KSOP Probolinggo, PT PJU, dan PT DABN, yang menghasilkan Perjanjian Pengelolaan Keuangan Tanjung Tembaga pada 22 September 2025.

Dalam proses penyidikan, penyidik telah memeriksa 25 saksi, termasuk pejabat Pemprov Jatim, pengawasan BUMD, dan pihak swasta. Dua ahli hukum pidana dan keuangan negara juga telah dimintai keterangan.

“Termasuk pejabat Pemprov Jatim yang membidangi BUMD di sektor perekonomian,” terang Kajati.

Sepanjang 2025, Kejati Jatim menangani 154 perkara penyidikan dengan nilai penyelamatan keuangan negara mencapai Rp288 miliar dan USD 421.046.

Kasus ini bermula dari upaya Pemprov Jatim mengelola Pelabuhan Probolinggo. Karena tidak memiliki Badan Usaha Pelabuhan (BUP), pengelolaan dialihkan kepada PT DABN melalui Dishub Jatim, meskipun PT DABN bukan BUMD. PT DABN merupakan anak perusahaan PT Jatim Energy Services (PT JES) yang kemudian diakuisisi PT Petrogas Jatim Utama (PT PJU) pada 2016.

Melalui surat Gubernur pada 2015, PT DABN diusulkan ke Kementerian Perhubungan sebagai BUMD pemegang izin BUP, padahal secara hukum perusahaan tersebut belum memenuhi syarat untuk menerima hak konsesi.

Permasalahan kian menguat setelah penyertaan modal daerah sebesar Rp253,64 miliar disalurkan melalui PT PJU dan diteruskan ke PT DABN. Tindakan ini dinilai melanggar UU Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 333 ayat 2, yang melarang pemerintah daerah memberi penyertaan modal kepada selain BUMD.

“Penunjukan PT DABN sebagai pengelola pelabuhan tidak sah secara hukum dan merupakan tindakan menyimpang,” tegas Agus Sahat.

Menunggu Perhitungan BPKP

Saat ini Kejati Jatim masih menunggu hasil resmi penghitungan kerugian negara oleh BPKP, yang akan menjadi dasar penetapan tersangka.

“Kami pastikan penanganan perkara dilakukan profesional, transparan, dan berkomitmen penuh untuk penyelamatan keuangan negara,” tutur Kajati. Tok

Pembangunan Desa Purworejo Jadi Sorotan: Transparansi Anggaran Dipertanyakan,

Mojokerto, Timurpos.co.id – Pelaksanaan pembangunan di Desa Purworejo, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto, menjadi sorotan publik setelah sejumlah warga mengungkap dugaan kejanggalan serta minimnya transparansi anggaran. Proyek rabat beton yang menggunakan Dana Bantuan Khusus (BK) senilai Rp 392 juta dari APBD diduga tidak sesuai prosedur serta tertutup dari akses informasi masyarakat.

Keluhan ini berawal dari pernyataan seorang tokoh masyarakat berinisial YU, mantan Ketua BPD yang kini mengelola BUMDes setempat. Dalam sebuah obrolan, YU mengibaratkan anggaran pembangunan sebagai “tumpeng”, sementara masyarakat maupun LSM yang mempertanyakan anggaran dianggap sebagai “lalat”. Ucapan tersebut memicu keresahan warga karena dinilai merendahkan hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengawasan pembangunan desa.

Salah satu warga, sebut saja X, mengungkapkan bahwa selama memantau jalannya pembangunan, ia menemukan banyak hal yang dinilai tidak sesuai ketentuan. Upayanya untuk menyampaikan kritik justru dianggap sebagai pengganggu, dan berbagai pertanyaan terkait anggaran tidak pernah ditanggapi dengan layak.

“Setiap kami meminta RAB, selalu ditolak dengan berbagai alasan. Padahal kami punya hak untuk mengetahui penggunaan anggaran desa,” ungkapnya.

Pada 2 Desember 2025, tim media mendatangi lokasi proyek rabat beton di Dusun Mojodadi. Dari hasil peninjauan, ditemukan material urugan yang digunakan bukan sertu (pasir batu), melainkan abu batu rijek, yang secara kualitas tidak sesuai standar umum pekerjaan rabat beton.

Ketika dikonfirmasi, mandor proyek berdalih bahwa penggunaan material tersebut “menyesuaikan pesanan dan kondisi lokasi”. Namun, pernyataan ini dinilai tidak cukup menjelaskan penyimpangan dari spesifikasi teknis.

Lebih jauh, posisi Ketua TPK dijabat oleh Kepala Dusun berinisial NP, yang dinilai bertentangan dengan sejumlah regulasi terkait potensi konflik kepentingan.

Pada 8 Desember 2025, media kembali melakukan konfirmasi ke Kantor Desa Purworejo. Kepala Desa tidak berada di tempat, dan pihak yang memberikan keterangan adalah Sekretaris Desa berinisial Y.

Sekretaris desa tersebut menyatakan bahwa tidak semua orang berhak mengetahui atau meminta RAB pembangunan.

“Tidak semua orang bisa melihat dan memeriksa kegiatan desa, apalagi meminta RAB,” ujarnya.

Namun pernyataan tersebut bertolak belakang dengan sejumlah regulasi, antara lain:

UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang menjamin hak setiap warga untuk memperoleh informasi anggaran.
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 24 tentang asas keterbukaan; Pasal 26 ayat (4); serta Pasal 68 yang menegaskan hak masyarakat meminta dan mendapatkan informasi dari pemerintah desa.
Larangan rangkap jabatan perangkat desa sebagaimana diatur dalam PP 43/2014, Permendagri 83/2015, dan perubahannya.

Minimnya akses terhadap informasi anggaran dikhawatirkan membuka ruang bagi dugaan penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang.

Masyarakat Desa Purworejo berharap pemerintah desa segera membuka RAB dan dokumen pendukung pembangunan lainnya sebagai bentuk akuntabilitas. Kurangnya keterbukaan dinilai berpotensi menimbulkan kecurigaan publik, termasuk dugaan tindak pidana korupsi (Tipidkor).

“Pembangunan itu uang negara, bukan milik pribadi. Masyarakat berhak tahu,” ujar salah satu warga.

Hingga berita ini diturunkan, pihak pemerintah desa belum memberikan penjelasan resmi terkait temuan dan keluhan tersebut. M12

Sudah Bayar Pemindahan Tiang, Kabel PLN Masih Bahayakan Rumah Warga

Surabaya, Timurpos.co.id – Warga di kawasan Surabaya Utara mengeluhkan keberadaan kabel listrik PLN yang melintang tepat di atas bangunan rumah lantai dua milik H.Samsul Arifin. Kondisi ini dinilai sangat mengganggu kenyamanan serta menimbulkan rasa khawatir atas potensi bahaya yang mengancam keselamatan keluarga penghuni rumah.

Dalam aduannya, H. Samsul melalui kuasa hukumnya, Andi Wijatmiko, SH, menyampaikan bahwa persoalan ini bukanlah kejadian baru. Sebelumnya, pada Februari 2024, pemilik rumah telah mengajukan permohonan pemindahan tiang listrik yang berada di dalam halaman rumahnya kepada PT PLN (Persero) Wilayah Surabaya Utara. Setelah melalui proses panjang, tiang tersebut akhirnya dipindahkan pada Juli 2024 sebagaimana dibuktikan lewat dokumen resmi yang telah dilampirkan.

Namun, meski tiang telah dipindah, permasalahan baru justru muncul. Kabel listrik PLN kini tetap melintang sangat rendah dan berada tepat di atas teras lantai dua rumah warga. Posisi kabel yang demikian membuat penghuni rumah merasa takut, tidak nyaman, serta khawatir akan risiko korsleting atau kejadian yang membahayakan jiwa.

Tak hanya itu, dalam proses pemindahan tiang listrik, pemilik rumah juga dibebankan biaya cukup besar yakni Rp 26.733.578 untuk pemindahan tiang dan Rp 1.750 sebagai biaya administrasi. Meski telah memenuhi kewajiban tersebut, penataan kabel dinilai tidak tuntas dan masih mengancam keselamatan.

“Keluarga merasa was-was setiap hari karena kabel itu tepat di atas area yang sering digunakan beraktivitas. Kami berharap PLN segera mengambil tindakan untuk memindah atau menggeser kabel ke lokasi yang lebih aman,” ujar Andi

Melalui surat resmi bertanggal 13 November 2025, pihak warga kembali meminta agar PLN melakukan penanganan segera sesuai kewenangan, demi menghindari risiko kecelakaan listrik dan memberikan rasa aman bagi penghuni rumah.

H. Samsul berharap pihak PLN dapat merespons keluhan ini dengan cepat, mengingat menyangkut keselamatan dan keamanan lingkungan pemukiman.

Terpisah Pihak PLN saat dikonfirmasi, melalui Joko menyebutkan, terkait permohonan yang dimaksud Sekarang masih proses di bidang hukum PLN.

“Masih proses di bidang hukum PLN, ” Bebernya. Tok

 

Istri Sah Pegawai Temprina Laporkan Dugaan Penelantaran dan Kesaksian Palsu ke Polda Jatim

Sidoarjo, Timurpos.co.id – Hartati Anggraeni Saputri, warga Sidoarjo, menyampaikan rilis resmi terkait dugaan penelantaran rumah tangga hingga pemberian keterangan palsu di bawah sumpah yang diduga dilakukan suaminya, Aris Gunawan, seorang Asisten Manager di PT Temprina Media Grafika. Senin (8/12).

Hartati mengaku terkejut setelah mengetahui bahwa suaminya mengajukan proses cerai secara diam-diam di Pengadilan Agama Nganjuk, meski keduanya selama ini berdomisili di Sidoarjo.

Dalam keterangannya, Hartati menegaskan bahwa ia adalah istri sah Aris Gunawan. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai dua anak, yakni Chelsea Nabila Anandita Putri dan Muhammad Alkhalifi Lexa Vizcarra.

Hartati mengungkap bahwa keretakan rumah tangganya bermula ketika anak pertamanya berusia lima tahun. Ia mengetahui suaminya berselingkuh, namun memilih memaafkan demi menjaga keutuhan keluarga. Namun, peristiwa serupa kembali terjadi ketika anak pertamanya menginjak usia 12 tahun.

Puncaknya terjadi pada April 2025. Menurut Hartati, Aris kembali menjalin hubungan dengan rekan kerjanya bernama Meiriska Dina Anggar. Bahkan, Aris sempat meminta izin untuk berpoligami demi menikahi perempuan tersebut, namun Hartati dengan tegas menolak.

Segala upaya penyelesaian secara baik-baik telah dilakukan Hartati, termasuk mencoba berbicara langsung dengan perempuan tersebut. Namun, upayanya tidak mendapat tanggapan hingga akhirnya Aris meninggalkan rumah sejak Mei 2025.

Hartati mengaku terpukul ketika pada 18 Agustus 2025, Aris datang membawa salinan akta cerai. Ia mengaku tidak mengetahui adanya gugatan maupun proses sidang.

Lebih janggal lagi, proses perceraian tersebut dilakukan di Pengadilan Agama Nganjuk, padahal pasangan ini menetap di Sidoarjo.

“Karena kejanggalan-kejanggalan itu, saya langsung menunjuk pengacara Muhammad Faisal SH MH untuk memastikan kebenarannya,” ujar Hartati.

Pada 21 Agustus 2025, ia menerima salinan resmi putusan cerai talak Nomor 1188/Pdt.G/PA.Ngj, yang diputus pada 7 Juli 2025. Dari dokumen itu, Hartati menemukan banyak data yang menurutnya tidak sesuai fakta dan diduga dipalsukan.

Dalam putusan disebutkan bahwa Hartati tinggal di Dusun Waung, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk. Ia menegaskan bahwa ia tidak pernah tinggal di alamat tersebut dan tidak mengenal Ali Arifin, orang yang disebut menerima panggilan sidang atas namanya.

Selain itu, dalam putusan dinyatakan bahwa ia tidak memiliki anak, padahal ia memiliki dua anak dengan bukti akta kelahiran.

Dugaan Kesaksian Palsu
Hartati juga menyoroti kesaksian dua saksi persidangan, yakni Umi Fatikoh Binti Sutikno dan Dian Monalisa Binti Sugeng. Kedua saksi tersebut disebut memberikan keterangan palsu, di antaranya menyebut bahwa Hartati tidak memiliki anak dan pernah meninggalkan rumah selama satu tahun.

Hartati menegaskan bahwa ia tidak mengenal kedua saksi itu dan tidak pernah berpindah dari rumahnya di Sidoarjo.

Lapor ke Polda Jawa Timur
Merasa dirugikan dan menjadi korban ketidakadilan, Hartati bersama kuasa hukumnya melaporkan dugaan tindak pidana tersebut ke Polda Jawa Timur.

Laporan tersebut terdaftar dengan Nomor: LP/1561/XI/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR, tertanggal 4 November 2025. Laporan ini mencakup dugaan memberikan keterangan palsu di bawah sumpah (Pasal 242 KUHP) dan dugaan penelantaran rumah tangga (Pasal 49 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT).

Ia menegaskan bahwa laporan dibuat tanpa tekanan dari pihak mana pun.

Penasihat hukum pelapor, Muhammad Faisal SH MH, menjelaskan bahwa langkah pidana ini merupakan bagian dari strategi hukum jangka panjang. Hasil putusan pidana nantinya akan digunakan sebagai novum untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan cerai talak di PA Nganjuk.

“Tujuan utama laporan ini adalah membuka fakta sebenarnya di persidangan pidana. Hasilnya akan menjadi bukti baru dalam permohonan PK ke Mahkamah Agung,” tegas Faisal. Tok

Polisi Lakukan Penyelidikan Kasus Dugaan Pencabulan di Hotel Best Surabaya

Foto: ilustrasi (int) 

Surabaya, Timurpos.co.id – Buntut laporan SRD siswi SMU di Polda Jatim terkait dugaan pencabulan dan penganiayaan yang dilakukan oleh Rivaldi dan seorang cewek yang mengajuku istrinya di Hotel Best Surabaya di Jalan Kedungsari No.29, Wonorejo, Kec. Tegalsari, Surabaya, Pihak Hotel Best Surabaya berkelit tidak tahu menahu terkait perkara tersebut. Jumat (5/12).

Sebelumnya kuasa hukum SRD menyebutkan, bahwa saat kliennya dalam kondisi mabuk setelah diduga dicokoki minimum beralkohol dibujuk oleh Rivaldi (RB) untuk diantar pulang dengan transportasi online. Namun, SRD justru dibawa ke Best Hotel Surabaya, di mana ia diduga mengalami percobaan pemerkosaan, pencabulan, dan penganiayaan oleh RB,” ungkapnya.

Saat di dalam kamar hotel, RB yang sudah dalam keadaan telanjang berusaha melakukan pemerkosaan. SRD melakukan perlawanan dan berteriak. RB kemudian menjambak rambut SRD hingga rontok, menggigit leher, dan mencengkeram tangannya hingga memar.

“Saat kejadian, seorang wanita yang mengaku sebagai istri RB datang dan menggedor pintu kamar. RB masuk ke kamar mandi, dan SRD berusaha melarikan diri. Saat membuka pintu, sudah ada seorang wanita yg mengaku sebagai istri pelaku. Wanita tersebut bersama petugas Best Hotel Surabaya. Seketika wanita yg mengaku istri pelaku tersebut langsung menampar, menjambak, dan menyeret SRD, menuduhnya sebagai perebut laki orang (pelakor),” beber Renald.

Baca Juga: Merasa Difitnah Selebgram Jessica Menempuh Jalur Hukum Laporkan Penyebar Postingan IG di Polda Jatim

Pihak Best Hotel Surabaya, sambung Renald, kemudian menggiring SRD keluar dari kamar hotel tanpa memberikan kesempatan untuk mengambil barang-barang atau merapikan pakaiannya yang telah dibuka paksa oleh RB. “Akibat kejadian ini, SRD mengalami luka lebam, sakit di beberapa bagian tubuh, dan trauma psikis,” imbuhnya.

Saat awak media mencoba mengkonfirmasi. Melalui pesan whatsapp, pihak Hotel menyebutkan tidak tahu menahu. “Kami tidak tahu menahu kasus itu kak, “singkatnya melalui Whatsapp.

Sementara pihak terlapor Rivaldi saat dikonfirmasi belum memberikan penjelasan, senanda pihak polda Jatim juga belum ada komentar terkait perkara tesebut.

Terpisah Black Owl menegaskan, bahwa Rivaldi sudah tidak bekerja lagi di Black Owl. “Mohon maaf untuk karyawan yang bersangkutan tidak berkerja di Black Owl lagi kak.”Katanya

Disinggung apakah Rivaldi dipecat atau dipindahkan, Black Owl belum memberikan penjelasan secara detail. “Nomor ini hanya untuk reservasi ya kak, Terimakasih, ” Benernya.

Perlu diketahui perkara ini dilaporkan ke Polda Jatim berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Laporan, Nomer: LP/B/15251X/2025, SEKI/POLDA JAWA TIMUR, tertanggal 23 Oktober 2025 lalu dan pihak Polda jatim membenarkan sudah menerima laporan tersebut. Hal ini diungkapkan Kombes Pol Jules Abast sebagai Kabid Humas Polda Jatim.

“Iya mas. Sudah diterima laporannya. Saat ini sudah dilakukan penyelidikan. Telah ada beberapa saksi yang dimintai keterangan.” Kata Kombes Pol Jules Abast kepada Timurpos.co.id baru-baru ini.

Rivaldi dilaporkan dugaan Tindak Pidana Pencabulan terhadap Anak dan atau Keketasah terhadap Anak dan atau Penganiayaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 Jo Pasal 76E UU No. 17 fahun vot6 tentang Perubahan Kedua tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 80 Jo Pasal 76C UU No. 38 Tahun &0td tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 352 KUHP, yang terjadi di Best Hotel Surabaya di Jl. Kedungsari No. 29 Wonorejo Kec. Tegalsari Kota Surabaya, Jawa Timur, yang terjadi pada 17 Oktober 2025. Tok

Kasus Otty Savitri Mandek Bertahun-tahun, Kuasa Hukum: “BPN II Surabaya Harus Tobat, Jangan Tunggu Kiamat”

Surabaya, Timurpos.co.id – Kuasa hukum Otty Savitri Dahniar Octafianti, Jelis Lindriyati, kembali mengecam lambatnya respons Badan Pertanahan Nasional (BPN) II Surabaya dalam menindaklanjuti putusan pengadilan terkait sengketa sertifikat tanah kliennya. Jelis menyebut seluruh upaya hukum yang ditempuh sejak bertahun-tahun lalu termasuk surat resmi kepada Menteri ATR/BPN Nusron Wahid hingga Presiden RI Prabowo Subianto tidak membuahkan hasil nyata.

Menurut Jelis, persoalan yang menimpa Otty Savitri bermula dari kasus penipuan utang-piutang yang kemudian diproses seolah-olah sebagai transaksi jual beli, sehingga sertifikat rumah korban berpindah tangan. Padahal, putusan pengadilan tahun 2020 telah secara tegas memerintahkan BPN untuk membatalkan balik nama tersebut.

Namun, kondisi di lapangan justru berlawanan. “BPN 2 Surabaya malah melakukan perbuatan melawan hukum dengan tetap memproses balik nama. Bahkan pada 2021 sertifikat itu kembali dialihkan ke orang lain. Jadi ada dua kali proses balik nama, Pak,” kata Jelis.

Kini, dalam kondisi ekonomi yang kian terjepit, Otty Savitri hanya mengandalkan pendapatan dari berjualan gorengan di bazar UMKM. Hilangnya sertifikat rumah membuat kehidupannya makin terpuruk karena dokumen yang seharusnya menjadi jaminan tertinggi justru berada di luar kendalinya.

Dengan suara bergetar, Jelis menggambarkan kondisi kliennya.
“Kami memohon perlindungan. Hidupnya sangat terpuruk, beliau tidak punya apa-apa sekarang. Padahal sertifikat itu hak kepemilikan tertinggi,” ujarnya.

Pengadilan Negeri Surabaya disebut telah mengirimkan surat kepada Kepala BPN 2 Surabaya untuk mempersiapkan sertifikat sebagai objek eksekusi, namun pelaksanaan eksekusi terus tertunda tanpa kepastian.

“Mau pemberitaan, batal. Mau pengukuran, batal. Gelar internal sudah, katanya mau evaluasi lagi. Evaluasi sampai kapan tidak jelas,” tegasnya.

Ia juga menyoroti sikap Kepala Seksi Sengketa dan Konflik BPN 2 Surabaya, Ghufron Munif, yang dinilai kerap memberikan alasan berbeda setiap kali dimintai kejelasan jadwal. Upaya menemui pejabat Kanwil pun berulang kali gagal tanpa penjelasan rinci.

Menurut Jelis, situasi ini menunjukkan adanya dugaan pelanggaran kedisiplinan internal. Pengaduan sudah diajukan, namun tak ada tindak lanjut.

“Pembatalan sertifikat tidak dilaksanakan. Eksekusi tidak jalan. Sertifikat tidak kembali, padahal hukum sudah memerintahkan,” tambahnya.

Ia mempertanyakan sikap satu pejabat BPN yang tetap berpegang bahwa sertifikat telah sah berpindah ke pihak lain, meski putusan 2020 dengan jelas memerintahkan pembatalannya.

“Kenapa tahun 2021 malah diproses lagi? Mengapa kami disandera dengan alasan harus mempertemukan para pihak? BPN itu bukan mediator, tapi pelaksana putusan,” ujarnya.

Jelis berharap Menteri ATR/BPN hingga Satgas Mafia Tanah turun tangan langsung untuk menertibkan jajaran BPN.

“Yang bisa menertibkan kedisiplinan pegawai BPN ya kementerian dan presiden. Karena ini bukan hanya kasus kami saja,” tegasnya.

Ia bahkan menggambarkan BPN sebagai lembaga yang dinilai tak bergeming walau sudah ditegur berbagai pihak.

“Sudah kebal. Pengadilan sudah, pengacara sudah, tetap saja. Seperti orang sakit yang kebal obat,” ucapnya.

Jelis menegaskan, tanpa intervensi pimpinan tertinggi, pemulihan hak Otty Savitri akan terus terhambat.

“Dua hari sebelum kiamat pun orang BPN tidak akan berubah kalau tidak mau tobat. Yang bisa menundukkan hanya presiden dan menteri,” katanya.

Di akhir pernyataannya, Jelis menegaskan bahwa kliennya hanya menuntut hak yang telah dipastikan oleh putusan pengadilan. Mereka berharap sertifikat rumah Otty Savitri segera dikembalikan sesuai amar putusan dan perjuangan panjangnya mendapatkan titik terang. Tok

Keanehan Penanganan TKP Kematian Pengunjung Ibiza: Mengapa Klub Tetap Beroperasi?

Surabaya, Timurpos.co.id – Tetap beroperasinya Klub Ibiza Surabaya pasca tewasnya M. Aris alias Kentong (24), warga Taman, Sidoarjo, di area pintu masuk klub, memicu spekulasi liar dan dugaan adanya kejanggalan dalam penanganan perkara.

Korban sebelumnya disebut dugem di dalam klub sebelum terjadi dugaan penganiayaan brutal yang menyebabkan kematiannya. Polisi memang bergerak cepat menetapkan Andik (30) alias Galesong, yang ironisnya adalah teman korban, sebagai tersangka. Namun sejumlah prosedur penanganan TKP dinilai tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Sorotan Utama: Police Line Hanya di Sofa VIP

Pasca kejadian pada Kamis (27/11/2025) dini hari, aparat hanya memasang police line pada bilik VIP Sofa 2, titik yang diduga tempat awal keributan antara pelaku dan korban.

Namun selebihnya, operasional klub tetap berjalan seperti biasa. Tidak ada penutupan lokasi, meski rangkaian kejadian terjadi di satu bangunan yang sama, mulai adu mulut, dugaan penganiayaan, hingga korban ditemukan meninggal di pintu masuk.

Praktisi hukum Danny Wijaya, S.H., M.H., menyebut pemasangan police line terbatas seperti itu tidak sesuai prosedur standar penanganan TKP.

“Ini sangat janggal dan menyalahi SOP. Kenapa hanya bilik yang dipolice line? Padahal seluruh rangkaian kejadian terjadi dalam satu atap yang sama,” ujarnya.

Danny menegaskan bahwa penutupan lokasi harus dilakukan menyeluruh.“Jika penganiayaan terjadi di kamar sebuah rumah, apakah hanya kamarnya saja yang dipolice line? Tentu seluruh rumah harus diamankan. Itu prinsip menjaga keutuhan TKP.” tegasnya.

Menurutnya, police line yang terlalu sempit dapat menghilangkan jejak, barang bukti, hingga mengganggu proses penyidikan.

Dari sisi penegakan Perda, Tabrani, anggota Satpol PP Jawa Timur, mengatakan pihaknya sebatas memantau karena kasus sudah masuk ranah pidana.“Kami sudah memanggil pihak Ibiza pada 2 Desember 2025. Dan benar, Ibiza memiliki izin operasional. Kami juga pernah melakukan pengecekan lokasi,” jelasnya.

Perbandingan dengan Kasus Pentagon 2020: Kenapa Dulu Bisa Ditutup?

Situasi ini mengingatkan publik pada tragedi Diskotek Pentagon tahun 2020. Saat itu, Glenn Putiray tewas akibat pengeroyokan sesama pengunjung.

DPRD dan Pemkot Surabaya tegas mengeluarkan rekomendasi penutupan sementara operasional Pentagon hingga proses hukum tuntas.

Ketua DPRD Surabaya, Adi Sutarwijono, bahkan menegaskan: “Kami rekomendasikan penutupan sementara Pentagon sampai proses hukum selesai.” kata Adi.

Wali Kota Surabaya saat itu, Tri Rismaharini, langsung menyetujui kebijakan tersebut karena dianggap mengusik ketertiban kota dan merenggut nyawa pengunjung.

Dengan adanya kasus kematian pengunjung, sorotan publik kini mengarah pada:

1. Mengapa Ibiza tidak ditutup sementara, padahal ada korban tewas?
2. Mengapa police line hanya dipasang di bilik kecil, bukan seluruh area yang berpotensi menjadi rangkaian kejadian?
3. Apakah investigasi dapat berjalan objektif jika TKP tidak diamankan total?
4. Apakah ada standar ganda dalam penanganan tempat hiburan malam di Surabaya? M12

Kantor UPT PUBM Provinsi Jatim Hanya Ada Satpam

Mojokerto, Timurpos.co.id – Berdalih rapat dan giat luar, Alief Akbari, S.T., M.M., selaku Kepala UPT pengelolahan jalan dan jembatan PUBM (Dinas Pekerjaan Untuk Bina Marga) Provinsi Jawa Timur yang berada di jln. Raya Trowulan KM 61 Mojokerto sangat sulit di temui di kantornya.Tidak cuma kepala UPTnya, bahkan jajaran dan staf yang berwenang juga sulit ditemui.

Kesulitan awak media menemui kepala UPT dikarenakan ada suatu peraturan yang diterapkan pihak UPT pengolahan jalan dan jembatan Trowulan.

“Jika menemui pejabat UPT wajib janjian dulu atau mengirim surat terlebih dahulu baru bisa ketemu yang bersangkutan,” ungkap petugas keamanan atau satpam yang enggan menyebutkan namanya.

Peraturan yang diterapkan tersebut baru diketahui oleh awak media saat hendak melakukan konfirmasi kepada kepala UPT pengelolahan jalan dan jembatan guna menyampaikan temuan adanya dugaan pengerjaan jembatan yang terkesan asal-asalan pada hari Rabu, tanggal 3 Desember 2025.

Namun sayang, tidak satupun pejabat atau pegawai yang berwenang berhasil ditemui. Bahkan, terlihat petugas loby recepsionispun tidak ada. Yang menemui awak media hanya pihak security dan sempat sedikit beradu argumen karena petugas keamanan diduga sudah melebihi tugas dan kewenangannya sebagai petugas keamanan.

Dan selanjutnya, pada hari Kamis, tanggal 4 Desember 2025, kembali awak media mendatangi kantor UPT sekitar pukul 11.30 WIB. Dan kembali, hanya petugas keamanan yang menemui dan dengan jawaban yang sama.

“Bapak sedang rapat di luar,” ucap petugas kemanan.

Ketika ditanya apakah tidak ada pewakilan pejabat untuk bisa di konfirmasi, petugas keamanan menjawab semua pejabat yang berkaitan dengan pengerjaan proyek lagi rapat di luar.

Dengan adanya peraturan yang diterapkan oleh pihak UPT pengolahan jalan dan jembatan trowulan tersebut, amat disayangkan oleh semua pihak, khususnya para jurnalis ketika menjalankan tugas.

Mengingat, sejauh ini para jurnalis tidak semuanya mempunyai akses komunikasi dengan pejabat yang dimaksud dan jika harus melalui surat, belum tentu langsung ada tanggapan dari pihak terkait. Sedangkan, sajian pemberitaan yang terbaik adalah isi berita yang cepat,tepat dan akurat dan terpercaya. M12

Pegawai Black Owl Surabaya Dipolisikan Terkait Perkara Dugaan Pencabulan dan Penganiayaan Siswi SMU

Surabaya, Timurpos.co.id – Dugaan pencabulan dan penganiayaan terhadap anak di bawah umur, SRD, melibatkan rumah karoke Black Owl dan Best Hotel Surabaya. Diduga pelaku Rivaldi

merupakan karyawan Black Owl. Atas kejadian ini, korban melalui kuasa hukumnya, Renald Christopher, melaporkan kasus ini ke Polda Jatim.

Menurut Renald, kliennya SRD yang masih sekolah SMU kelas 11, pertama kali mengunjungi Black Owl Surabaya untuk menonton konser. Di sana, SRD ditawari oleh seorang karyawan untuk menginstal aplikasi Black Owl dengan iming-iming voucher diskon dan keanggotaan khusus senilai Rp 2.000.000 setiap minggunya. “Tawaran itu hanya diberikan kepada SRD, tidak kepada teman-temannya,” kata Renald, Rabu (3/12/25).

Kemudian Renald menyampaikan, pada 16 Oktober 2025, SRD kembali mendatangi Black Owl Surabaya untuk bertemu dengan seseorang yang ingin menggunakan jasanya sebagai penyanyi dan merayakan ulang tahunnya.

“Namun pertemuan tersebut batal karena kendala dari pihak yang mengajak bertemu. SRD kemudian ditawari minuman beralkohol dengan menggunakan voucher Black Owl oleh seorang waiter,” ucapnya.

Lebih lanjut Renald mengungkapkan bahwa seorang pekerja Black Owl Surabaya bernama RB kemudian menemani SRD dan diduga dengan sengaja mencekokinya dengan minuman beralkohol hingga mabuk.

“Dalam kondisi mabuk, SRD dibujuk oleh RB untuk diantar pulang dengan transportasi online. Namun, SRD justru dibawa ke Best Hotel Surabaya, di mana ia diduga mengalami percobaan pemerkosaan, pencabulan, dan penganiayaan oleh RB,” ungkapnya.

Saat di dalam kamar hotel, RB yang sudah dalam keadaan telanjang berusaha melakukan pemerkosaan. SRD melakukan perlawanan dan berteriak. RB kemudian menjambak rambut SRD hingga rontok, menggigit leher, dan mencengkeram tangannya hingga memar.

“Saat kejadian, seorang wanita yang mengaku sebagai istri RB datang dan menggedor pintu kamar. RB masuk ke kamar mandi, dan SRD berusaha melarikan diri. Saat membuka pintu, sudah ada seorang wanita yg mengaku sebagai istri pelaku. Wanita tersebut bersama petugas Best Hotel Surabaya. Seketika wanita yg mengaku istri pelaku tersebut langsung menampar, menjambak, dan menyeret SRD, menuduhnya sebagai perebut laki orang (pelakor),” beber Renald.

Pihak Best Hotel Surabaya, sambung Renald, kemudian menggiring SRD keluar dari kamar hotel tanpa memberikan kesempatan untuk mengambil barang-barang atau merapikan pakaiannya yang telah dibuka paksa oleh RB. “Akibat kejadian ini, SRD mengalami luka lebam, sakit di beberapa bagian tubuh, dan trauma psikis,” imbuhnya.

Terhadap kasus ini, Renald menilai bahwa terdapat kelalaian yang dilakukan oleh Black Owl Surabaya dan Best Hotel Surabaya. Black Owl Surabaya diduga telah lalai menerima dan melayani customer di bawah umur, menjual minuman beralkohol kepada anak di bawah umur.

“Ini melanggar melanggar Peraturan Menteri Perdagangan dan Peraturan Daerah Kota Surabaya, serta melanggar Surat Edaran Walikota Surabaya tentang Pembatasan Jam Malam bagi Anak di Surabaya,” tegasnya.

Selain itu, kata Renald, Black Owl Surabaya diduga lalai terhadap stafnya yang diduga telah mencekoki SRD dengan minuman beralkohol dan menggiringnya ke hotel, di mana SRD menjadi korban tindak pidana.

“Kami menduga bahwa staf Black Owl Surabaya secara terstruktur, sistematis, dan masif telah melakukan rayuan atau ajakan yang mengarah pada dugaan eksploitasi anak di bawah umur,” ucapnya.

Sementara Best Hotel Surabaya, diduga lalai tidak melakukan konfirmasi dan klarifikasi atas kejadian tersebut, sehingga SRD menjadi korban kekerasan dan penganiayaan. “Selain itu, Best Hotel Surabaya diduga melakukan pelecehan dan penghinaan kepada SRD dengan menggiringnya ke lobi hotel dalam keadaan pakaian yang tidak pantas,” kata Renald.

Sementara pihak Black Owl saat dikonfirmasi terkait perkara tersebut, menyebutkan bahwa karyawan tersebut sudah tidak berkerja di Black Owl.

Perlu diketahui perkara ini dilaporkan ke Polda Jatim berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Laporan, Nomer: LP/B/15251X/2025, SEKI/POLDA JAWA TIMUR

Rivaldi dilaporkan dugaan Tindak Pidana Pencabulan terhadap Anak dan atau Keketasah terhadap Anak dan atau Penganiayaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 Jo Pasal 76E UU No. 17 fahun vot6 tentang Perubahan Kedua tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 80 Jo Pasal 76C UU No. 38 Tahun &0td tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 352 KUHP, yang terjadi di Best Hotel Surabaya di Jl. Kedungsari No. 29 Wonorejo Kec. Tegalsari Kota Surabaya, Jawa Timur, yang terjadi pada 17 Oktober 2025. Tok