Suasana Aparat Kepolisian Berusaha Menenangkan Massa di Tempat Kejadian Perkara
Pasuruhan, Timurpos.co.id – Adanya kegiatan kelompok berpaham Khilafah yang diindikasikan ex HTI Keasdiran Pasuruhan Raya, Pimpinan Idris Zainudin melakukan kegiatan dibubarkan oleh warga bersama Patriot Garuda Nusantara di Mushola Baitus Silimi Dsn Bejigeng, Ds Purworejo, Kec Purwosari Kabupaten Pasuruhan. (20/06/2023) malam.
Kegiatan yang mengatasnamakan Miltaqo Ulama Aswaja Tapal Kuda Pasuruan 1444H tersebut mengusung tema ‘Khilafah memgakhiri hegemoni dollar dengan dinar dan dirham’.
Mushola Baitus Silmi yang dikelola oleh Ahmad Sukirno yang tahun 2018 juga pernah dibubarkan warga karena diduga merupakan pengikut kelompok ex HTI, dan mushola tersebut ternyata belum memiliki ijin pendirian, Ijin pendirian yang diajukan adalah rumah tempat tinggal, yang sebetulnya kurang etis dikarenakan sekitar 50 meter dari tempat tersebut berdiri masjid yang besar dan layak.
Baehaqi selaku Kepala Dusun menerangkan bahwa sering dilakukan kegiatan di tempat tersebut dan tidak pernah melakukan ijin ataupun mengabari perangkat setempat, beliau juga menerangkan bahwa masyarakat sudah geram dan tidak mau adanya kegiatan yang tertutup di tempat tersebut, apalagi hadir beberapa orang dari luar kota.
“Emosi masyarakat yang memuncak memutuskan untuk mendatangi kegiatan tersebut dikarenakan backdrop yang tertulis jelas memuat kalimat khilafah yang jelas sudah dilarang,” katanya.
Perlu diketahui, bahwa saat ini pemerintah sudah melarang kelompok HTI yang merupakan perwujudan kelompok yang getol ingin mengganti konstitusi Indonesia dengan khilafah.
Akhir dari keributan yang terjadi warga meminta tidak ada lagi kegiatan yang tidak memberi tahu warga apalagi membahas ideoligi yang dilarang dan beberapa peserta kegiatan tersebut dipaksa meninggalkan lokasi kegiatan. Ti0
Tjandra Wijaya, SH., MH Kuasa Hukum Tergugat menujukan bukti salinan putusan kepada awak media
Surabaya, Timurpos.co.id – Pasang Suami Istri (pasutri) berinisial TK dan Ji, warga Kota Baru Kalimatan Selatan, sudah resmi bercerai, berdasarkan Putusan Perdata Gugatan Nomer 2/Pat.G/2023/PN Ktb. dimana gugutan yang diajukan oleh istrinya oleh Ketua Majelis Hakim dikabulkan sebagian.
Dalam amar putusan tersebut, salah satunya menetapakan untuk hak asuh anak dilakukan bersama-sama baik pengugat maupun tergugat serta menenuhi semua biaya pemeliharan, kehidupan, kesehatan dan pendidikan yang diperlukan anak. Namun sayangnya mantan istri dari TK, ada upaya untuk menghalangi menemui anaknya.
“Saya sempat datang kesana (ke Rumah Mantan Istrinya) bersama keluarga besar saya dan saat itu juga ada dari pihak kepolisian. Namun tidak diperbolehkan menemui anak saya dan hingga saat ini belum bisa ketemu. Sudah lebih dari 4 bulan lamanya,” Katanya. Selasa, (20/06/2023).
Ia menambahkan, bahwa dirumahnya ada tulisan yang berisi melarang keras saya, keluarga hingga pengacara untuk masuk ke rumahnya. Saya berharap keadilan, padahal sudah jelas dalam putusan untuk hak asuh dilakukan bersama-sama.
“Saya cuma ingin bertemu dan berkumpul saja sama anak kandung saya sendiri,” harapnya.
Sementara kuasa hukumnya, Tjandra Wijaya, SH., MH menjelaskan, bahwa kami berharap dari pengugat (mantan istri kliennya) untuk melakukan putusan dari Pengadilan, meskipun perkara ini masih berproses, karena pihak pengugat mengajukan banding.
“Dan perlu kami sampaikan disini klien kami sudah ada itakad baik dengan mendatangi rumah pengugat untuk bertemu dengan anaknya, namun pengugat berupaya menghalangi dan anehnya kalau mau membawa anaknya harus ada pendamping (pengugat),” jelas Tjandra kepada awak media.
Masih kata Tjandra bahwa, kami berharap kepada pihak terkait bisa memperhatikan permasalahan ini, terutama Komnas HAM, PPA, bahkan sampai Presiden, kalau perlu turun tangan.
“Seorang ayah hanya ingin bertemu anak kandungnya kenapa harus dipersulit, harus pengugat menjalankan putusan dari pengadilan untuk hak asuh dilakukan bersama-sama,” pungkasnya.
Terpisah Ji, mantan istri dari TK terkait tuduhan adanya dugaan upaya menghalangi ayahanya untuk bertemu dengan anaknya itu tidak benar.
Disingung terkait adanya tulisan yang menempel di pintu rumahnya yang berisi larangan. ” itu benar adanya, karana saat TK datang ke rumah dia selalu marah-marah, kami punya buktinya. Dia (TK) pernyataannya adalah bohongan semuanya,” bebernya.
Ia menambakan, bahwa kami tidak pernah menghalang-halangi dan saya juga sudah melaporkan permasalahan ini ke Pihak kepolisian. TK waktu datang juga pernah mematikan meteran listrik dan ada beberapa laporan dari warga dan tetangga kalau mantan suaminya seperti sedang mengawasi rumah saya.
“Intinya kami tidak pernah menghalang-halangi,” tambahnya.
Untuk diketahui berdasarkan Undang-Undang Nomer 1 Tahun 1994 tentang Perkawinan Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) dengan ketentuan kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka sebaik-baiknya. Kewajiban tersebut berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus. Ti0
Salah satu Penasehat Hukum Terdakwa Gede Pasek Suardika
Surabaya, Timurpos.co.id – Putusan perkara dugaan penggelapan BBM yang dialami PT Meratus Line dipastikan sudah in kracht (berkekuatan hukum tetap) di PN Surabaya. Dalam kasus tersebut, PT Bahana Line milik pengusaha Freddy Soenjoyo secara hukum terbukti tidak terlibat dan tidak ada kaitan dengan kasus tersebut.
Bahkan dalam putusan PN Surabaya disebutkan ikut menjadi korban perbuatan 17 oknum karyawan Meratus dan Bahana yang dihukum tersebut. Fakta itu terlihat dari putusan perkara Pidana No. 2631/Pid.B/2022/PN Sby yang dibacakan pada tanggal 13 April 2023 lalu. Kasus tersebut menjadi in kracht karena JPU yang terdiri dari Wahyu Hidayatullah SH MH, Nanik Prihandini, SH, Ribut, S SH dan Estika Dilla Rahmawati, SH mencabut permintaan banding yang diajukan sebelumnya.
Pencabutan itu berdasarkan Akta Pencabutan Permintaan Banding Penuntut Umum Nomor 119/Akta.Pid/Bdg/IV/2023/PN Sby jo. No. 2631/Pid.B/2022/PN Sby tertanggal 23 Mei 2023.
Dalam putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim PN Surabaya Sutrisno SH MH tersebut, diungkapkan bahwa terdakwa David ES yang merupakan karyawan PT Bahana Line sempat menolak permintaan dari karyawan PT Meratus Line Edi Setyawan karena tidak sesuai aturan/SOP dari PT Bahana Line.
“Namun karena Edi Setyawan mengancam apabila tidak mau membantu menjualkan BB tersebut, Edi Setyawan akan mencari vendor lain sebagai suplayer untuk memenuhi kebutuhan BBM kapal milik PT Meratus Line akhirnya permintaan itu dijalankan, “kata ketua Majelis Hakim Sutrisno SH MH membacakan putusannya saat itu.
Karyawan lain PT Bahana yang juga jadi terdakwa juga awalnya sama-sama menolak. Namun karena ancaman tersebut akhirnya mereka mau membantu menjualkan.
Dalam putusan tersebut juga terungkap perintah terdakwa David ES kepada terdakwa Sukardi Bin Rusman agar BBM titipan penjualan dari oknum karyawan PT Meratus Line tersebut bisa segera dijual kepada beberapa perahu tempel malam itu juga.
“Atau paling lama setidaknya besok pagi sudah tidak ada didalam kapal milik PT Bahana Line karena takut ketahuan manajemen PT Bahana Line,” kata Hakim saat membacakan putusannya.
Tidak hanya itu, faktor yang memberatkan para terdakwa juga disebutkan majelis hakim perbuatan mereka itu telah merugikan PT Meratus Line dan juga PT Bahana Line karena ada BBM yang telah disupplay belum terbayar.
Menanggapi kasus Penggelapan BBM dan TPPU terkait PT Meratus Line tersebut, salah satu penasihat hukum terdakwa menyatakan memang fakta sidangnya persis yang disimpulkan Majelis Hakim.
“Memang faktanya begitu. Tentu kita hormati, memang PT Bahana Line milik Pak Freddy Soenjoyo tidak terlibat bahkan ikut menjadi korban. Para terdakwa juga sudah meminta maaf dan itu dilakukan karena kondisi juga terdesak ancaman hilang tematnay bekerja menjadi vendor suplayer BBM di Meratus jika David cs menolak,” kata Gede Pasek Suardika kepada media, Selasa (20/06/2023).
Sebelumnya, diawal kasus bergulir sampai persidangan gencar sekali pihak PT Meratus Line untuk bisa menjerat Direksi PT Bahana Line dalam kasus ini. Mereka bahkan sampai membuat audit berbasis asumsi dengan data fiksi yang dibuat Internal Audit Fenny Karyadi dengan nilai kerugian bombastis Rp.536 miliar.
Tentu hasil audit yang dijadikan dasar mengaku rugi tersebut berpotensi pidana pemalsuan karena tidak berdasarkan data dan fakta namun dipakai dan diakui di persidangan oleh pembuatnya sebagai data berdasarkan asumsi dari kapal milik perusahaan lain bukan data riil.
Akhirnya berdasarkan fakta persidangan, bukti yang ada maupun saksi-saksi yang diperiksa justru mengungkapkan fakta PT Bahana Line juga menjadi korban dan direksi tidak mengetahui perbuatan kongkalikong antar oknum karyawan tersebut. Korban paling nyata adalah dipakainya kasus ini oleh PT Meratus Line untuk tidak membayar kewajiban hutangnya sebesar Rp 50 miliar lebih ke PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean line.
Upaya menagih utang inipun dilakukan PT Bahana Line sampai menempuh PKPU di Pengadilan Niaga Surabaya. Namun alasan pidana maupun juga mengajukan gugatan Perdata dilakukan PT Meratus Line untuk menghindari membayar utang-utangnya tersebut. Namun upaya gugatan PT Meratus Line kandas dan kini dalam perkara Pidana yang menjerat karyawan PT Meratus Line dan juga PT Bahana Line tersebut juga membuktikan secara hukum jika Bahana Grup tidak terlibat dan juga ikut menjadi korban.
Kasus ini bermula adanya Laporan Polisi No: Lp/B/75.01/II/2022/SPKT/Polda Jawa Timur, Tanggal 9 Februari 2022 atas nama pelapor Dirut PT Meratus Line Slamet Raharjo SE yang kemudian mengakibatkan 12 karyawan PT Meratus Line yaitu Edi Setyawan cs menjadi terdakwa dan lima karyawan PT Bahana Line David ES cs juga menjadi Terdakwa. Dan kesemuanya akhirnya dijatuhi vonis yang bervariasi hukumannya dan telah berkekuatan hukum tetap semuanya.
Yunita Wijaya Bendahara Perkumpulan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai, saat memberikan kesaksian di PN Surabaya
Surabaya, Timurpos.co.id – Sidang lanjutan perkara dugaan memasukkan keterangan palsu kedalam Akta Otentik dengan terdakwa Liliana Herawati dengan agenda saksi yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Ojo Sumarna di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Kamis (15/06/2023).
Dalam sidang kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis dari Kejaksaan Negeri Surabaya menghadirkan saksi yakni Yunita Wijaya Bendahara Perkumpulan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai.
Yunita Wijaya mengatakan, bahwa tidak tahu banyak terkait tugasnya sebagai bendahara, sebab fungsinya hanya sebagai pembantu dari Erick Sastrodikoro yang resmi menjabat sebagai bendahara umum Perkumpulan tersebut.
“Saya hanya membantu Sensei Erick (Sastrodikoro). Selain Sekjen, Erick juga bendahara umum di Perkumpulan,” kata Yunita di PN Surabaya.
Masih kata Yunita, bahwa sebagai bawahan Erick Sastrodikoro, hanya mengerjakan perintah mencatat uang CSR dan dana Arisan yang terkumpul di dalam Kas.
“Biasanya warga Perkumpulan menyetor Uang Arisan secara transfer ke rekening BCA 0883551777 atas nama Perkumpulan Pembina Karate,” tambahnya.
Menurut Yunita, selama menjadi bendahara, dia mencatat dana yang ada di Perkumpulan berkisar sebesar Rp 6 miliar lebih. Dan pada tahun 2020 Dana Arisan sudah dikembalikan semua.
“Terakhir 2020 kisaran Dana yang ada sekitar Rp 6 miliar lebih. Dana Rp 6 miliar lebih itu hanya meliputi Dana CSR dan Dana Pengelolaan saja, sebab semua Dana Arisan sudah dikembalikan di tahun 2020,” ungkap saksi Yunita yang mengikuti Perguruan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai sejak 1986, namun di tahun 2015 mengundurkan diri karena ditunjuk sinsei Erick Sastridikoro sebagai bendahara Perkumpulan.
Saksi Yunita juga memastikan bahwa selain BCA, Perkumpulan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai juga mempunyai rekening penampungan lain di Bank Artha Graha dan Bank Mayapada yang kesemuanya dikelolah Erick Sastrodikoro.
“Jadi total Rp 6 miiliar lebih tersebut ada di tiga Bank tersebut. Untuk tanda tangan specimennya Sinhan Tjandra Srijaya,” tandasnya.
Dalam persidangan saksi Yunita kembali memastikan bahwa untuk biaya kegiatan Perkumpulan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai selama ini dibiayai oleh Bambang Irwanto, sebab kata Yunita karena tidak ada sponsor lain.
Herawati pada tahun 2021.
“Berdasarkan informasi yang saya terima di Grup WA Pengurus Perkumpulan, Catatan Perincian itu sudah diambil oleh Liliana Herawati. Ada orang yang mengambil dari Sekertariat, orang yang mengambil itu suruhannya siapa, saya tidak tahu,” tandasnya yang disambut teriakan pengunjung sidang.
Didesak oleh Ketua Majelis Hakim Ojo Sumarna agar saksi Yunita dapat membuktikan tuduhannya tersebut, saksi Yunita pun kelabakan.
“Saya hanya pernah baca di Grup WA Pengurus Perguruan, namanya siapa saya lupa. Yang posting siapa saya tidak ingat. Tapi saya akan mencarinya. Karena ada orangnya Liliana yang pegang kuncinya,” jawab saksi Yunita yang sekarang menjabat sebagai sekertaris Pusat.
Dikejar oleh Hakim Ojo Sumarna, dimana keberadaan catatan perincian uang perkumpulan sebesar Rp 6 miliar lebih tersebut sekarang,?
“Diambil Liliana tahun 2021. Memang yang ambil bukan dia (Liliana) sendiri. Yang pasti catatan perincian itu sekarang ada di Batu-Malang, dirumah kediaman Liliana,” jawab saksi Yunita.
Terkait tuduhan pengambilan Catatan Perincian Dana Arisan Perkumpulan sebesar Rp 6 miliar, saksi Yunita sempat ditegur oleh hakim anggota Ketut Suarta. Namun saksi Yunita kukuh mempertahankan tuduhannya yang menyudutkan terdakwa Liliana Herawati.
“Saya pernah baca di grup WA mereka,
ada orang mereka yang bilang. untung datanya kita ambil semua”,papar saksi yang kembali disambut teriakan pengunjung sidang. Ti0
Heru Widada, M M, sebagai Direktur Poltekpel Surabaya, setelah memberikan kesaksian di PN Surabaya
Surabaya, Timurpos.co.id – Alpard Jales Poroyo diseret di Pengadilan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Herlambang Adhi Nugroho dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya, terkait perkara penganiayaan terhadap M. Rio Ferdinan Anwar, taruna Politeknik Pelayaran (Poltekpel) Surabaya hingga tewas dengan agenda keterangan saksi yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Idawati di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Dalam sidang kali ini JPU Herlambang Adhi Nugroho menghadirkan saksi yakni Heru Widada, M M, sebagai Direktur Poltekpel, Ferry Budi sebagai Wakil Ketua Direktur 3 Poltekpel, Heriyana sebagai perwira pengasuh Poltekpel dan Daffa Adiwidya Ariska.
Heru Widada megatakan, bahwa pihaknya mengetahui ada taruna yang meninggal dunia dari Wakil Direktur 3 Poltekpel. Saat itu kejadian pada hari Minggu 5 Februari 2023 sekitar pukul 22.00 WIB sampai 23.00 WIB, di kasih tahu sama Waka Direktur 3, bahwa ada taruna yang meninggal dan dibawa ke Rumah Sakit Haji.
Sesuai SOP, lalu memanggil management, Waka Direktur, Kabag untuk dipastikan terkait peristiwa yang terjadi kepada almarhum. Namun untuk hasilnya tidak mencari tahu sebab dan langsung dilaporkan kepada Polsek Gunung Anyar.
“Memang saat itu korban terpeleset di kamar mandi dan terjatuh, informasinya begitu, Namun saya laporkan kepada Polsek Gunung Anyar dan tahunya saat di rekonstruksi, ada peristiwa penganiayaan, Yang Mulia,”ujarnya.
Sementara itu, Ferry Budi sebagai Wakil Ketua Direktur 3 Poltekpel mengatakan, bahwa benar saat itu langsung dilaporkan kepada Direktur tentang peristiwa tersebut. “Jadi waktu itu di rumah dan dapat laporan dari anak buah saya bahwa taruna di RS meninggal. Infonya terpeleset dan di cek ke RS dan dilaporkan ke Direktur dan mengecek kebenarannya,”ujarnya.
Kemudian kata Heriyana sebagai perwira pengasuh Poltekpel menjelaskan, adanya yang pingsan dan ada pengasuh dan memberikan bantuan pertolongan. Pada saat itu korban tergeletak dan sudah tidur dan disitu dikerumuni sama teman-teman. “setelah itu ditangani oleh tim medis ke poliklinik,”terangnya.
Daffa Adiwidya Ariska mengatakan, memang saat itu ada di kamar mandi tapi tidak mendengar percakapan antara terdakwa dan korban. Saat itu saya kaget terdakwa memukul korban di bagian dada atau di ulu hati. Lalu terdakwa mau memukul kedua kalinya, saya mengatakan sepisan ae.
Lalu korban keluar dan terpeleset hingga terjatuh dengan keadaan miring. Nah disitu Daffa memberikan bantuan pertolongan pertama seperti memompa dada korban yang sudah terjatuh dengan keadaan miring dan mulut keluar darah serta bernafas tergagah atau setengah pingsan.
“Pukulan pertama saya kaget dan syok, karena pertama kali ada pemukulan di Poltekpel, lalu pelukan saya bilang sepisan ae. Terdakwa melakukan pemukulan dua kali ke korban di ulu hati atau bagian dada. Setelah kembali jatuh dan tengkurap miring dan disitu Alpard terdiam. Dan sudah mulutmu keluar darah dan nafasnya tergagah atau setengah pingsan. Lalu saya memberikan pertolongan kepada korban,”ucapnya.
Masih kata Daffa, bahwa setelah itu ada tim medis, saya sama senior disuruh mengikuti apel, kemudian paginya saya beritahukan kepada perwira kalau, Rio itu dipukul oleh Alpard yang mana terdakwa bilangnya karana terpelet di kamar mandi. Namun setelah ada pihak kepolisian terdakwa baru mengaku telah memukul korban.
“Kejadian pemukulan tersebut, sudah diceritakan ke Perwira yang bernama Widya,” tegas Daffa.
Atas keterangan saksi, terdakwa membenarkannya. Iya benar Yang Mulia,”katanya.
Menurut Herlambang Adhi Nugroho mengatakan, bahwa terdakwa Alpard Jales Poyono dijerat Pasal 353 ayat (3) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 351 ayat 2 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dengan ancaman 9 tahun penjara. Kejadiannya hari Minggu 5 Februari 2023 pukul 19.30 Wib di kamar mandi Politeknik Pelayaran Gunung Anyar Surabaya melakukan tindak pidana pengeroyokan yang direncanakan terlebih dahulu yang menyebabkan kematian.
“Korban RFA dipukuli di bagian perutnya oleh terdakwa Alpard Jales Poyono dengan menggunakan tangan kanan. Hal itu membuat korban tersungkur dan jatuh ke lantai tidak bergerak,”kata Herlambang dalam dakwaannya. Ti0
Asisten Bidang Pengawasan Kejati Jatim, Edi Handojo memberikan keterangan saat jumpa pers di Kejati Jatim
Surabaya, Timurpos.co.id – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim) membantah isu yang mengabarkan mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Madiun, Andi Irfan Syafruddin terlibat kasus pungutan liar (pungli). Pungli tersebut dilakukan oleh oknum Jaksa di Kejari Madiun dan itu sebelum Andi Irfan menjabat sebagai Kajari.
Asisten Bidang Pengawasan Kejati Jatim, Edi Handojo mengatakan, Andi Irfan hanya terlibat kasus dugaan penggunaan obat yg mengandung amphetamine, sedangkan utk jenisnya masih diperlukan assesment lbh lanjut. Dan Kasus tersebut saat ini sudah ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). Sejauh ini, Kejagung masih mendalami kasus dugaan zat terlarang tersebut. “Ini (kasus dugaan penggunaan psikotropika) masih dilakukan asessment. Psikotropika jenis apa yang dipakai. Apakah metamfetamine atau zat yang lain,” katanya, Rabu (14/06/2023).
Andi Irfan sendiri saat ini sudah dicopot dari jabatannya sebagai Kajari Madiun dan menjadi Jaksa Fungsional (non job) di Badan Diklat Kejaksaan RI. Untuk sementara, Plt Kepala Kejari Kabupaten Madiun dijabat Reopan Saragih yang saat ini menjabat sebgai Koordinator pada Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jatim. “Andi Irfan dicopot untuk mempermudah pemeriksaan,” tandas Edi.
Sementara itu, tiga oknum Jaksa di Kejari Madiun dicopot dan ditarik ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim). Mereka diduga telah melakukan pungutan liar (pungli) hingga ratusan juta rupiah. Dugaan pungli itu terungkap berawal dari pemeriksaan Tim Satgas Kejagung pada pertengahan Mei 2023. Ketiga oknum Jaksa masing-masing berinisial AB, MAA, dan WA lantas dicopot usai menjalani pemeriksaan internal.
Adapun ketiga oknum Jaksa itu diduga melakukan pungli terhadap sejumlah ASN di Pemkab Madiun dan beberapa pihak berperkara di Kejari Madiun. “Dugaan pungli ini sebelum Andi Irfan menjabat sebagai Kajari Kabupaten Madiun,” tandas Edi. ***
Terdakwa Sri Yuliani alias Bing- Bing Marketing PT. Budi Agung Sentosa, saat membacakan pembelaan di ruang Garuda 2 PN Surabaya
Surabaya, Timurpos.co.id – Sri Yuliani alias Bing- Bing Marketing PT. Budi Agung Sentosa dituntut 2 tahun dan 6 bulan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Diah Ratri Hapsari dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya terkait perkara penipuan yang merugikan perusahan sekitar Rp. 258.780.500 yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Suparno di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
JPU Diah Rantri Hapsari menuntut terdakwa Sri Yuliani dengan Pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan, karana terbukti melakukan tindakan Pidana penipuan diatur dalam Pasal 378 KUHP Jo Pasal 64 KUHP.
“Terhadap terdakwa dituntut Pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan dengan perintah terdakwa tetap dilakukan penahaan,” kata JPU Diah Ratri.
Atas tuntutan tersebut terdakwa Sri Yuliani menyapaikan, bahwa meminta keringan hukuman dengan alsaan memiliki anak yang masih berumur 9 tahun, sehingga membutuh asuhan dan perhatian serta penghidupan dari seorang ibu kandungnya.
Sementara Penasehat Hukum terdakwa menjelaskan, bahwa sebenarnya terdakwa sudah berupaya untuk menyelsaikan permasalah tersebut, saat di Polsek Pabean Cantikan Surabaya, Namun Pihak Pimpinan perusahaan melalui Yulianti Junaedi menolak itikad baik terdakwa.
“Kami berhadap kepada Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini, bisa memberikan putusan yang seadil-adilnya,” katanya selepas sidang di PN Surabaya, Rabu (14/06/2023).
Untuk diketahui berdasarkan surat dakwaan dari JPU menyebutkan, bahwa terdakwa Sri Yuliani alias Bing-Bing anak dari Sujono merupakan karyawan PT Budi Agung Sentosa (PT BAS) 20 di Jl Kopi No 41 Surabaya sejak tahun 2013. Bahwa terdakwa bekerja di PT Budi Agung Sentosa (PT BAS) yang bergerak dibidang Tektil, selaku Koordinator Marketing yang menerima gaji setiap bulannya sebesar Rp 7,5 juta. Mempunyai tugas bertanggung jawab terhadap orderan para sales dan pembeli yang datang langsung ke toko, membuat order pesanan penjualan kain dari para sales dan pembeli di toko, membuat order pesanan dari sales atau untuk stok yang diorder dari pabrik, melakukan pengecekan kepada para sales dan customer terkait pembayaran.
Bahwa PT Budi Agung Sentosa memiliki pelanggan tetap / pelanggan lama yang telah ditentukan oleh pimpinan PT Budi Agung Sentosa juga beserta penentuan harga jual kain kepada pelanggan lama / tetap dengan pelanggan baru oleh pimpinan PT Budi Agung Sentosa yaitu Tan Agustinus Harsono.
Bahwa dalam penjualan kain di PT Budi Agung Sentosa terdapat perbedaan harga yang dikenakan antara pelanggan baru dengan pelanggan lama/tetap dimana harga yang diberikan kepada pelanggan baru lebih mahal dibandingkan dengan pelanggan lama/tetap yaitu berkisar antara Rp 1 ribu hingga Rp 2 ribu per yard. Bahwa sesuai dengan Surat Pemberitahuan PT Budi Agung Sentosa per tanggal 01 November 2019 terdakwa sebagai Koordinator Marketing mendapatkan komisi penjualan yang awalnya adalah 0,3 % untuk pelanggan yang melakukan pembayaran dengan sistem tempo berubah menjadi 0,1 %, sedangkan komisi 0,5 % untuk pelanggan yang melakukan pembayaran dengan sistem cash berubah menjadi 0,3 %.
Bahwa kemudian terdakwa dalam menjalankan tugasnya sebagai Koordinator Marketing telah melakukan perbuatan menjual kain milik PT Budi Agung Sentosa dengan menggunakan nama-nama yang terdakwa buat sendiri dalam jumlah yang banyak yang mana pembeli aslinya adalah Saksi Hendra yang merupakan adik ipar terdakwa, selanjutnya. Bahwa dari perbuatan terdakwa membuat nama-nama pembeli yang tidak sesuai dengan kenyataannya dan dibawah harga yang seharusnya tersebut terdakwa memperoleh komisi dengan total keseluruhan sekitar Rp 3.281.555.
Bahwa perbuatan terdakwa mengakibatkan PT Budi Agung Sentosa mengalami kerugian sebesar ± Rp 258.780.500.l dan didakwa dengan Pasal 374 KUHP dan 378 KUHP Jo Pasal 64 KUHP. Ti0
Ketua DPRD Jatim Kusnadi, saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor Surabaya
Surabaya, Timurpos.co.id – Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur Kusnadi dihadirkan sebagai salah satu saksi dalam perkara dugaan korupsi suap dana hibah yang menjerat mantan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua P Simanjuntak. Dalam sudang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ini, ia pun dicecar terkait dengan barang bukti yang mengesankan “bagi-bagi duit” yang mengkaitkan dengan namanya.
Satu barang bukti yang sempat dikejar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah adanya sebuah catatan kertas yang berisi angka atau nominal berinterprestasikan uang miliaran.
Dalam lembaran kertas yang disita KPK itu, tertulis seperti judul dengan kalimat yang berbunyi sebuah nama “Agus Yuda”. Dibawah tulisan mirip judul itu, juga tertulis sejumlah nama anggota dewan.
“10 M = B Renny-Kusnadi
3,5 M = Previllege Kom. C (Ketua)
18 M = Uang Jatah Anggota, yang 50 M (Kom C)
16 M – 10.100 M = 5.900 M
10 M, 3,5 M, 18 M, 5,9 M total 37,400 M”
JPU KPK Arif Suhermanto pun mencecar berbagai pertanyaan terkait dengan barang bukti tersebut pada saksi Kusnadi. Arif mempertanyakan, apakah ia mengetahui perihal catatan tersebut. Apakah ia mengetahui arti abjad “M” pada tulisan itu maupun maksudnya.
Pertanyaan-pertanyaan itu pun langsung dijawab oleh Kusnadi, jika dia tidak mengetahui kertas tersebut. Ia juga mengelak perihal catatan yang ada dalam kertas itu. Namun, ia mau menginterpretasikan abjad “M” dalam catatan tersebut.
“Interpretasi saya M itu miliar,” tegas politisi asal PDIP ini, Selasa (13/06/2023).
JPU Arif pun kembali mencecar pertanyaan, apakah ia menerima sesuatu dalam jumlah seperti tertera dalam catatan itu. Dengan tegas, Kusnadi menyatakan tidak. “Tidak menerima apa pun,” katanya.
JPU Arif lalu menjelaskan, bahwa kertas yang berisi catatan itu merupakan salah satu barang bukti yang disita oleh KPK saat melakukan penggeledehan di gedung DPRD Provinsi Jatim beberapa waktu lalu. Ia mengakui, mencecar Kusnadi atas barang bukti tersebut, karena dianggap ada kaitannya dengan perkara dugaan korupsi suap dana hibah yang menjerat Wakil Ketua Sahat Tua P Simanjuntak.
“Barang bukti itu kita sita dari gedung dewan. Makanya itu kita tanyakan pada yang bersangkutan karena ada namanya dalam catatan tersebut,” pungkasnya.
Selain dicecar soal barang bukti, Kusnadi juga sempat ditanya jaksa soal praktek “ijon” seperti yang dilakukan oleh terdakwa Sahat Tua P Simanjuntak. Kusnadi pun hanya mengakui jika ia pernah mendengar isu tersebut.
Namun, ia memastikan tidak melakukan hal yang serupa. Sebab, menurutnya, kelompok masyarakat (Pokmas) selama ini yang menerima langsung uang hibah saat pencairan. Termasuk mereka juga nantinya yang melakukan laporan pertanggungjawaban. Ia pun sempat menyebut kata bodoh jika ada pokmas yang diambil lebih dulu uangnya oleh pihak lain.
“Saya pernah mendengar isu (ijon) itu. Tapi, yang menerima (uang hibah) itu adalah pokmas itu sendiri, dia yang menandatangani itu uang itu dari bank, anda (pokmas) yang menerima. Kalau kemudian menyerahkan pada orang lain berarti itu anda bodoh, masak iya kamu sebodoh itu,” tegasnya.
Diketahui, dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut kalau Sahat diduga menerima uang suap sebesar Rp39,5 miliar dari dua penyuap, yakni, Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi.
Sahat didakwa dengan dua pasal. Pertama terkait penyelenggara negara Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua terkait suap, Pasal 11 Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 65 ayat (1) KUHP. Ti0
Terdakwa Martino bin Sawari atau Terdakwa Marnito bin Sarawi mendengarkan Putusan Di PN Surabaya
Surabaya, Timurpos.co.id – Marnito warga Madura Putus bersalah melakukan Penipuan terhadap perempuan asal Aceh berinisial R, oleh Ketua Majelis Hakim Suparno di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Selasa, (13/06/2023).
Dalam amarputusan yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Supano mengatakan, bahwa pada intinya Majelis Hakim tidak sependapat dengan JPU. Terdakwa tidak terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 285 dan 365, sehungga Majelis Hakim memutus terhadap terdakwa dengan Pidana Penjara selama 4 tahun kerana terbukti melanggar Pasal 378 KUHPidana.
“Terhadap terdakwa diputus bersalah melakukan penipuan dengan Pidana 4 Tahun,” kata Hakim Suparno diruang Garuda 2 PN Surabaya.
Atas putusan dari Majelis Hakim baik terdakwa maupun JPU menyatakan pikir-pikir,” pikir-pikir dulu yang Mulia,” saut Marnito yang dihadirkan langsung di muka persidangan.
Perlu diperhatikan, Putusan Majelis Hakim ini bertolak belakang dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Diah Ratri Hapsari dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya yang sebelumnya terhadap terdakwa Marnito dituntut dengan Pidana penjara selama 10 tahun karena terdakwa melanggar Pasal 285 KUHP tentang Pemerkosaan dan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
Untuk diketahui berdasarkan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Diah Ratri, Marnito dinilai sudah mengambil sejumlah barang dan uang milik R. Malah, ia disebut juga memperkosa pula saat memaksa tinggal bersama dan mengelabuinya.
Masih dalam dakwaan, Marnito menyatakan bisa merampungkan perkara penyerobotan tanah yang dialami R. Bahkan, dalam kurun waktu singkat, yakni sekitar sebulan saja.
Lantaran tertarik, R diminta Marnito segera menemuinya di kota pahlawan. Sesampainya di Surabaya, Marnito lantas memutuskan untuk rental apartemen yang berlokasi di Surabaya Pusat.
Di sana pula, Marnito bermaksud agar apartemen bisa ditinggali oleh R selama 2 bulan. Bahkan, biaya sewa senilai Rp 40 juta juga sudah disetujui sepihak.
“Agar mudah berkomunikasi, terdakwa (Marnito) akan mengganti biaya sewa,” kata Diah dalam surat dakwaannya.
Namun, ketika berada di apartemen,
Marnito disebut memaksa R untuk berhubungan intim sembari mengancam tak akan mengurus perkara bila tak menghendakinya. Pun dengan biaya sewa apartemen yang disebut juga tak akan diganti.
Hingga akhirnya, R mengalami pendarahan usai bersetubuh dengan Marnito. Bahkan, R mengaku juga sempat dilarikan ke rumah sakit akibat pendarahan itu.
Tak sampai di situ saja, dalam dakwaan, R menyebut Marnito juga sempat minta uang sekitar Rp 65 juta di awal dan Rp 70 juta setelah pertemuan dengan alasan untuk mengurus biaya perkara. Selama tinggal bersama di apartemen itu pula, pria 34 tahun asal Sumenep itu mengambil semua uang milik korban, perhiasan juga mengambil kartu kredit hingga smartphone milik R yang belakangan diketahui digunakan untuk belanja hingga Rp 60 juta.
Mirisnya, rekening tabungan sekitar Rp 300 juta milik R juga dikuras oleh Marnito. Bahkan, hanya tersisa Rp 28 juta saja.
Belum usai, Martino meminta R untuk mengirimkannya uang lagi senilai Rp 20 juta melalui aplikasi cashless. Hingga akhirnya, masa sewa apartemen di jantung kota pahlawan itu habis.
Selanjutnya, R berpindah dan sewa hunian. Di sana, Marnito kembali mengambil barang milik R berupa Apple Macbook, iPad dan Dokumen milik korban.
Usai hal tersebut, Marnito menjanjikan R untuk dinikahi. R pun menyetujuinya dan mengaku terpaksa karena diancam. Sehingga, tak bisa menolak permintaan Marnito.
“Setiap minta uang, terdakwa mengancam tidak akan mengurus sengketa lahan dan akan menyebarkan video yang direkam menggunakan HP,” ujarnya.
“Bahwa, akibat perbuatan terdakwa, korban mengalami kerugian hingga sekitar Rp. 500 juta,” imbuh dia.
Bahwa akibat perbuatnya JPU menuntut terdakwa dengan Pidana Penjara selama 10 Tahun, karana terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak Pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan. Ti0
M. Agus Budiman selaku Kurator yang menagani Kepailitan PT. Duta Cipta Pakarperkasa saat memberikan kesaksian
Surabaya, Timurpos.co.id – Agus Budi Siswanto dan Vendra Agustiawan diseret di pengadilan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Samsu Efendi dari Kejaksaan Negeri Surabaya terkait perkara pencurian besi dan tembaga di PT. Duta Cipta Pakarperkasa yang masuk dalam kepailitan dalam pengawasan kurator di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Selasa, (13/06/2023).
Dalam sidang kali ini JPU Samsu Efendi menghadirkan saksi Kurator M. Agus Budiman selaku Kurator yang menagani Kepailitan PT. Duta Cipta Pakarperkasa.
M. Agus Budiman mengatakan, bahwa ada informasi besi dan tembaga yang telah hilang di PT tersebut, kemudian melaporkan ke pihak Polisi, namun bagaimana caranya para terdakwa mengambil tidak tahu. Padahal semuanya ditutup dan kelilingi pagar dan disitu juga ada penjaganya sampai sore aja dan tidak ada penerangannya.
“Untuk kerugian seperti dakwaan JPU sekitar Rp.8 juta dan PT. tersebut masuk dalam pengawasaan Kurator,” kata M. Agus saat memberikan kesaksian di ruang Garuda 2 PN Surabaya.
Atas keterangan saksi para terdakwa menyatakan tidak keberatan.
Untuk diketahui berdasarkan surat dakwaan dari JPU menyebutkan, bahwa Terdakwa Agus Budi Siswanto dan Vendra Agustiawan bersama-sama saksi Sugianto Hadi Widodo (berkas terpisah) Woko, Baul, Riki dan Yusron masih boron. Pada hari Senin, 13 Maret 2023 sekitar pukul 17.30 WIB di area PT. Duta Cipta Pakarperkasa di Jl. Raya Mastrip Waru Gungung No. 07, Kec. Karang Pilang, Kota Surabaya, mengambil barang, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu yang dilakukan terdakwa.
Terdakwa dibantu temannya mendatangi PT tersebut dengan mengunakan 4 motor. Sesampainya di lokasi kedua terdakwa dibantu Woko, Baul Riki dan Yusron masuk ke dalam area pabrik dengan melompati pagar belakang sedangkan saksi Sugianto Hadi Widodo tetap menunggu di luar pagar untuk menjaga keamanan.
Selanjutanya setelah mengumpulkan besi-besi bekas dan kabel-kabel listrik kemudian dimasukan ke dalam sebuah karung sedangkan gulungan-gulungan kabel langsung diangkut menuju ke luar pagar yang diterima oleh saksi Sugianto Hadi Widido. Selanjutnya para terdakwa bersama teman-teman mereka membawa kabel-kabel yang baru saja mereka ambil menuju ke tempat pembuangan sampah umum lalu mereka membakar kabel-kabel tersebut untuk memudahkan mengambil isi kabel berupa kawat tembaga. Setelah berhasil mengumpulkan isi kabel, mereka membawa karung berisi besi bekas dan kawat tembaga ke penampungan barang bekas dan besi tua untuk dijual.
Bahwa saksi M. Agus Budiman selaku Kurator yang menangani kepailitan PT. Duta Cipta Pakarperkasa seringkali menemukan kehilangan besi-besi dan kabel dalam area pabrik sehingga meminta pihak kepolisian untuk memantau apabila ada aktifitas yang mencurigakan. Atas permintaan tersebut, pihak Kepolisian Sektor Karang Pilang selalu melakukan patroli rutin ke lokasi pabrik tersebut dan bertepatan ketika para terdakwa bersama teman-temannya masuk dan mengambil barang-barang berupa besi bekas dan kabel, patroli dari Polisi melihat aktifitas mereka sehingga Polisi kemudian mengejar para terdakwa dan teman-temannya dan menangkap mereka ketika mereka sedang menjual besi bekas dan isi kabel dari tembaga di penampungan barang bekas di Jl. Raya Bambe No. 01, Kec. Driyorejo, Kab. Gresik dimana polisi berhasil menangkap kedua terdakwa sedangkan saksi Sugianto Hadi Widodo, Woko, Baul, Riki dan Yosron berhasil melarikan diri. Saat digeledah, Polisi menemukan 2 buah karung beisi kawat tembaga seberat 78 kilogram dan satu karung berisi besi bekas seberat 18 kilogram.
Para terdakwa menerangkan bahwa mereka seringkali mengambil besi bekas dari bekas pabrik PT. Duta Cipta Pakarperkasa karena sejak pabrik itu ditutup, tidak ada penerangan dan juga pengawasan hanya pada siang hari. Akibat perbuatan para terdakwa dan teman-temannya, PT. Duta Cipta Pakarperkasa mengalami kerugian materiil sebesar Rp 8 juta dan didakwa
Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke-5 KUHP.