Timur Pos

Pencurian Kabel Primer Telkom di Mojokerto, Dugaan Persekongkolan Jahat & Aparat yang ‘Melempem’

Mojokerto, Timurpos.co.id – Sabtu malam hingga Minggu dini hari (30–31 Agustus 2025), suasana di Jalan Raya Dlanggu, Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto, tampak mencurigakan. Sejumlah orang sibuk menggali aspal jalan menggunakan bor listrik. Mereka bukan pekerja perbaikan jalan atau petugas resmi yang lazim terlihat. Tujuannya bukan perbaikan infrastruktur, melainkan mencari kabel primer milik PT Telkom Indonesia.

Pantauan di lokasi menunjukkan, begitu kabel ditemukan, para pekerja segera masuk ke lubang galian. Kabel itu diikat dengan rantai besi, lalu ditarik secara paksa menggunakan truk. Dua kendaraan, bernomor polisi AE 22875 UX dan Z 8611 HX, tampak disiapkan untuk mengangkut hasil tarikan.

Praktik ini bukan sekadar tindakan kriminal biasa. Kerugian negara berlapis bisa terjadi: dari sisi hilangnya aset kabel, kerusakan jalan akibat galian, hingga potensi gangguan layanan telekomunikasi masyarakat.

Dokumen Bermasalah: Legal atau Abal-Abal?
Saat awak media mencoba menelusuri keabsahan kegiatan tersebut, seorang pengawas bernama Dimas bersama seorang anggota Korem, Yongki, hanya menunjukkan nota dinas (nodin) dan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) dari Polres Mojokerto.

Namun, dokumen paling penting—Simlock (Surat Izin Melaksanakan Pekerjaan)—tidak pernah ditunjukkan. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa aktivitas penggalian kabel tersebut tidak memiliki dasar hukum yang sah.

Lebih jauh, sumber internal menyebutkan bahwa jalur kabel di STO Telkom Dlanggu tidak termasuk dalam kontrak pekerjaan resmi. Dugaan kuat muncul: ada persekongkolan jahat antara pihak tertentu untuk mengambil keuntungan dari proyek yang tidak tercatat secara legal.

Polisi Diduga “Masuk Angin”
Yang lebih mengundang tanda tanya, aktivitas ini seakan berjalan mulus tanpa hambatan. Aparat kepolisian justru terlihat permisif. Padahal, jelas ada indikasi pelanggaran hukum.

“Kerugian negara jelas terjadi. Pertanyaannya, mengapa Polres Mojokerto begitu mudah membiarkan hal ini? Apakah ada sesuatu hingga kepolisian terkesan melempem dan pura-pura tidak paham hukum?” kritik seorang aktivis antikorupsi di Mojokerto.

Kecurigaan publik menguat bahwa ada pihak penegak hukum yang “masuk angin”. Sikap diam aparat justru memperkuat dugaan adanya backing di balik aktivitas penggalian kabel tersebut.

Pasal Hukum yang Mengintai
Secara hukum, aksi ini dapat dijerat Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersekutu, serta Pasal 53 ayat (1) KUHP mengenai percobaan melakukan kejahatan.

Lebih berat lagi, jika benar ada persekongkolan untuk memperkaya diri melalui proyek fiktif atau tidak sah, maka perbuatan ini dapat masuk dalam ranah tindak pidana korupsi. Pasal 15 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor menegaskan, pemufakatan jahat untuk melakukan korupsi dipidana sama dengan pelaku utama.

Bantahan Perusahaan: Kami Legal
Di sisi lain, pihak pelaksana proyek, PT Putri Ratu Mandiri, membantah keras tuduhan ilegalitas.

“Intinya Telkom mengakui kami legal dan semua terawasi oleh pihak terkait, serta sudah sesuai prosedur,” jelas pengawas proyek, Sholeudin.

Senada, perwakilan perusahaan bernama Yobi menuding pemberitaan yang beredar cenderung menyudutkan.

“Mas, berita yang sampean buat itu menyudutkan PT kami, padahal sampean tidak datang ke lapangan dan hanya terima data dari orang. Kami punya legalitas, tapi narasi sampean tetap menuduh dan menyudutkan,” ucap Yobi kepada Timurpos.co.id, Minggu (31/8).

Publik Menunggu Keberanian APH
Kasus pencurian kabel Telkom di Mojokerto ini kini menjadi sorotan luas. Masyarakat menunggu langkah tegas aparat penegak hukum (APH), khususnya Unit Tipikor dan Tipidek Polri, untuk memastikan kebenaran dokumen, memeriksa seluruh pihak yang terlibat, dan menindak tegas pelaku jika terbukti bersalah.

Di tengah dugaan persekongkolan dan lemahnya pengawasan aparat, satu hal yang jelas: kerugian negara nyata terjadi. Pertanyaannya, apakah kasus ini akan benar-benar diusut hingga tuntas, atau hanya akan berakhir sebagai “proyek siluman” yang berlindung di balik dokumen abu-abu? M12

Polres Mojokerto Tutup Mata Adanya Dugaan Pencurian Kabel Telkom

Mojokerto, Timurpos.co.id – Aktivitas mencurigakan kembali terjadi di kawasan Jalan Pacet daerah Dlangu, Mojokerto. Pada malam hari, awak media mendapati sekelompok orang tengah melakukan penggalian dan penarikan kabel tembaga yang disebut-sebut milik PT Telkom Indonesia. Aktivitas itu diklaim dikerjakan oleh sebuah perusahaan kontraktor bernama PT Putri Ratu Mandiri.

Namun, ada fakta janggal yang membuat aktivitas ini patut dipertanyakan. Beberapa waktu sebelumnya, tim Korem Mojokerto menangkap sejumlah orang di titik yang sama karena diduga mencuri kabel milik Telkom. Saat ini kasus tersebut masih berproses di Polres Mojokerto.

Tidak Ada Nota Dinas, Proyek Patut Diduga Ilegal

Berdasarkan temuan lapangan dan keterangan internal Telkom, wilayah STO Telkom Dlangu Mojokerto—tempat aktivitas penggalian itu berlangsung ( sabtu, 30/08/200 ), tidak termasuk dalam nota dinas resmi yang dikeluarkan PT Telkom untuk proyek penarikan kabel.

“Data resmi hanya mencatat pekerjaan di Krian dan Mlirit Rowo. Tidak ada pekerjaan di wilayah Dlangu. Kalau ada aktivitas di sana, itu bisa disebut sebagai tindakan vandalisme atau pencurian,” tegas salah satu sumber internal PT Telkom Regional Jawa Timur kepada Timurpos.co.id.

Fakta ini memperkuat dugaan bahwa pekerjaan penarikan kabel di Pacet bukan bagian dari proyek resmi.

Koordinator Lapangan Bungkam

Tim media mencoba melakukan klarifikasi kepada pihak proyek. Sholeudin, yang disebut sebagai koordinator lapangan, dihubungi melalui aplikasi WhatsApp. Namun, hingga berita ini diturunkan, tidak ada respons. Bungkamnya pihak lapangan semakin menambah tanda tanya atas legalitas proyek tersebut.

Potensi Jerat Pidana

Jika benar terbukti ilegal, maka aksi ini berpotensi menjerat para pelakunya dengan Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan, yang dilakukan secara bersekutu, serta Pasal 53 ayat (1) KUHP mengenai percobaan tindak pidana.

“Penarikan kabel tembaga tanpa nota dinas jelas bisa dikategorikan sebagai pencurian aset negara. Kabel tembaga Telkom itu bagian dari infrastruktur vital komunikasi. Kalau dicuri, dampaknya bisa merugikan ribuan pelanggan dan bahkan mengganggu layanan publik,” tambah sumber dari Telkom.

Menunggu Tindakan Aparat (Polres Mojokerto)

Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari pihak PT Telkom maupun aparat penegak hukum terkait aktivitas mencurigakan ini. Masyarakat berharap APH (Aparat Penegak Hukum) segera turun tangan untuk menyelidiki dan menindak tegas para pelaku.

Kasus ini menunjukkan bahwa praktik pencurian kabel masih menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan layanan telekomunikasi di Indonesia. Penegakan hukum yang tegas menjadi kunci agar aksi serupa tidak terus terulang. M12

Nasib Petani Di Mojokerto Tak Menentu

Surabaya, Timurpos.co.id – Terkait polemik sisa pembayaran tanah yang diklaim oleh 7 petani asal Desa Sumber Girang, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto sejak 6 tahun lalu yang diduga belum dibayar oleh pembeli, tim investigasi mencoba menelusuri jejak pembeli tanah.

Dari informasi yang didapati oleh awak media, pembeli tanah petani tersebut diduga ada 3 orang yakni dua orang pria berinisial NW dan SWW asal Jalan Kapasan Dalam Surabaya dan seorang perempuan berinisial IKW asal Jalan Manyar Surabaya.

Dilokasi pertama, yakni di alamat pria berinisial NW dan SWW di Jalan Kapasan Dalam Surabaya, rumah tampak sepi dan terkesan tidak berpenghuni. Menurut keterangan warga sekitar, rumah tersebut telah lama kosong ditinggal oleh pemiliknya.

“Sudah 7 tahun pindah mas. Tapi tidak tahu pindahnya kemana,” terang salah satu warga sekitar.

Karena tidak dapat bertemu dengan NW dan SWW, awak media melakukan penelusuruan terhadap pembeli tanah selanjutnya yakni seorang perempuan berinisial IKW di Jalan Manyar Surabaya.

Namun, saat awak media menanyakan perihal orang yang dimaksud, pemilik rumah menyampaikan bahwa rumah tersebut sudah bukan milik IKW.

“Sudah pindah lama mas. Sebenarnya saya saudaranya mas, tapi saya tidak tahu dia pindah kemana,” tuturnya.

Merujuk, dari nama belakang ketiga pembeli tanah petani yang berlokasi di Mojokerto tersebut, kuat dugaan ketiganya merupakan 1 keluarga dan kuat dugaan merupakan nama marga.

Adapun tujuan awak media mencoba melakukan konfirmasi terhadap ketiga pembeli tanah petani tersebut bertujuan agar kebenaran terkait sisa pembayaran tanah milik petani bisa terbuka secara terang benderang. Apakah tanah petani sudah terbayar lunas atau ada hal lain yang membuat petani tidak menerima sisa pembayaran tanahnya. Sedangkan, sertifikat tanah milik para petani sudah berganti nama.

Mengingat, tanah para petani tersebut tidak langsung dijual kepada pembelinya, melainkan melalui perangkat Desa Sumber Girang dengan mengatas namakan panitia penjualan tanah petani.

Tentunya diharapkan instansi – instansi terkait dapat segera turun tangan terkait permasalahan ini. Karena, ini untuk kepentingan kemaslahatan. Jangan sampai masyarakat terus berpikir bahwa negara ini dikuasai oleh para mafia tanah. TOK/*

APKLI Jombang Siap Mendukung Pemerintah dan Jaga Kamtibmas

Jombang, Timurpos.co.id – Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) Kabupaten Jombang menggelar kegiatan pernyataan sikap dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), mendukung kebijakan pemerintah, serta mendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. Acara tersebut berlangsung di Gubuk Iwak Segoro, Jalan Kapten Tendean No. 125, Pulo Lor, Kabupaten Jombang, Jumat (29/8/2025) pagi.

Kegiatan yang dipimpin langsung Ketua APKLI Kabupaten Jombang, Joko Fattah Rochim, dihadiri sekitar 20 orang anggota asosiasi. Rangkaian acara dimulai pukul 09.00 WIB dengan registrasi peserta, pembukaan, doa, sambutan ketua, hingga pembacaan pernyataan sikap bersama.

Dalam sambutannya, Joko Fattah Rochim menegaskan pentingnya peran masyarakat, khususnya pelaku usaha mikro dan pedagang kaki lima, dalam menjaga stabilitas keamanan dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

“Stabilitas dan kondusifitas kamtibmas sangat penting bagi keberlangsungan usaha dan kehidupan sosial. Dengan situasi yang aman, perekonomian juga akan meningkat,” ujarnya.

Joko juga mengingatkan anggotanya agar tidak mudah terprovokasi berita hoaks dan isu provokatif yang beredar di media sosial. Menurutnya, hoaks dapat merusak persatuan serta berpotensi mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.

Puncak acara berlangsung pada pukul 10.15 WIB, ketika Joko Fattah Rochim membacakan pernyataan sikap resmi APKLI Jombang. Dalam pernyataan itu, ia menegaskan dukungan penuh terhadap program dan kebijakan pemerintah, serta mengajak masyarakat untuk menjaga persatuan demi kemajuan ekonomi Jawa Timur.

Acara kemudian ditutup dengan doa bersama dan sesi foto pada pukul 10.30 WIB.

Kegiatan ini diharapkan mampu menginspirasi pedagang kaki lima, UMKM, dan masyarakat luas untuk terus bersinergi dengan pemerintah maupun aparat keamanan. Dengan demikian, suasana aman dan kondusif dapat tercipta, sehingga pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur semakin meningkat. TOK

KOMPAK Rayakan HUT ke-80 RI di Trawas Bersama Kantor Hukum Johanes Dipa

Surabaya, Timurpos.co.id – Komunitas Media Pengadilan dan Kejaksaan (KOMPAK) menggelar perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia dengan penuh semangat dan kebersamaan. Acara yang berlangsung di Villa Kambing, Trawas, Kabupaten Mojokerto, Sabtu (30/8/2025), diisi dengan berbagai perlombaan unik serta podcast bersama pengacara ternama Surabaya, Johanes Dipa.

Mengusung tema “Kompak Merdeka Bersama Kantor Hukum Johanes Dipa”, kegiatan ini diikuti seluruh anggota komunitas dengan antusiasme tinggi. Lomba-lomba khas kemerdekaan seperti topi capil, pindah tepung estafet, hingga mengisi air ke dalam botol sukses memeriahkan suasana dan mempererat kebersamaan. Sorak-sorai penonton turut menambah keceriaan acara.

Ketua Umum KOMPAK, Budi Mulyono, menyampaikan rasa syukur atas terselenggaranya kegiatan tersebut. Ia menilai, momentum ini bukan hanya sebagai hiburan, tetapi juga sarana mempererat tali silaturahmi di tengah kesibukan anggota yang sehari-hari bertugas meliput di pengadilan dan kejaksaan.

“Saya sangat senang sekali atas terlaksananya kegiatan ini. Tujuan kegiatan ini sebagai ajang silaturahmi sekaligus menanamkan rasa persaudaraan antar anggota komunitas. Selain itu, juga sebagai refreshing setelah menjalankan aktivitas jurnalistik,” ujarnya.

Selain lomba, acara juga menghadirkan podcast bersama Johanes Dipa. Dalam kesempatan tersebut, Johanes berbagi pengalaman dan pandangan seputar dunia hukum, yang dinilai sangat inspiratif bagi anggota KOMPAK.

“Saya sangat mengapresiasi kehadiran Mas Dipa. Kisah dan pengalamannya sebagai pengacara sangat inspiratif, semoga bisa memotivasi teman-teman yang ingin meniti karir sebagai pengacara,” tambah Budi.

Sementara itu, Johanes Dipa menyampaikan dukungannya atas kegiatan yang digelar KOMPAK. Menurutnya, acara seperti ini penting untuk menjaga keharmonisan antarwartawan dan memperkuat rasa persaudaraan.

“Saya mendukung sekali kegiatan ini. Bukan hanya sebagai penyegaran, tapi juga mempererat silaturahmi. Wartawan itu harus bersatu agar kebebasan pers benar-benar terwujud,” ujarnya.

Johanes juga menegaskan bahwa persatuan komunitas wartawan seperti KOMPAK sangat penting agar jurnalis tidak mudah diintimidasi dalam menjalankan profesinya.

“Kalau kita tidak bersatu, kita seakan-akan kecil. Bersatu itu bukan hanya kebutuhan, tapi keharusan,” tandasnya.

Acara berlangsung meriah hingga sore hari dengan penuh keakraban dan keceriaan, sekaligus menjadi momentum bagi KOMPAK untuk memperkuat komitmen menjaga independensi pers dan semangat kebersamaan. ***

Aksi Demo Solidaritas di Depan Grahadi Ricuh, Gas Air Mata dan Water Canon Ditembakkan Polisi

Surabaya, Timurpos.co.id – Ratusan massa yang mengenakan jaket ojek online hingga pakaian bebas menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, pada Jumat (29/8/2025). Aksi yang awalnya berlangsung damai tersebut berakhir ricuh setelah aparat kepolisian menembakkan gas air mata dan water canon untuk membubarkan massa.

Unjuk rasa ini digelar sebagai bentuk protes terhadap tindakan represif aparat menyusul tewasnya pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, yang dilaporkan meninggal setelah dilindas kendaraan taktis (rantis) milik Brimob.

“Polisi pembunuh, polisi pembunuh, polisi pembunuh,” teriak massa secara berulang dalam orasinya.

Salah satu orator aksi menyampaikan bahwa gerakan ini digerakkan oleh rasa solidaritas antar rakyat.
“Kami ke sini karena solidaritas,” ujarnya melalui pengeras suara.

Situasi mulai memanas sekitar pukul 15.42 WIB. Massa merangsek ke arah gerbang sisi barat Grahadi, menarik pagar kawat berduri, serta melemparkan batu ke arah barisan polisi yang berjaga. Sejumlah oknum yang belum terkonfirmasi sebagai bagian dari massa aksi juga melakukan pelemparan batu, kayu, petasan, hingga kembang api.

Tidak hanya itu, massa juga membakar ban serta barang-barang bekas di jalanan, bahkan melemparkan bom molotov yang mengakibatkan beberapa kendaraan di dalam kompleks Gedung Grahadi terbakar.

Aparat kepolisian merespons dengan tembakan gas air mata dan semprotan water canon untuk memukul mundur massa. Petugas berulang kali menggunakan pengeras suara agar massa menghentikan aksi anarkis.
“Tolong hentikan lemparan, hentikan lemparan!” teriak seorang polisi melalui megaphone.

Di tengah kericuhan, sejumlah korban akibat lemparan batu dan gas air mata langsung mendapatkan perawatan intensif oleh tim medis di lokasi.

Selain aksi di depan Grahadi, kelompok pengemudi ojek online lainnya juga menggelar doa bersama di depan Mapolda Jatim, menuntut proses hukum terhadap pelaku kekerasan aparat. Mereka membawa sejumlah poster bertuliskan “Adili segera pelaku pelanggaran HAM berat” dan “Usut tuntas tragedi.”

Hingga berita ini diturunkan, kondisi di sekitar Gedung Negara Grahadi masih mencekam dan aparat terus berjaga untuk mengantisipasi bentrokan susulan. TOK/*

Tindakan Represif Polisi Sebabkan Korban Jiwa

Surabaya, 29 Agustus 2025 – Koordinator Wilayah V PP GMKI (Jatim, Bali, NTB), Blaise Pattiselanno, menyerukan aksi massa sebagai bentuk perlawanan terhadap tindakan represif aparat kepolisian yang menyebabkan korban jiwa dalam aksi mahasiswa di Jakarta pada Kamis, 28 Agustus 2025.

Seruan tersebut disampaikan Blaise dalam siaran pers di Student Centre GMKI, Jalan Tegalsari No. 62, Surabaya, pada Jumat subuh (29/8).

“Tindakan represif polisi ini sudah sangat brutal dan menjadi-jadi. Kita akan menuntut agar negara segera turun tangan,” tegas Blaise.

Ia menilai aparat kepolisian seharusnya bertindak humanis dalam mengawal aksi mahasiswa, bukan bertindak emosional yang berujung pada tindakan gegabah dan fatal.

“Seharusnya polisi mengawal dengan humanis, bukan emosional dan gegabah sehingga menyebabkan situasi yang fatal,” tambahnya.

Aksi di Grahadi

Blaise mengajak seluruh elemen mahasiswa Kristen untuk bersatu dalam aksi solidaritas dan melawan kesewenang-wenangan aparat. Ia menyebut sudah mengirimkan undangan rapat aksi ke seluruh jaringan mahasiswa dan pemuda Kristen di Jawa Timur untuk melakukan aksi di Gedung Grahadi, Surabaya.

“Kita akan melakukan aksi di Grahadi, menyampaikan aspirasi mahasiswa Kristen di Jawa Timur kepada Presiden. Kami menuntut evaluasi terhadap Kapolri dan mendesak agar segera dicopot,” ujarnya.

Selain itu, GMKI juga akan menyuarakan tuntutan agar DPR dibubarkan. “Itu merupakan tuntutan awal kami sebagai kelompok mahasiswa,” lanjut Blaise.

Ajak Ojek Online Bergabung

Dalam seruannya, Blaise turut mengundang kelompok ojek online (Ojol) untuk bergabung dalam aksi solidaritas sebagai bentuk perlawanan terhadap tindakan aparat.

“Selain mahasiswa, kita juga mengajak kawan-kawan Ojol untuk ikut melakukan aksi solidaritas dan perlawanan atas kesewenang-wenangan aparat,” tutupnya. M12

Gelar Perkara di Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Tentang Perkara Yang di Tangani Polsek Semampir, Kasus Dinyatakan Tidak Cukup Bukti

Gelar Perkara di Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Tentang Perkara Yang di Tangani Polsek Semampir, Kasus Dinyatakan Tidak Cukup Bukti

Surabaya – Kamis 28 Agustus 2025, Polsek Semampir Polres Pelabuhan Tanjung Perak melaksanakan gelar perkara pada Jumat (22/8/2025) terkait penanganan salah satu perkara dugaan tindak pidana penadahan sebagaimana diatur dalam Pasal 480 KUHP. Kegiatan tersebut dihadiri oleh sejumlah pejabat Polres Pelabuhan Tanjung Perak dan Polsek Semampir.

Peserta gelar perkara antara lain Kasi Propam Polres Pelabuhan Tanjung Perak, KBO Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Kasiwas Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Kasikum Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Kanit Reskrim Polsek Semampir, serta penyidik pembantu dari Polres Pelabuhan Tanjung Perak dan Polsek Semampir.

Dalam gelar perkara tersebut, peserta melakukan diskusi, analisis, serta meminta pendapat hukum dari ahli hukum Universitas Bhayangkara. Hasilnya, disimpulkan bahwa perkara tersebut tidak memiliki bukti yang cukup untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan.

Sejalan dengan keputusan itu, penyidik juga akan menyampaikan hasil gelar perkara kepada penuntut umum. Selanjutnya, proses hukum terkait perkara ini, dan dilakukan pencabutan status Daftar Pencarian Orang (DPO) atas nama terduga F.

Kapolsek Semampir, AKP Herry Iswanto, S.H., menyampaikan bahwa hasil gelar perkara ini merupakan bentuk profesionalitas kepolisian dalam menangani setiap laporan masyarakat. “Kami selalu berpedoman pada fakta hukum dan pendapat ahli hukum. Dengan hasil ini, kami pastikan proses penegakan hukum tetap berjalan secara transparan dan akuntabel,” ungkapnya.

Dengan adanya gelar perkara ini, Polres Pelabuhan Tanjung Perak menegaskan komitmennya dalam menjunjung tinggi profesionalitas, transparansi, serta menjadikan pendapat ahli hukum sebagai landasan dalam setiap proses penegakan hukum.

Restitusi Kanjuruhan Tidak Mencerminkan Rasa Keadilan

Surabaya, Timurpos.co.id – Rini Hanifah (48) merasa perjuangannya memperjuangkan restitusi tragedi Kanjuruhan sia-sia. Baginya, negara menyepelekan insiden yang merenggut 135 nyawa itu.

Rini adalah satu dari ratusan keluarga korban. Putranya, Agus Ariansyah, tewas setelah terkena gas air mata seusai laga Arema FC melawan Persebaya pada 1 Oktober tahun lalu di Stadion Kanjuruhan, Malang.

Rabu (28/8), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengumpulkan para keluarga korban di sebuah hotel kawasan Surabaya Selatan untuk menerima restitusi dari lima terpidana kasus Kanjuruhan. Di acara itu, Rini tampak sering menundukkan wajah menahan tangis.

“Restitusi ini hanya pembohongan,” keluhnya. “Kami menuntut Rp250 juta per korban meninggal, tapi pengadilan menetapkan Rp15 juta, dan setelah banding malah turun jadi Rp10 juta. Rasanya seperti menawar ayam,” imbuhnya.

Kekecewaan itu dirasakan hampir semua keluarga korban. Mereka menilai restitusi sama sekali tidak mencerminkan rasa keadilan. Korban yang mengalami luka juga mengeluh hanya menerima Rp5 juta. Selain itu, dari korban yang totalnya mencapai 300, ternyata hanya 72 yang mendapat ganti rugi.

Ketua LPSK Achmadi menjelaskan, proses restitusi ini melewati perjalanan panjang. Dimulai dari menghitung kerugian hingga memasukkan nilai restitusi dalam tuntutan jaksa. Terkait nominal, ia menegaskan itu sepenuhnya keputusan pengadilan.

“LPSK hanya melakukan penilaian lalu menyerahkannya ke penuntut umum. Putusan akhirnya ada di pengadilan,” ucapnya.

Achmadi juga merespon nasib ratusan korban lain. Dia menuturkan prinsip restitusi baru bisa diajukan bila ada proses hukum berjalan. Sedangkan dalam perkara ini putusan pengadilan telah inkcrath.

Dalam tragedi Kanjuruhan, lima orang sudah divonis bersalah. AKP Hasdarmawan, Kompol Wahyu Setyo Pranoto, AKP Bambang Sidik Achmadi, Suko Sutrisno, dan Abdul Haris kini sudah menjadi terpidana. Untuk itu, peluang korban lainnya mengajukan restitusi baru praktis sudah tertutup.

“Pada prinsipnya LPSK memberi perlindungan bagi saksi, korban, atau keluarga korban selama ada proses peradilan pidana,” tandasnya.

Untuk diketahui sebenarnya dalam kasus ini ada satu tersangka yang hingga kini belum diadili. Yaitu Dirut PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita. Kepolisian awalnya menetapkan enam tersangka dalam tragedi Kanjuruhan, lalu yang diproses hukum hanya lima tersangka saja. TOK

Nasib Petani Di Mojokerto Semakin Tragis, Gagal Dapat Pembayaran Malah Dilaporkan Ke Polisi

Mojokerto, Timurpos.co.id – Polsek Puri Kab. Mojokerto kembali melanjutkan pemanggilan kepada para petani terkait LPM(laporan pengaduan masyarakat) LPM/49/VII/2025/SPKT/POLSEKPURI/POLRESMOJOKERTO/POLDA JATIM oleh Kepala Dusun Sumberejo yakni Samsol Arif dengan dugaan melanggar pasal 310 ayat(1)KUHP dan pasal 167 ayat (1) KUHP terkait pencemaran nama baik dan memasuki pekarangan orang tanpa ijin pemilik.

Pada hari Rabu, tanggal 28 Agustus 2025, 4 petani yang dipanggil dan dimintai keterangan yakni Zainul, Kusnadi, Poniti dan M. Sidiq yang merupakan warga Dusun Sumber Tempur, Desa Sumber Girang. Pemeriksaan sendiri dimulai pukul 08.30 WIB hingga 12.10 WIB oleh penyidik bernama Aipda M. Arif, S.H.

Kusnadi salah satu petani yang ikut dipanggil Polsek Puri merasa heran dengan pemanggilan dirinya.

“kami datang bersama para petani yang lain ke rumah Samsol Arif itu hendak menanyakan sisa pembayaran tanah kami yang sudah 6 tahun belum terselesaikan. Kok malah dilaporkan polisi. Terus bagaimana carannya meminta sisa uang kami biar dibayar semua dan tak sampai berurusan dengan kepolisian,” terangnya.

M.sidiq menambahkan dalam pemeriksaannya selama hampir 1,5 jam itu, ada sekitar 20 pertanyaan dan tanpa keraguan sedikipun M.sidiq menjawab intinya kedatangannya ke rumah Samsol Arif yang kebetulan satu lahan dengan yayasan Baitul Rahmat itu hanya untuk menagih sisa pembayaran tanahnya.

“Kami datang hanya untuk menagih hak kami yang sudah 6 tahun tidak diberikan. Kalau tidak datang ke rumahnya, terus kami mau kemana,” jelas M. Sidiq.

Dari informasi yang didapatkan tim investigasi media cekpos, pada hari Kamis, tanggal 29 Agustus 2025,ada 3 petani lagi yang dipanggil Polsek Puri terkait hal yang sama.

Keputusan yang diambil para petani untuk mendatangi rumah Samsul Arif itu dikarenakan para petani sudah merasa kesal karena selama ini hanya menerima janji. Puncaknya, ketika pihak Kepala Desa sudah dua kali mengundang untuk pertemuan di balai desa, namun Samsul Arif dan panitia lainnya tidak datang. Maka dari situlah para petani sepakat untuk mendatangi rumahnya secara bersama – sama.

Dengan adanya kejadian ini awak media cekpos berusaha mengkonfirmasi Kapolsek Puri namun sejauh ini Kapolsek belum bisa ditemui.

Namun di selah – selah pemeriksaan petani, Kapolsek keluar dari kantornya namun sayangnya Kapolsek keburu keluar karena ada agenda diluar tanpa sempat memberikan keterangan apapun dan diarahkan untuk menemuni Kanit Reskrim. Namun sayang, hingga pemeriksaan usai, kanit Reskrim tidak datang. ***