Timur Pos

Empat Orang Pesta Sabu Ditangkap Polisi Cuma Hariono Diadili

Surabaya, Timurpos.co.id – Putusan ringan terhadap terdakwa Hariono, residivis narkoba yang divonis 2 tahun 6 bulan penjara oleh Ketua Majelis Hakim Abu Achamad Sidqi Amsya, menjadi sorotan publik. Tidak hanya karena vonisnya yang dianggap lunak, namun juga karena adanya dugaan kejanggalan dalam proses penanganan perkara sejak di tingkat penyidikan oleh Polsek Tenggilis Mejoyo, Surabaya. Jumat (20/06/2025).

Berdasarkan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hasanudin Tandilolo dari Kejaksaan Negeri Surabaya, Hariono ditangkap pada 3 Desember 2024 pukul 23.00 WIB di rumahnya yang beralamat di Jl. Ngagel Upa Jiwa 3 Pengairan No. 4, Surabaya. Penangkapan dilakukan setelah aparat Polsek Tenggilis Mejoyo mendapat informasi masyarakat terkait pesta sabu yang sedang berlangsung di lokasi tersebut.

Saat digerebek, Hariono tidak sendiri. Ia tengah berpesta sabu bersama tiga rekannya: Junaidi, Muhammad Syahrul Ferdiansyah, dan Hendrik Susanto. Dari lokasi kejadian, polisi menyita alat hisap sabu, sisa sabu seberat 0,075 gram, plastik klip kosong, korek api, serta sedotan yang digunakan sebagai sekrop.

Menurut dakwaan JPU, sabu tersebut dibeli secara patungan oleh keempatnya seharga Rp400 ribu, masing-masing memberikan Rp100 ribu. Pembelian dilakukan melalui perantara bernama Ahmad Arif yang berdomisili di Kalibokor, Surabaya.

Namun dari proses hukum yang berjalan, hanya Hariono yang akhirnya diseret ke meja hijau. Nama ketiga rekannya tidak tercantum dalam berkas perkara terpisah, bahkan nasib Ahmad Arif, sang kurir, juga tidak jelas. Kejanggalan ini memunculkan kecurigaan publik terhadap adanya permainan dalam penanganan perkara narkoba di tingkat penyidikan.

“Ini aneh, yang ditangkap empat orang, tapi hanya satu yang diadili. Padahal sabu dibeli patungan, ini kasus penyalahgunaan secara bersama-sama,” ujar salah satu sumber internal yang enggan disebut namanya kepada Timurpos.co.id.

Sumber tersebut menduga Hariono sengaja “dikorbankan” lantaran statusnya sebagai residivis narkoba. Sedangkan ketiga rekannya diduga dilepas oleh penyidik, bahkan menyebut adanya peran seorang penyidik berinisial Z yang disebut-sebut “menata” jalannya berkas perkara.

Hingga berita ini diturunkan, mantan Kanit Reskrim Polsek Tenggilis Mejoyo, Ipda Oyong Abdillah, yang saat itu menjabat saat penangkapan, belum memberikan keterangan resmi meski telah dihubungi oleh Timurpos.co.id.

Publik kini menanti penjelasan dari pihak kepolisian dan kejaksaan terkait penanganan kasus ini. Jika benar ada intervensi atau praktik “pilih kasih” dalam penegakan hukum kasus narkoba, maka hal ini menjadi preseden buruk dan harus segera diusut secara tuntas. M12/TOK

Tinggal di Bantaran Kali Surabaya Seperti Hidup Bersama Risiko Penyakit

Surabaya, Timurpos.co.id — Kali Surabaya yang seharusnya menjadi sumber kehidupan, kini justru menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Sungai yang membelah kawasan padat penduduk ini mengalami pencemaran lingkungan yang semakin mengkhawatirkan, menjadikannya sumber berbagai penyakit bagi warga yang tinggal di bantaran sungai. Jumat (20/06/2025).

Pencemaran yang bersumber dari limbah industri, rumah tangga, dan buruknya pengelolaan sampah telah menyebabkan penurunan drastis kualitas air sungai. Dampaknya paling dirasakan oleh masyarakat sekitar yang masih memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari, mulai dari mandi hingga mencuci.

Data lapangan menunjukkan bahwa terdapat empat jenis penyakit utama yang menyerang warga bantaran Kali Surabaya akibat pencemaran ini. Yang paling mendominasi adalah demam berdarah, diderita oleh sekitar 50% warga. Kondisi lingkungan yang lembap dan kotor menjadi sarang ideal bagi nyamuk Aedes aegypti, penyebab penyakit tersebut.

Tak hanya itu, penyakit kulit seperti gatal, ruam, dan infeksi juga dialami oleh 26% warga, disebabkan oleh kontak langsung dengan air yang telah terkontaminasi limbah kimia dan mikroorganisme berbahaya. Sementara itu, diare menyerang 23% warga, kebanyakan karena konsumsi air sungai tanpa proses pemurnian. Sisanya, sekitar 4%, mengalami penyakit lain seperti infeksi saluran pernapasan dan gangguan pencernaan, yang juga tak kalah berisiko terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia.

Penyakit Akibat Pencemaran Kali Surabaya berdasarkan hasil penelitian terhadap masyarakat yang hidup di bantaran Kali Surabaya antara lain: Demam Berdarah 50%, Penyakit Kulit: 26%, Diare: 23%, Lainnya: 4%

Kondisi ini menjadi alarm darurat bagi semua pihak. Masyarakat yang tinggal di bantaran Kali Surabaya kini harus hidup berdampingan dengan risiko penyakit setiap hari. Jika tidak segera ditangani, krisis kesehatan akibat pencemaran sungai ini akan semakin meluas.

“Bantaran sungai harus steril dari bangunan liar supaya kesehatan masyarakat tetap terjaga” ungkap Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif Ecoton Foundation saat menyampaikan pada sesi Green Talks di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Sementara itu, mahasiswa ilmu komunikasi Untag bersepakat, diperlukan aksi nyata dan kolaborasi lintas sektor — mulai dari edukasi lingkungan, penyediaan air bersih, perbaikan sistem sanitasi, hingga penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran. Kali Surabaya harus dikembalikan fungsinya sebagai sumber kehidupan, bukan sumber penyakit. TOK/*

Kuasa Hukum Terdakwa Rahadi Sebut Surat Dakwaan JPU Cacat Formil

Foto: Kuasa Hukum Terdakwa Rahadi Sri Wahyu Jatmika

Surabaya, Timurpos.co.id – Zainab Ernawati didakwa jaksa penuntut umum atas kasus penipuan dalam jual beli tanah di kawasan MERR dengan kerugian mencapai Rp 200 juta. Dalam kasus yang berlangsung pada akhir 2018 lalu tersebut Zainab berperan sebagai makelar tanah. Dia menghubungkan pihak pembeli yaitu Nagasaki Widjaja dengan sang pemilik lahan, Haji Udin.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Estik Dilla Rahmawati dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak menyampaikan bahwa, perempuan berusia 64 tahun itu pada mulanya mengaku sebagai pembeli awal atas lahan milik Haji Udin. Lahan seluas 206 meter persegi di Jalan Ir. Soekarno, itu kemudian diminati oleh Nagasaki. ”Terdakwa dengan serangkaian kebohongan mengatakan sebagai pembeli awal yang sudah memberikan uang muka kepada Haji Udin sebesar Rp 200 juta,” ungkap Dilla.

Guna meyakinkan korban, Zainab lantas mengajak Nagasaki ke Kantor Kelurahan Kalijudan, Mulyorejo, pada 23 Desember 2018. Dari keterangan kantor kelurahan didapati bahwa berdasarkan Letter C/Petok D Nomor 5415 Persil 27.S Klas II merupakan milik dari Haji Udin. Sosok yang diklaim oleh Zainab telah diberikan uang muka senilai Rp 200 juta atas tanah yang dibanderol dengan harga Rp.3 miliar tersebut.

Merasa percaya dengan rayuan dari Zainab, Nagasaki lantas menyetorkan uang Rp 200 juta kepada Zainab sebagai pengganti pembayaran uang muka yang diklaim oleh pelaku. Namun setelah diberikan pembayaran awal, warga perumahan Gunung Anyar Harapan tersebut ternyata bukan merupakan sosok pembeli awal dari tanah milik Haji Udin. ”Terdakwa melakukan serangkaian kebohongan mengaku sebagai pembeli awal agar saksi Nagasaki menyerahkan uang sebesar Rp 200 juta,” terang Dilla.

Atas dakwaan tersebut, kuasa hukum terdakwa, Rahadi Sri Wahyu Jatmika, menuturkan bahwa surat dakwaan dari jaksa penuntut diduga cacat formil. ”Surat dakwaan yang diberikan itu kita menilai cacat formil (tidak dicantumkan tanggal kejadian perkara). Oleh karenanya perkara tidak dapat dilanjutkan,” tegasnya selapas sidang di PN Surabaya. TOK

Kejari Tanjung Perak Tetapkan Dua Tersangka Kasus Korupsi Pembelian Ikan Fiktif

Surabaya, Timurpos.co.id – Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan pembelian ikan fiktif di PT Perindo Unit Surabaya. Kedua tersangka tersebut adalah FD selaku Kepala PT PI Unit Surabaya dan P selaku Direktur PT SRBLI.

Menurut Kasi Intelijen Kejari Tanjung Perak, I Made Agus Mahendra Iswara, penetapan tersangka ini berdasarkan hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh Tim Penyidik Kejaksaan Negeri Tanjung Perak. “Tersangka FD dan P telah melakukan perbuatan yang merugikan keuangan negara sebesar kurang lebih Rp 3 miliar,” kata I Made Agus Mahendra Iswara dalam konferensi pers di Kejari Tanjung Perak, Kamis (19/6).

I Made menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari adanya PO fiktif yang dibuat oleh tersangka FD dan P untuk membeli ikan cakalang dan baby tuna. “Tersangka FD dan P membuat PO fiktif dan mengirimkan invoice dan tally sheet fiktif untuk melakukan penginputan sistem ‘ACCURATE’ yang seolah-olah menyatakan PT PI Unit Surabaya memiliki ketersediaan ikan,” jelas I Made.

Dalam kasus ini, tersangka FD dan P telah melakukan dua kali transaksi fiktif, yaitu pada Oktober 2023 dan Januari 2024. Dalam transaksi pertama, tersangka FD dan P membuat PO fiktif senilai Rp1,78 miliar dan melakukan penagihan pembayaran sebesar Rp2,04 miliar, namun hanya dibayarkan sebesar Rp825 juta. Dalam transaksi kedua, tersangka FD dan P membuat PO fiktif senilai Rp1,48 miliar dan melakukan penagihan pembayaran sebesar Rp1,8 miliar, namun hanya dibayarkan sebesar Rp25 juta.

Tersangka FD dan P dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 3 Ayat jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. “Kami masih terus melakukan pendalaman dan pengembangan kasus ini,” pungkas I Made. TOK/*

Mantan Marketing PT CHRIMACORE Didakwa Penipuan Investasi Saham

Foto: Terdakwa Amelia Hutomo Chandra diadili di PN Surabaya

Surabaya Timurpos.co.id – Seorang mantan marketing freelance bernama Amelia Hutomo Chandra, S.E., resmi duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Dalam sidang pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Estik Dilla Rahmawati dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Amelia didakwa melakukan tindak pidana penipuan secara berlanjut sebagaimana diatur dalam Pasal 378 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

JPU Dilla menguraikan bahwa, sejak 24 September 2019 hingga 23 Agustus 2023, terdakwa diduga dengan sengaja melakukan serangkaian kebohongan untuk mengelabui korban bernama Shierine Wangsa Wibawa dengan mengatasnamakan perusahaannya terdahulu, PT CHRIMACORE.

Awalnya, terdakwa sempat bekerja di PT CHRIMACORE sebagai marketing freelance. Meski kontraknya telah berakhir pada tahun 2019, Amelia masih menggunakan nama perusahaan tersebut untuk menawarkan produk investasi palsu kepada korban. Padahal, PT CHRIMACORE dan PT SUCOR SECURITAS, yang namanya turut dicatut terdakwa, tidak pernah mengeluarkan produk investasi berupa penempatan saham seperti yang ditawarkan kepada korban.

“Amelia disebut berhasil meyakinkan korban untuk mentransfer sejumlah dana dengan janji keuntungan 10% setiap dua bulan. Bahkan, korban diminta mentransfer uang ke rekening pribadi terdakwa. Dalam praktiknya, terdakwa bahkan memalsukan dokumen berupa sertifikat penempatan saham dengan mencantumkan logo PT CHRIMACORE dan PT SUCOR SECURITAS.”kata JPU Dilla. Kamis (19/06/2025).

Ia menambahkan bahwa, Modus terdakwa terus berkembang hingga akhirnya menggunakan nama perusahaannya sendiri, PT Benefit Global Bisnis Manajemen, yang diakui sebagai miliknya dan mengklaim bergerak di bidang keuangan. Melalui nama perusahaan barunya ini, Amelia kembali menipu korban dengan berbagai penawaran investasi fiktif.

“Total dana yang berhasil dikumpulkan terdakwa dari korban mencapai Rp 1.218.000.000. Korban sempat memperoleh keuntungan dan hasil penjualan barang-barang pribadi milik terdakwa senilai Rp 844.220.000. Namun, hingga saat ini, korban Shierine Wangsa mengalami kerugian sebesar Rp 373.780.000, yang tidak kunjung dikembalikan oleh terdakwa.” Tambahnya.

Puncaknya, terdakwa sempat tinggal di rumah korban selama beberapa bulan pada akhir tahun 2023 dengan dalih sedang dikejar-kejar nasabah lain. Ia juga menyerahkan kunci apartemennya agar barang-barangnya bisa dijual untuk menutupi utang investasi.

Perbuatan Amelia terungkap setelah korban melakukan klarifikasi ke pihak PT CHRIMACORE dan SUCOR SECURITAS. Keduanya membantah keterlibatan maupun keabsahan produk investasi yang ditawarkan terdakwa.

Atas perbuatannya, terdakwa Amelia Hutomo Chandra, S.E. dijerat dengan Pasal 378 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang penipuan berlanjut.

Atas dakwaan tersebut, terdakwa Ameia tidak mengajukan keberatan,” saya menerima,” saut Amelia dihadapan Majelis Hakim. TOK

Kapolsek Semampir Klarifikasi Isu Penolakan Laporan Warga: Hanya Kesalahpahaman

Surabaya, Timurpos.co.id – Kapolsek Semampir, AKP Herry Iswanto, S.H., angkat bicara terkait isu yang menyebut adanya dugaan penolakan laporan warga oleh anggotanya dalam kasus percobaan pencurian sepeda motor (curanmor). Dalam keterangannya pada Senin (16/6/2025), AKP Herry menegaskan bahwa informasi tersebut keliru dan hanya merupakan kesalahpahaman.

“Rekan media mungkin belum mendapatkan informasi yang lengkap tentang kronologis sebenarnya. Kami tidak pernah menolak laporan masyarakat, apalagi yang menyangkut tindak pidana pencurian. Kejadiannya, korban sendiri yang tidak ingin membuat laporan resmi atas percobaan pencurian yang dialaminya,” ujar AKP Herry saat ditemui di ruang kerjanya.

Peristiwa tersebut diketahui terjadi pada Senin pagi, 9 Juni 2025, sekitar pukul 05.00 WIB. Seorang warga datang ke Polsek Semampir untuk melaporkan adanya percobaan curanmor dan menyerahkan sejumlah barang yang diduga milik pelaku, yakni jaket berisi dua kunci T, kunci pas, dompet berisi KTP, uang mainan, dan dua poket yang diduga sabu-sabu.

Saat itu, kondisi cuaca sedang hujan gerimis. Petugas menanyakan kelengkapan dokumen kepemilikan kendaraan, karena dalam proses laporan resmi dibutuhkan data lengkap kendaraan. Korban kemudian pamit pulang dengan alasan ingin mengambil dokumen tersebut, namun hingga kini tidak kembali lagi ke Polsek.

“Kami sudah meminta korban melengkapi data. Karena tidak kembali dan menolak membuat laporan, kami buatkan surat pernyataan yang turut disaksikan Ketua RT setempat sebagai dokumentasi dan antisipasi jika ada masalah di kemudian hari,” jelasnya.

Kapolsek juga memastikan bahwa barang bukti berupa dua poket yang diduga narkotika jenis sabu telah diserahkan kepada Satresnarkoba Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Selain itu, seluruh kronologi kejadian telah dilaporkan kepada pimpinan.

“Kami tetap profesional dalam menangani setiap temuan dan laporan dari masyarakat. Tidak ada penolakan, hanya miskomunikasi. Kami berharap masyarakat tetap percaya kepada Polsek Semampir,” pungkasnya.

Melalui klarifikasi ini, AKP Herry menegaskan komitmen jajarannya dalam memberikan pelayanan yang profesional, transparan, dan terbuka terhadap setiap laporan masyarakat. M12

Polres Pelabuhan Tanjung Perak Gelar Baksos Untuk Paguyuban Bentor dan Tenaga Kuli Bongkar Muat

Surabaya, Timurpos.co.id – Senyum semringah terpancar dari wajah para anggota paguyuban becak motor (bentor) dan tenaga kuli bongkar muat (TKBM) di kawasan Pelabuhan Tanjung Perak. Kebahagiaan tersebut hadir saat mereka menerima bantuan sosial berupa paket sembako dari Polres Pelabuhan Tanjung Perak dalam rangka menyambut Hari Bhayangkara ke-79.

Kegiatan bakti sosial yang penuh kehangatan ini digelar di Mako Polres Pelabuhan Tanjung Perak pada Rabu, 18 Juni 2025. Penyerahan bantuan dipimpin langsung oleh Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak, AKBP Wahyu Hidayat, dan menjadi wujud kepedulian Polri terhadap masyarakat, khususnya para pekerja harian di lingkungan pelabuhan.

Turut hadir dalam acara tersebut Wakapolres Pelabuhan Tanjung Perak, Kompol Ari Bayuaji, beserta para Pejabat Utama (PJU) dan anggota Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Suasana kebersamaan begitu terasa saat para abdi negara membaur dengan para pekerja pelabuhan yang menjadi tulang punggung perekonomian di kawasan tersebut.

Dalam sambutannya, Kapolres AKBP Wahyu Hidayat menyapa hangat para penerima bantuan. “Kami ucapkan selamat sore kepada para anggota Paguyuban Bentor dan Tenaga Kuli Bongkar Muat (TKBM) yang telah berkenan hadir di acara Bhakti Sosial Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Kegiatan ini kami selenggarakan sebagai bagian dari rangkaian peringatan Hari Bhayangkara ke-79,” ujarnya.

Kapolres berharap bantuan yang diberikan dapat membawa manfaat dan meringankan beban kebutuhan sehari-hari para pekerja.

“Semoga bantuan ini bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya. Saya juga mendoakan semoga Bapak-bapak sekalian senantiasa diberikan kesehatan dan kelancaran dalam mencari nafkah untuk keluarga,” tutur AKBP Wahyu Hidayat.

Alumni Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 2005 ini menambahkan bahwa kegiatan bakti sosial ini merupakan buah dari rezeki yang dikumpulkan oleh seluruh anggota Polres Pelabuhan Tanjung Perak.

“Bantuan ini merupakan berkah dari sedikit rezeki yang kami sisihkan. Semoga kegiatan ini menjadi ladang pahala dan membawa berkah bagi kita semua,” imbuhnya.

Acara dilanjutkan dengan penyerahan bantuan secara simbolis oleh Kapolres kepada perwakilan dari Paguyuban Bentor dan Tenaga Kuli Bongkar Muat. Momen tersebut diabadikan dalam sesi foto bersama yang memperlihatkan kedekatan antara aparat kepolisian dengan masyarakat yang mereka layani, sejalan dengan semangat Hari Bhayangkara untuk terus mengayomi dan melindungi segenap lapisan masyarakat. (*)

Waduh! Residivis Narkoba Hariono Divonis 2,5 Tahun Penjara oleh Hakim Abu Achamad Sidqi

Foto: Terdakwa Hariono selepas sidang di PN Surabaya

Surabaya, Timurpos.co.id – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang diketuai Abu Achamad Sidqi Amsya menjatuhkan vonis pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan terhadap Hariono, seorang residivis kasus narkoba. Putusan dibacakan dalam sidang yang digelar di Ruang Sari 3 PN Surabaya pada Rabu (18/6/2025).

Sebelumnya, Hariono dituntut pidana 5 tahun penjara dan denda Rp800 juta subsidair 3 bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hasanudin Tandilolo dari Kejaksaan Negeri Surabaya. Ia dinyatakan bersalah melanggar Pasal 112 ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Namun dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan Hariono terbukti bersalah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika untuk diri sendiri, sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

“Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika untuk dirinya sendiri,” tegas Hakim Abu Achamad Sidqi.

Pernah Dihukum Dalam Kasus yang Sama

Sebelum menjatuhkan vonis, Hakim sempat menanyakan latar belakang terdakwa. “Apakah terdakwa pernah dihukum?” tanya majelis.

Hariono menjawab, “Saya pernah dihukum dalam perkara yang sama dan kemarin dituntut 5 tahun penjara.”katanya.

Hakim pun menegur keras, “Kenapa kamu tidak kapok? Apakah enak di penjara? Dapat makan gratis?”

Terdakwa hanya tertunduk diam mendengar teguran hakim.

Atas putusan tersebut, JPU Suparlan yang hadir sebagai jaksa pengganti menyatakan masih pikir-pikir. “Kami pikir-pikir, Yang Mulia,” ujarnya.

Kronologi Kasus

Dalam dakwaan JPU disebutkan bahwa Hariono ditangkap pada 3 Desember 2024 sekitar pukul 23.00 WIB di rumahnya di Jl. Ngagel Upa Jiwa 3 Pengairan No. 4, Surabaya. Penangkapan dilakukan setelah Polsek Tenggilis Mejoyo mendapat informasi adanya pesta sabu di lokasi tersebut.

Saat penggerebekan, Hariono tengah berpesta sabu bersama tiga rekannya: Junaidi, Muhammad Syahrul Ferdiansyah, dan Hendrik Susanto. Polisi menemukan alat hisap sabu dan sisa kristal sabu seberat 0,075 gram, serta sejumlah barang bukti lain seperti korek api, plastik klip kosong, dan sekrop sabu dari sedotan.

Barang haram itu dibeli secara patungan seharga Rp400 ribu melalui perantara bernama Ahmad Arif yang berdomisili di Kalibokor, Surabaya. Masing-masing peserta patungan memberikan Rp100 ribu.

Hasil Pemeriksaan

Hasil uji Laboratorium Forensik Surabaya menyatakan bahwa sisa kristal sabu yang ditemukan benar merupakan Metamfetamina, narkotika golongan I sesuai dengan Lampiran I UU No. 35 Tahun 2009.

Dalam dakwaan, terdakwa dijerat dengan Pasal 112 ayat (1) Jo Pasal 127 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Namun, majelis hakim hanya menyatakan pembuktian pada Pasal 127 ayat (1), sehingga vonis menjadi lebih ringan dari tuntutan jaksa. TOK

Batu Akik yang Digunakan Herry Sunaryo Saat Pemukulan Dipersoalkan Korban

Foto: Jatmiko saat memberikan kesaksian di PN Surabaya

Surabaya, Timurpos.co.id – Satu tahun sudah berlalu sejak insiden mengejutkan di kantor salah satu media online (Memorandum) di Surabaya. Namun luka fisik dan batin dari kejadian itu masih membekas. Dalam sidang lanjutan kasus penganiayaan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, saksi korban, Jatmiko, membeberkan kronologi kekerasan yang dialaminya di hadapan majelis hakim. Rabu (18/06/2025).

Peristiwa ini terjadi ketika para karyawan tengah berdiskusi mengenai persiapan ulang tahun kantor Memo Online. Saat itu, terdakwa Herry Sunaryo, yang menjabat sebagai Manajer Pemasaran, hadir dan ikut serta dalam rapat tersebut.

Jatmiko menceritakan, awalnya suasana diskusi berjalan biasa. Namun ketika Eko Yudiono (MC) rapat menanyakan kepadanya soal rencana ulang tahun besok, suasana mulai berubah. Saat itu ia menyebut nama Muklis Darmawan sebagai calon ketua panitia, namun Muklis menolak.

“Saya lalu menunjuk Pak Herry sebagai ketua panitia,” ujarnya. Namun respons yang diterima justru di luar dugaan. “Beliau langsung naik pitam, meludahi saya, dan memukul hingga bibir saya berdarah,” kata Jatmiko di ruang sidang.

Menurutnya, pemukulan terjadi satu kali dengan tangan yang masih mengenakan cincin. “Saya langsung bersandar ke tembok, ingin berdiri tapi ditahan oleh satpam Memorandum. Bibir saya tidak bisa digerakkan, karena terasa menceng dan berdarah,” lanjutnya.

Emosi belum reda, Terdakwa kembali marah usai insiden pemukulan, suasana sempat tenang kembali. Namun Jatmiko menuturkan bahwa ketika naik ke lantai 2 Memorandum, Herry Sunaryo kembali menghampirinya.

“Masih dalam keadaan marah dan emosi, dengan nada tinggi beliau berkata: ‘Cangkem ojo celometan aku wis tua!'” tutur Jatmiko, menirukan ucapan terdakwa yang masih membekas di ingatannya.

Jatmiko menjelaskan bahwa setelah peristiwa tersebut sempat ada upaya mediasi di kantor polisi. Ia bahkan tetap membantu Herry Sunaryo dalam proses pembuatan paspor.

Namun, nada tinggi terdakwa belum juga mereda. “Waktu itu beliau bilang, ‘Kalau mau lapor polisi, ya lapor saja’,” ujarnya.

Meski akhirnya Herry datang ke rumah Jatmiko untuk meminta maaf, korban mengaku masih menyimpan tanya. “Tapi kenapa harus memukul saya?” ujarnya lirih di hadapan hakim.

Dalam sidang, Jatmiko juga menegaskan bahwa dirinya tidak tahu soal keterlibatan pihak lain dalam pemukulan tersebut. “Saya tidak tahu, Yang Mulia. Yang saya tahu hanya beliau yang meludahi dan memukul saya,” tegasnya.

Jatmiko menanyakan terkait batu akik yang dikenakan oleh terdakwa kenapa sampai sekarang belum menjadi barang bukti.

Ahmad Muzaki Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait keterangan dengan menegaskan bahwa terdakwa saat itu memang dalam jarak dekat dan langsung memukul serta meludahi korban.

“Bibir korban berdarah dan tidak diobati. Dibiarkan begitu saja,” jelasnya

Jatmiko kemudian ke dokter untuk diperiksa kemudian, ada arahan untuk di Visum.

Sementara itu, terdakwa Herry Sunaryo membenarkan keterangan saksi bahwa dirinya memang sempat memukul dan meludahi korban saat insiden tersebut. TOK

Penyidik Polresta Sidoarjo Diduga Gelapkan Barang Bukti Kasus Pencurian Kabel Telkom

Sidoarjo, Timurpos.co.id — Penanganan kasus pencurian kabel milik PT. Telkom Indonesia yang terjadi di Desa Keper, Kecamatan Krembung, Kabupaten Sidoarjo, kini disorot publik. Pasalnya, terdapat dugaan bahwa penyidik Polresta Sidoarjo menghilangkan salah satu barang bukti penting berupa alat loketer yang digunakan dalam aksi pencurian tersebut. Selasa (17/06/2025).

Kasus ini menyeret tiga terdakwa: Zeth Bara, Hendy Priyatama, dan Abd Muntholib. Ketiganya telah divonis bersalah melakukan tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan oleh Ketua Majelis Hakim Yuli Efendi di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo. Dalam amar putusan, mereka dijatuhi pidana penjara masing-masing selama 8 bulan—lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Marsandi yang menuntut hukuman 1 tahun 3 bulan.

Namun, di balik putusan tersebut, muncul kejanggalan. Berdasarkan informasi dari narasumber media ini, selain tuntutan dan vonis yang dinilai terlalu ringan, ada indikasi permainan terhadap barang bukti yang semestinya turut diserahkan dalam berkas perkara ke kejaksaan.

Narasumber menyebut bahwa saat penangkapan, polisi mengamankan alat bernama loketer yang digunakan untuk mendeteksi kabel bawah tanah. Anehnya, dalam dokumen resmi perkara, termasuk dalam sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Sidoarjo, alat tersebut tidak tercantum sebagai barang bukti yang dilimpahkan ke kejaksaan ataupun dihadirkan dalam persidangan.

Saat dikonfirmasi, seorang penyidik yang menangani kasus ini, bernama Anton, membenarkan keberadaan alat tersebut. “Barangnya masih ada, Mas. Masih di kantor,” ujarnya singkat kepada awak media. Pernyataan ini memunculkan dugaan bahwa telah terjadi kelalaian atau bahkan kesengajaan dalam tidak menyerahkan barang bukti tersebut ke penuntut umum.

Jika dugaan ini benar, maka perbuatan tersebut bisa melanggar Pasal 230 KUHP yang mengatur ancaman pidana bagi pihak yang dengan sengaja menghilangkan, merusak, atau membuat barang bukti tidak dapat digunakan di pengadilan. Hal ini dapat mencederai kepercayaan publik terhadap integritas proses penegakan hukum.

Modus Pencurian Berkedok Proyek Telkom

Berdasarkan surat dakwaan JPU Marsandi, kasus ini bermula saat terdakwa Zeth Bara meminta bantuan Hendy Priyatama—pengawas lapangan dari anak perusahaan PT. Telkom—untuk membuat Surat Perintah Kerja dan Nota Dinas palsu. Dokumen palsu ini dijadikan dasar seolah-olah ada proyek resmi pengangkatan kabel di wilayah STO Gedangan, Gempol, dan Beji.

Selanjutnya, Zeth Bara menggandeng Abd Muntholib dan sejumlah pekerja lainnya untuk melakukan penggalian dan pencurian kabel. Meski menyadari dokumen tersebut palsu, Abd Muntholib tetap terlibat. Aksi pencurian dilakukan pada 9 dan 14 Mei 2024 dengan mengerahkan dua unit mobil Mitsubishi L-300 dan 12 orang pekerja.

Kabel-kabel yang berhasil dicuri dijual ke pihak ketiga senilai Rp120 juta. Hasil penjualan dibagi-bagi di antara para pelaku, dengan Zeth Bara menerima Rp36,25 juta, Hendy Priyatama Rp35 juta, Abd Muntholib Rp11,87 juta, dan Machfud Johan Efendi Rp5,75 juta.

Dalam putusan pengadilan, sejumlah barang bukti seperti dua unit mobil L-300, potongan kabel, alat-alat galian, serta dokumen palsu telah disita. Namun, keberadaan alat loketer tidak tercantum secara resmi.

Desakan Evaluasi Kinerja Penyidik

Kinerja penyidik Polresta Sidoarjo kini menuai sorotan. Praktisi hukum dan pemerhati peradilan mendesak agar pihak berwenang, termasuk pengawas internal Polri dan Kejaksaan, melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penanganan kasus ini. Jika terbukti adanya unsur kesengajaan dalam tidak melimpahkan barang bukti, maka harus ada proses hukum lanjutan terhadap oknum penyidik yang terlibat.

“Barang bukti adalah kunci dalam pembuktian di Pengadilan. Jika ada yang sengaja disembunyikan atau dihilangkan, ini pelanggaran serius terhadap prinsip keadilan,” ujar seorang praktisi hukum yang enggan disebut namanya.

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum, serta bahwa pengawasan terhadap aparat penegak hukum harus berjalan ketat agar tidak mencederai kepercayaan masyarakat. M12