Timur Pos

Tiga Orang Mengaku Polisi, Geledah Rumah Rizal dan Tidak Temukan Apa-Apa

Foto: Tangkapan layar CCTVĀ 

Surabaya, Timurpos.co.id – Dugaan salah sasaran kembali mencuat dan melibatkan diduga oknum anggota Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Seorang warga Tanah Merah, Surabaya, bernama Rizal, mengaku didatangi dan digeledah oleh tiga orang yang mengaku sebagai anggota kepolisian, pada Rabu (18/12) siang sekitar pukul 13.30 WIB.

Menurut penuturan Rizal, peristiwa tersebut bermula saat sebuah mobil Toyota Innova berwarna kuning emas. Dari mobil itu turun tiga pria yang mengaku sebagai anggota Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Salah satu di antaranya memperkenalkan diri bernama Suryanto dengan ciri-ciri bertubuh tegab dan berambut gondrong.

ā€œSaat saya membuka pintu, tiba-tiba dia (Suryanto) mengatakan, ā€˜Sudah-sudah, kooperatif saja,’ sambil menunjukkan surat tugas, sebuah foto dan menanyakan apakah benar saya bernama Rizal,ā€ ujar Rizal.

Rizal mengaku kebingungan karena tidak mengetahui maksud kedatangan para petugas tersebut. Ia kemudian diminta duduk di ruang tamu dan diberi tahu bahwa dirinya diduga terlibat kasus pencurian sepeda motor Honda Scoopy yang terjadi beberapa hari sebelumnya di kawasan Kalilom Lom, Surabaya.

ā€œSaya jelaskan kalau saya tidak terlibat dalam kasus itu dan saya minta agar dipanggilkan pak RT atau tetangga sebagai saksi. Tapi permintaan itu ditolak dengan alasan tidak perlu membuat suasana ramai,ā€ katanya.

Meski demikian, dua orang lainnya tetap melakukan penggeledahan ke sejumlah ruangan di dalam rumah, mulai dari kamar tidur hingga kamar mandi. Namun, penggeledahan tersebut tidak menemukan barang bukti apa pun yang berkaitan dengan dugaan tindak pidana.

ā€œSetelah tidak menemukan apa-apa, mereka pergi, tapi sebelumnya sempat memotret KTP saya,ā€ tambah Rizal.

Saat ditanya apakah dirinya mengalami tindakan kekerasan, Rizal menyebut tidak ada kekerasan fisik. Namun ia mengaku mengalami syok psikologis, terlebih peristiwa tersebut disaksikan langsung oleh anaknya.

ā€œTidak ada kekerasan, tapi saya syok karena kejadian itu dilihat anak saya,ā€ ujarnya.

Terpisah Kasi Humas Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Iptu Suroto, terkait adanya orang yang mengaku Anggota Polres Pelabuhan Tanjung Perak, yang diduga salah sasaran dengan mengeledah rumah warga di daerah Tanah Merah Indah Surabaya mengatakan, bahwa “gak apa hafal mas, “Singkatnya kepada Timurpos.co.id.Tok

Kejati Jatim Ambil Alih Tuntutan Kasus Perburuan Satwa di Taman Nasional Baluran

Surabaya – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur resmi mengambil alih tuntutan pidana dalam perkara perburuan satwa liar di kawasan konservasiĀ Taman Nasional Baluran, Kabupaten Situbondo. Langkah tersebut diambil menyusul perhatian publik yang luas sekaligus sebagai bagian dari penyesuaian kebijakan hukum pidana nasional yang akan segera diberlakukan.

Pengambilalihan ini menegaskan komitmen Kejati Jatim dalam menegakkan hukum konservasi secara berimbang, dengan tetap memperhatikan kepastian hukum, perlindungan lingkungan hidup, serta rasa keadilan di tengah masyarakat.

Perkara tersebut menjerat terdakwaĀ Masir, yang didakwa melanggarĀ Pasal 40B ayat (2) huruf b juncto Pasal 33 ayat (2) huruf g Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2024Ā tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur,Ā Saiful Bahri Siregar, S.H., M.H., menjelaskan bahwa peristiwa bermula padaĀ Rabu, 23 Juli 2025Ā sekitar pukul 08.00 WIB. Terdakwa berangkat dari rumah menujuĀ Blok Widuri RPTN Balanan SPTNW I Bekol, Taman Nasional Baluran, Kecamatan Banyuputih, dengan mengendarai sepeda motor protolan tanpa nomor polisi.

Di lokasi tersebut, terdakwa membawa perlengkapan untuk menangkap burung cendet dengan alasan mencari madu sekaligus berburu. Sekitar pukul 11.00 WIB, terdakwa memasang jebakan berupa ranting yang diolesi getah dengan umpan jangkrik yang diikat pada lidi.

ā€œMetode ini digunakan untuk menarik burung cendet agar hinggap, kemudian ditangkap dan dimasukkan ke dalam wadah dari bambu maupun daun kelapa. Aktivitas tersebut dilakukan di beberapa titik hingga terdakwa berhasil menangkap lima ekor burung cendet,ā€ ujar Saiful Bahri Siregar, Kamis (18/12/2025).

Sekitar pukul 14.00 WIB, petugas patroli dari Pos Watunumpuk Taman Nasional Baluran melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa. Dari hasil pemeriksaan, petugas menemukan lima ekor burung cendet yang disimpan dalam bubung bambu, ketupat dari daun kelapa, serta jaring berwarna hitam. Seluruh barang bukti kemudian diamankan dan terdakwa dibawa ke Polres Situbondo untuk proses hukum lebih lanjut.

ā€œTindakan tersebut menimbulkan kerugian ekologis yang tidak ternilai bagi kawasan konservasi,ā€ tegasnya.

Kelima ekor burung cendet yang disita selanjutnya dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya oleh petugas berwenang dariĀ Kementerian Lingkungan Hidup dan KehutananĀ di kawasan Taman Nasional Baluran.

Fakta persidangan juga mengungkap bahwa terdakwa bukan kali pertama melakukan perburuan satwa liar. Sejak tahun 2014 hingga 2025, terdakwa beberapa kali tertangkap petugas dengan indikasi kuat aktivitas perburuan, mulai dari ditemukannya bulu burung, jaring, hingga perekat pulut. Bahkan pada Juni 2024, terdakwa sempat tertangkap membawa tujuh ekor burung cendet dan hanya dikenai peringatan tertulis.

Dalam persidanganĀ Kamis, 4 Desember 2025, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fitri Agustina Trianinggsih dari Kejaksaan Negeri Situbondo menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun, dikurangi masa tahanan. Sejumlah barang bukti dikembalikan kepada terdakwa, sementara alat-alat perburuan dirampas untuk dimusnahkan.

PadaĀ 11 Desember 2025, penasihat hukum terdakwa mengajukan nota pembelaan (pledoi) yang kemudian ditanggapi Penuntut Umum melalui replik dalam sidang lanjutanĀ 18 Desember 2025.

Kejaksaan Tinggi Jawa Timur selanjutnya mengambil alih tuntutan pidana tersebut dengan mempertimbangkanĀ asas futuristik, seiring pemberlakuanĀ Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional (UU Nomor 1 Tahun 2023)Ā yang efektif mulaiĀ 2 Januari 2026, sertaĀ Undang-Undang Penyesuaian PidanaĀ yang disahkan DPR pada 8 Desember 2025.

Penyesuaian ini bertujuan meningkatkan efektivitas penegakan hukum, memperkuat perlindungan hak asasi manusia, serta menyelaraskan sistem pemidanaan dengan perkembangan zaman, termasuk peninjauan pidana minimum khusus dalam undang-undang sektoral tanpa mengurangi komitmen perlindungan lingkungan hidup.

Pengambilalihan tuntutan ini menjadi sinyal bahwa penegakan hukum konservasi tidak semata berorientasi pada pemidanaan, tetapi juga diarahkan pada keberlanjutan kebijakan hukum nasional yang adil, adaptif, dan berwawasan lingkungan.Ā Kejati Jatim menegaskan komitmennya menjaga keseimbangan antara kepastian hukum, perlindungan ekosistem, dan rasa keadilan masyarakat.Ā  Tok

Tak Kembalikan Dana Salah Transfer Rp118,5 Juta, Fufuk Wong Penjual Makanan Online Diadili di PN Surabaya

Surabaya, Timurpos.co.id – Harianto alias Fufuk Wong (54) harus duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Penjual makanan online itu didakwa menggelapkan dana salah transfer senilai Rp118,5 juta milik Alin Chandra. Kamis (18/12).

Perkara bermula saat Alin Chandra, pemilik toko material, hendak mentransfer uang kepada rekan bisnisnya bernama Hariyanto pada 27 September 2024. Alin kemudian meminta anaknya, Michael Chandra, melakukan transfer melalui mobile banking. Namun, Michael keliru mengirimkan uang ke rekening Harianto yang tersimpan dalam daftar penerima.

Sebelumnya, Alin sempat memesan makanan chinese food dari usaha milik Harianto. Kesalahan baru disadari setelah rekan bisnis Alin mengabarkan bahwa dana yang ditransfer belum diterima. Alin lalu memeriksa ulang bukti transaksi dan mendapati uang tersebut salah transfer.

Korban pun berupaya meminta pengembalian dana. Namun, Harianto disebut berulang kali menghindar hingga memblokir nomor telepon Alin. Pihak bank juga telah menyampaikan pemberitahuan terkait kesalahan transfer tersebut, tetapi tetap diabaikan oleh terdakwa.

ā€œSetelah saya minta uang saya kembali, nomor saya malah diblokir,ā€ ungkap Alin di hadapan majelis hakim.

Dalam surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Nyoman Darma Yoga menyebutkan uang tersebut digunakan terdakwa untuk kebutuhan pribadi, pengisian saldo dompet digital, serta aktivitas trading.

ā€œSekitar Rp100 juta digunakan terdakwa untuk trading Argo Dana,ā€ ujar jaksa.

Terdakwa yang merupakan warga Pecindilan, Kecamatan Genteng, Surabaya, juga diketahui pernah menjalani hukuman penjara selama 1 tahun 8 bulan dalam perkara penggelapan.

Sementara itu, di hadapan persidangan, Harianto membantah mengetahui adanya kesalahan transfer. Ia mengaku tidak mengembalikan dana karena tidak mengetahui nomor telepon pemilik uang.

ā€œSaya tidak tahu nomornya, jadi tidak bisa mengembalikan,ā€ dalihnya. Meski demikian, terdakwa menyatakan kesediaannya untuk mengembalikan dana milik korban. Tok

Sidang KDRT Selebgram Vinna Natalia: Terdakwa Ungkap Dugaan Kekerasan Berulang, Ahli Ingatkan Pembuktian Psikis Harus Objektif

Surabaya, Timurpos.co.id – Sidang lanjutan perkara dugaan kekerasan psikis dalam rumah tangga (KDRT) dengan terdakwa selebgram Vinna Natalia Wimpie Widjoyo, S.E. kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (17 November 2025). Persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Pujiono dengan jaksa penuntut umum Siska Christina dan Mosleh Rahman dari Kejaksaan Negeri Surabaya ini mendengarkan keterangan terdakwa, sekaligus mengaitkannya dengan pandangan para ahli yang sebelumnya dihadirkan pihak terdakwa.

Dalam keterangannya, Vinna menyampaikan bahwa ia menikah pada 2012 dan dikaruniai tiga orang anak. Pernikahan yang dilangsungkan di Gereja Yohanes tersebut, menurutnya, diwarnai kekerasan fisik dan psikis yang terjadi berulang kali. Ia menyebut peristiwa puncak terjadi pada 12 Desember 2023, saat mengaku dipukul oleh suaminya hingga akhirnya meninggalkan rumah dan pulang ke kediaman orang tuanya di Sidoarjo pada 15 Desember 2023.

ā€œSaya dihajar dari ujung kepala sampai ujung kaki,ā€ ujar Vinna di hadapan majelis hakim. Ia mengaku mengalami pemukulan, ditarik rambutnya, dicekik, diinjak agar tidak bisa melarikan diri, hingga dipukul menggunakan ikat pinggang. Bahkan, ia menyatakan sempat mendapat ancaman serius. ā€œDia mengatakan bisa membunuh saya,ā€ ucapnya.

Atas kejadian tersebut, Vinna melaporkan suaminya ke Polrestabes Surabaya. Namun, ia menilai proses penanganan perkara berjalan lama dan selama itu dirinya diarahkan untuk menempuh jalur perdamaian. Dalam kesepakatan yang disebut sebagai bagian dari proses restorative justice (RJ), Vinna mengaku diminta mencabut laporan KDRT dan gugatan cerai, dengan kompensasi berupa janji uang Rp2 miliar, uang bulanan Rp75 juta, serta sebuah rumah senilai Rp5 miliar. Menurutnya, kesepakatan itu tidak sepenuhnya terealisasi.

ā€œUang bulanan hanya diberikan satu kali, sedangkan rumah sampai sekarang tidak ada,ā€ ungkapnya. Sejak meninggalkan rumah, Vinna juga mengaku kesulitan bertemu anak-anaknya karena tidak diberi izin, bahkan pihak sekolah menerima surat larangan tanpa persetujuan darinya.

Vinna turut mengungkap dugaan kekerasan lain yang terjadi setelah perdamaian, termasuk pemukulan terhadap asisten rumah tangga menggunakan tongkat golf serta dugaan perselingkuhan. Hal-hal tersebut, menurutnya, menjadi alasan untuk kembali mengajukan gugatan cerai pada 2024. Ia menegaskan bahwa angka kompensasi Rp20 miliar yang sempat muncul dalam mediasi di kejaksaan merupakan perhitungan kewajiban yang dinilai belum dipenuhi, bukan untuk benar-benar direalisasikan. Vinna juga mengaku tidak sepenuhnya menginginkan perdamaian, namun merasa berada di bawah tekanan berbagai pihak.

Sementara itu, dalam persidangan sebelumnya pada 15 November 2025, pihak terdakwa menghadirkan saksi ahli pidana dan psikologi. Ahli pidana Dr. Bastianto Nugroho, S.H., M.Hum. menjelaskan bahwa kekerasan psikis merupakan bentuk tindak pidana yang paling sulit dibuktikan karena tidak meninggalkan bekas fisik. Oleh karena itu, pembuktiannya harus ketat, objektif, dan terukur.

Menurutnya, tidak setiap konflik atau pertengkaran dalam rumah tangga dapat serta-merta dikualifikasikan sebagai kekerasan psikis. Penilaian harus mempertimbangkan intensitas, frekuensi, pola berulang, serta dampak nyata terhadap kondisi kejiwaan korban, termasuk hubungan sebab akibat antara perbuatan dan penderitaan psikis. ā€œHukum pidana tidak bekerja berdasarkan persepsi subjektif atau emosi semata,ā€ tegasnya.

Ahli psikologi Dr. Probowati Tjondroegoro, Drt., MS., Psikolog menambahkan bahwa kondisi psikis tidak dapat dinilai secara instan. Gangguan psikis baru dapat disimpulkan jika terdapat perubahan signifikan dan menonjol antara kondisi sebelum dan sesudah peristiwa yang dipersoalkan. Indikatornya dapat berupa penurunan semangat hidup, menarik diri dari lingkungan sosial, murung berkepanjangan, hingga gangguan fungsi keseharian, namun harus dianalisis secara komprehensif dan berbasis metode ilmiah.

Para ahli juga menegaskan bahwa kekerasan psikis umumnya bersifat akumulatif, bukan akibat satu kejadian tunggal. Selain itu, permohonan cerai dipandang sebagai hak hukum setiap individu dan tidak otomatis merupakan bentuk kekerasan psikis. Terkait restorative justice, ahli pidana menjelaskan bahwa kesepakatan RJ memiliki konsekuensi hukum dan ingkar janji dapat berimplikasi pidana sepanjang memenuhi unsur-unsur yang ditentukan, namun tetap harus diuji secara objektif dan proporsional.

Sidang perkara ini akan dilanjutkan dengan agenda berikutnya, yakni pembacaan tuntutan. Tok

Ahli di Sidang Tipikor Surabaya: Perintah Atasan Tak Serta-Merta Hapus Unsur Korupsi

Surabaya, Timurpos.co.id – Sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana kompensasi desa kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya. Dalam persidangan tersebut, majelis hakim mendengarkan keterangan ahli hukum pidana dari Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya, Prof. Sadjiono, yang dihadirkan oleh pihak terdakwa.

Di hadapan majelis hakim, Prof. Sadjiono yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Ubhara Surabaya menegaskan bahwa perbuatan yang dilakukan berdasarkan perintah atasan tidak otomatis dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Namun demikian, menurutnya, perintah atasan juga tidak serta-merta menghapus unsur perbuatan melawan hukum.

ā€œApabila seseorang melakukan perbuatan karena perintah pejabat yang berwenang, maka pertanggungjawaban pidananya harus dilihat secara menyeluruh. Perintah tersebut tidak serta-merta menghilangkan sifat melawan hukum dari perbuatan yang dilakukan,ā€ ujar Prof. Sadjiono dalam sidang, Rabu (17/12/2025).

Keterangan ahli tersebut berkaitan dengan perkara yang menjerat dua terdakwa, yakni Kepala Desa Sidokelar, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Moh. Saiful Bahri, serta mantan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sidokelar, Syafi’in. Keduanya didakwa terlibat dalam penyalahgunaan dana kompensasi desa yang seharusnya menjadi Pendapatan Asli Desa (PAD).

Usai mendengarkan keterangan ahli, majelis hakim melanjutkan persidangan dengan pemeriksaan terdakwa. Syafi’in dalam keterangannya mengaku bahwa tindakannya berawal dari perintah Kepala Desa Sidokelar sebelumnya, Ahmad Zailani, yang menjabat pada periode 2013–2014. Ia menyebut dana kompensasi diterima saat kepala desa lama masih menjabat dan dirinya hanya menjalankan instruksi.

ā€œSelama itu, uang kompensasi masuk ke rekening pribadi kepala desa dan sudah saya setorkan,ā€ kata Syafi’in.

Sementara itu, Moh. Saiful Bahri menjelaskan bahwa dirinya menjabat sebagai Kepala Desa Sidokelar pada periode 2013–2018. Ia mengaku mengetahui adanya dana kompensasi dari PT Sari Dumai Sejati setelah mendapat penjelasan dari Syafi’in. Menurutnya, dana tersebut masuk ke rekening pribadi, namun bunga banknya telah dikembalikan dan sebagian dana digunakan untuk kepentingan desa, termasuk rencana pendirian BUMDes.

Meski demikian, Saiful Bahri juga mengakui sebagian dana sempat digunakan untuk kepentingan pribadi. Ia menyebut telah membuat pembukuan sederhana terkait penggunaan dana dan menegaskan dana sebesar Rp189 juta telah dikembalikan.

Dalam persidangan juga dihadirkan saksi meringankan, Muklis, yang menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Desa pada 2014. Ia mengaku mengetahui aliran dana kompensasi jalan desa lebih dari Rp400 juta yang diterima dari Bagus Sugianto dan kemudian diserahkan kepada Syafi’in atas perintah Kepala Desa Ahmad Zailani.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam surat dakwaan menyatakan bahwa Syafi’in bersama Moh. Saiful Bahri telah menyalahgunakan dana kompensasi sebesar Rp420 juta yang berasal dari PT Sari Dumai Sejati. Dana tersebut diberikan sebagai kompensasi penggunaan jalan desa oleh perusahaan dan seharusnya disetorkan ke kas desa.

Dalam dakwaan bernomor PDS-09/LAMON/08/2025, jaksa mengungkap bahwa pada Maret 2014 dana sebesar Rp380 juta ditransfer ke rekening pribadi Syafi’in, setelah sebelumnya Rp40 juta digunakan untuk pembayaran pesangon sejumlah perangkat desa. Dana tersebut disimpan hampir lima tahun dan menghasilkan bunga bank sebesar Rp58 juta yang dinikmati untuk kepentingan pribadi.

Pada Januari 2019, sisa dana kompensasi dipindahkan ke rekening pribadi Moh. Saiful Bahri. Namun, laporan penggunaan dana yang kemudian dibuat dinilai tidak memenuhi ketentuan karena tidak dilengkapi dokumen resmi, seperti Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan bukti pengeluaran yang sah.

Berdasarkan hasil audit Inspektorat Kabupaten Lamongan tertanggal 11 Juli 2025, perbuatan para terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp382,3 juta.

Atas perbuatannya, JPU mendakwa Syafi’in melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Sementara Moh. Saiful Bahri ditangani dalam berkas perkara terpisah.

Majelis hakim menunda persidangan dan akan melanjutkannya dengan agenda pembacaan tuntutan dari JPU pada Rabu (7/1/2026). ā€œSidang saya tutup dan ditunda dua minggu ke depan,ā€ ujar Ketua Majelis Hakim, Cokia Ana P. Oppusunggu. Tok

Kejati Jatim Tegaskan Komitmen Disiplin, Jaksa Kejari Sidoarjo Dinyatakan Negatif Narkoba

Surabaya, Timurpos.co.id – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) menegaskan komitmennya dalam menegakkan disiplin dan menjaga integritas institusi menyusul beredarnya informasi di masyarakat dan media sosial terkait dugaan keterlibatan seorang oknum jaksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo dalam penyalahgunaan narkoba.

Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Agus Sahat Sampe Tua Lumban Gaol, menyampaikan bahwa pihaknya telah menindaklanjuti informasi tersebut secara serius dengan melakukan klarifikasi kepada Kepala Kejaksaan Negeri Sidoarjo serta mengambil langkah pemeriksaan awal.

ā€œKami sudah melakukan klarifikasi kepada Kajari Sidoarjo. Saat ini Jaksa APYK juga telah menjalani pemeriksaan tes urine di Rumah Sakit Jiwa Menur,ā€ ujar Kajati Jatim, Selasa (17/12/2025).

Berdasarkan Surat Keterangan Pemeriksaan NAPZA Nomor: 400.7/2389/2/102.8/2025 tertanggal 17 Desember 2025 yang ditandatangani dokter dr. Lila Nurmayanti, Sp.Kj, hasil pemeriksaan menyatakan Ardhi Padma Yudha Kottama (APYK) dinyatakan bebas narkoba atau negatif (-).

Kajati Jatim menjelaskan, APYK merupakan jaksa yang bertugas pada Seksi Tindak Pidana Khusus dan selama ini hanya menangani perkara tindak pidana korupsi. Yang bersangkutan tidak pernah menangani perkara tindak pidana umum, apalagi perkara narkotika. Dengan demikian, rumor yang menyebutkan adanya dugaan penyalahgunaan narkotika dari barang bukti perkara yang ditangani dinyatakan tidak benar.

ā€œPengelolaan barang bukti di Kejaksaan dilakukan dengan sangat ketat. Jumlah barang bukti narkotika yang dilimpahkan pada saat Tahap II pun sangat terbatas karena pada umumnya barang bukti narkotika langsung dimusnahkan sesuai prosedur,ā€ tegasnya.

Lebih lanjut, Kajati Jatim menyampaikan bahwa APYK dikenal sebagai jaksa yang berkinerja baik dan produktif. Bahkan, yang bersangkutan turut berkontribusi membawa Kejari Sidoarjo meraih penghargaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai peringkat pertama nasional kategori Kejaksaan Negeri Tipe A dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi.

Menanggapi kabar yang menyebutkan APYK tidak masuk kerja selama lebih dari 40 hari, Kajati menegaskan bahwa ketidakhadiran tersebut disertai surat izin resmi karena alasan kesehatan.

ā€œYang bersangkutan tidak mangkir tanpa keterangan. Ada izin kedinasan yang sah karena kondisi sakit,ā€ jelasnya.

Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menegaskan komitmen penuh untuk menjaga integritas, profesionalisme, dan kepercayaan publik. Setiap laporan masyarakat, ditegaskan Kajati, akan selalu ditindaklanjuti secara objektif, transparan, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tok

Perkuat Pidsus Kejati Jatim, John Franky Ariandi Yanafia Resmi Jabat Kasi Penyidikan

Surabaya, Timurpos.co.id – Mutasi pejabat eselon IV di lingkungan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur kembali bergulir sebagai bagian dari dinamika organisasi dan upaya penguatan kinerja Korps Adhyaksa. Salah satu pejabat yang mendapat amanah baru adalah John Franky Ariandi Yanafia, S.H., M.H., yang kini resmi menjabat sebagai Kepala Seksi Penyidikan pada Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jawa Timur.

Sebelumnya, John Franky menjabat sebagai Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Sidoarjo. Penugasan barunya tersebut merupakan bagian dari mutasi internal dan penyegaran organisasi dalam rangka meningkatkan efektivitas serta kualitas pelaksanaan fungsi penyidikan tindak pidana khusus di lingkungan Kejati Jatim.

Jabatan Kasi Penyidikan Bidang Pidsus Kejati Jatim sebelumnya diemban oleh Muhammad Harris, S.H., M.H., yang kini mendapat penugasan baru sebagai Kasi B atau Kasi Narkotika pada Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Selama menjabat sebagai Kasi Pidsus Kejari Sidoarjo, John Franky Ariandi Yanafia mencatatkan kinerja menonjol melalui penanganan sejumlah perkara tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah.

Perkara-perkara tersebut antara lain kasus korupsi bantuan lumpur Sidoarjo, Perumda Delta Sidoarjo, dana hibah kelompok masyarakat, pengelolaan aset Rusunawa Tambaksawah, penyalahgunaan wewenang di sektor perbankan BRI, penjualan aset tanah milik pemerintah desa, penyelewengan dana CSR Desa Entalsewu, serta praktik pungutan liar dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Ketegasan, keberanian, serta kepiawaian dalam memimpin penanganan perkara turut mengantarkan Kejaksaan Negeri Sidoarjo meraih berbagai penghargaan bergengsi. Di antaranya predikat terbaik I satuan kerja tipe A dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi se-Jawa Timur Tahun 2025, peringkat pertama Kejaksaan Negeri tipe A secara nasional kategori penanganan perkara tindak pidana korupsi Tahun 2025 dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta penghargaan sebagai Kasi Pidsus terbaik se-Wilayah Jawa Timur Tahun 2025.

Tak hanya fokus pada penindakan, John Franky juga dikenal sebagai sosok inovatif dan adaptif. Ia menggagas platform digital ā€œLapor Kajariā€ sebagai terobosan strategis untuk mempermudah dan mempercepat pelaporan dugaan tindak pidana korupsi secara mudah, praktis, dan real time, sekaligus mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan.

Seiring dengan mutasi tersebut, jabatan Kasi Pidsus Kejari Sidoarjo yang ditinggalkan John Franky kini resmi diisi oleh Sigit Sambodo, S.H., M.Hum. Penunjukan ini diharapkan mampu menjaga kesinambungan serta optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi Seksi Tindak Pidana Khusus di Kejaksaan Negeri Sidoarjo.

Rangkaian mutasi jabatan ini merupakan bagian dari penataan, penyegaran, dan penguatan struktur organisasi Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Jawa Timur, guna memastikan soliditas, profesionalisme, serta efektivitas penanganan dan penyidikan tindak pidana khusus di wilayah Jawa Timur. Tok

JPU Ungkap Peran Guntur sebagai Pencetak dan Joni Pengedar Upal

Surabaya, Timurpos.co.id – Dua terdakwa perkara peredaran uang palsu, Guntur Herianto Ridwan dan Njo Joni Andrean, kembali menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan agenda pemeriksaan saksi, Rabu (17/12/2025). Sidang dipimpin majelis hakim dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Galih Riana dari Kejaksaan Negeri Surabaya.

Dalam persidangan, JPU menghadirkan saksi Moh Soleh, istrinya, serta Muzakir, anggota Polsek Wonokromo. Dari keterangan saksi terungkap awal mula terbongkarnya kasus peredaran uang palsu tersebut.

Saksi Moh Soleh menerangkan, kejadian bermula saat terdakwa Njo Joni Andrean membeli rokok dan korek api di tokonya dengan menggunakan uang pecahan Rp100 ribu. Ia mengaku curiga karena fisik uang tersebut terasa janggal.

ā€œSaya tanyakan ke Joni, uang itu dapat dari mana. Dia menjawab dari Cina, katanya waktu parkir di daerah Gembong,ā€ ujar Soleh di hadapan majelis hakim.

Soleh menambahkan, setelah transaksi itu Joni sempat mengirimkan lokasi (share location). Tak lama kemudian, Joni menelepon seseorang yang mengaku sebagai ayahnya. Namun hingga pukul 02.00 WIB, orang tersebut tidak kunjung datang ke toko, sementara kondisi sekitar sudah ramai karena aktivitas warga menuju pasar.

Istri Moh Soleh kemudian menghubungi ketua RT setempat yang dilanjutkan dengan laporan ke Polsek Wonokromo. Petugas kepolisian pun segera datang ke lokasi.

Saksi Muzakir dari Polsek Wonokromo membenarkan peristiwa tersebut. Ia menjelaskan, pihaknya mengamankan Njo Joni Andrean untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dari hasil pengembangan, polisi kemudian mendatangi sebuah rumah di Jl. Jagir No. 356 Surabaya dan mengamankan terdakwa Guntur Herianto Ridwan.

ā€œAwalnya Guntur mengaku tidak tahu menahu. Namun setelah dilakukan penggeledahan, kami menemukan barang bukti berupa laptop, printer, dan handphone,ā€ kata Muzakir.

Menurutnya, laptop tersebut digunakan untuk mendesain uang palsu, sedangkan printer dipakai untuk mencetak. Dari hasil penyidikan, peran Guntur adalah sebagai pembuat dan pencetak uang palsu, sementara Joni berperan sebagai pengedar. Bahkan, Guntur juga menjual uang palsu melalui media sosial dengan perbandingan transaksi 1 banding 4.

ā€œPemilik rumah atas nama David Prasetyo hingga saat ini masih berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO),ā€ tambah Muzakir.

Dalam surat dakwaan, JPU Galih menyebutkan bahwa terdakwa Guntur Herianto Ridwan alias Bin Totok Herianto bersama David Prasetyo (DPO) dan Njo Joni Andrean diduga secara bersama-sama mengedarkan dan membelanjakan uang rupiah yang diketahui merupakan uang palsu.

Perbuatan tersebut dilakukan pada Senin, 8 September 2025 sekitar pukul 21.00 WIB di Toko Nur, Jalan Satelita Utara, Kecamatan Sukomanunggal, Surabaya, serta di beberapa lokasi lain yang masih masuk wilayah hukum PN Surabaya.

Dalam pengungkapan perkara ini, polisi menyita puluhan hingga ratusan lembar uang palsu berbagai pecahan, alat cetak, stempel logo uang, printer, laptop, cat semprot, hingga handphone yang digunakan untuk menjalankan aktivitas ilegal tersebut.

Berdasarkan hasil uji laboratorium Bank Indonesia, uang pecahan Rp100 ribu yang diperiksa dinyatakan tidak asli.

Atas perbuatannya, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 36 Ayat (3) atau Ayat (2) jo Pasal 26 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, serta Pasal 244 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Tok

Ā Isu Oknum Jaksa Kejari Sidoarjo Nyabu di Apartemen MencuatĀ 

Foto: ilustrasi

Sidoarjo, Timurpos.co.id – Kabar dugaan keterlibatan seorang oknum jaksa dalam penyalahgunaan narkotika jenis sabu mencuat di tengah masyarakat Sidoarjo. Informasi tersebut beredar luas di media sosial dan mengatasnamakan laporan warga Sidoarjo.

Dalam unggahan tersebut disebutkan adanya dugaan seorang oknum jaksa bernama Ardhi Padma Yudha Kottama, yang berdinas di Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo, kerap melakukan pesta sabu di salah satu apartemen kawasan Sun City bersama sejumlah rekan oknum lainnya.

Menanggapi kabar tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur, Agus Sahat Sampe Tua Lumban Gaol, membenarkan bahwa pihaknya telah melakukan klarifikasi kepada Kepala Kejaksaan Negeri Sidoarjo terkait isu tersebut. Selain itu, Kejati Jatim juga telah mengambil langkah pemeriksaan berupa tes urine terhadap jaksa yang bersangkutan.

ā€œKami sudah melakukan klarifikasi ke Kajari Sidoarjo dan saat ini sedang dilakukan tes urine kepada yang bersangkutan. Hasilnya saya belum mengetahui, nanti akan saya cek lagi. Kalau memang hasilnya positif, tentu akan kami tindak tegas,ā€ ujar Agus Sahat saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (17/12/2025).

Kajati Jatim menjelaskan, berdasarkan keterangan dari Kajari Sidoarjo, Jaksa Ardhi Padma Yudha Kottama bertugas di bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Sidoarjo. Bahkan, yang bersangkutan dikenal sebagai jaksa yang cukup produktif dalam penanganan perkara.

ā€œYang bersangkutan ini salah satu jaksa yang berkontribusi membawa Kejari Sidoarjo meraih penghargaan dari KPK sebagai peringkat pertama nasional kategori Kejaksaan Negeri Tipe A dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi,ā€ ungkapnya.

Meski demikian, Kajati mengakui adanya perubahan perilaku yang dialami Jaksa Ardhi dalam beberapa waktu terakhir.

ā€œMemang akhir-akhir ini dia sering terlihat linglung. Kalau ditanya seperti bingung, tidak seperti sebelumnya,ā€ kata Agus Sahat.

Namun demikian, Kajati menegaskan bahwa perubahan kondisi tersebut tidak berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika. Ia menyebutkan bahwa Jaksa Ardhi diketahui menjalani pengobatan di Rumah Sakit Jiwa Menur.

ā€œDia memang berobat ke Rumah Sakit Menur. Dari hasil pemeriksaan, bukan karena obat-obatan terlarang. Ada hasil pemeriksaannya, meski saya tidak detail, yang jelas bukan karena efek memakai narkoba. Untuk hasil lengkapnya bisa ditanyakan langsung ke Kajari Sidoarjo,ā€ jelasnya.

Terkait kabar bahwa Jaksa Ardhi tidak masuk kerja selama lebih dari 40 hari, Kajati Jatim memastikan bahwa hal tersebut disertai surat izin resmi. Ketidakhadiran tersebut dikarenakan kondisi kesehatan yang bersangkutan.

ā€œYang bersangkutan ada surat izin dan memang tidak masuk karena sakit,ā€ tegasnya.

Hingga saat ini, Kejati Jawa Timur menegaskan belum menemukan bukti yang menguatkan dugaan penyalahgunaan narkoba oleh Jaksa Ardhi Padma Yudha Kottama, sembari menunggu hasil pemeriksaan lanjutan dan tes urine secara resmi. M12

Operasi Wirawaspada dan Pertambangan, Imigrasi Amankan 220 WNA Diduga Melanggar Izin Tinggal

Jakarta, Timurpos.co.id – Sebanyak 220 Warga Negara Asing (WNA) yang diduga melakukan pelanggaran keimigrasian berhasil dijaring Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi dalam Operasi Wirawaspada yang dilaksanakan serentak pada 10-12 Desember 2025. Dalam Operasi Wirawaspada, tercatat total 2.298 kegiatan pengawasan dilakukan dan sebanyak 220 orang warga negara asing (WNA) diamankan karena dugaan pelanggaran keimigrasian.

ā€œDari total 220 WNA yang diamankan dalam operasi serentak tersebut, lima besar kebangsaan yang paling banyak melanggar adalah Republik Rakyat Tiongkok dengan 114 orang, diikuti Nigeria (16 orang), India (14 orang), Korea Selatan (11 orang), dan Pakistan (8 orang). Detail pelanggaran yang dilakukan didominasi oleh Penyalahgunaan Izin Tinggal sebanyak 92 orang, disusul Overstay oleh 32 orang, sedangkan pelanggaran lain (34 orang),ā€ ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Imigrasi, Yuldi Yusman.

Selain itu, Ditjen Imigrasi telah melakukan Operasi Bhumipura Sakti Wirawasti Pertambangan, dengan pengawasan di tiga lokasi utama. Pertama, di PT IMIP, pemeriksaan keimigrasian dilakukan terhadap 14.128 WNA.

Pengawasan keimigrasian dilaksanakan secara ketat di Pelabuhan Jetty Fatufia dan Bandara Khusus PT IMIP. Pemeriksaan di kedua lokasi tersebut telah melalui Standard Operasional Prosedur (SOP) bersama instansi lain seperti Karantina dan Bea Cukai.

Data perlintasan kapal di Jetty Fatufia mencatat 142 kapal di September dengan 2.785 kru asing, 136 kapal di Oktober dengan 2.715 kru asing, dan 130 kapal di November dengan 2.445 kru asing. Sebagai tindak lanjut, Imigrasi telah memanggil setiap tenant, kontraktor, dan Orang Asing yang melakukan pelanggaran keimigrasian di kawasan PT IMIP untuk pemeriksaan lebih lanjut di Direktorat Jenderal Imigrasi.

Pengawasan juga dilakukan di PT IWIP terhadap 26.650 WNA. Pemeriksaan keimigrasian dilaksanakan di Pelabuhan Khusus Weda Bay Port dan Bandara Khusus PT IWIP, yang keduanya juga telah menerapkan Standard Operasional Prosedur (SOP) melibatkan Karantina dan Bea Cukai.

Di Pelabuhan Khusus Weda Bay Port, tercatat 32 kapal dengan 588 kru asing melintas pada periode November hingga Desember. Sama halnya dengan PT IMIP, Ditjen Imigrasi telah memanggil para tenant dan kontraktor, serta Orang Asing yang melakukan pelanggaran di kawasan PT IWIP, untuk pemeriksaan lebih lanjut di Direktorat Jenderal Imigrasi.

Berikutnya, di wilayah suatu perusahaan di Bangka Belitung, ditemukan adanya kegiatan masif Kapal Isap Pasir (KIP) di perairan Pantai Rambak yang melibatkan sejumlah Warga Negara Asing, utamanya WN Thailand, sebagai Anak Buah Kapal (ABK). Sebanyak 32 badan usaha yang merupakan mitra perusahaan tersebut tercatat memiliki total sekitar 37 kapal dan 202 Orang Asing yang berkegiatan di dalamnya.

Selain itu, ditemukan pula Orang Asing yang dijamin oleh beberapa mitra perusahaan (seperti PT IMP, PT AI, dan PT PSS) dan diduga berperan aktif dalam kegiatan produksi ingot timah di PT MGR, dengan fokus peran pada aspek teknis pengoperasian mesin.

Sebagai tindak lanjut, Ditjen Imigrasi telah melakukan pemanggilan terhadap PT MGR, PT IMP, dan PT PSS untuk diambil keterangannya terkait keberadaan Orang Asing yang berkegiatan tidak sesuai dengan izin tinggal yang digunakan.

ā€œKami berkomitmen untuk menindak tegas setiap pelanggaran keimigrasian demi menjaga kedaulatan dan ketertiban di wilayah Republik Indonesia. Upaya penindakan dan pemeriksaan lanjutan akan terus dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan,ā€ tegas Yuldi. Tok