Surabaya, Timurpos.co.id – Buntut adanya putusan sidang etik terhadap Kasatreskrim, AKBP Mirzal Maulana dkk, tentang dugaan ketidak Profesionalan Penyidik, dengan hasil putusan tidak terbukti bersalah seperti disampaikan oleh Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Dirmanto kepada awak media, mendapat tanggapan dari Liliana Kurniawan selaku pengadu.
Lili mengatakan, bahwa kami dari pengadu, sampai hari ini belum terima salinan putusannya dan saya sempat meminta kepada Kabid Propam, bilangnya pengadu tidak menerima hasil putusan sidang etik dan hanya terima SP2HP saja. Lili, panggilan karibnya, yang didampingi Penasihat Hukum (PH)-nya, Dino Wijaya, Kamis ,(30/3/2023) malam.
Masih kata Lili, bahwa kalau memang benar teradu (AKBP Mirzal Maulana dkk) diputus tidak bersalah, kami akan lakukan PK (Peninjauan Kembali), dimana ada hasil pemeriksaan Paminal Mabes Polri yang menyatakan ditemukan cukup bukti. Kemudian kasus ini dilimpahkan ke Polda Jatim dan Wabprof Propam Polda Jatim juga menyatakan ditemukan cukup bukti.
Di dalam SP2HP terbaru juga ditemukan cukup bukti dan diamankan barang bukti terkait ketidakprofesional Penyidik. Oleh karena itu, ini cukup aneh menurutnya, jika tiba-tiba sidangnya diputus tidak bersalah.
“Kalau memang surat dari Propam tersebut diabaikan, buat apa kita disuruh Kapolri untuk lapor ke Propam,” keluhnya.
Disinggung apakah melihat pihak teradu dilindungi, Lili secara tegas menjawab pasti dilindungi. Dasarnya menurutnya karena ada kepentingan terkait Perkap (Peraturan Kapolri) Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Pengawasan Melekat yang salah satu isinya yaitu pengadu bisa meminta pertanggungjawaban sampai dua tingkat diatas Anggota Polri yang melakukan pelanggaran etik.
“Seperti yang kita ketahui bersama, kejadian ini terjadi saat Kapolrestabes Surabaya dijabat Kombes Pol Yusep yang saat ini menjabat Wakapolda Jatim,” serunya lantang.
Lili lantas menceritakan kronologis dirinya berurusan dengan Polisi, mulai dari Satreskrim Polrestabes Surabaya sampai Propam Mabes Polri. Ia mengaku sebagai relawan vaksinasi Polri di Kota Surabaya yang sudah menyelesaikan yang sudah menyelesaikan menyelesaikan dengan capaian 134.850 dosis yang sumber dananya berasal dari sumbangan masyarakat, khususnya pengusaha.
“Saya juga sudah mendapat penghargaan dari Kapolda Jatim. Kegiatan vaksinasi itu mulai bulan Maret-Desember 2021,” paparnya.
Lantas ia bersama sejumlah temannya dilaporkan dengan sangkaan melakukan tindak pidana penggelapan vaksin. Setelah kasus vaksin ini viral, Lili mengatakan ada 4 orang yang diperiksa, termasuk dirinya.
Namun, Lili merasakan kejanggalan setelah dirinya ditetapkan tersangka, mereka (teman-temannya yang menjadi terlapor) masih dalam Lidik (penyelidikan), padahal dalam berkas perkara yang sama. Padahal menurutnya, kasus ini satu rangkaian dan sudah ia sampaikan dalam dumasnya kalau menduga mereka sudah memberikan dana koordinasi.
“Akhirnya terhadap kasus ini sudah di SP3 oleh Penyidik Satreskrim Polrestabes Surabaya. Alasan SP3-nya adalah Restorative Justice (RJ),” urainya.
Lili menyebut kasus ini laporan polisinya model A, yang artinya polisi sebagai pelapor, tetapi dirinya heran mengapa RJ-nya dengan masyarakat. Ia menjabarkan salah satu poin yang ada di RJ, dirinya harus melakukan perdamaian, tidak saling menuntut atau menggugat antara saya dengan pelapor yang mana pelapor ini adalah Kasubnit Tipidter (Ipda Kevin Kresna).
“Tetapi saya tidak mau tanda tangan, karena saya melihat banyak sekali adanya rekayasa dalam kasus ini,” tegasnya.
Lili berharap kepada Kapolri, masyarakat dan teman-teman media benar-benar bisa mengawal kasus ini. Ia juga berharap hasil sidang kode etik ini tegak lurus, sesuai dengan fakta.
“Kalau memang salah, tolong jangan dilindungi, kalau memang benar jangan disalahkan,” pintanya. Ti0