Surabaya, Timurpos.co.id — Kos-kosan dan tiga ruko diduga direbut oleh mantan penghuni kos terjadi di Tenggilis, Surabaya. Maria dan Muin, pasangan suami istri yang dulu sebagai pemilik aset meyakini asetnya bisa pindah tangan karena ada persekongkolan. Yakni antara Tri Ratna Dewi (mantan penghuni kos) dan Permadi Dwi Maryono, petugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Senin (16/09/2024).
Dewi kini menghilang. Namun, Permadi menjelaskan bahwa proses hibah dari Maria ke Dewi telah dilakukan sesuai prosedur dan melibatkan notaris. “Memang tanda tangan dilakukan di rumah Bu Maria. Saya yang menghandle, tapi notaris juga mengetahui,” kata Permadi.
Menurut Permadi, hibah tersebut awalnya Dewi datang ke kantornya untuk mengurus hibah karena akan mengurus bisnis milik budenya. Ia kemudian mengecek aset yang akan dihibahkan untuk memastikan hubungan antara Dewi dan Maria benar-benar famili. Sampai pada saat menandatangani surat hibah, ia menegaskan sudah membacakan isi surat kepada Maria.
“Kami mengikuti prosedur dengan materai, cap jempol, dan sebagainya. Proses ini penting karena melibatkan hak orang lain. Soal komunikasi Bu Maria tidak bisu dan tuli, saya saat menjelaskan dan anaknya saat itu ada di rumah,” ujarnya. Kepada awak media.
Setelah proses hibah, sekitar satu tahun kemudian, Permadi ditawari untuk membeli dua ruko. Merasa yakin aset tersebut tidak bermasalah atau sengketa, Permadi, yang merupakan staf notaris membeli kedua ruko tersebut.
“Saya tidak menerima aset secara cuma-cuma atau meminta. Saya membeli satu ruko seharga Rp500 juta dan yang lainnya seharga Rp475 juta. Ada buktinya dan bisa dicek di bank karena pembelian dilakukan secara cicilan,” ungkapnya.
Permadi menegaskan bahwa dia telah memenangkan dua kali gugatan di Pengadilan Negeri Surabaya atas perkara tersebut. Dia juga menang saat kasus itu dibawa Maria ke Pengadilan Tata Usaha Negara untuk mengecek keabsahan penetapan hibah.
Maria tetap mengklaim bahwa asetnya berpindah tangan melalui praktik tipu muslihat. Sebab, awalnya, Dewi menawari satu bangunan rumah yang juga kos-kosan untuk dipecah menjadi tiga ruko, bukan hibah. Maria yang percaya lantas menyerahkan Surat Hak Milik (SHM) kepada petugas PPAT (Permadi).
“Memang salah saya waktu itu tidak baca, karena di pikiran hanya pemecahan SHM,” ucapnya.
Maria mengungkapkan skenario tipu-tipu terungkap saat tahun 2021 Permadi memberitahu bahwa semua SHM sudah atas nama Dewi. Dia sangat kaget. Lebih-lebih, Permadi mengatakan sudah beli dua ruko tersebut.
“Saya sempat minta salinan putusan tapi mbulet gak dikasih. Saya akhirnya minta ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dari situ, saya tahu alamat PPAT. Saya minta salinan ke PPAT tapi masih mbulet, akhirnya saya lapor ke polrestabes baru dapat salinan AJB dan hibah,” ujarnya.
Setelah mendapat akta salinan hibah, Maria menyebut ada yang salah. Yakni penulisan alamat kos-kosa yang direnovasi menjadi ruko. Seharusnya Tenggilis Lama III B nomor 56, namun ditulis di penetapan nomor 57.
“Kok bisa ya penulisan salah jadi muncul surat hibah dan SHM. Kalau Permadi sekarang ngaku juga sebagai tidak terlibat atau korban, ya musti diingat proses mulai dari awal dia yang mengurus,” imbuhnya.
Maria menuding Dewi sebagai otak penipuan yang bersekongkol dengan Permadi. Setelah terbongkar Dewi yang dulu merupakan penghuni kos kabur menghilang.
“Dulu saya sebenarnya tahu asal Dewi dari Pare, Kediri, karena sempat jadi saksi pas dia nikah. Tapi rumah di sana sudah dijual, pindah alamat ke Tenggilis (ruko). Di Surabaya mana ternyata tidak diurus ke Dispenduk, mungkin sejak awal niatnya sudah nipu,” ungkapnya.
Soal Permadi menang gugatan, Maria menjelaskan bahwa sebenarnya tidak pernah sidang. Pengadilan meminta agar gugatan dicabut karena domisili Dewi tidak jelas. TOK