Timurposjatim.com – Abdul Muni, Stobin, Sued dan Umar diseret di Pengadilan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Uwais Deffa Qorni dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya terkait perkara Penculikan terhadap anak dibawah umur, yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Khusaini di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Dalam sidang kali ini JPU Uwais menghadirkan saksi Remaja berinisal NA, Edy Harijanto dan Risky Pratama.
Di rumah tersebut hanya ada Edy Harijanto, mertua Riski dan NA. Menurut Edy, keempat terdakwa yang tidak dikenalnya langsung masuk ke dalam rumah secara paksa. “Saya sedang makan di meja makan tiba-tiba mereka masuk ke dalam rumah. Pintu ruang tengah didobrak. Saya tidak tahu urusannya apa. Mereka cari yang namanya Riski,” ujar Edy saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang di PN Surabaya, Rabu, (11/05/2022).
Edy sempat meminta cucunya merekam aksi keempat terdakwa dengan kamera handphone. Namun, belum sempat NA merekam, keempat terdakwa langsung merampas handphone yang dipegang remaja 16 tahun tersebut. Keempatnya menganiaya kakek dan cucunya tersebut. Edy pingsan dan NA berhasil dipaksa masuk ke dalam mobil para penculik ini. “Saya teriak minta tolong hingga warga sekitar berdatangan. Tapi, warga tidak berani mendekat karena salah satu dari mereka mengacungkan celurit,” tambah NA yang juga bersaksi dalam persidangan.
NA dibawa ke Madura dan disekap selama dua hari di tiga lokasi berbeda yang tidak diketahui persis oleh remaja ini. Dua lokasi di Sampang dan satu lokasi di Bangkalan. Selama disekap, NA mengaku tidak diperlakukan dengan layak.
“Saya tidak dikasih kencing, sholat dan dikasih makan tidak layak, hanya mie instan,” ungkapnya.
NA baru bisa bebas setelah dibebaskan petugas dari Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Remaja ini dipertemukan ayahnya, Riski di Sampang. Riski mengakui bahwa penculikan ini berkaitan dengan utang piutang dirinya dengan Hoiri. “Setelah menculik anak saya, Abdul Muni dan Hoiri telepon saya minta tebusan. Utang saya supaya dilunasi,” kata Riski, yang merupakan ayah dari NA yang juga bersaksi dalam persidangan.
Masih kata Riski bahwa, utang piutang itu terkait bisnis jual beli mobil. Hoiri dikenalnya sebagai penjual kitab di kawasan Ampel. Riski mengaku punya utang Rp 80 juta. “Saya sebenarnya sudah membayar Rp 52 juta. Tapi, karena pandemi dan kebijakan PPKM usahanya saya tidak begitu jalan sehingga belum bisa melunasi,” tuturnya.
-
Lihat Juga : Tanda Setya Bayar Tagihan Pakai BG Kosong
Ia menambahkan bahwa, Hoiri dan Abdul Muni sebenarnya sudah beberapa kali datang ke rumahnya untuk menagih utang sebelum penculikan. Namun, dia masih belum bisa melunasi hingga anaknya diculik saat dirinya tidak ada di rumah karena berkerja.
“Sebenarnya kami tidak urusan sama ke empat terdakwa itu, saya hanya berurusan sama Hoiri dan sekarang ada dimana Hoiri,” kata Riski.
Atas keterangan para saksi, Abdul Muni menegaskan bahwa dirinya bersama ketiga temannya telah memperlakukan NA dengan baik saat menyekapnya. Dia mengaku sudah memberikan makan yang layak, mengizinkan untuk kencing dan sholat. Saat penculikan, Edy disebut tidak pingsan. Penculikan itu dilakukannya agar Riski segera melunasi utangnya. “Riski itu tukang tipu korbannya banyak. Yang dibayar cuma Rp 20 juta lalu Rp 5 juta ditambah Rp 5 juta lagi untuk dua mobil,” ujar Abdul Muni melalui sambungan teleconference di ruang Tirta PN Surabaya.
Atas perbuatan para terdakwa, Jaksa Uwais Deffa mendakwa keempat penculik telah melanggar Pasal 83 jo. Pasal 76 F Undang-undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Dan untuk Hoiri statusnya masih Daftar Pencairan Orang (DPO). (TIO)