Timur Pos

32 Klub Ramaikan Piala Wali Kota Surabaya Hocky 2025

Surabaya, Timurpos.co.id – Sebanyak 32 klub hocky ikut ambil bagian dalam turnamen Piala Wali Kota Surabaya 2025 yang resmi dibuka hari ini. Turnamen ini menjadi ajang penting dalam pencarian bibit atlet muda untuk memperkuat Kota Surabaya di ajang Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jawa Timur 2027, di mana Surabaya akan bertindak sebagai tuan rumah. Senin (15/9/2025).

Acara pembukaan dihadiri sejumlah tokoh penting, di antaranya, ketua Panitia Dodik, Ketua Federasi Hocky Indonesia (FHI) Kota Surabaya H. Subakri, S.Pd, Kepala Disporapar Kota Surabaya Ir. Hidayat Syah, M.T, serta Ketua KONI Surabaya Pak Hoslih Abdullah.

Menurut Ketua FHI Kota Surabaya H, Subakri ajang ini bukan hanya sekadar kompetisi, melainkan juga wadah pembinaan atlet. “Piala Wali Kota ini menjadi langkah awal kami dalam memetakan potensi atlet muda Surabaya agar bisa tampil maksimal di Porprov 2027,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Ketua KONI Surabaya, Hoslih Abdullah. Ia menegaskan bahwa Surabaya harus serius mempersiapkan diri sebagai tuan rumah Porprov 2027. “Dengan adanya turnamen seperti ini, kita optimis Surabaya akan memiliki skuad hocky yang tangguh dan bisa meraih prestasi terbaik di Porprov nanti,” katanya.

Turnamen yang berlangsung di lapangan hocky Surabaya ini akan digelar selama beberapa hari dengan sistem kompetisi penuh. Ratusan penonton diperkirakan hadir untuk memberikan dukungan, sekaligus menyaksikan lahirnya calon-calon atlet hocky masa depan dari Kota Pahlawan. TOK

Hampir Setahun Tiada Kabar Terkait Laporannya, Petani Datangi Satreskrim Polres Mojokerto

Mojokerto, Timurpos.co.id – Merasa laporan pada tahun 2024 belum ada perkembangan apapun, puluhan petani dari Desa Sumber Girang, Kec. Puri, Kab. Mojokerto datangi Satreskrim Polres Mojokerto guna mempertanyakan kepastian proses hukum yang telah dilaporkan hampir setahun silam.

Kedatangan para petani dikarenakan merasa tidak mendapatkan keadilan dalam proses hukum yang dirasakan saat ini.

Pada hari Senin, tanggal 15 September 2025 sekitar pukul 09.20 wib, para petani masuk ke gedung Satreskrim Polres Mojokerto. Di ruangan loby, para petanj menyampaikan maksud kedatangannya yakni untuk menghadap Kanit Pidum atau kasat Reskrim.

Namun, yang menemui para petani hanya penyidik yang menangani perkaranya. Tak berselang lama, 6 diantara petani dipersilakan masuk oleh penyidik tersebut.

Menurut keterangan salah satu petani yang ikut masuk mendengarkan penjelasan dari penyidik, proses yang telah dilaporkannya itu saat ini masih terus berjalan. Adapun pihak pembeli sudah dipanggil untuk dimintai keterangan.

Namun para petani hingga saat ini tidak tahu dan tak mengenal siapa pembeli yang sebenarnya mengingat dari awal transaksi para petani tidak pernah dipertemukan dengan pembeli oleh pihak yang mengaku panitia yang saat itu menjabat sebagai perangkat desa Sumber Girang, Kec. Puri, Kab. Mojokerto, Jawa Timur.

Keterangan lain yang disampaikan para petani bahwa awal proses adanya pembebasan lahan pertanian yang ada di Dusun Sumberjo, Desa Sumber Girang, Kec. Puri itu yakni adanya kesepakatan lokasi dan harga antara pihak yang mengaku panitia dan para petani.

Adapun kesepakatan harga pada saat itu yang telah disahkan dan disetujui oleh Kades Sumber Girang yaitu Siswayudi adalah sebesar Rp. 600.000.000 perpetak pada tanggal 10 Februari tahun 2020. Namun pada kenyataanya, para petani hingga hari ini hanya menerima antara Rp. 200.000.000 hingga Rp. 250.000.000 per petani.

Dalam proses menuntut keadilan terkait sisa hak pembayaran tanahnya yang hingga kini belum ada kepastian penyelesaian, para petani pernah membuat laporan pada tahun 2024 dengan nomor: LI/552/XI/RES/1.11./2024/SATRESKRIM tanggal 19 November 2024. Namun, hingga kini tidak ada pemberitahuan proses perkembangannya penyelidikannya sampai dimana.

Di hadapan awak media para petani belum pernah mendapatkan SP2HP yang semestinya diterimanya sebagai hak pelapor. Adapun sebuah lembaga LBH yang pernah menerima kuasa dari para petani pernah mengatakan hanya sekali mendapatkan SP2HP dari penyidik dan mulai dari situ para petani memutuskan untuk mencabut kuasanya, karena dinilai kinerjanya tidak sesuai apa yang diharapkan para petani. Namun pimpinan LBH tersebut menolak menanda tangani surat Pencabutan kuasa dari para petani.

Dalam hal ini, para petani bingung dan merasa tidak mendapatkan keadilan yang semestinya. Ketika menuntut hak sesuai dengan peraturan yang ada dengan membuat pelaporan kepada pihak kepolisian dengan kurun waktu hampir 1 tahun namun terasa tiada perkembangan yang diharapkan.

“Ketika mendatangi yang kami anggap bertanggung jawab (panitia), kami di laporkan dengan tuduhan memasuki pekarangan tanpa ijin dan pencemaran nama baik dan proses pemanggilannya pun sangat cepat. Dalam satu bulan setelah adanya pelaporan dari pihak panitia, penyidik Polsek Puri memanggil puluhan saksi. Kalau seperti ini, harus kemana kah kami rakyat kecil mendapatkan keadilan yang sesungguhnya,” terang salah satu petani.

Untuk mendapatkan informasi yang akurat terkait proses pelaporan para petani, awak media menyampaikan kepada petugas loby untuk sekiranya bisa menghadap Kasat Reskrim Polres Mojokerto. Namun sayang, Kasat Reskrim enggan bertemu meskipun ada di ruangan kantornya. **

Proyek Galian di Gayungsari Timur Diduga Sarat Kejanggalan: Tanpa Papan Nama, Tanpa Lantai Dasar

Surabaya, Timurpos.co.id – Pekerjaan proyek galian di Jalan Taman Gayungsari Timur No.18, Kecamatan Gayungan, Surabaya, mengundang tanda tanya besar. Investigasi lapangan menemukan sejumlah kejanggalan mulai dari absennya papan nama proyek hingga indikasi pengabaian standar teknis konstruksi.

Pada Sabtu dini hari (13/9), tampak alat berat dan pekerja melaksanakan penggalian di lokasi tersebut. Namun tidak ditemukan papan nama proyek yang seharusnya dipasang sejak awal pekerjaan.

Berdasarkan Perpres No. 16 Tahun 2018 jo. Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta Permen PUPR No. 14/PRT/M/2020, setiap pekerjaan konstruksi wajib memasang papan nama proyek di lokasi. Papan itu berfungsi sebagai sarana transparansi publik, memuat informasi tentang nama kegiatan, nilai kontrak, jangka waktu, sumber dana, hingga kontraktor pelaksana

Ketidakhadiran papan nama ini, memunculkan dugaan bahwa pelaksana proyek ingin menghindari pantauan publik terkait sumber anggaran, nilai kontrak, maupun perusahaan pelaksana.

“Kalau proyek resmi biasanya jelas papan namanya, biar masyarakat tahu siapa yang mengerjakan dan dari mana dananya. Kalau begini, seolah-olah sembunyi-sembunyi. Kami khawatir hasilnya nanti asal jadi dan cepat rusak,” ujar warga yang enggan disebutkan namanya.

Lebih jauh, hasil investigasi menemukan bahwa proses urugan dilakukan tanpa pembuatan lantai dasar. Padahal, lantai dasar berfungsi vital untuk menopang kekuatan struktur agar tidak mudah ambles atau rusak. Jika hal ini dibiarkan, kualitas proyek rawan gagal sejak dini, yang pada akhirnya merugikan masyarakat dan potensi mengarah pada pemborosan anggaran negara.

Proyek juga dilaksanakan pada malam hari dengan penerangan seadanya, sehingga semakin menimbulkan kecurigaan adanya pengerjaan terburu-buru dan minim pengawasan. Bahkan pekerja tampak tidak dibekali alat pelindung diri sesuai standar K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).

Warga sekitar mengaku heran dengan cara kerja tersebut. “Kalau proyek resmi pasti jelas papan namanya, ada keterangan siapa yang mengerjakan. Kalau seperti ini, masyarakat jadi tidak tahu, apalagi kalau nanti cepat rusak, kami yang akan dirugikan,” ungkap seorang warga sekitar yang enggan disebut namanya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak kontraktor maupun dinas terkait di Pemerintah Kota Surabaya. Namun, indikasi pengabaian aturan transparansi dan teknis pekerjaan menuntut adanya pengawasan lebih ketat dari aparat penegak hukum maupun lembaga pengawas pembangunan.

Apalagi, praktik proyek tanpa papan nama seringkali menjadi modus dalam mengaburkan pertanggungjawaban, yang berpotensi mengarah pada dugaan penyalahgunaan anggaran. Jika benar dibiarkan, bukan hanya kualitas infrastruktur yang dipertaruhkan, melainkan juga kepercayaan publik terhadap tata kelola pembangunan di Surabaya. TOK

Proyek Saluran Beton Rp 9,6 Miliar di Surabaya Diduga Sarat Penyimpangan Teknis

Surabaya, Timurpos.co.id – Proyek saluran beton permanen menggunakan precast U-Gutter ukuran 200/200 dengan cover gandar 15 ton di kawasan Gayung Kebonsari–Jetis Seraten, Surabaya, yang menelan anggaran hingga Rp 9.605.482.506 dari APBD Kota Surabaya Tahun Anggaran 2025, menuai sorotan. Proyek bernomor kontrak 000.3.2/061/06.2.01.0028.epc/436.7.3/2025 ini dilaksanakan oleh CV Cipta Karya Mandiri di bawah naungan Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (SDABM) Pemkot Surabaya.

Investigasi di lapangan menemukan indikasi sejumlah penyimpangan dari standar pelaksanaan. Harapan publik agar saluran tersebut mampu menampung debit air secara maksimal, sekaligus menjadi solusi banjir musiman, dikhawatirkan hanya sebatas teori di atas kertas.

Langkah Teknis Banyak Diabaikan
Pantauan awak media memperlihatkan sejumlah prosedur kerja yang seharusnya wajib dilakukan, justru tidak dilaksanakan. Misalnya, pemasangan precast box culvert dilakukan dalam kondisi galian masih digenangi air tanpa adanya pemompaan keluar terlebih dahulu. Hal ini berisiko mengganggu elevasi dan kemiringan saluran yang seharusnya sesuai dengan Detail Gambar Perencanaan.

Selain itu, terpantau pemasangan dilakukan tanpa landasan beton rabat setebal 20 cm yang berfungsi sebagai lantai kerja kedap air. Akibatnya, kualitas pemasangan dipertanyakan. Beberapa box precast bahkan terlihat retak, sehingga dikhawatirkan tidak akan berfungsi optimal.

Prosedur urugan tanah juga menyalahi aturan. Bukannya menggunakan sirtu (pasir batu) untuk pemadatan, kontraktor justru memakai tanah lempung bekas galian dengan bantuan alat berat excavator. Praktik ini berpotensi menyebabkan jalan aspal di sekitar saluran mengalami ambles atau retak, sekaligus melemahkan dinding saluran dari tekanan tanah.

Penghalangan Liputan Media
Saat awak media mencoba melakukan peliputan, sejumlah pihak yang berada di sekitar lokasi terkesan menghalang-halangi. Seorang pria berbadan besar dengan motor Nmax bahkan menegur keras agar tidak dilakukan pemotretan maupun pengambilan video.

Sementara itu, Fahmi selaku konsultan proyek ketika dikonfirmasi menyebut pelaksana tidak berada di lokasi karena ada keperluan lain. Ia hanya menyarankan agar awak media melihat papan proyek yang terpasang di mess.

Potensi Kerugian Negara
Fakta di lapangan menunjukkan adanya ketidaksesuaian pelaksanaan dengan dokumen bestek maupun spesifikasi teknis. Jika kondisi ini dibiarkan, bukan hanya mengancam keberlangsungan fungsi saluran sebagai sistem drainase kota, melainkan juga berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara.

Samsul Hariadi Kepala Bidang Pematusan Dinas PU Bina Marga Surabaya saat dikonfirmasi terkait dugaan penyimpangan proyek tersebut belum memberikan penjelasaan secara resmi. Sejumlah kalangan menilai, pengawasan harus diperketat dan aparat penegak hukum, termasuk kejaksaan, perlu turun tangan untuk memastikan apakah terdapat indikasi pelanggaran hukum dalam penggunaan dana publik senilai miliaran rupiah tersebut. TOK

Kejati Jatim Tetapkan Mantan Kepala Dinas Pendidikan Jatim Sebagai Tersangka Baru

Surabaya, Timurpos.co.id – Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur kembali menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan belanja hibah/barang/jasa kepada SMK Swasta serta belanja modal sarana dan prasarana untuk SMK Negeri pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2017.

Mantan Kepala Dinas Pendidikan Jatim Saiful Rachman (SR) ditetapkan tersangka oleh penyidik Pidsus) Kejati Jatim. “Kami tetapkan tersangka SR setelah adanya barang bukti yang mengarah kepada tersangka baru dalam tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa untul SMK di Dinas Pendidikan Jatim tahun 2017,” ucap Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Jatim, Windhu Sugiarto saat diwawancarai awak media, Jumat, (12/9/2025.

Tersangka Saiful Rachman dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Meskipun telah ditetapkan tersangka, penyidik Kejati Jatim tidak ditahan lantaran sudah lebih dahulu ditahan dalam perkara korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2018, yang merugikan negara hingga Rp8,2 miliar.

“Tersangka masih menjalani proses hukuman dari kasus korupsi lainnya,” jelas Windhu.

Meskipun begitu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur menegaskan masih akan melakukab pemeriksaan lanjutan kepada ketiga tersangka yang sudah ditetapkan. “Kami akan kembangkan kasus korupsi ini,” tutur Windhu.

Berdasarkan hasil penyidikan, diketahui bahwa pada tahun anggaran 2017, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur mengalokasikan dana untuk berbagai pos belanja, di antaranya belanja pegawai, hibah, serta belanja modal alat dan konstruksi dengan total nilai lebih dari Rp186 miliar.

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur saat itu, Saiful Rachman (SR), mempertemukan tersangka JT dengan H yang menjabat sebagai Kabid SMK sekaligus PPK. Dalam pertemuan tersebut, SR menyampaikan bahwa JT adalah pihak yang akan mengendalikan pelaksanaan kegiatan.

Selanjutnya, Hudiono dan JT merekayasa proses pengadaan. JT menyiapkan harga barang sebagai dasar penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), sementara jenis dan spesifikasi barang tidak berdasarkan analisis kebutuhan sekolah, melainkan berasal dari stok yang dimiliki JT.

“Proses pengadaan dilakukan melalui mekanisme lelang, tetapi sudah dikondisikan sehingga perusahaan di bawah kendali JT menjadi pemenang. Akibatnya, barang yang disalurkan ke sekolah tidak sesuai kebutuhan dan tidak dapat dimanfaatkan,” jelas Windhu.

Adapun penyaluran barang hibah maupun belanja modal dibagi dalam tiga tahap, diserahkan kepada 44 SMK Swasta sesuai Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Timur, serta 61 SMK Negeri sesuai SK Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur.

Dari hasil temuan sementara, perbuatan para tersangka diduga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp179,975 miliar. Perhitungan pasti atas kerugian negara saat ini masih dilakukan oleh tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Timur.

Sebelumnya, Kejati Jatim juga mengungkap modus serupa dalam pengadaan alat kesenian untuk SMK Swasta di Jawa Timur tahun 2017. Dalam anggaran yang diajukan mencapai Rp65 miliar, setiap sekolah seharusnya menerima fasilitas senilai sekitar Rp2,6 miliar, namun kenyataannya barang yang diterima hanya seharga sekitar Rp2 juta.

Dalam pengusutan perkara tersebut, Kejati Jatim telah memeriksa sedikitnya 25 kepala sekolah SMK serta sejumlah pejabat dinas, termasuk Hudiono selaku Kabid SMK yang kala itu menjabat sebagai PPK. TOK

Kejari Surabaya Terima 6 SPDP Kasus Pembakaran Gedung Grahadi dan Polsek Tegalsari

Surabaya, Timurpos.co.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya menerima enam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari penyidik Polrestabes Surabaya terkait kasus kerusuhan yang berujung pada pembakaran Gedung Negara Grahadi dan Markas Polsek Tegalsari, akhir Agustus lalu.

Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Surabaya, Ida Bagus Widnyana, membenarkan hal tersebut. Ia menyebut jaksa-jaksa khusus sudah ditunjuk untuk menangani perkara ini hingga ke persidangan.

“Kami baru menerima enam SPDP kasus kerusuhan pembakaran Gedung Grahadi Surabaya dan Polsek Tegalsari dari Polrestabes Surabaya. Beberapa jaksa sudah kami siapkan untuk menangani perkara ini,” kata Ida Bagus saat dikonfirmasi di Surabaya, Kamis (11/9/2025).

Menurut Ida Bagus, Kejari Surabaya masih menunggu kemungkinan tambahan SPDP dari penyidik kepolisian. “Kami hanya menerima saja. Kalau ada tambahan, tentu akan kami terima dan mempersiapkan jaksa peneliti,” ujarnya.

Terkait kemungkinan adanya tersangka di bawah umur, Ida Bagus belum bisa memastikan. “Nanti ya mas, menunggu berkasnya saja,” ucapnya singkat.

Kasus ini bermula dari aksi massa di sekitar Gedung Negara Grahadi, Surabaya, pada Sabtu malam, 30 Agustus 2025. Unjuk rasa yang semula berlangsung damai berujung ricuh setelah massa terlibat bentrokan dengan aparat. Massa yang terpukul mundur kemudian bergerak ke kawasan Tegalsari dan melampiaskan amarah dengan merusak sejumlah fasilitas, termasuk kantor Polsek Tegalsari.

Tidak berhenti di situ, massa juga membakar bangunan Mapolsek Tegalsari hingga rata dengan tanah. Fasilitas di dalam kantor seperti dokumen, peralatan elektronik, hingga perlengkapan operasional ikut musnah. Sejumlah saksi melaporkan terjadi penjarahan sebelum barang-barang tersebut turut dibakar bersama bangunan.

Dengan masuknya enam SPDP ini, proses hukum para tersangka memasuki tahap baru. Jaksa peneliti Kejari Surabaya akan memeriksa kelengkapan berkas perkara dari penyidik sebelum dilimpahkan ke pengadilan.

“Kami akan meneliti setiap berkas perkara secara detail agar proses hukum berjalan sesuai aturan,” tegas Ida Bagus.

Kasus ini mendapat perhatian publik karena Gedung Negara Grahadi merupakan ikon sejarah Jawa Timur sekaligus pusat kegiatan pemerintahan daerah, sementara Polsek Tegalsari adalah markas polisi strategis di jantung Kota Surabaya. Hingga kini, polisi masih melakukan pengembangan untuk mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat dalam kerusuhan tersebut. TOK

Debtcollector Diduga Gunakan Polres Mojokerto Kota Untuk Intimidasi Nasabah

Mojokerto, Timurpos.co.id – Seorang pasutri ( pasangan suami istri) bernama Heris Choiruman dan istrinya Anjiroh Mufidah yang beralamatkan di Desa Medali, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto menjadi korban dugaan tindakan premanisme.

Pada awak media, Heris selaku korban, menceritakan dugaan tindakan intimidasi premanisme yang dialaminya pada hari Selasa, tanggal 9 September 2025.

Peristiwa tersebut bermula ketika beberapa orang yang diduga berlagak seperti oknum intel anggota kepolisian mendatangi rumahnya dan mengetuk pintu dengan nada keras serta meminta istrinya menjemput sang suami di sekolah.

Menurut keterangan Heris, setelah ia pulang ke rumah, ia langsung ditanya mengenai keberadaan mobil Avanza miliknya. Kemudian korban dipaksa masuk ke mobil tanpa diberi kesempatan menunggu istrinya pulang menjemput anak sekolah.

“Di dalam mobil saya di bentak bentak diperlakukan seperti maling dan kap mobil di gedor gedor. Saya merasa ketakutan. Kemudian, saya di bawa ke Polres Mojokerto Kota,” ungkapnya.

Masih Heris, setibanya di Polres, ia ditanyai dan disuruh mengaku mobil avanzanya itu ada dimana.

“Karena merasa ketakutan, akhirnya saya ngomong bahwa mobil saya titipkan di Imam. Disitu, saya disuruh langsung tlfn dan mendatangkan Imam. Tidak disitu saja, saya juga disuruh bikin surat pernyataan dan disuruh menandatangani berkas dokumen yang saya tidak tahu menahu isi berkas dokumen tersebut karena dilarang untuk membaca,” terangnya.

Selain itu, selama di Polres Mojokerto Kota, ia juga mendapatkan pertanyaan dari salah satu anggota Polres terkait keberadaan mobilnya dengan nada yang menurutnya memperlakukan dirinya seperti pelaku kejahatan.

“Ponsel saya dirampas oleh seseorang bernama Hendro dan Rizal. Tidak boleh telepon siapapun. Kemudian, HP saya digunakan untuk menghubungi Imam melalui aplikasi pesan singkat,” lanjutnya.

Setelah itu, sekitar pukul 17.30 WIB, staf LBH-PK yang diketuai oleh Sadak, S.H., M.H., datang dan menjeputnya di Polres dan diantarkan ke saudaranya yang bernama Dedy selaku ketua Garda Majapahit.

“Disitu, akhirnya saya mengetahui kalau kelima orang tersebut bukan anggota intel Kepolisian melainkan Debtcollector yang bernama Hendro, Antok, Rizal, Hendrik, Pindang,” urainya.

“Atas kejadian tersebut, saya merasa sangat ketakutan dan trauma atas tindakan yang mereka lakukan karena seakan saya ini penjahat atau maling sehingga diperlakukan seperti itu selama berada di Polres,” ulasnya.

Sementara itu, Ketua Firma Hukum ELTS Agus sholahuddin ikut menanggapi terkait masalah ini. Ia menjelaskan bahwa, kasus ini sangat memprihatinkan dan tidak berkeprimanusian.

“Karena bisa diduga Debtcollector ini bekerja sama dengan oknum anggota Kepolisian. Pasalnya kok bisa premanisme berkedok Debtcollector keluar masuk Polres Mojokerto Kota. Padahal sudah jelas premanisme yang berkedok Debtcollector harus segera ditangkap. Apalagi berani membawa konsumen dan berlagak seperti oknum anggota kepolisian,” katanya.

Agus juga menambahkan jangan sampai anggota kepolisian dibuat alat untuk mengintimidasi atau menakut-nakuti, karena sudah jelas ini adalah kasus perdata.

“Apabila seseorang tidak bisa membayar angsuran atau sudah menunggak, silahkan gugat fidusianya terlebih dahulu. Dan kalau terbukti unit dihilangkan baru silahkan laporkan pidananya. Karena, apabila ada suatu permasalahan kasus pidana maupun perdata, yang didahulukan adalah perdatanya dulu, baru kemudian pidananya,” tegas Agus

Dan tugas utama Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, bukan malah ikut mengintimidasi atau membantu seseorang yang bisa dikatakan premanisme yang berkedok Debtcollector.

“Hal ini diamanatkan dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 dan UU No. 2 Tahun 2002, yang menegaskan Polri sebagai alat negara yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban dalam negeri,” ungkap Agus.

Disini sudah jelas perbuatan Debt kolektor tersebut sama dengan percobaan penculikan karena memaksa seseorang untuk ikut dan sesuai dengan Pasal 328 KUHP tentang penculikan.

“Barang siapa dengan sengaja merampas kemerdekaan seseorang, diancam karena penculikan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun,” urainya.

Agus juga menegaskan akan mengawal dan melaporkan serta menjadi penasehat hukum korban jika korban merasa membutuhkan keadilan.

“Biar premanisme yang berkedok Debtcollector itu juga jera dan tidak akan mengulangi perbuatan tersebut,” pungkas Agus. ***

Kejari Tanjung Perak Tangkap Buronan Penggelapan Welly Tanubrata

Surabaya, Timurpos.co.id – Setelah sekian lama masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), buronan kasus penggelapan, Welly Tanubrata, akhirnya berhasil dieksekusi oleh Tim Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya. Penangkapan berlangsung pada Selasa malam (9/9/2025) di kawasan Ruko Waterplace, Jalan Pakuwon Indah Lontar, Kecamatan Wiyung, Surabaya, tanpa ada perlawanan dari terpidana.

Kasi Intelijen Kejari Tanjung Perak, I Made Agus Mahendra Iswara, menjelaskan bahwa eksekusi diawali dengan pemantauan sejak Selasa pagi sekitar pukul 08.30 WIB di kawasan Surabaya Barat, tepatnya di area Perumahan Citraland dan Green Lake.

“Pada pukul 18.00 WIB tim berhasil mendeteksi keberadaan buronan di kawasan Ruko Waterplace. Welly Tanubrata kemudian diamankan di sebuah rumah makan, Fumando Waterplace, tanpa perlawanan,” terangnya, Rabu (10/9/2025).

Sekitar pukul 19.00 WIB, terpidana dibawa ke Kantor Kejari Tanjung Perak untuk menjalani pemeriksaan awal. Proses eksekusi pun rampung sekitar pukul 20.00 WIB secara aman dan lancar. Operasi ini dipimpin langsung oleh Kasi Intelijen Kejari Tanjung Perak dengan dukungan Tim AMC Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

Kasus hukum Welly Tanubrata bermula dari proses persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya, yang sempat memutus bebas dirinya. Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak puas dan mengajukan kasasi.

Melalui putusan Mahkamah Agung RI Nomor 801 K/PID/2021, majelis hakim akhirnya mengabulkan kasasi tersebut pada 15 September 2021. Dalam putusannya, MA menyatakan Welly bersalah atas tindak pidana penggelapan berlanjut sebagaimana Pasal 372 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, dan menghukumnya dengan pidana penjara selama 2 tahun.

Sejak putusan itu berkekuatan hukum tetap, Kejaksaan terus memburu Welly yang sempat menghindari eksekusi. Pemantauan intensif dilakukan sejak 4 September 2025 hingga akhirnya berhasil diamankan pada 9 September 2025.

Kasi Intelijen Kejari Tanjung Perak, I Made Agus Mahendra Iswara, menegaskan bahwa keberhasilan eksekusi ini merupakan bukti konsistensi aparat dalam menegakkan supremasi hukum.

“Pelaksanaan eksekusi ini dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Kejaksaan akan selalu berkomitmen menuntaskan setiap perkara hingga tuntas, termasuk memburu dan mengeksekusi terpidana yang berusaha menghindar dari proses hukum,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa keberhasilan ini tidak lepas dari koordinasi erat antara Kejari Tanjung Perak dan Tim AMC Kejati Jawa Timur, yang terus bersinergi dalam setiap tahapan pemantauan hingga penangkapan. TOK

Sidang KDRT Vinna Natalia Digelar Terbuka, Kuasa Hukum Sebut Sebagai Kemenangan Kecil

Surabaya, Timurpos.co.id – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya memutuskan untuk membuka sidang perkara dugaan kekerasan psikis dalam rumah tangga (KDRT) dengan terdakwa selebgram Vinna Natalia Wimpie Widjoyo, S.E., untuk umum. Keputusan tersebut mendapat apresiasi dari tim kuasa hukum terdakwa.

“Kami melihat ini sebagai salah satu kemenangan kecil bagi kami. Dengan dibukanya persidangan untuk umum, maka majelis hakim telah menjunjung tinggi prinsip due process of law sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2021,” ujar tim advokat Vinna dalam keterangannya, Rabu (10/9/2025).

Menurut tim kuasa hukum, keterbukaan persidangan menjadi bentuk penegakan asas peradilan yang transparan. Mereka menegaskan, andai asas tersebut tidak dijalankan, putusan pengadilan berpotensi batal demi hukum.

Sidang kali ini beragendakan jawaban Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi yang sebelumnya diajukan pihak terdakwa. “Untuk substansi yang disampaikan JPU, silakan ditanyakan langsung. Kami menunggu agenda sidang berikutnya dengan putusan sela. Harapan kami, majelis hakim menolak dakwaan JPU sehingga perkara ini dinyatakan gugur atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima,” lanjut kuasa hukum.

Sebagaimana diketahui, Vinna Natalia didakwa melanggar Pasal 45 ayat (1) atau Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) atas dugaan melakukan kekerasan psikis terhadap suaminya, Sena Sanjaya Tanata Kusuma.TOK

Terdakwa Harap Vonis Ringan dan Minta Dikembalikan Asetnya

Surabaya, Timurpos.co.id – Kasus dugaan penggelapan dana perusahaan dengan terdakwa Monica Ratna Pujiastuti kembali disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Perkara ini teregister dengan nomor 1456/Pid.B/2025/PN Sby.

Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim SIH Yuliarti, S.H., dengan anggota Sutrisno, S.H., M.H. dan Silvi Yanti Zulfia, S.H., M.H.. Jaksa Penuntut Umum adalah Estik Dilla Rahmawati, S.H., M.H., sementara tim kuasa hukum terdakwa berasal dari Maharaja Law Firm, yakni Samsul Arifin, S.H., M.H. (Banyuwangi), Samian, S.H., dan Ely Elfrida Rahmatullaili, S.H., Alfan Syah, S.H.

Dalam sidang, jaksa menuntut Monica dengan pidana penjara 3 tahun 6 bulan atas dugaan penggelapan dana perusahaan PT Bina Penerus Bangsa.

Pleidoi: Permintaan Keringanan dan Pengembalian Aset

Kuasa hukum Monica menyampaikan nota pembelaan (pledoi) yang meminta majelis hakim menerima pembelaan secara keseluruhan. Mereka memohon agar majelis hakim membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging) serta memerintahkan perusahaan mengembalikan aset milik Monica kepada dirinya maupun keluarga.

“Apabila majelis hakim memiliki pendapat lain, kami berharap agar menjatuhkan putusan hukuman yang seringan-ringannya,” ujar penasihat hukum Monica, Selasa (9/9).

Monica juga menegaskan pentingnya pengembalian aset yang disita perusahaan. “Aset itu sangat saya butuhkan untuk biaya pengobatan dan membesarkan anak,” katanya di hadapan majelis hakim.

Menurut kuasa hukum, aset yang diambil perusahaan meliputi rumah, mobil, perhiasan, dan uang tunai dengan estimasi mencapai Rp 1–2 miliar.

Dugaan Penggelapan Rp 4,225 Miliar

Berdasarkan dakwaan, Monica yang menjabat sebagai Supervisor Accounting dan Keuangan PT Bina Penerus Bangsa sejak 2012 memiliki kewenangan penuh mengelola rekening perusahaan.

Antara tahun 2019 hingga 2022, ia diduga:

Mentrasfer dana perusahaan ke rekening pribadinya sebanyak 17 kali dengan total Rp 1,925 miliar.

Menggunakan slip penarikan kosong yang ditandatangani direktur perusahaan, Soedomo Mergonoto, untuk mencairkan Rp 295 juta melalui pihak ketiga, Zainal Abidin.

Membuat dokumen fiktif berupa Bukti Bank Keluar (BKK) untuk menarik tambahan Rp 2,005 miliar.

Total kerugian yang dialami PT Bina Penerus Bangsa mencapai Rp 4,225 miliar. Jaksa menegaskan dana tersebut digunakan untuk kebutuhan pribadi serta investasi trading tanpa seizin manajemen.

Pasal yang Dikenakan

Atas perbuatannya, Monica dijerat dengan Pasal 374 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang penggelapan dalam jabatan. Secara alternatif, ia juga dapat dijerat Pasal 372 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang penggelapan. TOK