Timur Pos

Simon Efendi Belum Bayar Rumahnya Terdakwa

Surabaya – Pasangan suami istri Wirjono Koesoema dan Jusniwarti Ngatino meneriaki Simon Efendi dengan kata kasar seusai sidang perkara perdata di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Teriakan itu didengar banyak orang. Simon yang merasa malu kemudian melaporkan pasangan suami istri itu ke Polrestabes Surabaya. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dinneke Absary mendakwa Wirjono dan Jusniwarti telah mencemarkan nama baik Simon. Selasa, (24/01/2023).

Simon adalah lawan Wirjono dan istrinya dalam sengketa jual beli rumah. Wirjo bersama istri menggugat Simon karena belum membayar pembelian dua unit rumah mereka. Jaksa Dinneke dalam dakwaannya menjelaskan, seusai keluar dari ruang sidang, Wirjono dan Jusniwarti meneriaki Simon yang berdiri dengan jarak empat meter di depan mereka dengan kata kasar.

“Penipuan pak. Pasti kalau ambil barang gak bayar, pasti dipukul orang pak,” kata Wirjono sebagaimana diuraikan jaksa Dinneke dalam surat dakwaannya.

Simon yang merasa malu kemudian melaporkan pasangan suami istri lawan perkaranya itu ke polisi. “Simon Efendi merasa malu karena pada saat kejadian tersebut, halaman Pengadilan Negeri Surabaya dalam keadaan ramai sehingga merusak nama baik dan reputasi Simon Efendi,” tutur Jaksa Dinneke.

Jaksa Dinneke menuntut Wirjono dan Jusniwarti masing-masing Pidana tiga bulan penjara. Pasangan suami istri itu dianggap telah mencemarkan nama baik Simon.

“Menuntut supaya Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa terbukti bersalah dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum,” tutur Jaksa Dinneke dalam tuntutannya.

Sementara itu, Penasehat Hukum kedua terdakwa, Yanti Purwani dalam pembelaannya meminta para kliennya dibebaskan. Wirjono dan istri diklaim tidak pernah menghina maupun mencemarkan nama baik Simon.

“Emosinya keluar karena dua unit rumah senilai Rp 1,3 miliar belum dibayar sama Simon. Spontan saja itu,” kata Yanti seusai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kemarin. Ti0

Devi Antok: Keduanya Putrinya Tewas Akibat Gas Air Mata Di Stadion Kanjuruhan

Surabaya, Timurpos.co.id – Devi Atok Yulfitri meyakini kedua anaknya tewas dalam tragedi Kanjuruhan karena gas airmata yang ditembakkan polisi. Bukan karena terinjak-injak suporter lain akibat berdesak-desakan keluar dari Stadion Kanjuruhan seusai pertandingan Arema FC versus Persebaya Surabaya, Sabtu 1 Oktober 2022. Pengakuan itu disampaikannya kepada majelis hakim dalam sidang terdakwa Abdul Haris (ketua panpel Arema FC) dan Suko Sutrisno (security officer Arema FC) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Selasa, (24/01/2023).

“Saya sendiri yang memandikan jenazah kedua anak saya. Demi Allah, dari ujung rambut hingga kaki tidak ada luka-luka karena benda tumpul,” kata Atok saat bersaksi dalam persidangan.

Dua anak Atok, Natasya Debi Ramadhani dan Nayla Debi Anggraeni bersama mantan istrinya, Anggraeni ditemukan tewas di dalam stadion dengan kondisi wajah biru kehitaman. Hidung dan mulutnya mengeluarkan busa yang berbau amoniak. Baju yang dikenakan ketiga almarhum juga berbau amoniak.

“Baunya menyengat sekali. Tidak ada luka memar di badannya. Jenazah ditemukan di tribun. Meninggal karena gas air mata,” tegas Atok.

Kematian dua anak yang masing-masing berusia 16 tahun dan 13 tahun serta mantan istrinya membuatnya terpukul. Antok mengaku sampai tidak makan selama lima hari karena merasa sudah tidak ada harapan lagi setelah anak-anaknya tewas. Dia mengaku sudah mendapat amplop dari Presiden Joko Widodo dan pihak lain.

“Dua amplop sampai sekarang masih utuh di rumah tidak saya buka. Saya tidak butuh keadilan. Saya sudah menyampaikan ke Presiden Jokowi saat bertemu di RSSA agar oknum-oknum yang membunuh anak saya dihukum setimpal. Pak presiden mengangguk mengiyakan,” tuturnya.

Atok merasa bahwa proses penegakan hukum tragedi Kanjuruhan yang merenggut 135 nyawa masih belum adil. Dia juga meragukan hasil otopsi terhadap dua jenazah anaknya yang disimpulkan tewas karena terinjak-injak. Kesimpulan itu bertolak belakang dari yang dia ketahui selama mengurus jenazah kedua anaknya.

Sementara itu, eks dirut Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita yang juga bersaksi dalam persidangan menegaskan bahwa Stadion Kanjuruhan telah lolos verifikasi dan dinyatakan layak menggelar pertandingan Liga 1. “Secara teknis layak dengan catatan. Saya tidak tahu catatannya dipenuhi atau tidak karena yang terakhir verifikasi PSSI, bukan LIB,” ungkap Lukita yang juga tersangka dalam kasus ini.

Mengenai pertandingan bertensi tinggi yang tetap digelar malam hari, Lukita mengakui pihaknya sempat menerima surat permohonan dari panpel Arema FC agar digelar sore hari. Namun, LIB menolaknya karena jadwal sudah disusun jauh hari bersama broadcaster selaku pemegang hak siar Liga 1. Ti0

Pencuri Tas, Paisen RSIA Merr Surabaya Divonis 10 Bulan Penjara

Surabaya, Timurpos.co.id – Masduki Fadli pencuri tas di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Merr Surabaya diputus dengan Pidana penjara selama 10 bulan oleh Ketua Majelis Hakim Marper Pandiangan di ruang sari PN Surabaya. Selasa, (24/01/2023).

Dalam amar putusan yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Marper Pandiangan mengatakan, bahwa Majelis Hakim sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU), terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak Pidana pencurian tas dan menjatuhkan Pidana penjara selama 10 bulan.

“Terhadap terdakwa dihukum Pidana penjara selama 10 bulan,” kata Hakim Marper di ruang sari 2 PN Surabaya.

Atas putusan tersebut, terdakwa dan JPU menyatakan menerima putusan dari Majelis Hakim. ” iya Yang Mulia, saya terima,” ucap terdakwa melalui sambungan video call.

Untuk diketahui berdasarkan dakwaan JPU Muhammad Fadhil dari Kejaksaan Tanjung Perak Surabaya, menyebutkan, bahwa  Pada hari Kamis Tanggal 15 September 2022 sekira jam 01.30 WIB, terdakwa Masduki Fadli Bin Dulamar Hasip masuk kedalam Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Merr Surabaya kemudian berkelingling mencari target dan kemudian sampaikan pada Ruang Violet 10 Lantai 4 RSIA Merr dan melihat Saksi Irma Yuliarti  yang merupakan seorang pasien sedang tertidur dan disampingnya terdapat satu buah tas warna merah motif kembang.

Selanjutnya terdakwa memperhatikan keadaan sekitar dan setelah melihat tidak ada orang langsung masuk kedalam Ruang Violet 10 Lantai 4 RSIA Merr dan memgambil satu buah tas warna merah motif kembang yang berisi satu buah Handphone merel Apple Type Iphone 11 Pro warna hitam, dua buah Kartu ATM dan Uang Tunai sebesar Rp. 157.000 milik Saksi Irma Yuliarti. Kemudian pergi meninggalkan Ruang Violet.

Bahwa, Saat terdakwa hendak pergi meninggalkan Ruang Violet 10 dilakukan Penangkapan oleh Saptam Rumah Sakit dan saat dilakukan pemeriksaan badan ditemukan 1 tas warna merah motif kembang yang berisi berisi satu buah Handphone merel Apple Type Iphone 11 Pro warna hitam, dua buah Kartu ATM dan Uang Tunai sebesar Rp. 157.000.

Atas perbuatan terdakwa, JPU Fadhil mendakwa dengan Pasal 363 Ayat (1) Ke-3 KUHPidana dan dituntut Pidana penjara selama 1 tahun. Ti0

Willem Fredick, Pukul Mahasiswa Dengan Tongkat Baseball Diadili Di PN Surabaya

Surabaya, Timurpos.co.id – Willem Fredrick Mardjugana diseret dipengadilan oleh Jaksa Penuntut Umun (JPU) Uwais Deffa I Qorni terkait perkara pemukulan Felix Kurniadi dengan mengunakan tongkat Baseball, dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Selasa, (23/01/2023).

JPU Dicky Aditya mengatakan, bahwa pada Kamis, 3 November 2022 pagi, sekitar pukul 10.19 WIB, terdakwa Willem Fredrick Mardjugana mengendarai mobil Audy A4 dengan nopol L 1934 AAG warna hitam. Saat itu, Willem hendak memundurkan mobil untuk keluar dari tempat parkiran Indomart yang berada dj Jalan Mojopahit Nomor 1 Keputran, Kota Surabaya.Bersamaan, ada pengendara mobil lain sekaligus korbannya, yaitu Felix Kurniadi. Mengetahui ada mobil hang juga hendak keluar, Felix berhenti untuk mempersilahkan Willem untuk keluar terlebih dulu.

“Namun, terdakwa justru berhenti dan tidak mundur keluar. Dalam selang waktu beberapa lama dikarenakan terdakwa tidak memundurkan mobilnya, saksi Felix Kurniadi kembali memundurkan mobilnya untuk keluar,” kata Jaksa Dicky dalam surat dakwaannya di Ruang Sari, PN Surabaya.

Hal itu rupanya juga diketahui beberapa teman Felix yang ada di dalam mobil, yakni Rafael Tanagani, Ananda Bagus Aradhana, Maria Magdalena Trisetyawty, dan Janice Dea Audrey. Kala itu, Rafael menengok melalui kaca jendela dan melihat Willem melotot dari dalam mobilnya. Lalu, Rafael memberikan gesture menggunakan tangan jempol untuk mempersilahkan Willem memundurkan mobilnya terlebih dahulu. Melihat hal tersebut, Willem bukan memundurkan mobil, justru membentak Rafael.

Mengetahui hal itu, Felix dan Rafael turun dari mobil. Bersamaan, Willem juga keluar dari mobil.Namun, Willem tidak langsung menghampiri Felix dan Rafael. Justru, membuka pintu belakang mobil sebelah kanan dan mendatangi keduanya sembari membawa tongkat baseball.

“Saksi Rafael Tanagani berhadap-hadapan dengan terdakwa yang diketahui terdakwa berkata ‘Ada Apa? Apa Masalahmu?’ yang dijawab oleh saksi Rafael Tanagani, ‘Kita Tidak Ada Masalah, Yang Bawa Tongkat Siapa?’,” ujarnya.Lantas, Willem mengancam Rafael menggunakan tongkat baseball yang sedang dibawa. Sontak, nyali Rafael tak ciut dan tetap mempersilakan Willem untuk memukulnya.

“Dijawab oleh saksi Rafael Tanagani ‘Pukul saja, kalau mau pukul, pukul saja’. Sontak, terdakwa langsung memukul menggunakan tongkat baseball dengan keras ke arah wajah sebelah kanan dan mengenai pipi saksi Rafael Tanagani,” tuturnya.

Pemukulan tersebut menyebabkan pipi Rafael memerah, mengalami memar dan bengkak warna merah. Bahkan, Rafael mengaku terasa pusing. Setelah melakukan pemukulan, Willem langsung bergegas meninggalkan lokasi tersebut tanpa memperhatikan luka yang dialami oleh Rafael.

Lantaran tak terima dengan hal itu, Rafael melaporkan kejadian itu ke Polrestabes Surabaya. Lalu, ia dianjurkan untuk melakukan visum.

Berdasarkan hasil visum, Rafael mengalami luka pada pipi kanan dan luka memar disertai bengkak warna merah ukuran 7 cm x 5 cm. Beberapa hari setelah kejadian itu, Willem dibekuk. Lalu, diancam pidana sesuai Pasal 351 ayat (1) KUHP terkait penganiayaan.

Atas dakwaan dari JPU Penasehat Hukum terdakwa tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi). “Kami tidak mengajukan eksepsi Yang Mulia,” kata Penasehat Hukum terdakwa. Ti0

AKBP Nurul : 3 Terdakwa Polisi Dalam Perkara Tragedi Kanjuruhan Minta Dibebaskan

Surabaya, Timurpos.co.id – 3 terdakwa dari Polri adalah Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, Danki 3 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, dan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, minta dibebaskan dalam nota kebaratan (eksepsi) yang disampaikan oleh Penasehat Hukumnya dalam perkara tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri (PN) Suranbaya. Jumat, (20/01/2023).

AKBP Nurul Anaturoh, Advokad Madya 2 Bidkum Polda Jatim, dalam eksepsinya, ketiganya kompak mengajukan nota keberatan terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Jatim. Diantaranya, Memohon kepada Majelis Hakim untuk menerima eksepsi dari penasihat hukum terdakwa untuk seluruhnya. Menyatakan dakwaan batal demi hukum. Mengembalikan berkas perkara ke JPU dan Memohon kepada majelis hakim untuk memerintahkan kepada JPU untuk membebaskan, melepaskan atau mengeluarkan para terdakwa dari Rutan negara terhitung sejak sidang putusan sela serta menetapkan 3 terdakwa dalam perakara tersebut tidak dilanjutkan dengan mengembalikan harkat dan martabat para terdakwa seadil-adilnya.

“Dakwaan JPU tidak cermat karena didasarkan pada peraturan yang salah dan tidak berlaku, dimana penerapan hukum atau ketentuan pidananya tidak tepat,” kata AKBP Nurul Anaturoh, Bidkum Polda Jatim dalam eksepsinya di Ruang Cakra, PN Surabaya.

Nurul lantas menyinggung dan meminta Ketua Majelis Hakim, Abu Achmad Sidqi Amsya tentang Pasal 143 ayat (3) KUHAP. Dalam pasal tersebut, menyatakan, bila ‘Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum.

“Dakwaan JPU tidak jelas karena tidak menyebutkan hubungan sebab akibat dalam suatu perbuatan pidana, ketidak jelasan JPU, meliputi merumuskan dasar hukum terhadap ketidakjelasan peran terdakwa, pertanggungjawaban terdakwa,” ujarnya.

JPU terlihat ragu-ragu apakah jabatan para terdakwa dalam perkara ini, JPu tidak dapat menjelaskan sumber hukum yang sah yang menjadi acuan jabatan terdakwa tentang tupoksi yang melanggar hukum pidana, tidak menguraikan kasualitas (sebab akibat) tentang jatuhnya korban dan pidana yang terjadi. Legitimasi, regulasi, dan keselamatan sebagai produk perundang-undangan nasional dan mendalilkan bahwa terdakwa tidak menaati pasal 19 PSSI edisi 2021, namun tidak menguraikan secara jelas legitimasi regulasi tersebut,” imbuhnya. Ti0

Bidik Bahana Penggelapan BBM, Saksi Meratus Malah Terangkan Kasus Vendor Lain

Surabaya, Timurpos.co.id – Upaya PT Meratus Line melakukan framing yang mengesankan PT Bahana Line terlibat dalam tindak pidana penggelapan BBM yang dilakukan 17 oknum karyawan kedua perusahaan, digagalkan dua saksi karyawan PT Meratus Line sendiri.

Dua saksi yang dihadirkan di Pengadilan Negeri Surabaya diketahui bernama Irwan Bahrudin dan Aryo. Kedua karyawan tetap PT Meratus Line itu diketahui menjabat sebagai Teknichal Super Itendent.

Dalam keterangannya sebagai saksi, keduanya menerangkan mendapat tugas dari manajemen PT Meratus Line untuk melakukan penghitungan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) pada kapal-kapal milik PT Meratus Line.

Kesaksian awal, diterangkan oleh saksi Irwan. Ia pun menerangkan, bahwa dirinya bertugas melakukan monitoring operasional kapal supaya bisa berlayar. Terkait dengan hal ini, ia mengaku diberi perintah pimpinannya, untuk ikut berlayar di Kapal Wainampu.

“Saya diintruksikan pimpinan, disuruh ikut berlayar untuk memastikan konsumsi BBM di Kapal Wainampu,” tukasnya, Kamis (19/1) malam.

Irwan menambahkan, dalam penelitiannya itu, ia mengaku ikut kapal berlayar dari Jakarta menuju Surabaya. Perjalanan itu ditempuh selama 30 jam.

“Satu hari dari Jakarta ke Surabaya. Saya ikut kapal berlayar. Setelah di laut lepas baru melakukan perhitungan,” tambahnya.

Ia juga sempat menjelaskan metode perhitungan yang dilakukannya. Kapal yang ditelitinya menggunakan tangki harian.

“Saya menghitungnya perjam, saya kasih garis, turunnya berapa, baru diakhir kita lakukan perhitungan. Saya hanya menghitung konsumsi, dikroscek dengan laporan kapal,”

Dari perhitungan yang dilakukannya, terdapat selisih penggunaan BBM. Hasil temuan ini pun, dilaporkan pada atasannya.

Ditanya pengacara salah satu terdakwa soal dari mana suplai BBM yang diperoleh kapal yang ditelitinya, Irwan menjelaskan, jika kapal berasal dari Jakarta, maka vendor dan bunker office nya pun berasal dari Jakarta. Namun siapa vendor yang menyuplai BBM, ia mengaku tidak tahu.

Ditanya Pengacara Syaiful Maarif soal standar operasional prosedur (SOP) untuk menghitung BBM maupun soal standarisasi kapal dapat dikatakan boros atau irit, Irwan mengakui tidak ada.

“Tidak ada, tapi menghitung berdasarkan riil laporan,” tegasnya.

Sementara itu, saksi Aryo juga menerangkan hal yang sama dengan Irwan. Ia mendapatkan tugas untuk menghitung jumlah konsumsi BBM namun pada kapal milik Meratus yang berbeda. Kapal yang ditelitinya bernama Meratus Waigeo.

Pada kapal tersebut, Aryo juga menjelaskan temuannya soal selisih BBM yang dipakai di kapal tersebut. Hasil selisih BBM itu pun lalu dilaporkannya pada manajemen.

Ditanya soal vendor penyuplai BBM kapal tersebut, ia juga mengakui hal itu dilakukan oleh vendor dari Jakarta. Demikian pula saat ditanya mengenai penyebab dari selisih BBM hasil temuannya, Aryo mengaku tidak tahu.

“Pengisian dari vendor Jakarta. Saya tidak tahu penyebab selisihnya apa. Yang saya lakukan hanya pasang alat untuk memastikan agar tidak ada transfer BBM,” ungkapnya.

Pengacara Syaiful Maarif lantas bertanya, apakah proses penghitungan selisih BBM itu baru dilakukan kali ini, Aryo dan Irwan pun membenarkannya. Selama ini mereka mengaku belum pernah melakukan tugas semacam itu.

Ditanya lagi soal apakah tahu bahwa kapal yang ditelitinya itu tidak masuk dalam perkara dugaan pidana penggelapan BBM ini, baik Aryo maupun Irwan menyatakan tidak tahu.

Atas ketidak tahuannya itu, Syaiful lalu membeberkan daftar nama sejumlah kapal yang masuk dalam perkara ini. Dimana, dua kapal yang diteliti keduanya dipastikan tidak masuk dalam daftar kapal yang diperkarakan.

Namun saat ditanya soal hasil penelitian mereka yang dipakai sebagai dasar audit oleh auditor internal PTMeratus Line, baik Irwan maupun Aryo sama-sama membenarkan bahwa mereka pernah dimintai keterangannya oleh auditor internal. Aryo bahkan memastikan, bahwa salah satu auditor yang menanyainya adalah Fenny yang sebelumnya bersaksi di persidangan.

“Pernah dimintai keterangan oleh auditor internal. Salah satunya oleh bu Fenny,” tegasnya.

Menanggapi soal kesaksian ini, Pengacara Syaiful Ma’arif menyatakan, bahwa kapal yang diteliti keduanya adalah berasal darii Jakarta. Sehingga vendor pengisi BBM juga berasal dari Jakarta.

“Yang diteliti Perjalanannya dari Jakarta, diisinya (BBM) juga dari Jakarta, vendornya juga bukan dari Surabaya. Karena Surabaya dengan Jakarta itu beda,” katanya.

Ia menambahkan, hasil dari penelitian kedua saksi disampaikan sebagai hasil yang dipakai untuk menghitung kerugian oleh auditor internal. Padahal, kapal itu vendornya bukan dari Surabaya.

“Sehingga tidak ada korelasi dan saya cek tidak ada hasil yang lain. Sehingga, contoh yang digunakan dipukul rata,” ungkapnya.

“Mereka punya 60 kapal, yang masuk (perkara pidana) itu 40, yang disebutkan tiga itu tidak ada disitu,” tambahnya.

Ia pun menegaskan, bahwa jika penelitian kedua saksi yang dianggapntidak kompeten itu digunakan, maka hasil audit yang digunakan oleh PT Meratus Line sebelumnya pun secara hukum dianggapnya tidak dapat dipertanggungjawabkan. “Audit internal mereka secara hukum tidak dapat dipertanggungjawabkan. Karena juga hanya berdasarkan asumsi,” tandasnya.

Terkait dengan perkara ini, ia menjelaskan bahwa keterangan saksi sebelumnya yang berusaha menumpahkan kesalahannya pada PT Bahana Line secara korporasi adalah tidak tepat. Sebab, dalam perkara ini oknum karyawan Meratus dan oknum karyawan Bahana lah yang bermain.

“Keterangan saksi kali ini juga tidak terkait dengan fakta karena menceritakan soal proyek di kapal yang justru vendor nya bukan Bahana,” ungkapnya.

Pada sidang Selasa (17/01/2023) kemarin, baik kesaksian Dirut PT Meratus Slamet Raharjo maupun Audit internal Fenny lebih banyak terkesan menyudutkan PT Bahana secara korporasi. Slamet bahkan sempat menyebut, bahwa karyawannya yang bernama Edi Setyawan menerima langsung sejumlah uang dari Bahana.

Sedangkan Fenny sendiri, juga sempat mengakui, soal perhitungan kerugian yang awalnya ditaksir mencapai Rp501 miliar, melorot menjadi Rp94 miliar setelah dicecar oleh para pengacara terdakwa. Fenny juga mengakui jika metode audit yang dilakukannya lebih banyak berdasarkan asumsi.

“Terdapat keterangan yang banyak kejanggalan dan memaksakan agar Bahana masuk walau sebenarnya tidak ada kaitan hingga mereka (saksi Slamet dan Fenny) diperingatkan ketua Majelis hakim. Jadi, makin jelas ini ada upaya memframing korporasi Bahana untuk kasus yang sebenarnya akibat pengawasan internal Meratus sendiri yang tidak jalan. Terbukti kasusnya diduga dilakukan dengan inisiatif oknum karyawan Meratus,” tambahnya. Ti0

Saksi Menangis, Saat JPU Putar Video Tragedi Kanjuruhan

Surabaya, Timurpos.co.id – Sidang lanjutan tragedi Kanjuruhan Malang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hari Basuki dan beserta jaksa lainnya mendatangkan saksi sebanyak 17 orang dan dua terdakwa yaitu Abdul Haris selalu Ketua Panitia Pelaksana (Panpel) dan Suko Sutrisno selaku petugas keamanan dan keselamatan (Safety dan Security Officer), Kamis,(19/1).

JPU, Hari Basuki mengatakan, bahwa ada 17 saksi yang dihadirkan kali ini yaitu enam dari saksi korban, tujuh steward, dua dari Dispora Malang dan tiga dari kepolisian. Satu dari enam saksi yang sedang diperiksa itu adalah anggota Polsek Pakis, Malang, Eka Narafiah. Dalam kesaksiannya, Eka mengaku bertugas berjaga di pintu 12 stadion Kanjuruhan saat pertandingan Arema FC Vs Persebaya pada 1 Oktober 2022 lalu.

“Ada 12 polisi yang berjaga saat itu, ditemani beberapa match steward, dua personel TNI dari Batalyon Zeni Tempur (Zipur) dan dua pegawai Dinas Pendapatan Daerah Malang,”kata Eka saat di hadapan majelis hakim di PN Surabaya.

Sebelum bertugas di Kanjuruhan, pihaknya dari semua personil dari kepolisian terlebih dahulu ikut apel pengarahan yang dipimpin langsung oleh Kapolres Malang, AKBP Ferli Hidayat. Beberapa arahan dan instruksi Kapolres saat itu, diantaranya wajib merazia barang berbahaya saat penonton atau suporter yang masuk membawa miras dan flare ke stadion.

Menurut Eka, sempat melihat personel membawa senjata gas saat mengikuti apel. Lalu tidak ada larangan membawa senjata gas, terkecuali larangan membawa senjata api. “Kemudian Kapolres memberi arahan agar petugas di lapangan memperhatikan suporter yang masuk tanpa atribut wajib diperiksa. Khawatir ada suporter dari Surabaya dalam hal ini Bonek menyusup ke stadion,”jelasnya.

Eka menegaskan, bahwa selama 19 tahun sejak bertugas tahun 2004 mengamankan pertandingan Arema di Stadion Gajayana Malang, tidak pernah mendapat pengarahan soal jalur evakuasi jika terjadi kericuhan di stadion. Hal itu juga terjadi saat pertandingan Arema FC Vs Persebaya di Kanjuruhan. “Saat terjadi kericuhan saat itu, saya mengevakuasi korban dibantu para suporter. Para korban ini dibawa ke lobi stadion, kemudian dikeluarkan lewat pintu utama. Saya tidak tahu apakah korban itu sudah meninggal atau masih hidup, karena situasinya saat itu sudah kacau. Jadi, semua korban langsung dimasukan ke kendaraan truk TNI dan Dalmas Polres Malang,”terangnya.

Sementara itu, dari saksi korban yaitu, Eka Sandi, Estu, Ahmad saifudin juga memberikan kesaksiannya. Eka Sandi mengatakan, saat itu membeli tiket untuk menonton pertandingan melawan Arema FC Vs Persebaya. “Nah saya masuk di lewat pintu 14 dan berada di atas tribun. Saya kena gas air mata sampai mata saya merah dan jatuh serta lemas. Saat itu saya dibawa sama teman ke RS untuk mendapatkan visum,”ucapnya.

Nah saat menariknya waktu JPU memperhatikan rekaman video yang diputar di Pengadilan Negeri Surabaya. Saat itu Eka Sandi langsung menangis dan tidak bisa menjawab pertanyaan Jaksa. Ti0

Putusan Hakim R. Yoes Hartyarso Sudah Mengkerdilkan Lembaga Peradilan

Surabaya, Timurpos.co.id – Putusan Majelis Hakim R. Yoes Hartyarso terkait perakara Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan pengugat Qusairy. SH dengan tergugat Bank BRI Kantor Cabang Pembantu (KCP) Pakuwon Surabaya, dipersoalkan oleh Kuasa Hukum Pengugat yakni Hendrix Kurniawan, SE, SH dan Biakto Dwi Yuana, SH. Kamis, (19/01/2023).

Hendrix Kurniawan mengatakan bahwa, perkara ini bermula dari klien kami menjual aset berupa SHM kepada Yohanes Wijaya melalui Broker Linda dan Tony, untuk pembayaran dilakukan secara tranfer, Sehingga klien kami diarahkan membuka buku tabungan di Bank BRI KC Jemursari, namun saat hendak masuk, Tony memberikan buku tabungan BRI jenis Bisnis dan buku tabungan yang dibuat di Duduksampean diminta oleh Tony dengan alasan untuk pembayaran menggunakan Buku Rekening Bisnis Nomor 0328-01-001022-5656 atas nama Penggugat pembukaan rekeningnya di lakukan di Bank BRI Kantor Cabang (KC) Surabaya Tanjung Perak Surabaya.Namun didalam Buku Tabungan BRI yang baru dengan jenis tabungan bisnis bernomor 0328-01-001022-5656, Penggugat belum pernah membubuhkan tanda tangan diatas buku tabungan tersebut.

“Kalau masalah penjual itu tidak ada, masalah. Pada 29, Maret 2022, penggugat menerima perberitahuan dari BRI notifikasi SMS, bahwa dana sebesar Rp.1.372.000.000 untuk penulasan Rumah Yohanes Wijaya, namun pada 30, Maret 2022 sekitar pukul 08.58 WIB, pengugat menerima pesan dari BRI notifikasi SMS, bahwa telah terjadi penarikan dana sebesar Rp.1.330.00.000 dari rekening Bank BRI Kantor Cabang Pembantu (KCP) Pakuwon Surabaya.” Kata Hendrik.

Masih kata Hendrix, Dengan kejadian tersebut, klien kami mengajukan gugatkan PMH terhadap Bank BRI Kantor Cabang (KC) Surabaya Tanjung Perak Surabaya di PN Surabaya yang mana sebelumya kami sudah melakukan sosmasi dan meminta membuka CCTV di Bank BRI tersebut. Namun putusan dari Majelis Hakim R. Yoes Hartyarso yang menyatakan bahwa, gugutan yang kekurangan pihak atau para pihaknya kurang lengkap dan haruslah dinyatakan tidak dapat diterima. Dengan pertimbangan apabila ada kerugian terlebih dahulu  mengajukan pengaduan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga independent yang ditunjuk berdasarkan undang-undang untuk menfasilitasi  penyelesaian pengaduan. 

Hakim R. Yoes Hartyarso

“Putusan Hakim dengan amarnya Gugatan tidak dapat diterima, kerana menggunakan dasar hukum Pasal 29, Pasal 30 ayat 1  Undang-Udang  Repubik Indonesia Nomer 21 tahun 2011,tentang Otoritas Jasa Keuangan. Dimana Majelis Hakim berpendapat bahwa Karena pengugat tidak melaporkan ke OJK dulu sehingga didalilkan oleh Hakim menjadi gugatan kurang Pihak sehingga tidak dapat diterima, ini kan ngaco namanya,” kata Hendrix 

Ia menambahkan, artinya Hakim beranggapan bahwa Pengadilan tidak bisa mengadili perkara PMH, itu Kerana tidak ada laporan ke OJK dulu, sedngkan di dalam UU OJK itu sendiri jelas mengatakan bahwa bila perkara yang sudah di ajukan gugatan ke pengadilan maka OJK sudah tidak punya wewenang lagi untuk menanganinya, lalu hakim itu pakai dasar dan logika hukum darimana?

Menyatakan gugatan kurang Pihak Karena tidak melibatkan pihak OJK, lalu disini OJK itu mau dijadikan sebagai pihak apa disini? Tergugat 2 kah, atau turut tergugat kah? Atau bahkan sebagai yang menggugat ? dan itu hanya Hakim yg memutuskan saja yang paham isi dari putusan yg sama sekali ngga jelas juntrungannya.

“Menurut kami, putusan dari PN Surabaya ini, sudah mengkredilkan lembaga peradilan itu sendiri, dimana kami harus melaporkan atau membuat pengaduan ke OJK terlebih dahulu,” tambahnya

Disingung apakah akan melakukan upaya hukum dengan putusan tersebut.

“Kami pasti tidak akan tinggal diam, dengan melakukan upaya hukum lainnya, dimana perkara ini yang menjadi pokok persoalnya dimana pihak Bank yang telah menghimpun dana masyarakat, namun apabila ada permasalah, penyelesaian perkaranya masih ngambang,” kata Biakto.

Sementara itu Humas PN Surabaya Suparno terkait adanya putusan tersebut, yang dikeluhkan kuasa hukum penggugat belum memberikan keterangan.

Untuk dikahui Dalam petitum dari pengugat meminta kepada Majelis Hakim untuk mengabulkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum  (PMH) Penggugat untuk seluruhnya.

Menyatakan Sah Demi Hukum rekening tabungan bisnis dengan nomor rekening 0328-01-001022-5656 yang dibuka melalui Bank BRI Kantor Cabang (KC) Surabaya Tanjung Perak adalah milik Qusairy (Penggugat) beserta sejumlah uang sebesar Rp.1.330.000.000, yang telah ditarik dari rekening tabungan dengan nomor rekening 0328-01-001022-5656 pada tanggal 30 Maret 2022.

Menyatakan Sah Demi Hukum sejumlah uang sebesar Rp.428.000.000,- ( dari rekening tabungan BRI Kantor Unit Duduksampean Nomor 6209-01-029790-53-5 tanggal 14 Maret 2022 adalah milik Qusairy (Penggugat).

Menyatakan secara hukum bahwa penarikan uang sebesar Rp.1.330.000.000,-  dari rekening tabungan bisnis Bank BRI dengan nomor rekening 0328-01-001022-5656 dan Nomor 6209-01-029790-53-5 atas nama Qusairy (Penggugat) melalui BRI Kantor Cabang Pembantu (KCP) Pakuwon adalah Tidak Sah.

Menyatakan secara hukum bahwa Tergugat telah terbukti melakukan Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatigedaad).

Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp Rp1.928.000.000, serta kerugian immaterial sebesar Rp.8.790.000.000  sebagai akibat dari Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh Tergugat.

Menghukum Tergugat berupa uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.10.000.000. untuk setiap hari keterlambatan sejak putusan berkekuatan hukum tetap, bilamana lalai untuk menjalankan putusan.

Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu walau terdapat upaya hukum Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali, Verzet maupun Upaya Hukum lainnya (Uitvoerbaar bij Vorraad). Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul. Ti0

Lakukan Pengganiayaan Chistofer Dihukum 10 bulan Penjara

Surabaya, Timurpos.co.id – Chistofer Vernando Valentino diputus bersalah melakukan tindak Pidana Pengganiayaan oleh Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha dengan Pidana Penjara 10 bulan Penjara di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Rabu, (18/01/2023).

Dalam amar putusan yang dibacakan oleh Ketau Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha mengatakan, bahwa terbukti bersalah secara sah dan menyakinkan melakukan tindak Pidana Penganiayaan, sebagaimana dakwaan dari JPU melanggar Pasal 351 ayat 1 KUHP.

“Terhadap terdakwa dijatuhkan hukuman Pidana Penjara 10 bulan,” kata Hakim Dewa di ruang kartika 2 PN Surabaya.

Atas putusan tersebut, terdakwa Chistofer Vernando Valentino anak dari Ferdicale menyatakan menerima putusan Majelis Hakim.

“Iya saya terima Yang Mulia,” kata Chistofer tampa menggunakan Rompi tahanan.

Untuk diketahui berdasarkan surat dakwaan dari JPU Parlin Parlindungan dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya menyebutkan, bahwa bermula pada Sabtu (1/10/2022) malam sekitar pukul 20.30 WIB. Tepatnya, di rumah Suari, Jalan Bandarejo I, Kelurahan Sememi, Kecamatan Benowo, Surabaya.

Sebelum aksi penganiayaan itu, mulanya Suari sedang asyik menonton televisi di dalam rumahnya. Namun, ia mendengar keributan.

Lantaran penasaran dan curiga, Suari memutuskan mengecek hal itu di luar rumahnya. Tanpa sebab, Christofer menghampiri Suari yang sedang berada di bibir pintu depan rumahnya.

Bukannya permisi dan santun, Christofer malah mendatangi Suari sambil marah-marah. Lalu, bertanya sambil membentak, mengaku sedang mencari menantu Suari yang bernama Candra.

Saat itu, di depan pintu rumah, terdakwa Christofer mencoba masuk ke rumah saksi korban (Suari) Ti0

Terbelit Arisan Online, Zipora Kemplang Uang Perusahaan

Surabaya, Timurpos.co.id – Zipora Theda Theola, Karyawan Toko Makmur diseret di Pengadilan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Damang Anubowo dari Kejaksaan Negeri Surabaya, terkait perkara penggelapan yang merugikan Rp. 253.580.600 di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Rabu, (18/01/2023).

Zipora Theda Theola menggelapkan uang PT Wahana Lestari, perusahaan tempatnya bekerja. Perempuan 25 tahun yang menjabat sebagai staf keuangan perusahaan pengelola minimarket di Jalan Kapas Krampung itu tidak menyetorkan uang kasir ke rekening perusahaan. Uang itu justru dia gunakan untuk membayar arisan online.

JPU Damang Anubowo dalam dakwaannya menjelaskan, bahwa terdakwa Zipora dengan jabatannya itu bertanggubgjawab menerima setoran pendapatan minimarket dari para kasir setiap harinya. Uang itu seharusnya ditransfer ke rekening perusahaan. Namun, dia tidak melakukannya.

“Ternyata terdakwa tidak menyetorkan sebagian uang setoran harian dari empat sampai delapan petugas kasir ke rekening psrusahaan. Uang tersebut secara bertahap digunakan terlebih dahulu secara gali lubang tutup lubang,” kata JPU Damang saat membacakan surat dakwaan di ruag kartika 1 PN Surabaya.

Terdakwa Zipora juga tidak menyetorkan keseluruhan uang setoran harian ke perusahaan. Uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi yang sebelumnya telah digunakan terlebih dahulu secara gali lubang tutup lubang.

Perbuatan Zipora baru terungkap setelah perusahaan melakukan audit. Auditor perusahaan, Hadi Gunawan menyatakan, perusahaan sebenarnya setiap hari melakukan audit. Dari hasil audit ditemukan tidak adanya laporan keuangan dari terdakwa selama tiga hari. 

“Waktu itu saya tanya kok ada setoran yang bolong. Kata dia masih menunggu pembayaran dari supplier. Tapi, bos bilang supplier sudah bayar,” ungkap Hadi saat menmberikan keterangan sebagai saksi dalam persidangan.

Hadi memberikan keterangan di hadapan Majelis Hakim

Ternyata, uang itu digelapkan terdakwa Zipora. Hadi menyebut bahwa uang yang digelapkan terdakwa totalnya Rp 253,5 juta.

“Uang dipakai untuk arisan online, pembangunan makam orangtua dan membayar utang ibunya yang belum lunas,” tambah Hadi.

Zipora membenarkan kesaksian para saksi dan dakwaan jaksa. “Saya sangat menyesal, Yang Mulia,” ujar Zipora. 

Akibat perbuatan terdakwa Toko Makmur di Kapas Krampung No. 138 Surabaya mengalami kerugian sebesar Rp. 253.580.600 dan didakwa dengan Pasal 374 KUHPidana. Ti0