Timurposjatim.com – Sidang lanjutan perkara pembuatan surat palsu dan penggunaan surat palsu yang melibatkan pasangan suami istri (pasutri) Edhi Susanto dan Feni Talim yang berprofesi sebagai Notaris. Yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Suparno di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Kamis, (30/06/2022).
Dalam sidang kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rakmad Hari Basuki dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, menghadirkan saksi yakni Heppy Manajer J Trust Bank, Oesnanto Pegawai Badan Pertanaan Nasional (BPN) dan Achmad Faisol juru ketik Notaris Edhi.
Happy mengatakan bahwa, sudah berkerja di J Trust Bank dari tahun 2017 hingga 2019 dibagian Komersil Launching (memberikan pinjaman kepada Nasabah) dan terkait permasalahan ini Notaris Edhi merupakan Notaris yang ditunjuk oleh Bank dan Triono adalah calon Nasabah yang akan mendapatkan pinjaman. Saat itu Triono mengajukan kredit untuk pembelian aset dan telah di ACC sekitar Rp. 12 miliar, namun saat dicek ternyata sertifikat tersebut masih berlogo bola Dunia,
“Namun, kredit tersebut tidak terlaksana,” kata Happy.
Lanjut keterangan Oesnanto pegawai dari BPN bagian pengukuran mengatakan bahwa, saya taunya sama terdakwa Feni Talim yang mengajukan ke BPN dan Feni juga yang menghubungi saya untuk dilakukan pengukuran di Jalan Kenjeran untuk 3 bidang tanah.
“Saat pengukuran itu Bu Feni datang terlebih dahulu bersama penjaga lalu masuk ke lokasi dan saat pengukuran tidak ada kendala.
Ia menambahkan juga pernah melihat surat kuasa Feni Talim dari Pemberi Kuasa dari Itawati Sidharta.
Disinggung terkait adanya perubahan luasan tanah dari 3 sertifikat,” iya saat itu tanah yang di Jalan Kenjeran terkena rilen (pembebasan tanah) dan sudah diganti oleh Pemerintah Kota (Pemkot) serta ada juga yang masuk ke Jalan Rangka Gg 7 Surabaya. Kalau gak salah perubahan sekitar 11 meter persegi,” kata Oesnanto.
Ia menambahkan bahwa, adanya perubahan sertifikat saat dilakukan BAP di kepolisian.
Sementara Achmad Faisol menjelaskan bahwa, Kenal sama para terdakwa (Pasutri) yang merupakan seorang Notaris. saat itu pernah membuat draft perjanjian Ikatan Jual Beli (IJB) atas 3 bidang tanah dengan kesepakatan harganya sekitar Rp. 16 Miliar dengan DP Rp. 500 juta.
“Dan saat itu didatangi oleh para pihak yakni Yulius, Pegawai Bank, Penjual Hardi Kartoyo dan pembelinya adalah Tiono,”katanya.
Saat disinggung oleh JPU apakah saksi pernah melihat surat kuasa untuk pengurusan sertifikat. Kemudian JPU mengajak Achamad Faisol menunjukan Barang Bukti Surat Kuasa di hadapan Majelis Hakim.
“Apakah saksi tahu surat kuasa ini (kuasa pengurusan sertifikat atas nama Fani dari kuasa Ita) merupakan produk dari Notaris Edhi Susanto,”tanya JPU.
Achmad Faisol menjelaskan bahwa, melihat dari tanda tangan dan kopnya ini memang produk dari Notaris Edhi Susanto.
Atas keterangan para saksi, para terdakwa tidak membantahnya.”tidak ada keberatan yang mulia,” saut para terdakwa tanpa menggunakan rompi tahanan.
Untuk diketahui dalam dakwaan JPU bahwa, Terjadinya kasus pemalsuan surat tersebut bermula pada pertengahan 2017, dimana saat itu Hadi Kartoyo (korban) bertujuan menjual 3 bidang tanah dan bangunan miliknya kepada Triono Satria Dharmawan. Ketiga aset tersebut tercatat dengan atas nama istri korban, Itawati Sidharta.
Hardi menjalin kesepakatan dengan Triono bahwa harga ketiga aset yang terletak di Jalan Rangkah, Tambaksari tersebut senilai Rp 16 miliar. Untuk pembelian aset itu, rencananya akan dibiayai oleh pihak Bank Jtrust Kertajaya.
Kemudian Edhi Susanto, notaris yang berkantor di Jalan Anjasmoro no 56 B Surabaya itu ditunjuk oleh pihak bank untuk memfasilitasi proses jual beli antara Triono Satrio Dharmawan dengan Hardi Kartoyo dan isterinya tersebut.
Lebih lanjut, Hardi menyerahkan SHM 3 aset itu kepada Edhi Santoso untuk checking sertifikat di BPN Surabaya II. Sedangkan Triono memberikan cek sebesar Rp. 500 juta kepada Edhi untuk diserahkan kepada Hardi sebagai uang tanda jadi atau DP atas pembelian tanah dan rumah milik korban.
Cek tersebut lalu diserahkan kepada Hardi dengan catatan apabila hasil checking cek terhadap 3 SHM tersebut bermasalah dan pihak penjual membatalkan transaksi, maka uang tersebut harus dikembalikan kepada pembeli tanpa potongan.
Namun saat pengurusan maupun checking tidak segera diselesaikan, Edhi Susanto, malah membuat dan memberikan Surat pernyataan yang isinya apabila dalam waktu 2 bulan ternyata belum terjadi transaksi jual beli antara Hardi dan Triono, maka uang DP dianggap hangus dan sertifikat asli dikembalikan.
Setelah ditunggu-tunggu juga tidak ada kelanjutannya proses jual beli tersebut selanjutnya Hardi sering datang ke kantor notaris Edhi Susanto dengan maksud meminta sertifikat tersebut. Tetapi, Edhi Susanto, tidak bersedia menyerahkan sertifikat tersebut tanpa alasan yang jelas.
Sementara itu, yang dilakukan Feni Talim yaitu mengurus checking sertifikat di Kantor BPN Surabaya ll. Caranya, terdakwa mengambil dokumen sertifikat yang dibutuhkan dari dalam lemari di kantor suaminya itu. Namun, dari ketiga sertifikat tersebut, hanya satu yang lolos karena tidak ada perubahan.
Sedangkan dua SHM lainnya masih ada kendala yaitu karena harus ada perubahan logo blangko dari Bola Dunia menjadi logo Garuda sert ada perubahan luas akibat potong jalan (rilen).
JPU Hari Basuki menambahkan bahwa setelah tidak disetujui Feni datang lagi ke kantor BPN Surabaya II untuk melakukan pengurusan pengecekan sertifikat dengan membawa dokumen yang dibutuhkan antara lain surat kuasa dari Itawati Sidharta kepada dirinya.
“Padahal, Itawati Sidharta selaku pemegang hak atas tanah tidak pernah membuat dan menandatangani surat kuasa tertanggal 31 Januari 2018 dan tertanggal 9 Februari 2018 tersebut. Dalam surat kuasa tersebut terdapat tanda tangan terdakwa Feni sebagai penerima kuasa, diketahui oleh notaris Edhi Santoso,” imbuhnya.
Kemudian, jelas JPU, terdakwa Feni juga membuat surat pernyataan selisih luasan tanah dan surat pernyataan menerima hasil ukur. Atas kelengkapan yang dibutuhkan oleh pihak BPN Surabaya II itu kemudian disetujui.
Akibat perbuatan kedua terdakwa, Itawati Sidharta mengalami kerugian menyusutnya luas lahan miliknya dan juga perubahan atas sertifikat tersebut.
Perbuatan terdakwa Feni Talim sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP. Sedangkan terdakwa Edhi Santoso sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP. (TiO)