Timurposjatim.com – Hartanto Saputrajaya Nyoto, ketua Yayasan Sosial Budi Mulia Abadi dan Tjokro Saputrajaya, pembina yayasan tersebut diberhentikan secara sepihak oleh para pembina yayasan. Keduanya yang berlatarbelakang pengusaha merasa nama baiknya tercemar. Seolah-olah keduanya telah berbuat yang merugikan yayasan hingga diberhentikan. Hartanto dan Tjokro lantas menggugat Paul Tanudjaja, Yuli Puspa, Soesanto, Tjipto Chandra dan Hadi Soehalim sebagai pembina yayasan di Pengadilan Negeri Surabaya. Gugatan keduanya pun dikabulkan.
Ketua Majelis Hakim Johanis Hehamony dalam amar putusannya menyatakan, kedua penggugat yang dilantik sebagai pengurus pada 2018 lalu sebenarnya masa kepengurusannya baru akan berakhir pada 2023 mendatang. Namun, penggugat diberhentikan sebagai pengurus yayasan melalui rapat luar biasa yayasan pada 4 November 2020. Rapat itu semestinya membahas penggantian Suwiro Widjojo sebagai wakil ketua dan Sutrisno Sanyoto sebagai sekretaris yayasan yang telah meninggal dunia.
“Tetapi kemudian rapat dilanjutkan dengan memberhentikan pengurus,” kata Hakim Johanis saat membacakan putusan dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.Senin (07/02/2022).
Rapat pembina yayasan tersebut menghasilkan keputusan dengan suara bulat memberhentikan pengurus dan memberikan ucapan terimakasih. Para pembina sepakat menyetujui susunan pengurus baru. Perubahan pengurus yayasan lantas dilaporkan ke Kemenkumham. Susunan pengurus baru hasil rapat pembina telah diterima dan dicatat dalam database Kemenkumham.
“Pemberhentian tersebut tidak ada dasar sama sekali dan tidak tercatat alasannya sehingga merupakan perbuatan melawan hukum,” katanya.
Selama masa kepengurusannya, penggugat telah melaksanakan sejumlah kegiatan. Salah satunya, memberikan santunan bagi masyarakat terdampak Covid-19. Selain itu, kegiatan yayasan lainnya adalah arisan. Pada 2019 lalu, sejumlah anggota terlambat membayar. Penggugat yang menalanginya dengan dana pribadinya. Laporan kegiatan tersebut juga sudah dilaporkan ke pembina.
Majelis hakim dalam putusannya menyatakan, akta Nomor 2 tertanggal 10 Oktober 2018 pernyataan keputusan rapat tentang susunan pengurus sah dan mengikat. Sebaliknya, akta Nomor 4 tertanggal 4 November 2020 tentang berita acara rapat luar biasa pembina yayasan tentang pemberhentian penggugat dinyatakan tidak sah dan cacat hukum. “Menyatakan, para tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum sebagaimana Pasal 1365 KUHPerdata Jo. Pasal 1366 KUHPerdata,” ucapnya.
Para tergugat dihukum untuk meminta maaf kepada penggugat yang dimuat dalam media cetak setengah halaman selama tiga hari berturut-turut. Selain itu, para tergugat juga dihukum untuk menyelenggarakan rapat luar biasa pembina lagi yang membahas pengangkat kembali Hartanto sebagai ketua yayasan dan Tjokro sebagai pengawas yayasan. Hasil rapat itu harus dicatatkan ke dalam perubahan database yayasan. Jika dalam waktu dua pekan para tergugat tidak melaksanakannya, maka Kemenkumham sebagai turut tergugat harus mencatatnya sendiri. Para tergugat dihukum untuk tunduk dan patuh terhadap putusan ini.
Sementara itu, pengacara penggugat, Daniel Julius Tangkau mengatakan, kedua kliennya merasa diberhentikan secara semena-mena. Keduanya juga tidak pernah diberitahu ataupun diajak saat rapat luas biasa pembina tersebut. Mereka baru tahu setelah rapat para tergugat mengirim surat pemberhentian kepada keduanya.
“Nama baik penggugat menjadi tercemar karena seolah-olah bertindak merugikan yayasan. Apalagi muncul isu seolah-olah menyelewengkan dana yayasan. Isu itu sama sekali tidak benar. Tidak ada perbuatan penggugat yang merugikan yayasan,” ungkap Daniel.
Secara terpisah, pengacara para tergugat, M. Nasir saat dikonfirmasi seusai sidang langsung menyatakan banding. “Pemeriksaan formalitas tidak benar. Harusnya bentuknya permohonan, bukan gugatan,” kata Nasir. Namun, dia menolak saat dikonfirmasi lebih lanjut. Termasuk menolak berkomentar tentang alasan para tergugat memberhentikan kedua penggugat. (TIO)