Tomi Gumilang mengatakan,bahwa Iuran Jaminan Hari Tua atau JHT bagi Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja, selain penyelenggara negara sebesar 5,7% [lima koma tujuh persen] dari Upah, dengan ketentuan: a. 2% [dua persen] ditanggung oleh Pekerja; dan b. 3,7% [tiga koma tujuh persen] ditanggung oleh Pemberi Kerja. (2) Besarnya Iuran Program JHT bagi Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara, dilakukan evaluasi secara berkala paling lama 3 [tiga] tahun yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
“Ini sesuai dengan yang dijelaskan di dalam Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015, yang telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua,”Kata Tomi Gumilang.Selasa (22/02/2022).
Ia menambahkan Menurut penjelasan staf khusus Menteri Tenaga Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari, di media online menyatakan, bahwa, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan, sehingga bagi teman-teman pekerja yang mengundurkan diri dan/atau terkena PHK,tidak bisa memanfaatkan program ini, sehingga tidak dapat mencairkan dana Jaminan Hari Tua saat mengundurkan diri, maupun terkena PHK.
Bagi pemohon, argumentasi di atas tidak bisa diterima, sebab dana JHT adalah hak bagi pekerja yang terkena PHK maupun mengundurkan diri, saat itu juga, tanpa harus menunggu usia 56 tahun.
“Permenaker 2 Tahun 2022 ini sangat diskriminatif; jika pekerja mengalami cacat total, Hak atas manfaat JHT diperhitungkan mulai tanggal 1 [satu] bulan berikutnya, setelah Peserta ditetapkan mengalami cacat total tetap {Pasal 7 ayat (1), ayat (2),dan ayat (3) Permenaker Nomor 2 Tahun 2022}. Begitupun pekerja yang meninggal,
manfaat JHT bagi Peserta yang meninggal dunia, JHT diberikan kepada ahli waris{Pasal 8 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Permenaker Nomor 2 Tahun 2022}.
Yang menjadi pertanyaan, apa bedanya pekerja mengundurkan diri, terkena PHK,
dan pekerja yang mengalami cacat total dan meninggal. Hakekatnya, kan sama-sama sudah tidak bekerja kembali, kenapa jika mengundurkan diri dan terkena PHK, harus menunggu usia 56 tahun baru bisa mencairkan asuransi JHT-nya? Padahal, para pekerja jelas membutuhkan dana JHT untuk modal kerja dan membiayai keluarga,”katanya.
Lagi pemohon, ketentuan Pasal 5 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 diskriminatif dan tidak memberikan kepastian kepada pemohon.
Pemohon jadi bertanya-tanya, kenapa aturan yang sudah baik, terkait pencairan JHT yang sudah diatur di dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1230) justru dicabut? Padahal,sekarang ini saat Pandemi Covid-19 ini, ribuan pekerja mengalami PHK. Seharusnya,
pemerintah berpihak kepada pekerja, bukan malah membuat sengsara para pekerja yang terkena PHK.
Untuk diketahui Pasal 5 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua tidak mencerminkan asas keadilan sebagaimana di atur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang telah dirubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu: Yang dimaksud dengan“asas keadilan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.
Bagaimana disebut adil, bila Pasal 5 merugikan hak pekerja yang mengundurkan diri atau di PHK oleh perusahaaan. Beliau tidak bisa langsung mencairkan dana Jaminan Hari Tuanya.
Pasal 5 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua tidak mencerminkan asas “asas ketertiban dan kepastian hukum” sebagaimana di atur di dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang telah dirubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu: Yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian hukum”adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
Bahwa,banyaknya penolakan dari para Pekerja, hal itu menunjukkan jika norma Pasal 5 Pemenaker Nomor 2 Tahun 2022 ini, materi muatan ayatnya mengandung ketidaktertiban dan kepastian hukum bagi para Pekerja, hal ini tercermin dari masa tunggu sampai usia 56 tahun baru bisa dicairkan dana Jaminan Hari Tuanya.
Menurut pemohon, ketentuan di dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Karena mencabut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015[Pasal 14 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022]; sehingga,menurut pemohon, secara keseluruhan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 harus dibatalkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia, oleh karenanya, maka akan secara otomatis Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015 berlaku kembali. (TIO)