Surabaya, Timurpos.co.id – Ketua Komisi C Surabaya, Baktiono merasa tertipu atas kedatangan seorang bapak yang mengaku dua anak kandung menjadi korban sodomi. Aduan tersebut ditindaklanjuti dengan membuatkan laporan, setelah itu dikirimkan ke Pemerintah Kota Surabaya. Namun, ketika tim psikolog mencoba mengkonfirmasi kepada dua korban meragukan laporan tersebut. Jumat, (26/01/2024).
“Iya saya semacam kena prank-lah. Padahal surat laporan pelapor sudah saya kirim ke walikota, wakil walikota, termasuk sekda,” ucapnya.
“Saya juga sudah kasih sumbangsih ke pelapor, tapi gak papa-lah ini bagian dari menyerap aspirasi dari masyarakat,” imbuhnya seraya tertawa.
Cerita prank tersebut bermula ketika Baktiono di kantornya pada Kamis (25/1) siang, didatangi bapak inisial AM dan dua anak laki-laki masih kecil-kecil. Satu anak usia 8 tahun, satunya lagi 10 tahun. AM mengaku warga asal Kelurahan Ploso, Kecamatan Tambaksari.
AM mengaku dua anaknya telah disodomi oleh keponakan dan seorang satpam tempat anak-anaknya sekolah.
Baktiono kemudian menyuruh AM membuat surat permohonan bantuan atas tindakan asusila. Di surat tersebut AM menulis pelecehan seksual yang dialami dua anaknya terjadi tiga kali rentan waktu 2020 dan 2022.
Surat itu setelah selesai dibuat, kemudian disimpan dengan format pdf. Baktiono kemudian mengirim surat tersebut ke walikota, wakil walikota, serta sekda. Tak lama setelah surat itu dikirim mendapat atensi Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3APPKB).
Tim psikolog kemudian datang ke kantor Baktiono. Sekitar dua tahun yang lalu ternyata tim psikolog pernah menangani kasus yang sama atas laporan AM. Namun, orang yang dilaporkan berbeda.
AM menyebut kasus yang dulu pelaku ada dua orang. AM menyebut mereka sudah divonis hukuman penjara 10 tahun. Kendati begitu, ada tersangka lain yang belum tertangkap yakni keponakannya dan seorang satpam tempat anaknya sekolah.
“Tim psikolog coba bertanya kepada korban dan AM secara terpisah. Disimpulkan ada yang beda dari cerita AM dan dua anak. Lalu sama psikolog, si bapak (AM) diminta membuat surat agar dua anaknya dititipkan di shelter agar terhindar dari predator,” katanya.
Baktiono melanjutkan, dari situlah AM terlihat mulai menunjukkan gelagat aneh. AM, kata Baktiono, saat itu mengaku kalau anak yang kecil nangis bila harus tinggal berjauhan. Baktiono lalu menawarkan solusi agar anak pertama saja yang dititipkan di shelter. Tawaran tersebut ternyata juga ditolak.
“Dari situlah saya berpikir ada yang tidak beres. Terus saya dapat informasi, bapak itu (AM) ternyata setiap ada masalah sama orang membuat laporan pelecehan seksual,” terang Baktiono.
Ketua RT III/RW 11 Ploso, Adam adalah kerabat AM. Dia membeberkan dulu AM pernah tinggal satu rumah dengan saudara yang dilaporkan atas tuduhan tindakan sodomi. Anak-anak AM juga pernah dirawat istrinya.
Saudara yang dilaporkan AM sempat diperiksa polisi. Termasuk ibu Adam. Namun, polisi menganggap tidak cukup alat bukti sehingga, tudingan AM tidak bisa dilanjutkan.
“Saya dan keluarga juga pernah coba tanya ke anak AM. Setelah itu, kami malah tidak disapa. Dan anehnya lagi, dua anak AM setiap ketemu orang yang dituding menyodomi tidak terlihat trauma. Saya sih merasa ada yang janggal dengan laporan yang dibuat AM,” tandas Adam. Tok