Timurposjatim.com – Notaris Edhi Susanto dan Istrinya Feni Talim diseret di Pengadilan tanpa menggunakan rompi tahanan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rakmad Hari Basuki dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur terkait perkara membuat surat palsu dengan agenda keterangan saksi yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Suparno di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Kamis, (23/06/2022)
Dalam sidang kali ini JPU menghadirkan saksi yakni Hardi Kartoyo dan Itawati Sidharta serta Untung Prayitno.
Hardi Kartoyo mengatakan bahwa, saat itu berencana untuk menjual 3 bidang tanah dan bangunan miliknya kepada Triono Satria Dharmawan. Ketiga aset tersebut tercatat dengan atas nama istri korban, Itawati Sidharta.
“Yang mau beli saat itu Triono dengan kesepakatan Rp.16 miliar untuk tiga SHM dan sertifikat asli dibawah oleh Notaris Edhi Santoso untuk dilakukan checking ke BPN Surabaya, sebagai tanda jadi diberikan uang muka sebesar Rp.500 juta dan sisa akan dibayarkan setelah selesai dari BPN,” katanya.
Ia menambahkan pembelian tanah tidak terjadi dan anehnya sertifikatnya belum dikembalikan hingga saat ini, tidak sampai disitu ternyata dari sertifikat tersebut mengalami perubahan dari yang dulunya berlogo bola Dunia, sekarang berlogo burung Garuda serta ada perubahan luasnya setelah melihat foto copy sertifikat tersebut.
“Saya baru tahu, kalau surat kuasa itu palsu saat diperlihatkan oleh penyidik waktu dikepolisian,”tambahnya.
Itawati Sidharta mengatakan dengan terdakwa Feni yang merupakan istri dari terdakwa Notaris Edhi, ini tidak kenal, menurut cerita suaminya SHM no 728, 721, 320 yang rencananya dibeli oleh Yono setelah di cek ke BPN nantinya akan dibayar.
“Tiga sertifikat yang ada dijalan Kenjeran yang pertama mendapatkan hibah dari orang tua dan yang 2 berasal dari beli saat perkawinan yang diatas namakan saya. Untuk sertifikat tersebut diserahkan ke Notaris Edhi dan ada bukti tanda terimanya,” kata Ita.
Ia menambahkan untuk surat kuasa untuk pengurusan sertifikat, tidak mengetahui dan tidak pernah tanda tangan.
Atas keterangan para saksi terdakwa tidak membantahnya. Hanya saja terdakwa Notaris Endhi megatakan bahwa, surat kuasa itu bukan yang membuat.” Ada yang membuat yaitu Tiono,”kelit Notaris Endhi.
Sontak JPU Hari Basuki mengatakan bahwa, orang itu sudah meninggal karena covid-19 dan sudah ada kesaksian yang sudah disumpah, yang isinya Notaris Endhi yang membuat.
Sementara terpisah Pengacara para terdakwa, Peter Talaway menyatakan, dengan surat-surat tersebut, Hardi sebagai penjual justru diuntungkan. Di antaranya mendapat uang muka dari Tiono selaku pembeli serta pajak bumi bangunan sudah dibayar pembeli. Mengenai notaris Edhi dan Feni yang tidak kunjung menyerahkan SHM kepada Hardi karena digunakan sebagai bukti gugatan.
“Notaris (Edhi) tidak mau serahkan karena pembeli (Tiono) menggugat notaris di pengadilan,” kata Pieter.
Untuk diketahui dalam dakwaan JPU bahwa, Terjadinya kasus pemalsuan surat tersebut bermula pada pertengahan 2017, dimana saat itu Hadi Kartoyo (korban) bertujuan menjual 3 bidang tanah dan bangunan miliknya kepada Triono Satria Dharmawan. Ketiga aset tersebut tercatat dengan atas nama istri korban, Itawati Sidharta.
Hardi menjalin kesepakatan dengan Triono bahwa harga ketiga aset yang terletak di Jalan Rangkah, Tambaksari tersebut senilai Rp 16 miliar. Untuk pembelian aset itu, rencananya akan dibiayai oleh pihak Bank Jtrust Kertajaya.
Kemudian Edhi Susanto, notaris yang berkantor di Jalan Anjasmoro no 56 B Surabaya itu ditunjuk oleh pihak bank untuk memfasilitasi proses jual beli antara Triono Satrio Dharmawan dengan Hardi Kartoyo dan isterinya tersebut.
Lebih lanjut, Hardi menyerahkan SHM 3 aset itu kepada Edhi Santoso untuk cheking sertifikat di BPN Surabaya II. Sedangkan Triono memberikan cek sebesar Rp. 500 juta kepada Edhi untuk diserahkan kepada Hardi sebagai uang tanda jadi atau DP atas pembelian tanah dan rumah milik korban.
Cek tersebut lalu diserahkan kepada Hardi dengan catatan apabila hasil ceking cek terhadap 3 SHM tersebut bermasalah dan pihak penjual membatalkan transaksi, maka uang tersebut harus dikembalikan kepada pembeli tanpa potongan.
Namun saat pengurusan maupun checking tidak segera diselesaikan, Edhi Susanto, malah membuat dan memberikan Surat pernyataan yang isinya apabila dalam waktu 2 bulan ternyata belum terjadi transaksi jual beli antara Hardi dan Triono, maka uang DP dianggap hangus dan sertifikat asli dikembalikan. (lebih…)