Timur Pos

PNS Dindik Jatim, Terlibat Kasus Tipu Gelap Dalam Jual Beli Villa Di Trawas, Diadili Di PN Surabaya

 Terdakwa Hartini disidangkan secara video call di ruang Tirta 1 PN Surabaya

Surabaya, Timurpos.co.id – Hartini diseret di Pengadilan terkait oleh Jaksa Penuntut Umum ( JPU) Indira Koesuma Wardhani dan Darmawati Lahang dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Terkait perkara penipuan dan penggelapan pembelian Villa di trawas Mojokerto, yang merugikan Suudiyah, Ibunda musisi Band Padi dengan agenda keterang saksi di Pengadilan Negeri (Surabaya). Kamis, (22/06/2023).

Dalam sidang kali ini JPU Indira Koesuma Wardhani dan Darmawati Lahang menghadirkan saksi korban Suudiyah.

Suudiyah menyatakan pada intinya, saat itu ditawarkan Villa oleh terdakwa, namun setelah lunas pembayarannya SHM itu dibalik nama, atas nama terdakwa lalu di jaminkan di Bank.

“Kerugian saya sekitar Rp.290 juta dan hingga saat ini belum di kembalikan oleh terdakwa.” Kata saksi Suudiyah.

Atas keterangan saksi, terdakwa membantahnya.

Selepas sidang Suudiyah didampingi Bambang Hadiyanto menjelaskan, bahwa terdakwa yang seorang Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, saat itu menawari vila yang berdekatan dengan milik Suudiyah sehingga terjadi pembelian tanah dan bagunan (villa).

“Sudah 8 tahun lamanya, mas uangnya belum dikembalikan,” ujar Suudiyah selapas sidang di PN Surabaya.

Terpisah Penasehat Hukum terdakwa Sadik menjelaskan bahwa terkait dakwaan dan keterangan saksi, kami keberatan dimana saksi dan dalam dalam JPU menyebutkan kalau saksi itu membeli Villa, namun dari pengakuan klien kami adalah meminjam uang untuk beli rumah. Jadi kalau klien kami meminjam uang untuk beli rumah itu adalah hak klien kami.

“Saat itu klien kami meminjam uang sekitar Rp.139 juta, padahal harga rumah itu Rp.250 juta, artimya sisa pembayaran rumah memakai uang pribadi klien kami, ” kata Sadik.

Ia menambahkan sebenarnya kami sudah ada perdamaian melalui RJ, bukan berarti klien kami salah, ini dilakukan atas dasar kedinasan saja, dan perkara ini juga sudah masuk di Pengadilan Negeri Mojokerto, dalam arti ada perkara perdata. Namun saat mediasi gagal dikerana saat itu klien kami dilakukan penahaan oleh Kejaksaan

“Kami berhadap pihak Pengadilan Negeri Surabaya bisa mengukap fakta, artinya kebenaran yang mana antara pelapor atau terlapor, meskipun klien kami sudah menjadi terdakwa tetapi belum ada putusan dan masih proses.” Harapnya.

Disingung apakah terdakwa mengajukan eksepsi dan apakah benar korban adalah ibunda dari musisi Band Padi,” kami tidak mengajukan ekespsi, nanti bukti-bukti kami ajukan pada saat pledoi dan terkait apakah korban itu ibu dari musisi Band Padi, kalau gak salah benar mas,” pungkasnya.

Untuk diketahui berdasarkan surat dakwaan dari JPU menyebutkan, Bahwa pada bulan Desember Tahun 2014 terdakwa HARTINI datang ke rumah saksi korban SUUDIYAH bersama dengan saksi BAMBANG HADIYANTO (yang saat itu sebagai suami terdakwa) menawarkan sebuah rumah yang terletak di Dusun Jara’an RT 01 RW 01 Desa Trawas Kec.Trawas Kab.Mojokerto SHM No. 956 dengan harga Rp. 250.000.000,milik DWI PRESTYO YUDO tetapi SHM atas nama DEWI DIAH NINGRUM , dengan kesepakatan patungan dengan saksi BAMBANG HADIYANTO ( suami siri terdakwa HARTINI dan adik dari saksi korban SUUDIYAH) dimana rumah yang di tawarkan tersebut bersebelahan dengan rumah saksi BAMBANG HADIYANTO dan terdapat pintu yang menghubungkan antara rumah saksi BAMBANG dan rumah yang di tawarkan terdakwa menghubungkan dan rumah tersebut tergolong murah dan terdakwa mengatakan rumah tersebut kalau pembayaran dapat dilakukan secara bertahap selain itu terdakwa juga mengatakan jika nantinya rumah tersebut di jual kembali, akan mendapatkan keuntungan sehingga saksi korban SUUDIYAH tertarik untuk membeli dan memberikan uang sebesar Rp.99.000.000, kepada terdakwa.

Bahwa dengan kesepakatan tersebut diatas saksi korban SUUDIYAH melakukan pembayaran rumah No SHM 956 yang terletak di Dusun Jara’ an RT 01 RW 01 Desa Trawas Kec.Trawas Kab.Mojokerto, dengan cara bertahap melalui transfer dari rekening BCA 03841379975 milik korban saksi SUUDIYAH ke rekening BCA No. 6140326095 milki terdakwa HARTINI dengan perincian sebagai berikut ; pada tanggal 6 Januari 2015 sebesar Rp, 50.000.000, pada tanggal 14 Januari 2015 sebesar Rp. 25.000.000, dan pada tanggal 15 Januari 2015 sebesar Rp. 24.000.000, sehingga jumlah total untuk pembayaran rumah di Dusun Jara’ an RT 01 RW 01 Desa Trawas Kec.Trawas Kab.Mojokerto sebesar Rp. 99.000.000, yang sudah masuk ke rekening terdakwa

Bahwa kemudian terdakwa HARTINI menghubungi saksi korban SUUDIYAH agar menyiapkan foto copy KTP untuk keperluan proses balik nama Sertifikat No SHM 956 namun oleh terdakwa HARTINI masih proses dengan alasan sambil menunggu saksi DEWI DIAH NINGRUM karena SHM NO.956 atas nama saksi DEWI DIAH NINGRUM .di akhir Tahun 2015 saksi korban SUUDIYAH mendapatkan informasi dari Saksi BAMBANG HADIYANTO adik kandung saksi korban SUUDIYAH ( suami siri terdakwa ) bahwa rumah yang terletak di Dusun Jara’an RT 01 RW 01 Desa Trawas Kec.Trawas Kab.Mojokerto SHM No. 956 telah dijaminkan ke PT .PNM ( permodalan Nasional Madani Unit Ngoro ) Cabang Mojokerto pada tanggal 14 September 2015 mengajukan kredit investasi sebesar Rp. 150.000.000, dengan tenor 24 bulan yang terhitung sejak tanggal 14 September 2015 sampai dengan 14 September 2017 dengan menjaminkan SHM no.956 dan pada saat pengajuan masih atas nama saksi DEWI DIAH NINGRUM dengan alasan masih proses balik nama ke terdakwa HARTINI dengan menyertakan Akta jual beli No.134 / 2015 tanggal 03 September 2015 antara terdakwa HARTINI selaku pembeli dan DEWI DIAH NINGRUM selaku penjual serta dilampirkan surat keterangan atau cover note dari Notaris saksi SUGIMAN , SH.M.Kn di Mojosari Mojokerto.,

Bahwa kemudian saksi korban SUUDIYAH mendesak terdakwa terkait balik nama sertifkat ke saksi korban SUUDIYAH yang sudah lama dijanjikan, sehingga pada tanggal 1 April 2017 saksi korban SUUDIYAH membuatkan surat pernyataan pembelian rumah tinggal dan pemberian kuasa AJB ( Akta Jual Beli ) diatas materei 6000 yang ditandatangani oleh terdakwa dan disaksikan oleh saksi ANIK SUNDAYANI .

Bahwa terdakwa HARTINI dari awal telah memberikan pernyataan akan menginformasikan terkait proses balik nama sampai pembuatan Akta Jual Beli ( AJB ) sampai menjadi sertifat namun tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari saksi korban SUUDIYAH , terdakwa HARTINI telah membalik nama sertifikat dari DEWI DIAH NINGRUM ke namanya sendiri,melalui Notaris SUGIMAN , SH.M.Kn sehingga terbit sertifikat atas nama terdakwa HARTINI .

Bahwa saksi korban SUUDIYAH mengetahui kalau sertikat No.SHM 956 sudah balik nama dari DEWI DIAH NINGRUM ke terdakwa HARTINI bukan atas nama saksi korban SUUDIYAH pada saat dihubungi oleh saksi LEGIMAN sekitar bulan September 2017 dan ketemuan di Sentra Wisata Kuliner Karah Surabaya bahwa terdakwa HARTINI telah menjaminkan SHM No.956 sebesar Rp.150.000.000, ke saksi LEGIMAN dan memperlihatkan sertifikat asli SHM No 956 atas nama terdakwa , yang disertai dengan pengikatan jual beli No .209 tanggal 13 September 2017 dan kuasa menjual No.210 tanggal 13 September 2017 yang dikeluarkan oleh Notaris JOICE IRENE TAKATOBI ,SH.MKn . Mojokerto .

Bahwa pada tanggal 24 April 2018 saksi korban SUUDIYAH mendatangi terdakwa HARTINI di kantornya di Kantor Cabang Dinas Pendidikan Prop Jatim Wil.Kab Mojokerto menanyakan sertifikat rumah SHM No.956 , dan terdakwa HARTINI menjanjikankan akan mengembalikan uang pembelian rumah yang terletak di Dusun Jara’an RT 01 RW 01 Desa Trawas Kec.Trawas Kab.Mojokerto SHM No. 956 dengan harga Rp. 250.000.000, milik DWI PRESTYO YUDO tetapi SHM atas nama DEWI DIAH NINGRUM dan untuk meyakinkan saksi korban SUUDIYAH terdakwa HARTINI membuatkan surat pernyataan ke sanggupan untuk mengembalikan uang pembelian tanah tegalan sebesar Rp.40.000.000, pada tanggal 10 Mei 2018 dan menyerahkan sertifikat rumah No.SHM 956 pada bulan Agustus 2018 yang dibuat pada tanggal 24 April 2018 di atas materei 6000 , namun kenyataannya sampai saat ini terdakwa belum mengembalikan .

Bahwa akibat dari perbuatan terdakwa HARTINI saksi korban SUUDIYAH mengalami kerugian sebesar sebesar Rp.339.000.000 dan JPU mendakwa terdakwa dengan Pasal 378 KUHP dan Pasal 374 KUHP. Ti0

Fenny Karyadi, Auditor PT Meratus Dilaporkan Ke Mabes Polri Terkait Dugaan Palsukan Hasil Audit

Gedung Bareskrim Mabes Polri 

Surabaya, Timurpos.co.id – Buntut tidak dibayarnya utang PT. Meratus Line kepada PT. Bahana Line sekitar Rp.50 Miliar, memasuki babak baru dengan adanya laporan dari PT. Bahana Line yang melaporkan Auditor Internal PT Meratus Line, Fenny Karyadi ke Bareskrim Mabes Polri. Tuduhannya tidak main-main, soal dugaan tindak Pidana pemalsuan surat dan kesaksian palsu.

Hal itu diketahui media dengan tersebarnya Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTLP) Nomor STTL/171/V/2023/BARESKRIM tertanggal 10 Mei 2023, dimana Direktur Utama PT Bahana Line Hendro Suseno melalui tim hukum dari kantor Syaiful Ma’arif & Partner yang diwakili Muhammad Zulfikar Putra Prawiranegara, SH menjadi Pelapor dan Terlapor yaitu Fenny Karyadi dkk.

Pangkal masalah Auditor Internal PT Meratus Line tersebut dilaporkan karena diduga menggunakan data asumsi alias data palsu dalam membuat audit yang kemudian menghasilkan hitungan kerugian negara yang menghebohkan yaitu sebesar Rp.500 miliar lebih.

“Ya benar, klien kami mencari keadilan atas segala perbuatan dari oknum manajemen PT Meratus yang telah berusaha menghancurkan harkat martabat direksi dan perusahaan PT Bahana Line sekaligus sebagai siasat untuk tidak membayar utang lebih Rp 50 miliar sampai saat ini,” kata Syaiful Ma’arif saat dikonfirmasi media, Kamis (22/06/2023).

Ia menambahkan, walaupun jajaran manajemen PT Meratus Line dikenal sebagai orang kuat, namun tampaknya fakta hukum yang dibawa ke Bareskrim sulit untuk dibantah lagi. Pasalnya, hasil audit internal itu telah digunakan untuk berbagai alat bukti baik dilaporan polisi di Polda Jatim, sengketa perdata dengan PT Meratus Line sebagai Penggugat maupun dalam proses PKPU di Pengadilan Niaga pada Pengadilan negeri Surabaya.

“Betul, hasil audit tersebut dipakai sebagai alat bukti di pidana, perdata dan PKPU dan terbukti data itu data fiktif karena berbasis asumsi dan telah mendiskreditkan klien kami,” kata Syaiful Ma’arif.

Tidak hanya itu, pengakuan Fenny Karyadi diatas sumpah di persidangan pidana dalam kasus penggelapan BBM dan TPPU di PN Surabaya juga mengakui kalau basis data yang dipakai adalah berdasarkan asumsi dirinya dengan mengambil contoh kapal pelayaran dari Jakarta ke Surabaya yang dilayani perusahaan lain.

“Fakta di sidang, Terlapor mengaku berdasarkan asumsi dan menghitung dari pelayaran kapal Jakarta-Surabaya yang BBM nya dilayani perusahaan lain. Asumsi ini kemudian dikaitkan dengan klien kami yang jalur pelayarannya berbeda dan perusahaannya berbeda, lalu hasil auditnya muncullah angka bombastis diluar akal sehat tersebut. Data itu jelas fiktif dan palsu karena tidak terkait dengan Bahana tapi dituduhkan ke Bahana,” tegas Syaiful.

Uniknya lagi, kata advokat senior ini, perusahaan yang dijadikan basis asumsi malah tidak dilaporkan secara pidana maupun digugat secara perdata.

“Setelah dicek, ternyata Meratus tidak punya utang disana, beda dengan di Bahana ada utang dan nggak mau bayar,” tegas Syaiful.

Yang membuat kesal pihak Bahana, hasil audit itu dipakai alasan untuk tidak membayar utang yang telah diakui dengan dokumen dan data yang lengkap. Bahkan hingga kini PT Meratus Line walau sudah ditetapkan dalam PKPU di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya disahkan status utangnya namun belum juga mau membayar.

Berbagai cara telah ditempuh PT Bahana Line agar haknya tersebut bisa didapat. Namun justru para direksi Bahana ditargetkan secara pidana. Bahkan rekening pribadi mereka diobok-obok walau tidak ada kaitan dengan fakta sidang pidana.

Untungnya berdasarkan fakta-fakta sidang di PN Surabaya yang menyebabkan adanya 17 Terdakwa, dimana 12 oknum karyawan PT Meratus Line dan 5 oknum karyawan PT Bahana Line dijatuh hukuman pidana tersebut. PT Bahana Line sendiri dinyatakan oleh majelis hakim dalam putusannya juga menjadi korban dan tidak terkait dengan tindak pidana tersebut.

Menurut sumber, kasus dengan laporan Polisi Nomor: LP/B/95/V/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 10 Mei 2023 ini mulai bergerak dan saat ini memasuki tahap penyelidikan. Hal itu terlihat dengan keluarnya surat Nomor: SP.Lidik/1176/V/RES.1.9/2023/Dittipidum tanggal 26 Mei 2023 dari Bareskrim yang menyatakan kasus ini sudah memasuki tahapan penyelidikan. Jika proses penyelidikan dianggap cukup maka berpotensi ke depannya naik menjadi tahap penyidikan.

Terpisah, terkait permasalahan tersebut, pihak dari  PT. Meratus Line, melalui Purnama Aditya menyatakan, bahwa saat ini belum ada statement terkait permasalahan tersebut, mas.

“Secepatnya, jika ada official statement dari kami akan saya info ke rekan-rekan,” kata Purnama Aditya selaku Corp Comm kepada awak media. Ti0

 

 

Bank Sampoerna Surabaya Kongkalikong Dengan KPNL Surabaya Munculkan Harga Lelang Terendah Dan Hanya Satu Peserta Lelang

Ahli Dr. Prawitra Thalib, S.H., M.H saat memberikan keterangan di Ruang Sari PN Surabaya

Surabaya, – Sidang gugatan perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) antara Olivia Christine Nayoan (Penggugat) melawan PT. Bank Sahabat Sampoerna Cabang Surabaya (Tergugat) dengan agenda keterangan ahli Dr. Prawitra Thalib, S.H., M.H dari pihak tergugat di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Dalam sidang atas keterangannya, Dr. Prawitra Thalib, S.H., M.H mengatakan bahwa surat peringatan yang di berikan kepada debitur tidak wajib. “Surat peringatan, sifatnya tidak wajib. Karena menjadi kesadaran dari pada debitur, ketika dia sudah membuat suatu perjanjian untuk menaati, hanya saja surat pemberitahuan itu sifatnya mengingatkan kewajiban-kewajiban,” kata Prawitra Thalib, dipersidangan.

Dia juga menjelaskan bahwa surat pemberitahuan itu telah disepakati berdasarkan perjanjian debitur. “Yang sudah pernah disepakati berdasarkan perjanjian debitur untuk di taati. Sekali pun tidak ada pemberitahuan atau peringatan satu, dua. tiga, ketika debitur dalam hal itu sudah wanprestasi,” terangnya.

Sementara, saat ditemui selepas sidang, kuasa hukum penggugat Olivia yaitu Berton
menyebutkan bahwa pihak Bank Sahabat Sampoerna tidak melakukan teguran melalui surat peringatan atau pemberitahuan sebelumnya rumah dari debitur di lelang dan saat itu Bank hanya memberikan waktu 6 bulan saja. Untuk bersaran pinjaman sekitar Rp. 4 miliar dan klien kami sudah membayar bunga selama 1 tahun dengan total sekitar Rp.1 Miliar.

Olivia Christine Nayoan didampingi Kuasa Hukumnya di PN Surabaya

Disingung terkait apakah pihak pengugat masuk katagori Wanprestasi,”Sebenarnya itu bukan gagal bayar atau wanprestasi, itu cuma telat 3 bulan. Dan saat eksekusi tidak ada pemberitahuan dan surat peringatan dari pihak Bank,” kata Berton. Selasa, (20/06/2023) kemarin.

Masih kata Berton, bahwa dia menilai bahwa pihak Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPNL) Surabaya diduga ada main dengan pihak Bank, tadi kita sudah tahu semuanya, sesuai yang dikatakan oleh ahli untuk harga lelang yang pertama haruslah yang paling tinggi, lalu baru harga midle baru harga terendah. Namun pihak lelang yang diduga ada main dengan pihak Bank memberikan harga lelang rumah dengan paling rendah sekitar Rp. 4,2 Miliar.

Disingung sebenarnya berapa harga pasaran dan pengugat sudah berusaha untuk menjual rumah tersebut.

Berton menjelaskan, bahwa Kalau kita lihat harga pasaran sekitar Rp.10 M hingga Rp.12 M itu harga tanah aja belum banguan. Waktu itu klien kami juga sudah berupaya menjual. Namun yang kami sayangkan dari pihak Bank tidak memberikan edukasi kepada Nasabahnya.

“Kami mengangap kalau pihak Bank kurang Profesional dan yang menjadi persoalan adalah nilai lelang dengan harga terendah dan perserta lelang hanya satu orang peserta, itu kan aneh.” Pungkasnya.

Perlu diketahui, didalam petitum Penggugat mengharap agar Ketua Majelis Hakim menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya. Menyatakan PT Bank Sahabat Sampoerna selaku Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Penggugat. Menyatakan bahwa pelelangan yang dilakukan PT Bank Sahabat Sampoerna atas barang jaminan sebagaimana dalam Risalah Lelang Nomor 197/45/2020 tanggal 6 Februari 2020 batal demi hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum dengan segala akibat hukumnya.

PT. Bank Sahabat Sampoerna Cabang Surabaya yakni membayar kerugian materil Rp 6.165.894.013,56 (enam miliar seratus enam puluh lima juta delapan ratus sembilan puluh empat ribu tiga belas koma lima puluh enam rupiah) dan kerugian immateriil Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah). Ti0

Perusahaan Charles Menaro Masih Ngemplang Duit Bahana

kuasa hukum PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line Syaiful Ma’arif, yang Juga ketua IKA FH Universitas Airlangga

Surabaya, Timurpos.co.id – Upaya PT Meratus Line menghindar dari tanggungan utang pada PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line, dilakukan dengan berbagai cara. Padahal, proses PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) ditingkat Mahkamah Agung (MA) telah berakhir.

Perusahaan milik Charles Menaro itu hingga kini tetap mengelak membayar utang-utangnya senilai lebih dari Rp. 50 miliar. Padahal, putusan akhir PKPU MA turun melalui Putusan MA No. 376 K/Pdt.Sus-Pailit/2023 tanggal 29 Maret 2023, telah mengakui adanya utang-utang PT Meratus tersebut pada PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line.

Terhadap hal ini, kemudian Tim Pengurus PT Meratus Line (Dalam PKPU) yaitu Bhoma Satriyo Anindito SH dan Aceng Aam Badruttaman, SH telah bersurat tertanggal 16 Juni 2023 memberitahukan kepada para pihak. Selain itu juga memuat di media massa tentang pengakhiran PKPU.

Salah satu kuasa hukum PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line Syaiful Ma’arif mengatakan, jelas dalam putusan MA ini adalah PT Meratus Line sudah tidak bisa berkelit lagi untuk mengakui memiliki utang ke PT Bahana Line sejumlah Rp 42.574.750.417 dan utang ke PT Bahana Ocean Line sejumlah Rp 7.493.157.300.

Sebelumnya saat proses PKPU di PN Niaga pada PN Surabaya, Meratus juga sempat berkelit mengakui tidak memiliki utang namun lewat alat bukti yang valid akhirnya tidak bisa mengelak lagi.

“Terhadap nasib utang yang telah sah ditetapkan pengurus tersebut, kami sudah kembali bersurat ada tanggal 5 dan 16 Juni lalu ke Meratus agar utangnya segera dibayar. Terlalu mahal sebenarnya mempertaruhkan nama baik perusahaan sebonafid Meratus harus dilihat publik berusaha berkelit segala cara untuk ngemplang utang,” kata Syaiful saat dikonfirmasi media di Surabaya, Rabu (21/06/2023).

Ia menambahkan, pihak Meratus sebelumnya selalu berkilah belum mau membayar utang karena masih ada kasus pidana. Alasan lain, setelah diproses PKPU di Pengadilan Niaga pada PN Surabaya, pihak Meratus kemudian bermanuver mengajukan gugatan Perdata dengan perkara Perdata Nomor: 456/Pdt.G/2022/PN.Sby.

Tidak hanya itu, sebelumnya upaya PT Meratus Line untuk menghindari kewajibannya tersebut memakan cukup banyak korban, bahkan 12 oknum karyawan PT Meratus Line harus meringkuk jeruji besi bersama 5 orang oknum karyawan PT Bahana Line dengan dakwaan penggelapan BBM dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang telah divonis di PN Surabaya.

Diduga, target manajemen Meratus dari kasus tersebut untuk menyasar direksi PT Bahana Line pun gagal karena fakta persidangan justru terungkap akibat kelemahan manajemen Meratus sendiri sehingga terjadi praktek penggelapan BBM tersebut. Bahkan kejadian itu terjadi juga di kapal-kapal lain milik Meratus yang tidak ada kaitan dengan PT Bahana Line.

PT Bahana Line milik Freddy Soenjoyo tersebut secara hukum bersih dan tidak terkait kasus pidana tersebut. Hal itu terungkap dalam pertimbangan hukum majelis hakim pada putusan pidana Nomor 2631/Pid.B.2022/PN Sby yang dibacakan 13 April 2023 lalu.

Terhadap dua kali surat dari PT Bahana Line tersebut, akhirnya melalui surat tertanggal 19 Juni dengan nomor 16-1/LO-YPP/MRTS/VI/2023, dijawab oleh PT Meratus Line melalui kuasa hukumnya dari YPP Partners yang intinya tetap menolak membayar utang-utangnya dengan berkilah bahwa klausula perdamaiannya menunggu putusan perdata berkekuatan hukum tetap.

“Jika amar atau dictum bersifat menghukum (comdemnatoir) belum terpenuhi, dengan segala hormat klien kami belum dapat memenuhi permintaan pembayaran yang disampaikan oleh rekan kuasa hukum PT Bahana line dan PT Bahana Ocean Line, oleh karena tidak berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jawab kuasa hukum PT Meratus secara tertulis yang ditandatangani Yudha Prasetya, SH dan Iwan Budisantoso, SH dkk.

Menanggapi sikap PT Meratus Line yang tetap enggan bayar utang tersebut, kuasa hukum PT Bahana Line Syaiful Ma’arif menyatakan kliennya akan berjuang mendapatkan haknya secara hukum. Fungsi dan hadirnya mekanisme hukum PKPU dan Pengadilan Niaga menurut Syaiful adalah untuk memperpendek urusan sengketa perdata.

“Nah ini sudah diselesaikan ke pengadilan niaga malah menunggu putusan perdata,” kata Syaiful.

Padahal gugatan perdata PT Meratus Line juga di PN Surabaya sudah tidak dapat diterima sejak awal dan juga di tingkat banding. Kasus sengketa perdatanya kini masih di tingkat kasasi.

“Betapa licinnya upaya tidak membayar dengan mengelabui hukum. Mereka mengaku baru membayar kalau dihukum membayar sejumlah angka tertentu oleh pengadilan perdata. Sementara mereka sebagai penggugat tidak ada isi permintaan petitumnya begitu. Jadi ngemplang dengan berlindung di upaya hukum. Tentu kredibilitas perusahaan seperti ini sangat berbahaya bagi masyarakat luas jika dibiarkan beraktivitas karena bisa menyiasati berlindung dibalik celah hukum untuk tidak bayar utang,” kata Syaiful.

Meski demikian, pihaknya tetap akan berjuang agar hak hak kliennya bisa didapatkan melalui saluran hukum yang ada.

“Boleh saja menyiasati dan bersiasat dengan hukum, tetapi tidak bisa bersiasat dengan keadilan,” kata mantan aktivis GMNI yang juga ketua IKA FH Universitas Airlangga tersebut. Ti0

Kegiatan Ex HTI Pimpinan Idris Zainudin Ada Penolakan Dan Dibubarkan Warga 

Suasana Aparat Kepolisian Berusaha Menenangkan Massa di Tempat Kejadian Perkara

Pasuruhan, Timurpos.co.id – Adanya kegiatan kelompok  berpaham Khilafah yang diindikasikan ex HTI Keasdiran Pasuruhan Raya, Pimpinan Idris Zainudin melakukan kegiatan dibubarkan oleh warga bersama Patriot Garuda Nusantara di Mushola Baitus Silimi Dsn Bejigeng, Ds Purworejo, Kec Purwosari Kabupaten Pasuruhan. (20/06/2023) malam.

Kegiatan yang mengatasnamakan Miltaqo Ulama Aswaja Tapal Kuda Pasuruan 1444H tersebut mengusung tema ‘Khilafah memgakhiri hegemoni dollar dengan dinar dan dirham’.

Mushola Baitus Silmi yang dikelola oleh  Ahmad Sukirno yang tahun 2018 juga pernah dibubarkan warga karena diduga merupakan pengikut kelompok ex HTI, dan mushola tersebut ternyata belum memiliki ijin pendirian, Ijin pendirian yang diajukan adalah rumah tempat tinggal, yang sebetulnya kurang etis dikarenakan sekitar 50 meter dari tempat tersebut berdiri masjid yang besar dan layak.

Baehaqi selaku Kepala Dusun menerangkan bahwa sering dilakukan kegiatan di tempat tersebut dan tidak pernah melakukan ijin ataupun mengabari perangkat setempat, beliau juga menerangkan bahwa masyarakat sudah geram dan tidak mau adanya kegiatan yang tertutup di tempat tersebut, apalagi hadir beberapa orang dari luar kota.

“Emosi masyarakat yang memuncak memutuskan untuk mendatangi kegiatan tersebut dikarenakan backdrop yang tertulis jelas memuat kalimat khilafah yang jelas sudah dilarang,” katanya.

Perlu diketahui, bahwa saat ini pemerintah sudah melarang kelompok HTI yang merupakan perwujudan kelompok yang getol ingin mengganti konstitusi Indonesia dengan khilafah.

Akhir dari keributan yang terjadi warga meminta tidak ada lagi kegiatan yang tidak memberi tahu warga apalagi membahas ideoligi yang dilarang dan beberapa peserta kegiatan tersebut dipaksa meninggalkan lokasi kegiatan. Ti0

Pengugat Tidak Menjalankan Putusan Pengadilan Dengan Menghalangi Tergugat Bertemu Anaknya

Tjandra Wijaya, SH., MH Kuasa Hukum Tergugat menujukan bukti salinan putusan kepada awak media

Surabaya, Timurpos.co.id  – Pasang Suami Istri (pasutri) berinisial TK dan Ji, warga Kota Baru Kalimatan Selatan, sudah resmi bercerai, berdasarkan Putusan Perdata Gugatan Nomer 2/Pat.G/2023/PN Ktb. dimana gugutan yang diajukan oleh istrinya oleh Ketua Majelis Hakim dikabulkan sebagian.

Dalam amar putusan tersebut, salah satunya menetapakan untuk hak asuh anak dilakukan bersama-sama baik pengugat maupun tergugat serta menenuhi semua biaya pemeliharan, kehidupan, kesehatan dan pendidikan yang diperlukan anak. Namun sayangnya mantan istri dari TK, ada upaya untuk menghalangi menemui anaknya.

“Saya sempat datang kesana (ke Rumah Mantan Istrinya) bersama keluarga besar saya dan saat itu juga ada dari pihak kepolisian. Namun tidak diperbolehkan menemui anak saya dan  hingga saat ini belum bisa ketemu. Sudah lebih dari 4 bulan lamanya,” Katanya. Selasa, (20/06/2023).

Ia menambahkan, bahwa dirumahnya ada tulisan yang berisi melarang keras saya, keluarga hingga pengacara untuk masuk ke rumahnya. Saya berharap keadilan, padahal sudah jelas dalam putusan untuk hak asuh dilakukan bersama-sama.

“Saya cuma ingin bertemu dan berkumpul saja sama anak kandung saya sendiri,” harapnya.

Sementara kuasa hukumnya, Tjandra Wijaya, SH., MH menjelaskan, bahwa kami berharap dari pengugat (mantan istri kliennya) untuk melakukan putusan dari Pengadilan, meskipun perkara ini masih berproses, karena pihak pengugat mengajukan banding.

“Dan perlu kami sampaikan disini klien kami sudah ada itakad baik dengan mendatangi rumah pengugat untuk bertemu dengan anaknya, namun pengugat berupaya menghalangi dan anehnya kalau mau membawa anaknya harus ada pendamping (pengugat),” jelas Tjandra kepada awak media.

Masih kata Tjandra bahwa, kami berharap kepada pihak terkait bisa memperhatikan permasalahan ini, terutama Komnas HAM, PPA, bahkan sampai Presiden, kalau perlu turun tangan.

“Seorang ayah hanya ingin bertemu anak kandungnya kenapa harus dipersulit, harus pengugat menjalankan putusan dari pengadilan untuk hak asuh dilakukan bersama-sama,” pungkasnya.

Terpisah Ji, mantan istri dari TK terkait tuduhan adanya dugaan upaya menghalangi ayahanya untuk bertemu dengan anaknya itu tidak benar.

Disingung terkait adanya tulisan yang menempel di pintu rumahnya yang berisi larangan. ” itu benar adanya, karana saat TK datang ke rumah dia selalu marah-marah, kami punya buktinya. Dia (TK) pernyataannya adalah bohongan semuanya,” bebernya.

Ia menambakan, bahwa kami tidak pernah menghalang-halangi dan saya juga sudah melaporkan permasalahan ini ke Pihak kepolisian. TK waktu datang juga pernah mematikan meteran listrik dan ada beberapa laporan dari warga dan tetangga kalau mantan suaminya seperti sedang mengawasi rumah saya.

“Intinya kami tidak pernah menghalang-halangi,” tambahnya.

Untuk diketahui berdasarkan Undang-Undang Nomer 1 Tahun 1994 tentang Perkawinan Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) dengan ketentuan kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka sebaik-baiknya. Kewajiban tersebut berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus. Ti0

PT Bahana Milik Freddy Soenjoyo Clear Tidak Terlibat

Salah satu Penasehat Hukum Terdakwa Gede Pasek Suardika

Surabaya, Timurpos.co.id – Putusan perkara dugaan penggelapan BBM yang dialami PT Meratus Line dipastikan sudah in kracht (berkekuatan hukum tetap) di PN Surabaya. Dalam kasus tersebut, PT Bahana Line milik pengusaha Freddy Soenjoyo secara hukum terbukti tidak terlibat dan tidak ada kaitan dengan kasus tersebut.

Bahkan dalam putusan PN Surabaya disebutkan ikut menjadi korban perbuatan 17 oknum karyawan Meratus dan Bahana yang dihukum tersebut. Fakta itu terlihat dari putusan perkara Pidana No. 2631/Pid.B/2022/PN Sby yang dibacakan pada tanggal 13 April 2023 lalu. Kasus tersebut menjadi in kracht karena JPU yang terdiri dari Wahyu Hidayatullah SH MH, Nanik Prihandini, SH, Ribut, S SH dan Estika Dilla Rahmawati, SH mencabut permintaan banding yang diajukan sebelumnya.

Pencabutan itu berdasarkan Akta Pencabutan Permintaan Banding Penuntut Umum Nomor 119/Akta.Pid/Bdg/IV/2023/PN Sby jo. No. 2631/Pid.B/2022/PN Sby tertanggal 23 Mei 2023.

Dalam putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim PN Surabaya Sutrisno SH MH tersebut, diungkapkan bahwa terdakwa David ES yang merupakan karyawan PT Bahana Line sempat menolak permintaan dari karyawan PT Meratus Line Edi Setyawan karena tidak sesuai aturan/SOP dari PT Bahana Line.

“Namun karena Edi Setyawan mengancam apabila tidak mau membantu menjualkan BB tersebut, Edi Setyawan akan mencari vendor lain sebagai suplayer untuk memenuhi kebutuhan BBM kapal milik PT Meratus Line akhirnya permintaan itu dijalankan, “kata ketua Majelis Hakim Sutrisno SH MH membacakan putusannya saat itu.

Karyawan lain PT Bahana yang juga jadi terdakwa juga awalnya sama-sama menolak. Namun karena ancaman tersebut akhirnya mereka mau membantu menjualkan.

Dalam putusan tersebut juga terungkap perintah terdakwa David ES kepada terdakwa Sukardi Bin Rusman agar BBM titipan penjualan dari oknum karyawan PT Meratus Line tersebut bisa segera dijual kepada beberapa perahu tempel malam itu juga.

“Atau paling lama setidaknya besok pagi sudah tidak ada didalam kapal milik PT Bahana Line karena takut ketahuan manajemen PT Bahana Line,” kata Hakim saat membacakan putusannya.

Tidak hanya itu, faktor yang memberatkan para terdakwa juga disebutkan majelis hakim perbuatan mereka itu telah merugikan PT Meratus Line dan juga PT Bahana Line karena ada BBM yang telah disupplay belum terbayar.

Menanggapi kasus Penggelapan BBM dan TPPU terkait PT Meratus Line tersebut, salah satu penasihat hukum terdakwa menyatakan memang fakta sidangnya persis yang disimpulkan Majelis Hakim.

“Memang faktanya begitu. Tentu kita hormati, memang PT Bahana Line milik Pak Freddy Soenjoyo tidak terlibat bahkan ikut menjadi korban. Para terdakwa juga sudah meminta maaf dan itu dilakukan karena kondisi juga terdesak ancaman hilang tematnay bekerja menjadi vendor suplayer BBM di Meratus jika David cs menolak,” kata Gede Pasek Suardika kepada media, Selasa (20/06/2023).

Sebelumnya, diawal kasus bergulir sampai persidangan gencar sekali pihak PT Meratus Line untuk bisa menjerat Direksi PT Bahana Line dalam kasus ini. Mereka bahkan sampai membuat audit berbasis asumsi dengan data fiksi yang dibuat Internal Audit Fenny Karyadi dengan nilai kerugian bombastis Rp.536 miliar.

Tentu hasil audit yang dijadikan dasar mengaku rugi tersebut berpotensi pidana pemalsuan karena tidak berdasarkan data dan fakta namun dipakai dan diakui di persidangan oleh pembuatnya sebagai data berdasarkan asumsi dari kapal milik perusahaan lain bukan data riil.

Akhirnya berdasarkan fakta persidangan, bukti yang ada maupun saksi-saksi yang diperiksa justru mengungkapkan fakta PT Bahana Line juga menjadi korban dan direksi tidak mengetahui perbuatan kongkalikong antar oknum karyawan tersebut. Korban paling nyata adalah dipakainya kasus ini oleh PT Meratus Line untuk tidak membayar kewajiban hutangnya sebesar Rp 50 miliar lebih ke PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean line.

Upaya menagih utang inipun dilakukan PT Bahana Line sampai menempuh PKPU di Pengadilan Niaga Surabaya. Namun alasan pidana maupun juga mengajukan gugatan Perdata dilakukan PT Meratus Line untuk menghindari membayar utang-utangnya tersebut. Namun upaya gugatan PT Meratus Line kandas dan kini dalam perkara Pidana yang menjerat karyawan PT Meratus Line dan juga PT Bahana Line tersebut juga membuktikan secara hukum jika Bahana Grup tidak terlibat dan juga ikut menjadi korban.

Kasus ini bermula adanya Laporan Polisi No: Lp/B/75.01/II/2022/SPKT/Polda Jawa Timur, Tanggal 9 Februari 2022 atas nama pelapor Dirut PT Meratus Line Slamet Raharjo SE yang kemudian mengakibatkan 12 karyawan PT Meratus Line yaitu Edi Setyawan cs menjadi terdakwa dan lima karyawan PT Bahana Line David ES cs juga menjadi Terdakwa. Dan kesemuanya akhirnya dijatuhi vonis yang bervariasi hukumannya dan telah berkekuatan hukum tetap semuanya.

Saksi Berusaha Membuktikan, Tuduhan Liliana Ambil Perincian Dana Dari Sekretariatan

Yunita Wijaya Bendahara Perkumpulan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai, saat memberikan kesaksian di PN Surabaya

 

Surabaya, Timurpos.co.id – Sidang lanjutan perkara dugaan memasukkan keterangan palsu kedalam Akta Otentik dengan terdakwa Liliana Herawati dengan agenda saksi yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Ojo Sumarna di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Kamis (15/06/2023).

Dalam sidang kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis dari Kejaksaan Negeri Surabaya menghadirkan saksi yakni Yunita Wijaya Bendahara Perkumpulan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai.

Yunita Wijaya mengatakan, bahwa tidak tahu banyak terkait tugasnya sebagai bendahara, sebab fungsinya hanya sebagai pembantu dari Erick Sastrodikoro yang resmi menjabat sebagai bendahara umum Perkumpulan tersebut.

“Saya hanya membantu Sensei Erick (Sastrodikoro). Selain Sekjen, Erick juga bendahara umum di Perkumpulan,” kata Yunita di PN Surabaya.

Masih kata Yunita, bahwa sebagai bawahan Erick Sastrodikoro,  hanya mengerjakan perintah mencatat uang CSR dan dana Arisan yang terkumpul di dalam Kas.

“Biasanya warga Perkumpulan menyetor Uang Arisan secara transfer ke rekening BCA 0883551777 atas nama Perkumpulan Pembina Karate,” tambahnya.

Menurut Yunita, selama menjadi bendahara, dia mencatat dana yang ada di Perkumpulan berkisar sebesar Rp 6 miliar lebih. Dan pada tahun 2020 Dana Arisan sudah dikembalikan semua.

“Terakhir 2020 kisaran Dana yang ada sekitar Rp 6 miliar lebih. Dana Rp 6 miliar lebih itu hanya meliputi Dana CSR dan Dana Pengelolaan saja, sebab semua Dana Arisan sudah dikembalikan di tahun 2020,” ungkap saksi Yunita yang mengikuti Perguruan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai sejak 1986, namun di tahun 2015 mengundurkan diri karena ditunjuk sinsei Erick Sastridikoro sebagai bendahara Perkumpulan.

Saksi Yunita juga memastikan bahwa selain BCA, Perkumpulan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai juga mempunyai rekening penampungan lain di Bank Artha Graha dan Bank Mayapada yang kesemuanya dikelolah Erick Sastrodikoro.

“Jadi total Rp 6 miiliar lebih tersebut ada di tiga Bank tersebut. Untuk tanda tangan specimennya Sinhan Tjandra Srijaya,” tandasnya.

Dalam persidangan saksi Yunita kembali memastikan bahwa untuk biaya kegiatan Perkumpulan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai selama ini dibiayai oleh Bambang Irwanto, sebab kata Yunita karena tidak ada sponsor lain.

Herawati pada tahun 2021.

“Berdasarkan informasi yang saya terima di Grup WA Pengurus Perkumpulan, Catatan Perincian itu sudah diambil oleh Liliana Herawati. Ada orang yang mengambil dari Sekertariat, orang yang mengambil itu suruhannya siapa, saya tidak tahu,” tandasnya yang disambut teriakan pengunjung sidang.

Didesak oleh Ketua Majelis Hakim Ojo Sumarna agar saksi Yunita dapat membuktikan tuduhannya tersebut, saksi Yunita pun kelabakan.

“Saya hanya pernah baca di Grup WA Pengurus Perguruan, namanya siapa saya lupa. Yang posting siapa saya tidak ingat. Tapi saya akan mencarinya. Karena ada orangnya Liliana yang pegang kuncinya,” jawab saksi Yunita yang sekarang menjabat sebagai sekertaris Pusat.

Dikejar oleh Hakim Ojo Sumarna, dimana keberadaan catatan perincian uang perkumpulan sebesar Rp 6 miliar lebih tersebut sekarang,?

“Diambil Liliana tahun 2021. Memang yang ambil bukan dia (Liliana) sendiri. Yang pasti catatan perincian itu sekarang ada di Batu-Malang, dirumah kediaman Liliana,” jawab saksi Yunita.

Terkait tuduhan pengambilan Catatan Perincian Dana Arisan Perkumpulan sebesar Rp 6 miliar, saksi Yunita sempat ditegur oleh hakim anggota Ketut Suarta. Namun saksi Yunita kukuh mempertahankan tuduhannya yang menyudutkan terdakwa Liliana Herawati.

“Saya pernah baca di grup WA mereka,
ada orang mereka yang bilang. untung datanya kita ambil semua”,papar saksi yang kembali disambut teriakan pengunjung sidang. Ti0

Kematian Rio Sempat Dibilang Karena Kepleset, Hingga Daffa Membongkar Ada Peristiwa Pemukulan

Heru Widada, M M, sebagai Direktur Poltekpel Surabaya, setelah memberikan kesaksian di PN Surabaya

Surabaya, Timurpos.co.id – Alpard Jales Poroyo diseret di Pengadilan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Herlambang Adhi Nugroho dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya, terkait perkara penganiayaan terhadap M. Rio Ferdinan Anwar, taruna Politeknik Pelayaran (Poltekpel) Surabaya hingga tewas dengan agenda keterangan saksi yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Idawati di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Dalam sidang kali ini JPU Herlambang Adhi Nugroho menghadirkan saksi yakni Heru Widada, M M, sebagai Direktur Poltekpel, Ferry Budi sebagai Wakil Ketua Direktur 3 Poltekpel, Heriyana sebagai perwira pengasuh Poltekpel dan Daffa Adiwidya Ariska.

Heru Widada megatakan, bahwa pihaknya mengetahui ada taruna yang meninggal dunia dari Wakil Direktur 3 Poltekpel. Saat itu kejadian pada hari Minggu 5 Februari 2023 sekitar pukul 22.00 WIB sampai 23.00 WIB, di kasih tahu sama Waka Direktur 3, bahwa ada taruna yang meninggal dan dibawa ke Rumah Sakit Haji.

Sesuai SOP, lalu memanggil management, Waka Direktur, Kabag untuk dipastikan terkait peristiwa yang terjadi kepada almarhum. Namun untuk hasilnya tidak mencari tahu sebab dan langsung dilaporkan kepada Polsek Gunung Anyar.

“Memang saat itu korban terpeleset di kamar mandi dan terjatuh, informasinya begitu, Namun saya laporkan kepada Polsek Gunung Anyar dan tahunya saat di rekonstruksi, ada peristiwa penganiayaan, Yang Mulia,”ujarnya.

Sementara itu, Ferry Budi sebagai Wakil Ketua Direktur 3 Poltekpel mengatakan, bahwa benar saat itu langsung dilaporkan kepada Direktur tentang peristiwa tersebut. “Jadi waktu itu di rumah dan dapat laporan dari anak buah saya bahwa taruna di RS meninggal. Infonya terpeleset dan di cek ke RS dan dilaporkan ke Direktur dan mengecek kebenarannya,”ujarnya.

Kemudian kata Heriyana sebagai perwira pengasuh Poltekpel menjelaskan, adanya yang pingsan dan ada pengasuh dan memberikan bantuan pertolongan. Pada saat itu korban tergeletak dan sudah tidur dan disitu dikerumuni sama teman-teman. “setelah itu ditangani oleh tim medis ke poliklinik,”terangnya.

Daffa Adiwidya Ariska mengatakan, memang saat itu ada di kamar mandi tapi tidak mendengar percakapan antara terdakwa dan korban. Saat itu saya kaget terdakwa memukul korban di bagian dada atau di ulu hati. Lalu terdakwa mau memukul kedua kalinya, saya mengatakan sepisan ae.

Lalu korban keluar dan terpeleset hingga terjatuh dengan keadaan miring. Nah disitu Daffa memberikan bantuan pertolongan pertama seperti memompa dada korban yang sudah terjatuh dengan keadaan miring dan mulut keluar darah serta bernafas tergagah atau setengah pingsan.

“Pukulan pertama saya kaget dan syok, karena pertama kali ada pemukulan di Poltekpel, lalu pelukan saya bilang sepisan ae. Terdakwa melakukan pemukulan dua kali ke korban di ulu hati atau bagian dada. Setelah kembali jatuh dan tengkurap miring dan disitu Alpard terdiam. Dan sudah mulutmu keluar darah dan nafasnya tergagah atau setengah pingsan. Lalu saya memberikan pertolongan kepada korban,”ucapnya.

Masih kata Daffa, bahwa setelah itu ada tim medis, saya sama senior disuruh mengikuti apel, kemudian paginya saya beritahukan kepada perwira kalau, Rio itu dipukul oleh Alpard yang mana terdakwa bilangnya karana terpelet di kamar mandi. Namun setelah ada pihak kepolisian terdakwa baru mengaku telah memukul korban.

“Kejadian pemukulan tersebut, sudah diceritakan ke Perwira yang bernama Widya,” tegas Daffa.

Atas keterangan saksi, terdakwa membenarkannya. Iya benar Yang Mulia,”katanya.

Menurut Herlambang Adhi Nugroho mengatakan, bahwa terdakwa Alpard Jales Poyono dijerat Pasal 353 ayat (3) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 351 ayat 2 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dengan ancaman 9 tahun penjara. Kejadiannya hari Minggu 5 Februari 2023 pukul 19.30 Wib di kamar mandi Politeknik Pelayaran Gunung Anyar Surabaya melakukan tindak pidana pengeroyokan yang direncanakan terlebih dahulu yang menyebabkan kematian.

“Korban RFA dipukuli di bagian perutnya oleh terdakwa Alpard Jales Poyono dengan menggunakan tangan kanan. Hal itu membuat korban tersungkur dan jatuh ke lantai tidak bergerak,”kata Herlambang dalam dakwaannya. Ti0

Kejati Jatim Bantah Mantan Kajari Madiun Terlibat Kasus Pungli

Asisten Bidang Pengawasan Kejati Jatim, Edi Handojo memberikan keterangan saat jumpa pers di Kejati Jatim 

Surabaya, Timurpos.co.id – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim) membantah isu yang mengabarkan mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Madiun, Andi Irfan Syafruddin terlibat kasus pungutan liar (pungli). Pungli tersebut dilakukan oleh oknum Jaksa di Kejari Madiun dan itu sebelum Andi Irfan menjabat sebagai Kajari.

Asisten Bidang Pengawasan Kejati Jatim, Edi Handojo mengatakan, Andi Irfan hanya terlibat kasus dugaan penggunaan obat yg mengandung amphetamine, sedangkan utk jenisnya masih diperlukan assesment lbh lanjut. Dan Kasus tersebut saat ini sudah ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). Sejauh ini, Kejagung masih mendalami kasus dugaan zat terlarang tersebut. “Ini (kasus dugaan penggunaan psikotropika) masih dilakukan asessment. Psikotropika jenis apa yang dipakai. Apakah metamfetamine atau zat yang lain,” katanya, Rabu (14/06/2023).

Andi Irfan sendiri saat ini sudah dicopot dari jabatannya sebagai Kajari Madiun dan menjadi Jaksa Fungsional (non job) di Badan Diklat Kejaksaan RI. Untuk sementara, Plt Kepala Kejari Kabupaten Madiun dijabat Reopan Saragih yang saat ini menjabat sebgai Koordinator pada Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jatim. “Andi Irfan dicopot untuk mempermudah pemeriksaan,” tandas Edi.

Sementara itu, tiga oknum Jaksa di Kejari Madiun dicopot dan ditarik ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim). Mereka diduga telah melakukan pungutan liar (pungli) hingga ratusan juta rupiah. Dugaan pungli itu terungkap berawal dari pemeriksaan Tim Satgas Kejagung pada pertengahan Mei 2023. Ketiga oknum Jaksa masing-masing berinisial AB, MAA, dan WA lantas dicopot usai menjalani pemeriksaan internal.

Adapun ketiga oknum Jaksa itu diduga melakukan pungli terhadap sejumlah ASN di Pemkab Madiun dan beberapa pihak berperkara di Kejari Madiun. “Dugaan pungli ini sebelum Andi Irfan menjabat sebagai Kajari Kabupaten Madiun,” tandas Edi. ***