Surabaya, Timurpos.co.id – Dewi Kurniawati, mantan Pengawai di PT Mentari Nawa Satria atau yang biasa dikenal dengan sebutan Kowloon Palace Internasional Club dituntut dengan Pidana penjara selama 6 bulan, oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nurhayati dari Kejaksaan Negeri Surabaya, karena terbukti bersalah mengunakan surat palsu, yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Taufan Mandala di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Dalam surat tuntutan yang dibacakan oleh JPU Nurhayati mengatakan bahwa, terdakwa terbukti bersalah secara sah dan menyakinkan melakukan tindak Pidana mengunakan surat palsu, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat 2 KUHPidana dan menuntut terdakwa dengan Pidana penjara selama 6 bulan.
“Terhadap terdakwa dituntut dengan Pidana penjara selama 6 bulan,” kata JPU Nurhayati di ruang Tirta 1 PN Surabaya. Kamis (15/08/2024).
Atas tuntutan tersebut, terdakwa melalui penasehat hukumnya mengajukan nota pembelaan (Pladoi).
Terpisah penasehat hukum terdakwa Achmad Roni, menyampaikan bahwa, intinya kami minta terdakwa dibebaskan, karana yang dikatan mengunakan surat palsu, itu belum dibuktikan, hanya pengakuan secara sepihak dari Supali sebagai Kepala Koperasi Karyawan Rumah Sakit William Booth, belum ada uji labfornya.
Disingung apakah surat yang diduga palsu itu dibuat oleh terdakwa atau bagaimana? ” surat itu dikeluarkan dari Rumah Sakit William Booth. Nantinya saat pledoi kita maksimalkan pembelaan terhadap terdakwa,” kata Roni selapas sidang di PN Surabaya.
Untuk diketahui dalam surat dakwaan menyebutkan bahwa, terdakwa memalsukan berkas pengalaman kerja yang dikeluarkan Koperasi Karyawan (Kopkar) Rumah Sakit William yang ditandatangani oleh Sunali, selaku Ketua Pengurus. Dengan surat tersebut terdakwa bisa bekerja di sebagai staff accounting sejak 28 November dengan masa percobaan selama 6 bulan sampai 28 Mei 2023.
Pemalsuan itu terungkap pada 11 Mei 2023 lalu. Saat itu terdakwa tidak masuk kerja dan tidak bisa dihubungi. Ketika dilakukan pengecekan dan evaluasi kinerja didapatkan temuan terdakwa sering melakukan kesalahan terhadap perhitungan kerja karyawan.
Mengetahui hal itu, Eko Purnomo bersama Fransisca selaku General Affair, dan Galuh sebagai HRD melakukan pengecekan data lamaran kerja terdakwa. Kemudian para saksi ini curiga terhadap salah satu berkas lamaran kerja terdakwa yang dikeluarkan Kopkar Rumah Sakit William Booth.
Selanjutnya saksi melakukan pengecekan di rumah sakit tersebut. Diketahui, jika lembar fotocopy surat keterangan kerja yang dikeluarkan Rumah Sakit William Booth adalah palsu. Supali sebagai Kepala Koperasi Karyawan Rumah Sakit William Booth pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 tidak pernah bertanda tangan dalam surat pengalaman kerja milik terdakwa.
Namun, terdakwa Dwi Kurniawati memang pernah bekerja sebagai kontrak di Koperasi Karyawan Sejahtera Rumah Sakit William Booth sebagai staff administrasi. Kurang lebih sejak tahun 2005 sampai dengan 2014. Ia berhenti kerja dengan status Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Bahwa dengan menggunakan surat keterangan kerja yang tidak benar/palsu akhirnya Dwi Kurniawati bisa dapat diterima dan bekerja sebagai staf accounting di PT Mentari Nawa Satria.
Seharusnya terdakwa saat itu tidak bisa diterima kerja sebagai accounting. Karena yang dibutuhkan adalah seorang yang berpengalaman. Hingga akhirnya terbukti ketika terdakwa berkerja tidak cakap dalam menjalankan tugas, yaitu salah dalam menghitung gaji karyawan.
Tempat usaha hiburan malam di Jalan No 31-37 Surabaya akibatnya mengalami kerugian kisaran Rp 24 juta. Rinciannya gaji selama 6 bulan dikali Rp 3 juta yaitu Rp 18 juta. Lalu, kelebihan bayar karyawan atas nama Sasongko dan Massun sebesar Rp 4,7 juta. Ditambah lagi, Tunjungan Hari Raya (THR) yang diterima terdakwa senilai Rp 1,5 juta. TOK