Surabaya, Timurpos.co.id — Dalam momentum peringatan Hari Mangrove Sedunia dan Hari Sungai, Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON) bersama Komunitas Marapaima menggelar aksi penyelamatan ekosistem pesisir dari ancaman sampah plastik. Aksi dilakukan di dua lokasi sekaligus, yaitu kawasan mangrove Wonorejo, Kota Surabaya (26/7) dan di kawasan hulu DAS Brantas di Sumber Mendit, Malang (27/7).
Sebanyak 25 relawan terlibat langsung dalam kegiatan ini dan berhasil mengevakuasi sekitar 800 kilogram sampah plastik yang menyangkut di akar dan batang pohon mangrove. Sampah tersebut didominasi oleh plastik sekali pakai seperti kresek, styrofoam, sedotan, dan sachet multilayer, yang sebagian besar sulit untuk didaur ulang.
Koordinator Audit Sampah ECOTON, Alaika Rahmatullah, menyebut bahwa temuan di lapangan membuktikan kegagalan program pengurangan sampah plastik nasional sesuai target Perpres No. 83 Tahun 2018. Sampah plastik yang bocor dari DAS Brantas terus mengalir ke wilayah pesisir dan menyebabkan stres hingga kematian pada pohon-pohon mangrove.
Audit merek yang dilakukan ECOTON menunjukkan dominasi sampah unbranded sebanyak 554 item, serta sampah dari merek ternama seperti Unilever (154), Wings (104), Indofood (84), Mayora (74), dan Garuda Food (54). Fakta ini memperkuat tuntutan agar produsen menerapkan Extended Producer Responsibility (EPR) secara lebih ketat.
“Sampah plastik yang terus terakumulasi di pesisir menyebabkan kerusakan ekologis dan memperburuk kualitas lingkungan. Mikroplastik yang dihasilkan dari degradasi plastik ini sudah masuk ke dalam rantai makanan, bahkan ditemukan dalam tubuh manusia,” ujar Meylisa Rhemia Lumintang, mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya.
Temuan ECOTON juga menyoroti peran DAS Brantas sebagai jalur kritis transportasi sampah plastik, dari hulu hingga mencemari ekosistem mangrove di pesisir timur Surabaya. Sampah yang tidak terkelola dengan baik di hulu terbukti hanyut ke hilir, menjadikan kawasan pesisir sebagai titik akhir akumulasi sampah plastik.
Melalui aksi ini, ECOTON menyuarakan lima tuntutan utama:
1. Pembangunan pagar laut untuk mencegah masuknya sampah plastik ke kawasan pesisir.
2. Optimalisasi pengelolaan sampah di hulu DAS Brantas, guna menghentikan aliran sampah ke laut.
3. Pelarangan plastik sekali pakai yang sulit terurai seperti kresek, sedotan, styrofoam, dan sachet multilayer.
4. Penguatan kolaborasi lintas sektor, termasuk antara pemerintah, komunitas lokal, dan industri.
5. Penerapan tanggung jawab produsen (EPR) yang mencakup pengumpulan dan pemulihan dampak lingkungan dari produk mereka.
“Daur ulang bukan solusi utama,” tegas Alaika. “Selama produksi plastik sekali pakai terus meningkat dan infrastruktur daur ulang tidak memadai, masalah ini hanya akan menjadi bom waktu bagi generasi mendatang.”
Dengan kondisi mangrove yang terus terancam, ECOTON mendesak tindakan nyata dari seluruh pemangku kepentingan demi melindungi pesisir Surabaya dan keberlangsungan ekosistem laut Indonesia. TOK