Karoseri CV Mojosari Motor Diduga Main Mata Dengan Oknum BPTD Kelas II Jawa Tengah Terbitkan SRUT Tidak Sesuai Prosedur

Semarang, Timurpos.co.id – Tidak pernah beroperasi atau kegiatan membuat bodi dan interior kendaraan di atas chasis atau kerangka dasar mobil, Karoseri CV Mojosari Motor yang berlokasi di Barang, RT/RW 29/11, Banaran, Sambungmacan, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, diduga bekerjasama dengan Oknum BPTD Kelas II Jawa Tengah dalam menerbitkan SRUT yang tidak sesuai aturan.

Dalam pantauan media ini di lokasi, pada hari Senin (15/07/2024), bengkel CV Mojosari Motor terlihat kosong tanpa fasilitas, seperti peralatan atau perlengkapan khusus untuk dapat menjalankan pekerjaan tersebut maupun tenaga kerjanya tidak ada di tempat.

Anehnya lagi, dari informasi yang diterima media ini, SRUT selalu terbit terus walaupun workshopnya tidak ada kegiatan dan tidak beroperasi. Sedangkan dari perolehan data, telah terbit SRUT meski kendaraannya tidak ada di lokasi Karoseri.

Seperti halnya dengan Sertifikat Registrasi Uji Tipe Nomor : 495824/X/SRUT-596/DJPD-SPD/03/2024 tertanggal 13 Maret 2024. Kendaraan dengan jenis COLT DIESEL FE 71 tersebut fotonya diambil di Mojosari Mojokerto, Jawa Timur.

Dan yang lebih parahnya lagi Sertifikat Registrasi Uji Tipe Nomor : 468498/X/SRUT-596/DJPD-SPD/12/2023 tertanggal 1 Desember 2023, dimana foto kendaraan yang diajukan diambil di tempat Uji Kir daerah Wiyung Surabaya, Jawa Timur.

Sementara itu, Kasi Sarana BPTD Kelas II Jawa Tengah Budi Suryo ketika dikonfirmasi mengatakan, jika dirinya juga pernah mendatangi lokasi bengkel CV Mojosari Motor.

“Pada saat kita pernah ada pengajuan disana, saya cek tidak ada kegiatan disana,” ucapnya kepada media ini.

Ia menambahkan, bahwa regulasi penerbitan SRUT itu dimulai dari Permohonan, kemudian Verifikasi, Cek Lapangan dan diteruskan ke Pusat, baru terbit.

Dan saat disinggung terkait adanya dugaan adanya Oknum-oknum Penguji Kemenhub yang mengkoordinir terkait SRUT dari CV Mojosari Motor dan dari informasi yang beredar, Budi Suryo menjelaskan, ‘Ini kan sesuatu hal yang namanya perbaikan, kan kita tidak bisa tarik mundur. Sejak saya disini, saya kan ndak bisa yang sudah-sudah kan, misalnya pimpinan yang sudah pensiun, tidak mungkin kan saya klarifikasi. Ini kan pengajuannya sebelum saya ada,” terang Suryo, sapaan lekatnya.

Lebih lanjut disampaikannya, jika dulu-dulunya memang tidak tertib, masih manual. Sekarang kan pengajuannya sudah mulai sistem, makanya mengikuti aturan.

“Ketika disini, saya perintahkan teman-teman ketika pengajuan, syarat mutlak kendaraan harus ada di lokasi. Kemarin ada Mojosari juga, saya tolak,” tegasnya. M12

Pegawai Bank BSI Surabaya Tak Setorkan Dana Usaha Muhammdiyah Senilia Rp 3,7 Miliar

Terdakwa Andi Saputra dan Terdakwa Fanty Liliastutie di PN Surabaya

Surabaya, Timurpos.co.id – Dua Pengawai Bank BSI Surabaya, Andi Saputra dan Fanty Liliastutie diseret di Pengadilan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sri Rahayu dan Novita Maharani dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, terkait perkara Kejahatan Perbankan dengan agenda keterangan saksi, yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Taufan Mandala Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Kamis (02/11/2023).

Dalam sidang kali ini JPU menghadirkan saksi pimpinan dari para terdakwa yakni Abdul Hamid.

Abdul Hamid mengatakan, bahwa terdakwa Fanty funding transaction staff. Tugasnya
mencari dana pihak ketiga yang berfokus pada casa untuk memenuhi target cabang. Kemudian juga melakukan kerja sama dengan pihak ketiga baik instansi atau perorangan yang berfokus pada sekolah, ponpes, rumah sakit, BUMN, ASN. Sejak 2020 Fanty bersekongkol dengan Andi Saputra untuk menggelapkan dana Muhammadiyah.

“Terdakwa Fanty menyuruh Andi Saputra membantu terdakwa melakukan layanan cash up. Dengan cara Andi Saputra membawa slip yang sudah ditanda tangani oleh terdakwa setelah itu bila sudah diterima uangnya maka oleh saksi Andi Saputra akan diberikan kepada terdakwa dan jika Andi Saputra yang membutuhkan uang maka uang akan dibawa sendiri,” katanya, saat memberikan kesaksian di PN Surabaya.

Masih kata Abdul Hamid, bahwa apabila bendahara sekolah meminta mutasi rekening maka terdakwa Fanty akan mengedit print out mutasi rekening penyetor palsu. Seolah-olah uang sudah tersimpan di bank. Tujuannya agar para nasabah percaya bahwa uang setoran telah masuk ke bank.

Meskipun dana yang diselewengkan cukup terbilang besar, akan tetapi gelagat dua terdakwa menghadapi sidang terbilang santai. Fanty selama sidang banyak mencatat keterangan saksi. Lalu dia menyangkal uang itu dipakai memperkaya diri.

Terpisah penasehat hukum para terdakwa, Muhammad Taufik, mengakui kalau memang ada penyelewengan dana nasabah. Akan tetapi, dia juga menduga uang yang digelapkan oleh dua terdakwa juga mengalir ke bos-bos perusahaan yang sebelum-sebelumnya.

“Kemudian, sebelum kasus ini masuk ke ranah hukum dua klien kami sudah beritikad baik dengan memberikan Sertifikat rumah milik orang tuanya senilia Rp.500 juta. Mereka kooperatif dan mengembalikan uang yang digunakan. Saya harap Kejaksaan Tinggi Jawa Timur mengusut kasus ini tidak berhenti di dua klien saya,” Tegasnya.

Untuk diketahui berdasarkan surat dakwaan dari JPU menyebutkan, bahwa berawal Terdakwa Andi dan Fanty merupakan rekan kerja di Bank BRI Syariah kemudian marger menjadi Bank BSI. Fanty bertugas di BSI Surabaya Diponegoro bagian Funding Transaction Staff dengan tugas dan tanggung jawab untuk mencari Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berfokus pada casa untuk memenuhi target cabang, melakukan kerja sama dengan pihak ketiga baik instansi atau perorangan yang berfokus pada Sekolah, Ponpes, Rumah Sakit, BUMN dan ASN, meningkatkan transaksi echannel untuk menaikan fee base cabang dan membangun relationship dengan nasabah baik dengan nasabah eksisting maupun nasabah baru.
Bahwa terdakwa Andi Saputra sebagai Collection Staff dengan Area Consumer Colletion, Restructuring dan Recovery Staff dengan tugas dan tanggung jawab untuk mencari nasabah, melakukan kunjungan ke nasabah, menganalisa dokumen kredit, mengusulkan dokumen analisa kredit ke penyelia, melakukan order ke Notaris untuk dilakukan pengikatan, melakukan maintenance kredit, selanjutnya pada tahun 2021 terdakwan pidah di BSI KC Surabaya Dharmawangsa yang beralamat di Jalan Dharmawangsa Kota Surabaya dengan tugas dan tanggung jawab untuk melakukan maintenance nasabah yang sudah menunggak angsuran dan melakukan persiapan pendaftaran ke KPKNL terkait dengan lelang jaminan.

Bahwa sebelumnya di BRI Syariah terdapat layanan cash pick-up yang diperuntukkan untuk nasabah mikro dimana prosedurnya adalah bagian Relationship Office (RO) yang mengambil setoran angsuran dari nasabah mikro yang tidak bisa hadir ke Bank untuk menyetorkan angsurannya kemudian bagian Relationship Office (RO) membawa slip setoran khusus cash pick-up sebanyak 3 rangkap dengan rincian, slip warna kuning diberikan kepada nasabah sedangkan slip warna putih dan merah untuk disetorkan ke teller beserta uangnya. Pada saat marger menjadi BSI (Bank Syarian Indonesia) terdapat juga layanan cash pick-up di kantor BSI Surabaya Diponegoro namun hanya untuk nasabah prioritas yang jumlah setorannya sebesar Rp. 50 juta hingga Rp. 100 juta dengan prosedur bagian teller didampingi oleh satu orang Relationship Office (RO) dan satu orang security datang ke nasabah yang tidak bisa hadir ke Bank untuk menyetorkan uangnya kemudian teller membawa slip setoran khusus cash pick-up sebanyak dua rangkap dan membawa surat tanda terima setoran, dimana pada saat uang diberikan kepada teller lalu memberikan slip warna merah untuk nasabah kemudian slip warna putih dan surat tanda terima yang disimpan oleh teller sebagai bukti setoran dan uang yang diambil, setelah itu disetorkan kepada Bank.

Selain teller dan bagian Relationship Office (RO), pegawai dibagian lain juga bisa melakukan cash pick-up kepada nasabah namun harus ada surat penunjukan yang dikeluarkan oleh pimpinan BSI. Bahwa para terdakwa tidak mempunyai kewenangan melakukan cash pick-up karena bukan merupakan job descriptionnya di PT. Bank Syariah Indonesia Tbk dan tidak mendapatkan surat tugas dari pimpinan serta dalam SOP PT. Bank Syariah Indonesia Tbk menyatakan bahwa yang berhak untuk melakukan cash pick-up adalah teller dengan didampingi oleh petugas keamanan (security) atau pegawai yang diberikan Surat Tugas oleh pimpinan.

Bahwa Terdakwa Andi dan Fanty telah melakukan cash pick-up terhadap nasabah tanpa didampingi pegawai lainnya yaitu nasabah usaha kelompok Muhammadiyah : SD Muhammadiyah 6, SMP Muhammadiyah 4, SMA Muhammadiyah 3 dan Badan Pengurus Komplek Muhammadiyah (BPKM) atau Dikdasmen Muhammadiyah sejak bulan Oktober 2020 hingga bulan Oktober 2022, dilakukan audit oleh TIM Intern BSI terkait dengan froud dana rekening giro 4 nasabah kelompok usaha Muhammadiyah diantaranya : SD Muhammadiyah 6, SMP Muhammadiyah 4, SMA Muhammadiyah 3 dan Badan Pengurus Komplek Muhammadiyah (BPKM) atau Dikdasmen Muhammadiyah, ada 6 nomer rekening yang dikelolah oleh Fanty.

Bahwa adapun kronologi kejadiannya berawal pada hari dan tanggal yang sudah tidak dapat diingat lagi tepatnya pada tahun 2020 pada saat terdakwa Andi bekerja di Bank BRI Syariah Surabaya Diponegoro 2 sebagai AO menghubungi Fanty mengatakan “meminta tolong terkait keuangan, dikarenakan terdakwa membutuhkan pinjaman dana”, kemudian Fanty sebagai Marketing Funding mengatakan kepada terdakwa “akan membantu dengan cara ketika ada nasabah kelolaannya yaitu kelompok usaha Muhammadiyah diantaranya : SD Muhammadiyah 6, SD Muhammadiyah 4, SD Muhammadiyah 3 dan Badan Pengurus Komplek Muhammadiyah (BPKM) atau Dikdasmen Muhammadiyah yang akan melakukan setoran tunai (cash pick-up) maka terdakwa yang melakukan pengambilan uangnya dimana sebelumnya terdakwa sudah dikenalkan oleh Fanty kepada Bendahara sekolah/kelompok usaha Muhammadiyah dan pada saat melakukan cash pick-up terdakwa membawa slip setoran kosong, kemudian slip setoran tersebut terdakwa serahkan kepada Bendahara sekolah untuk dilakukan pengisian serta ditandatangani oleh pihak penyetor dan penerima yaitu terdakwa, selanjutnya uang beserta dengan slip setoran yang berwarna putih terdakwa bawa sedangkan slip setoran warna kuning untuk arsip setoran dari Bendahara. Apabila Bendahara sekolah meminta mutasi rekening uang yang disetorkan maka terdakwa akan mengedit print out mutasi rekening dari pihak penyetor, sehingga seolah-olah terlihat uang masuk ke dalam mutasi rekening tersebut.

Bahwa seharusnya slip setoran beserta uangnya diberikan kepada teller Bank untuk dilakukan pencatatan dalam system Bank namun oleh terdakwa tidak diberikan kepada teller sehingga slip setoran tidak tervalidasi pada system Bank dan uangnya dimasukkan oleh terdakwa ke rekening Bank BCA miliknya.

Bahwa untuk mutasi rekening palsu yang dibuat terdakwa, yaitu : 1) Pada bulan Desember 2020 nasabah atas nama SD Muhammadiyah 6 dengan nomor rekening 1007770355 2) Pada bulan Agustus 2021 nasabah atas nama SMP Muhammadiyah 4 dengan nomor rekening 1007770797 3) Pada bulan November 2021 nasabah atas nama SMP Muhammadiyah 4 dengan nomor rekening 1007770797 4) Pada bulan Mei 2022 s/d bulan September 2022 nasabah atas nama SMP Muhammadiyah 4 dengan nomor rekening 1007770797.

Bahwa jumlah dana nasabah dari kelompok usaha Muhammadiyah yaitu : SD Muhammadiyah 6, SD Muhammadiyah 4, SD Muhammadiyah 3 dan Badan Pengurus Komplek Muhammadiyah (BPKM) atau Dikdasmen Muhammadiyah yang telah menyetorkan uang melalui terdakwa Andi dan Fanty, namun tidak disetorkan kepada pihak Bank BSI sesuai jumlah saldo rekening nasabah dengan system dari BSI periode bulan Oktober 2020 s/d bulan Oktober 2022 berdasarkan slip setoran yang tidak terverifikasi yang mengakibatkan pihak Bank BSI mengalami kerugian sebesar Rp. 3.738.521.417 dan JPU mendakwa para terdakwa dengan Pasal 63 ayat (1) UU RI Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Tok

 

Miris, Dana Taspen Karyawan RRI Digelapkan Asteria

Terdakwa Asteria Eka Yolanda diadili secara virtual di PN Surabaya

Surabaya – Pegawai Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesai (LPP-RI)
Asteria Eka Yolanda, SE,. diseret di Pengadilan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suparlan Hadiyanto dari Kejaksaan Negeri Surabaya terkait perkara pengelapan dana pensiun 50 anggota karyawan yang tidak disetorkan ke PT Asuransi Jiwa Taspen dengan agenda keterangan saksi yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Widiarso di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Dalam sidang kali ini JPU Suparlan menghadirkan saksi korban karyawan LPP-RI.

Dalam keterangan para pada intimya mereka dipotong setiap bulannya sekitar 10% dari gaji pokok, sekitar Rp 300 ribuan. Ketahuan terjadianya permasalahan ini, berawal adanya selisih uang koperasi kemudian dilakukan audit internal dan eksternal dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI).

“Dari audit tersebut uang yang tidak disetorkan dari tahun 2019 hingga 2022 dengan total sekitar Rp 361 jutaan dan saat dilakukan croscek, terdakwa mengakui telah megunakan uang tersebut.” Kata para saksi dihadapan Majelis Hakim di ruang Kartika 2 PN Surabaya. Rabu (18/10/2023).

Pegawai Radio Republik Indonesia (RRI) yang menjadi korban

Masih kata saksi bahwa, awalnya pihak kantor sudah melakukan upaya mediasi dan saat itu terdakwa juga bersedia mengembalikan uang, namun hingga waktu yang ditentukan terdakwa tidak juga mengembalikan dan berusaha menghindar, sampai akhirnya dilaporkan ke Polisi.

Atas keteranga para saksi terdakwa Asteria tidak membatah hanya saja, dana Taspen itu bukan tidak disetorkan, melainkan saya pinjam dulu nantinya akan dikembalikan.

“Saya mengaku bersalah Yang Mulai,” saut terdakwa Asteria melalui sambungan telekonfrem.

Untuk diketahui berdasarkan surat dakwaan dari JPU meyebutkan bahwa , Terdakwa Aseteria Eka Yolanda, SE bekerja sebagai Pegawai Bukan pegawai negeri Sipil (PBPNS) pada kantor Lembaga Penyiaran Publik radio Republik Indonesia Jl. Pemuda No. 82-90 Surabaya sejak tanggal 24 Desember 2014 berdaskarkan Surat keputusan Direktr Utama Lembaga Penyiaran Publik radio Republik Indonesia sebagai staf keuangan LPP-RRI Subabaya yang setiap bulanya yakni pada tanggal 25 (sebelum tanggal 1 penerimaan gaji) terdakwa membuat draft daftar gaji karyawan Pegwai Bukan Pegawai Negeri Sipil (PB-PNS) RRI Surabaya selanjutnya draft gaji tersebut di rekonsiliasi melalui sistem Aplikasi KPPN (kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) Surabaya II, kemudian daftar gaji karyawan PB-PNS di proses oleh KPPN Surabaya II untuk di setujui dan selanjutnya uang gaji karyawan PB-PNS RRI tersebut di kirim ke BRI Cabang Kaliasin Surabaya yang mana KPPN Surabaya II juga mengirim SP2D (Surat perintah Pencairan Dana) melalui sistem aplikasi ke Bagian Kekuangan LPP-RRI Surabaya.

Selanjutnya berdasarkan hal tersebut terdakwa membuat dan menyerahkan nama nama daftar potongan gaji seluruh karyawan PB-PNS RRI ke Bank BRI Cabang Kaliasin Surabaya, sehingga kemudian tanggal 1 setiap bulanya pihak BRI Cabang Kaliasin Surabaya mengirimkan uang gaji karyawan PBPNS setelah di potong gajinya secara transfer ke nomer rekening masing masing karyawan PBPNS LPP-RRI Surabaya tersebut. Bahwa selanjutnya uang hasil pemotongan gaji sebesar 10 % tersebut oleh BRI Cabang Kaliasin Surabaya di transfer ke rekening BRI atas nama terdakwa dan selanjutnya akan menyetorkan secara tunai beberapa potongan gaji 50 karyawan PBPNS RRI Surabaya tersebut ke Pos pos pemotongan antara lain ke Koperasi, Dharma wanita, Korpri, Uang simpanan tata Usaha, uang duka dan Premi Taspen Life.

Terdakwa mengambil secara tunai uang tersebut dan kemudian seharusnya setiap tanggal 10 sampai dengan tanggal 20 (setiap bulanya) terdakwa menyetorkan uang Premi taspen Life RRI milik karyawan PB PNS RRI Surabaya ke PT Asuransi Jiwa Taspen melalui BRIVA dengan nomer Virtual Account (VA) atas nama RRI Surabaya namun terdakwa tidak menyetorkan seluruhnya yakni sebanyak 38 Bulan. Dengan jumlah keseluruhan sebanyak Rp. 361.656.203.

Bahwa akibat perbuatan terdakwa Asteria yang karena jabatanya telah menguasai sejumlah uang dan mempergunakan uang tersebut tanpa seijin maupun sepengetahuan dari saksi Deni Eka Prasetyo dkk mengalami kerugian dengan total keseluruhan sebesar Rp. 361.656.203 dan JPU mendakwa terdakwa dengan Pasal 374 KUHP Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Tok